LAPORAN KASUS
Pembimbing :
dr. James Towoliu, SpPD
Penyusun :
Putri Yuliani
030.05.174
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
Periode 29 Nopember 2010– 4 Februari 2011
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Tentara
Pendidikan : AKABRI
Alamat : Ciracas, Jakarta Timur
Suku bangsa : Jawa
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 27 Desember 2010
B. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 30 Desember 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Keluhan Utama
Lemas sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL Dr.Mintohardjo dengan keluhan tubuh terasa lemas sejak 2 minggu SMRS. Rasa lemas sebenarnya dirasakan sudah sejak 5 bulan yang lalu. Saat itu OS sedang akan mendonorkan darahnya di PMI seperti biasa, namun dikatakan tidak layak untuk menjadi donor karena jumlah hemoglobin yang berada
dibawah syarat minimum ( 11,6 gr/dL). Bulan-bulan berikutnya OS kembali dikatakan tidak memenuhi syarat untuk mendonorkan darah dengan alasan yang sama. Saat itu keluhan lemas sudah dirasakan, namun tidak disertai oleh keluhan lainnya. 3 minggu SMRS, keluhan lemas semakin berat, sehingga OS berobat ke RS Cilandak, disana dirawat selama 5 hari, dinyatakan menderita anemia, lalu dipulangkan setelah Hb mencapai 11 gr/dL. Namun setelah itu pasien merasa keluhan lemas tetap tidak membaik, sehingga kembali berobat ke RSAL. Saat ini OS mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan terutama bila ditekan. OS tidak mengeluhkan adanya mual-muntah, maupun gangguan BAB atau BAK. OS hanya mengeluhkan nafsu makan menurun, dan berat badan turun 12 kg selama 2 bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat Kebiasaan
Os merupakan perokok sejak usia 20-an, merokok 1-2 bungkus perhari, merk Djarum Super. Baru berhenti merokok saat dirawat di rumah sakit. Os juga sering mengkonsumsi kopi, kratingdaeng, dan extra joss. Os memiliki kebiasaan olahraga tenis meja 1kali/minggu. Pasien bukan vegetarian, memiliki kebiasaan makan yang cukup baik, menghindari jeroan, namun cukup sering mengkonsumsi hati.
C. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 30 Desember 2010 pada pukul 07.00 WIB
Keadaan umum
Kesan sakit : sakit sedang, terpasang infus RL di lengan kanan Kesadaran : compos mentis
TB / BB : 165 cm / 50 Kg
BMI : 18.3 kg/m2
Status gizi : cukup Habitus : atletikus Cara berbaring : aktif Mobilitas : aktif Sikap pasien : kooperatif Cara bicara : wajar
Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg Suhu : 36.8ºC diukur di axilla
Nadi : 72 kali/menit (kuat, isi cukup, reguler, equal kanan dan kiri) Pernafasan : 24 kali/menit
Kulit
Warna kulit : sawo matang tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis Suhu raba : hangat
Kelembaban : cukup
Turgor : baik
Hiperpigmentasi : tidak ada
Kepala
Bentuk kepala : normocephali Deformitas : tidak ada
Rambut : warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut Wajah : simetris, ikterik (-),sianosis (-), tidak ada nyeri tekan sinus
paranasalis
Mata : alis warna hitam, simetris, distribusi merata, tidak mudah dicabut, ekteropion (-/-), enteropion (-/-), ptosis (-/-),
exopthalmus (-/-), oedem palpebra (-/-), injeksi siler (-/-), injeksi konjungtiva (-/-), pupil bulat (+/+), simetris (+/+), isokor(+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+), CA (+/+), SI (-/-)
Telinga : normotia, liang telinga (+/+) normal, serumen(+/+) , ), membran timpani tidak dapat diobservasi, nyeri tekan tragus
dan mastoid (-/-)
Hidung : bentuk hidung normal, deformitas (-), pernafasan cuping hidung (-), lubang hidung simetris, septum deviasi (-), sekret(-) ,mukosa hiperemis (-), oedem concha (-)
Bibir : simetris, warna merah, mukosa tidak kering, cyanosis(-) Mulut dan tenggorokan : gigi lengkap, gusi merah muda, hiperemis (-). lidah agak
kotor, tidak hiperemis, tidak tremor, tidak ada deviasi lidah, uvula di tengah, hiperemis(-), tonsil T1-T1 tenang, arcus faringeus hiperemis (-), palatum intak
Leher : pembesaran KGB submentalis(-), submandibularis(-),
cervicalis(-), pembesaran kelenjar thyroid (-), trakhea lurus ditengah, kaku kuduk (-), JVP 5+0 cmH2O
Thorax depan
Bentuk thorax simetris, tidak ada retraksi sela iga, hiperpigmentasi ), benjolan/massa (-), spider nevi (-(-), tidak terdapat ginekomastia.
Paru-paru
Inspeksi : bentuk thorax normal,gerak nafas simetris saat statis dan dinamis, pernapasan abdominothorakal
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, vokal fremitus sama keras kiri dan kanan, massa/benjolan (-), angulus costae <90 º
Perkusi : sonor dikedua lapang paru, nyeri ketuk (-) Batas paru-hepar : ICS V linea midclavicularis dextra Batas paru-lambung : ICS VI linea axillaris anterior sinistra Peranjakan paru : ICS V : sonor menjadi redup ICS VI : redup menjadi pekak ICS VII : pekak
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), krepitasi (-/-), pleural friction rub (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba dari ics 5 tepat linea midclavicularis sinistra Perkusi :
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra Batas kiri jantung : ICS IV linea sternalis sinistra Batas kanan jantung : ICS VI linea sternalis dextra Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : datar, vena kolateral(-), spider nevi(-), smiling umbilicus (-), distensi (-), masa/benjolan (-), peristaltik usus tidak tampak.
Palpasi :turgor dinding perut supel, nyeri tekan (+) pada regio lumbal dextra, defense muscular(-), hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, lien tidak teraba membesar, murphy sign(-), ginjal tidak teraba.
Perkusi : timpani di seluruh abdomen, nyeri ketuk (+), shifting dullness(-) Auskultasi : bising usus (+) normal, Arterial bruit (-), metallic sound (-)
Thorax belakang
Inspeksi : Bentuk simetris saat statis dan dinamis, Tidak ada deformitas pada tulang belakang, tidak terlihat adanya massa atau benjolan
Palpasi : vokal fremitus sama keras kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, tidak ada nyeri
Batas bawah paru kanan : Setinggi T10, linea skapularis dekstra Batas bawah paru kiri : Setinggi T9, linea skapularis sinistra
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Extremitas atas
Tidak tampak ikterik, sianosis (-), palmar eritem (-), oedem (-), akral hangat
Extremitas bawah
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Darah dan Kimia Darah
Parameter 27/12 28/12 29/12 30/12 Hemoglobin 7,8 gr/dL 8,6 gr/dL 10,4 gr/dL 10,4gr/dL Hematokrit 24 % 26 % 33% 32% Leukosit 12.600/mm3 12.300/mm3 12.500/mm3 15.100/mm3 Trombosit 771.000/mm3 702.000/mm3 715.000/mm3 705.000/mm3 LED 140 Trigliserida 73 Kolesterol 142 Kolesterol HDL 32 Kolesterol LDL 93 Protein Total 8.6 Albumin 2.6 Globulin 6.0 Bilirubin Total 1.99 Bilirubin Direk 1.24 Bilirubin Indirek 0.75 Alkali Phosphatase 1250 Asam Urat 5.8 SGOT 67 SGPT 92 Ureum 32 Creatinine 1.1 GDS 136 mg/dL
b. Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi
Eritrosit : normokrom, anisositosis, makrosit (+), polikromasi (+), ovalosit (+)
Leukosit : kesan jumlah meningkat, dominasi netrofil segmen (shift to the right), limfosit atipik (+), hipersegmented toxix granul (-), sel muda tidak ditemukan
Trombosit : kesan jumlah meningkat
Kesan : gambaran anemia defisiensi asam folat/B12, leukosit, trombositosis
E. FOLLOW – UP
28 Desember 2010 29 Desember 2011 30 Desember 2010
S : lemas, mual-muntah (+), nafsu makan menurun, BAB (-)
O : Ku/Ks : SS/CM T : 100/70 mmHg N : 80 x/mnt S : 37,4°C P : 24 x/mnt Mata : CA +/+, SI -/- Thorax :
Cor : Bj I,II reg, G-, M- Paru :
suara nafas vesikuler , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : supel, BU + N,H/ L ttm , NT E-, tympani
S : napas agak sesak, BAB (-) 1 mgg O : Ku/Ks : SS/CM T : 110/70 mmHg N : 84 x/mnt S : 37,7°C P : 24 x/mnt Mata : CA +/+, SI -/- Thorax :
Cor : Bj I,II reg, G-, M- Paru :
suara nafas vesikuler , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : supel, BU + N,H/ L ttm , NT E-, tympani
S : nyeri perut sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk O : Ku/Ks : SS/CM T : 120/70 mmHg N : 84 x/mnt S : 36°C P : 24 x/mnt Mata : CA -/-, SI -/- Thorax :
Cor : Bj I,II reg, G-, M- Paru :
suara nafas vesikuler , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : supel, BU + N,H/ L ttm , NT (+) pada regio lumbal
Ext : akral hangat, oedem (-) A : Anemia megaloblastik P : IVFD RL 20 tts/mnt Ranitidin tab 2 x 1 Curcuma 3 x1 As folat 3 x 1 Vit B12 3 x1 PCT 3 X 1 Levofloksasin 1 x 500 mg Ambroxol 3 x 1 Laxadin syr 3 x C1 Transfusi PRC Hb : 8,6 gr/dL Ht :26% Leukosit : 12.300/mm3 Trombosit : 707.000/mm3
Ext : akral hangat, oedem (-) A : Anemia megaloblastik P : IVFD RL 20 tts/mnt Ranitidin tab 2 x 1 Curcuma 3 x1 As folat 3 x 1 Vit B12 3 x1 PCT 3 X 1 Levofloksasin 1 x 500 mg Ambroxol 3 x 1 Laxadin syr 3 x C1 Transfusi PRC Hb : 10,4 gr/dL Ht : 33 % Leukosit : 12.500/mm3 Trombosit : 715.000/mm3
dextra, nyeri ketuk (+), tympani Ext : akral hangat, oedem (-) A : Anemia megloblastik P : IVFD RL 20 tts/mnt Ranitidin tab 2 x 1 Curcuma 3 x1 As folat 3 x 1 Vit B12 3 x1 PCT 3 X 1 Levofloksasin 1 x 500 mg Ambroxol 3 x 1 Laxadin syr 3 x C1 Saran : USG Abdomen Hb : 10,4 gr/dL Ht : 31%
Leukosit : 15.100/mm3 Trombosit : 715.000/mm3
F. RESUME
Tn.S, 52 tahun, datang ke IGD RSAL Dr.Mintohardjo dengan keluhan tubuh terasa lemas sejak 2 minggu SMRS. Rasa lemas sebenarnya dirasakan sudah sejak 5 bulan yang lalu. Saat itu OS sedang akan mendonorkan darahnya di PMI seperti biasa, namun dikatakan tidak layak untuk menjadi donor karena jumlah hemoglobin yang berada dibawah syarat minimum ( 11,6 gr/dL). Bulan-bulan berikutnya OS kembali dikatakan tidak memenuhi syarat untuk mendonorkan darah dengan alasan
yang sama. Saat itu keluhan lemas sudah dirasakan, namun tidak disertai oleh keluhan lainnya. 3 minggu SMRS, keluhan lemas semakin berat, sehingga OS berobat ke RS Cilandak, disana dirawat selama 5 hari, dinyatakan menderita anemia, lalu dipulangkan setelah Hb mencapai 11 gr/dL. Namun setelah itu pasien merasa keluhan lemas tetap tidak membaik, sehingga kembali berobat ke RSAL. Saat ini OS mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan terutama bila ditekan. OS hanya mengeluhkan nafsu makan menurun, dan berat badan turun 12 kg selama 2 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, hemodinamik stabil, ditemukan konjunctiva anemis pada pemeriksaan mata. Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketuk pada regio lumbal dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil anemia (Hb 7,8 gr/dL), leukositosis (12.600/mm3), dan trombositosis (771.000/mm3). Juga ditemukan gangguan pada fungsi hati (SGOT 67 , SGPT 92), LED 140 mm, hipoalbuminemia, dan nilai alkali phosphatase yang sangat meningkat.
Pada pemeriksaan morfologi darah tepi didapatkan kesan gambaran anemia defisiensi asam folat/B12, leukosit, trombositosis
G. DIAGNOSA KERJA
Anemia Megaloblastik e.c defisiensi Asam Folat dan B12
H. PENATALAKSANAAN a. Nonmedikamentosa
Diet : Diet makanan yang mengandung asam folat seperti asparagus, brokoli, bayam, pisang, melon, hati, dan jamur. Makanan tersebut tidak boleh dimasak secara berlebihan untuk menghindari hilangnya zat-zat yg diperlukan tubuh. Dan untuk mencegah defisiensi kobalamin, pasien harus mengkonsumsi produk susu dan telur.
Transfusi PRC hingga Hb ≥ 10 gr/dL
Asam Folat tablet 3 x 1
B12 3 x 1 Levofloksasin 1 x 500 mg Curcuma 3 x 1 I. ANJURAN PEMERIKSAAN USG Abdomen J. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad Bonam Ad functionam : Dubia ad Bonam Ad sanationam : Dubia ad Bonam
K. ANALISA KASUS
Pasien laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan seluruh tubuh terasa lemas dan cepat lelah yang dirasa makin memberat dalam 2 minggu terakhir ini. Gejala ini sesuai dengan gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7 gr/dL). Namun, pada pasien ini tidak terdapat gejala umum anemia lainnya seperti telinga berdenging, mata berkunang-kunang, dan sesak napas. Mungkin disebabkan oleh tubuh masih dapat beradaptasi dengan baik dengan penurunan kadar hemoglobinnya.
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemukan hanya konjunctiva yang tampak pucat. Hal ini sesuai dengan gejala yang paling awal dapat ditemukan pada pasien dengan anemia karena pada konjunctiva terdapat pembuluh-pembuluh darah perifer yang paling mudah dilihat. Gejala lain yang dapat tampak pada pasien dengan anemia adalah wajah tampak pucat, kemudia pada ujung-ujung jari dan telapak tangan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ditemukan nilai hemoglobin yang berada di bawah normal, 7.8 gr/dL yang memastikan bahwa pasien menderita anemia. Setelah dapat dipastikan memiliki anemia, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui tipe anemia yang diderita pasien. Maka dilakukan pemeriksaan morfologi darah tepi untuk mengetahui sifat dan karakteristik sel darah merah apakah makrositik, mikrositik, normositik, atau hipokrom.
Pada pemeriksaan morfologi darah tepi, ditemukan kesan gambaran anemia defisiensi asam folat/ B12 disertai leukositosis dan trombositosis. Anemia defisiensi folat/B12 biasa dikenal dengan nama anemia megaloblastik, dimana ditemukan sel-sel eritrosit yang berukuran lebih besar dari normal dengan kromasi yang hampir sama dengan sel-sel eritrosit normal. Ukuran yang besar ini berasal dari kegagalan sintesis DNA akibat kekurangan asam folat dan kobalamin sehingga eritrosit sulit menjadi matang.
Berdasarkan temuan ini, maka dimulailah terapi untuk anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12 dengan memberikan suplementasi asam folat dan kobalamin. Pada anemia jenis ini, karena anemia berlangsung secara bertahap dan perlahan-lahan, biasanya pasien sudah terbiasa atau dapat beradaptasi dengan nilai hemoglobinnya yang rendah sehingga transfusi darah tidak perlu dilakukan. Namun, pada pasien ini, karena keluhan lemas sudah semakin memberat dan nilai hemoglobinnya sudah mencapai 7.8 gr/dL maka diputuskan untuk memberikan transfusi dengan PRC hingga Hb mencapai 10 gr/dL.
Setelah diberikan transfusi sebanyak ± 500 cc, Hb pasien dapat mencapai 10 gr/dL dan keluhan berkurang. Namun karena berdasarkan anamnesa, pasien tidak memiliki masalah dengan intake asupan asam folat maupun B12, maka perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti anemia dari pasien, maka disarankan dilakukan USG abdomen sesuai dengan keluhan pasien yang mengalami nyeri perut pada regio lumbal dextra.
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.
Kriteria Anemia
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter itu saling bersesuaian. Harga normal hemoglobi sangat bervariasi secara fisiologik tergantung umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO menentukan cut-off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil <12 gr/dL
Beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria hemoglobin kurang dari 10 gr/dL sebagai awal dari work-up anemia, atau di India dipakai angka 10-11 gr/dL.
Etiologi dan Klasifikasi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : 1) gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3) proses pemecahan eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan : 1). Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80 fl dan MCH <27 pg; 2). Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3). Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.
Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi b. Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoetik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan hormon eritropoetin pada gagal ginjal kronik B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorporeal
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- thalassemia
- hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ekstrakorporeal
a. anemia hemolitik autoimun b. anemia hemolitik mikroangiopatik c. lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi b. Thalassemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemua sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik akut
d. Anemia akibat penyakit kronik e. Anemia pada gagal ginjal kronik f. Anemia pada sindrom mielodisplastik g. Anemia pada keganasan hematologik III. Anemia mikrositer
a. Bentuk megaloblastik
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa b. Bentuk non megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik 2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik Gejala Anemia
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya. Gejala umum anemia ini timbul karena : 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada : a). Derajat penurunan hemoglobin; b). Kecepatan penurunan hemoglobin; c). Usia; d). Adanya kelainan jantung dan paru sebelumnya.
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7 gr/dL). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjunctiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7gr/dL).
2. Gejala khas Masing-Masing Anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh :
Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi B12
Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi 3. Gejala Penyakit Dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukam pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Penunjang untuk Anemia Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan penyaring, pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan apusan darah tepi.
Pemeriksaan Darah Seri Anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan laju endap darah.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnossi anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelaianan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang
Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12, tes supresi deoksiuridin dan tes Schilling
Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis Hb, dan lain-lain
Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoetik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal/pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang. Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoesis yang tidak efektif.
Klasifikasi Anemia Megaloblastik
Defisiensi Kobalamin
Asupan tidak cukup : vegetarian (jarang)
Malabsorpsi
o Defek penyampaian dari kobalamin dari makanan : achlorhidria gaster, gastrektomi, obat-obat yang menghalangin sekresi asam
o Produksi faktor intrinsik yang tak mencukupi : anemia pernisiosa, gastrektomi total, abnormalitas fungsional atau tak adanya faktor instrinsik yang bersifat kongenital.
o Gangguan dari ileum terminalis : sprue tropikal, sprue non tropikal, enteritis regional, reseksi intestinum, neoplasma dan gangguan granulomatosa (jarang), sindrom Imerslund (malabsorpsi kobalamin selektif)
o Kompetisi pada kobalamin : fish tapeworm, bakteri blind loop syndrome o Obat-obatan : p-aminosalicylic acid, kolkisin, neomisin
Lain-lain : NO (Nitrous Oxide) anesthesia, defisiensi transkobalamin II (jarang), defek encim kongenital (jarang).
Asupan yang tidak adekuat : diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi)
Keperluan yang meningkat : kehamilan, bayi, keganasan, peningkatan hematopoesis (anemia hemolitik kronik), kelainan kulit eksfoliatif kronik, hemolisis.
Malabsorpsi : sprue tropikal, sprue nontropikal, obat-obat : phenytoin, barbiturat, ethanol
Metabolisme yang terganggu : penghambat dihydrofolat reductase (metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprim), alkohol.
Sebab-sebab lain
Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6 merkaptopurin, azatiopurin, dll). antagonis pirimidin (5-fluorourasil, sitosin arabinose, dll). lain-lain : prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-Nyhan,lain-lain
Anemia megaloblastik dengan Penyebab tak diketahui : anemia megaloblastik refrakter, sindrom Diguglielmo, anemia diseritropoetik kongenital.
Asam Folat dan Vitamin B12
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat penting bagi tubuh. Peran utama asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraseluler. Seperti yang diterangkan di depan, adanya defisiensi kedua zat tersebut akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesis DNA pada tiap sel, di mana pembelahan kromosom sedang terjadi. Jaringan-jaringan yang memiliki pergantian sel yang sangat cepat adkan mengalami perubahan yang sangat dramatis, antara lain adalah sistem hematopoiesis yang sangat sensitif pada defisiensi dan menyebakan anemia megaloblastik.
Asam folat adalah nama yang biasa diberikan pad asam pteroylmonoglutamine. Zat ini disintesis pada banyak macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan dan sayur merupakan sumber diet utama dari vitamin. Beberapa bentuk dari asam folat dalam diet
sangat labil dan dapat menjadi rusak pada saat dimasak. Keperluan minimal tiap hari secara normal kurang lebih 50 µg, tetapi pada keadaan tertentu akan meningkat sejalan dengan peningkatan metabolisme seperti pada kehamilan.
Defisiensi folat merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit usus halus karena penyakit tersebut dapat mengganggu absorbsi folat dari makanan dan resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut dan kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel-sel parenkim hati, hal ini yang menjadi penyebab dari defisiensi folat yang menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.
Penyakit seperti anemia hemolitik dapat pula jadi rumit oleh komplikasi defisiensi folat yang dapat terjadi. Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (antara lain metotreksat, trimetoprim) atau yang dapat mengganggu absorbsi dan peyimpanan folat dalam jaringan tubuh (antikonvulsan tertentu, kontraseptif oral) mampu mengakibatkan penurunan kadar folat dalam plasma, dan bersamaan waktunya dapat menjadi penyebab anemia megaloblastik. Hal ini karena adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti sel. Jadi gangguan maturasi yang timbul dalam pertumbuhan sel darah merah karena defisiensi asam folat atau vitamin B12 disebabkan karena timbulnya defek dari inti sel darah merah yang muda dalam sumsum tulang.
Folat dalam plasma pertama ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat, suatu monoglutamat, yang ditransport ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut yaitu yang khusus dalam bentuk tetrahidrokobalamin yang diperlukan, dan folat kemudian diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada plyglutamate mungkin berguna untuk penyimpanan folat di dalam sel.
Asam Folat
Folat yang didapatkan dari makanan, akan dikonversikan menjadi methyl THF (yang mana, seperti asam folat, hanya memiliki satu glutamat moieties) selama proses absorpsi di usus halus. Saat methyl THF masuk ke dalam sel, maka akan dikonversikan lagi menjadi folate polyglutamate. Folat berikatan dengan protein ditemukan pada permukaan sel termasuk enterosit dan memfasilitasi pengambilan folat ke dalam sel. Tidak terdapat plasma protein spesifik yang dapat meningkatkan pengambilan folat ke dalam sel.
Folat dibutuhkan dalam berbagai macam reaksi biokimia di dalam tubuh termasuk transfer unit karbon tunggal, pada interkonversi asam amino (misalnya pada konversi homosistein menjadi metionin) dan serin menjadi glisin atau pada sintesis prekursor purin di DNA.
DNA dibentuk dari polimerase dari empat deoksiribonukleasida trifosfat. Defisiensi folat menyebabkan anemia megaloblastik dengan menghambat sintesis thymidilate, salah satu langkah dalam sintesa DNA dimana terjadi pembentukan thymidine monofosfat (dTMP), reaksi ini membutuhkan 5,10 methylene THF polyglutamate sebagai koenzimnya.
Semua sel tubuh, termasuk sumsum tulang, menerima folat dari plasma dalam bentuk methyl THF. B12 dibutuhkan dalam konversi methyl THF ini menjadi THF, suatu reaksi dimana homosistein dimetilasi menjadi metionin. THF merupakan substrat dari sintesa folate polyglutamate di dalam sel.
Vitamin B12
Vitamin ini disintesa secara alami oleh mikroorganisme; binatang memperoleh vitamin ini dengan memakan binatang lain, atau dengan memakan bahan makanan yang telah terkontaminasi bakteri. Vitamin ini ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperi hati, daging, ikan dan produk susu, namun tidak terdapat pada buah-buahan, sereal, dan sayur-mayur.
Aspek Nutrisi Vitamin B12 dan Asam Folat
Vitamin B12 Asam Folat
Kebutuhan diet normal per hari
7-30 µg 200-250µg
Sumber makanan utama Produk hewan Paling banyak berasal dari hati, sayuran hijau dan gandum
Kebutuhan minimum orang dewasa
Simpanan dalam tubuh 2-3 mg 10-12 mg
Absorpsi
Lokasi Ileum Duodenum dan jejunum
Mekanisme Faktor intrinsik Konversi menjadi metilTHF
Limit 2-3µg/hari 50-80% dari kebutuhan diet
Sirkulasi enterohepatik 5-10 µg/hari 90µg/hari
Transpor dalam plasma Terikat pada haptocorrin Berikatan lemah dengan albumin
Bentuk fisiologis mayor intraselular
Methyl dan
deoxyadenosylcobalamine
Derivat polyglutamate
Bentuk terapeutik hydroxocobalamin Asam folat
Absorpsi. Intake B12 dalam makanan biasanya melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. B12 kemudian akan berikatan dengan Intrinsic Factor (IF) yang disintesa oleh sel-sel parietal gaster. Komleks IF-B12 kemudian dapat berikatan dengan permukaan reseptor spesifik untuk IF, cubilin, yang kemudian akan berikatan dengan protein kedua, amnionless, yang akan menyebabkan terjadinya endositosis dari kompleks cubilin IF-B12 di distal ileum dimana IF-B12 diserap dan IF kemudian dihancurkan.
Fungsi biokimia. Vitamin B12 merupakan koenzim yang digunakan pada dua reaksi biokimia dalam tubuh. Pertama, dalam bentuk methyl B12 bertindak sebagai kofaktor dalam sintesa metionin, enzim ini bertanggung jawab dalam proses metilasi dari homosistein menjadi metionin menggunakan methyl THF dengan cara bertindak sebagai donor metil. Kedua, dalam bentuk deoxyadenosyl B12, membantu proses konversi methylmalonyl koenzim A menjadi succynil CoA.
Onset biasanya tidak jelas dengan gejala dan tanda anemia yang berkembang secara bertahap dan progresif. Pasien dapat tampak sedikit jaundice akibat pemecahan hemoglobin yang berlebihan yang berasal dari eritropoesis inefektif di sumsum tulang. Dapat juga ditemukan glossitis, stomatitis angularis, dan gejala ringan malabsorbsi dan turunnya berat badan akibat abnormalitas epitel. Seringnya, pasien yang tidak memiliki gejala terdiagnosa saat melakukan pemeriksaan morfologi darah tepi dimana ditemukan sel darah merah yang makrositosis.
Temuan Laboratoris
Bentuk anemia yang ditemukan adalah makrositik (MCV > 85 fL dan bahkan dapat mencapai 120-140 fL pada kasus-kasus yang berat) dan biasanya sel-selnya berbentuk oval. Jumlah retikulosit lebih rendah dan jumlah sel darah putih relatif lebih rendah, khususnya pada pasien dengan anemia berat. Proporsi netrofil menunjukkan sel yang hipersegmen (dengan lobus lebih dari 6). Sumsum tulang biasanya hiperseluler dan eritroblas berukuran lebih besar dari normal. Karakteristik lainnya yang khas adalah ditemukannya metemielosit berukuran raksasa dan abnormal.
Juga dilakukan pemeriksaan LDH dan Bilirubin Indirek, diharapkan hasilnya meningkat akibat destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah megaloblastik. Meningkatnya LDH dan Bilirubin Indirek yang disertai dengan hitung retikulosit yang rendah menandakan adanya eritropoesis inefektif.
Tes untuk mendiagnosis defisiensi kobalamin. Pemeriksaan yang paling penting adalah mengukur level kobalamin dalam serum. Schilling test dapat dilakukan pada pasien yang telah menjalani pengobatan dengan vitamin B12 dan asam folat.
Result in
Test Normal Values Vitamin B12 def Folate def
Serum vitamin B12
160-925 µg/L 120-680 pmol/L Low Normal or borderline
Serum folate 3.0-15.0 µg/L 4-30 nmol/L Normal or raised
Low
Red cell folate 160-640 µg/L 360-1460 nmol/L
Normal or low Low
Tatalaksana Anemia Megaloblastik
Sebagian besar pasien dengan megaloblastosis diterapi dengan kobalamin dan asam folat untuk mengatasi defisiensi terhadap bahan ini. Terapi transfusi sebaiknya hanya terbatas pada pasien dengan anemia yang berat, tak terkompensasi, dan mengancam nyawa. Karena anemia megaloblastik biasanya berkembang secara perlahan, pasien biasanya sudah terbiasa dengan keadaan anemianya sehingga tidak membutuhkan transfusi.
Kobalamin (1000mcg) sebaiknya diberikan secara parenteral setiap hari selama 2 minggu, kemudian per minggu hingga nilai hematokrit mencapai angka normal dan kemudian diteruskan sebulan sekali seumur hidup. Namun lebih praktis untuk menggunakan kobalamin parenteral di awal terapi lalu dilanjutkan dengan kobalamin oral karena membutuhkan biaya yang lebih sedikit.
Folat (1-5 mg) sebaiknya diberikan secara oral. Apabila hal ini sulit dilakukan, dapat diberikan secara parenteral.
Diet. Pasien harus mengkonsumsi sumber makanan kaya folat seperti asparagus, brokoli, bayam, lemon, pisang, melon, hati, dan jamur. Untuk mencegah hilangnya folat, makanan ini tidak boleh dimasak secara berlebihan. Untuk mencegah defisiensi kobalamin, pasien harus mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan, yaitu produk susu dan telur.
Prognosis
Prognosis adalah baik apabila etiologi dari megaloblastosis ini dapat diidentifikasi dan diterapi dengan baik. Namun, pasien berada dalam risiko untuk mengalami gangguan jantung sebagai komplikasi dari anemia dan hipokalemia sebagai efek samping dari terapi kobalamin.
DAFTAR PUSTAKA
Bharta M, “Pendekatan terhadap Pasien Anemia”; dalam Sudoyo A.W, Setyohadi B, “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”; , Jilid II, Edisi IV ,Perkumpulan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006; 622-5
Hoffbrand A.V., Moss P.A.H., Petit J.E.; “Megaloblastic Anaemias and Other Macrocytic Anaemias”, in “Essential Haematology”, Fifth Edition, Blackwell Publishing, 2006;44-57
Schick P, MD; “Megaloblastic Anemia”, in eMedicine, 2009, available at http://emedicine.medscape.com/