• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PUGUH DADI DWI P BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PUGUH DADI DWI P BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kadar ureum pada gagal ginjal kronik

a. Pengertian

Ureum adalah salah satu produk dari pemecahan protein dalam tubuh yang disintesis di hati dan 95% dibuang oleh ginjal dan sisanya 5% dalam feses. Secara normal kadar ureum dalam darah adalah 7 – 25 mg dalam 100 mililiter darah. Kadar ureum di luar negeri sering disebut sebagai Blood Urea Nitrogen (BUN) dan jika akan dikonversi menjadi ureum maka rumus yang digunakan adalah :

Pada pengukuran konsentrasi urea darah, bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah meningkat di atas kadar normal 20-40 mg per 100 cc darah karena filtrasi glomerulus harus turun sampai 50 % sebelum kenaikkan kadar urea darah terjadi Meningkatnya kadar urea darah BUN (Blood Urine Nitrate) dan kreatinin merupakan salah satu indikasi kerusakan pada ginjal. Semakin buruk fungsi ginjal, semakin tinggi kadar ureum darah. Kadar ureum normal adalah kurang dari 40 mg/dl, jika kadar ureum darah sudah lebih dari 150 mg/dl maka dapat mengalami (uremia) keracunan ureum (Nursalam, 2006).

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang terjadi secara progresif dan irreversible,

(2)

dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 mL/menit selama lebih dari 3 bulan termasuk dalam kriteria gagal ginjal kronik dan memerlukan terapi pengganti ginjal (dialysis atau transplatasi ginjal) (lewis et.al.,2011)

Gagal ginjal kronik merupakan tahapan akhir gagal ginjal dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan tingginya ureum (uremia) yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Ignatavicius & Workman, 2006 ).

Jadi kadar ureum merupakan salah satu cara hasil untuk menilai fungsi ginjal dengan baik dan salah satu tanda atau gejala untuk mengetahui derajat stadium perjalanan penyakit pada pasien gagal ginjal kronik, gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium yaitu :

1. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN adalah normal dan penderita asimptomatik. 2. Stadium sedang berlaku insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan

yang berfungsi telah rusak. Pada tahap ini, kadar BUN mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda karena tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.

(3)

kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan mendadak sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligouria (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

b. Faktor Resiko

Karena berkembangnya GGK merupakan fenomena yang kompleks, maka KDOQI merekomendasikan kategori faktor resiko yang berkaitan dengan terjadinya GGK antara lain :

1). Susceptibility

Merupakan faktor yang meningkatkan resiko terjadinya GGK. Contoh: peningkatan umur, penurunan masa ginjal, berat badan saat lahir rendah, riwayat keluarga, pendidikan dan pendapatan yang rendah, inflamasi sistemik dan dislipidemia.

2). Initiation

(4)

Contoh: Diabetes, hipertensi, glomerulonefritis, autoimun, penyakit ginjal polikistik, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan toksisitas obat.

3). Progression

Merupakan faktor resiko yang memperburuk kerusakan ginjal. Contoh: glikemia, peningkatan tekanan darah, anemia, proteinuria, obesitas dan merokok.

(Joy et al., 2008) c. Asupan Nutrisi

(5)

b. Asupan protein cukup 1- 1,2 gr/kg BB/hari diperlukan untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan kehilangan protein selama proses dialisis. Sekitar 50 % asupan protein berasal dari protein bernilai biologi tinggi, yang mengandung asam amino essensial lebih lengkap. Protein ini biasanya dari golongan hewani misalnya telur, daging, ayam, ikan, susu, dan kerang dalam jumlah sesuai anjuran.

Penelitian yang dilakukan oleh Nura Ma’shumah (2013) tentang hubungan asupan protein dengan kadar ureum, kreatinin, dan kadar hemoglobin darah pada penderita gagal ginjal kronik menyatakan bahwa asupan protein / nutrisi memiliki hubungan terhadap pengaruh kadar ureum. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan sumiasih (2013) tentang hubungan asupan protein hewani dan nabati dengan kadar ureum dan kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik juga menyatakan ada hubungan antara protein dengan kadar ureum.

Jadi, Menurut benez (2008) Kadar Ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi. Metode penetapannya adalah dengan mengukur nitrogen atau sering disebut Blood Urea Nitrogen (BUN). Nilai BUN akan meningkat apabila seseorang mengkonsumsi protein dalam jumlah banyak, namun pangan yang baru disantap tidak akan berpengaruh terhadap nilai ureum pada saat manapun. Hal ini lah yang menyebabkan adanya hubungan asupan protein dengan kadar ureum.

d. Faktor Penyebab Peningkatan Kadar ureum

(6)

prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.

Mekanisme tersebut meliputi :

a. Penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi.

b. Peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. e. Mekanisme kadar ureum pada gagal ginjal kronik

(7)

pada Laju filtrasi glomerulus (LFG) di ginjal. Karena ureum seluruhnya akan difiltrasi di ginjal dan sedikit di reabsorpsi dengan masuk ke kapiler peritubulus, namun tidak mengalami sekresi ditubulus. Kadar ureum akan meningkat jika terjadi kerusakan fungsi filtrasi, sehingga ureum akan berakumulasi dalam darah. Pada gangguan gagal ginjal kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, dan asam urat yang seharusnya disaring oleh ginjal untuk kemudian dibuang melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.

f. Manifestasi klinis

Peningkatan kadar ureum darah merupakan penyebab umum terjadinya kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia pada pasien gagal ginjal kronik. Sindroma uremia terjadi saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10 ml/menit/1,73 m² . peningkatan kadar ureum darah akibat gangguan fungsi ekskresi ginjal menyebabkan gangguan pada multi system. Sehingga memunculkan gejala bersifat sistemik. (Lewis et al., 2011)

Berikut menunjukkan tanda dan gejala sindroma uremik pada pasien gagal ginjal kronik menurut Lewis et,.al (2011) :

Tabel 2.1

Sistem Manifestasi klinik

1. Gastrointestinal - Anoreksia - Nausea - Vomiting

(8)

- Gastritis 2. Hematologik -Anemia

-Perdarahan -Infeksi 3. Kardiovaskuler -Hipertensi

-Gagal jantung

-Penyakit arterikoroner -Pericarditis

4. Endokrin -Hiperparatiroidism -Abnormalitas tiroid -Amenore

-Disfungsi ereksi 5. Metabolik -Intoleransi karbohidrat

-Hiperlipidemia

-Restless legs sindroms 7. Respirasi -Odema paru

-Pleuritis uremik -Pneumonia

8. Muskuloskletal -Kalsipitasi vaskuler dan jaringan lunak -Osteomalacia

-Osteitis fibrosa 9. Integumen -Pluritus

-Ekimosis -Kulit kering

10. Penglihatan -Hypertensive retinophaty 11. Psikologis : -Cemas

-Depresi -Strees

(9)

elektrolit antara natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium akhir gagal ginjal (Suwitra, 2007).

g. Dampak kadar ureum terhadap kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin pada gagal ginjal kronik biasanya akan rendah atau mengalami anemia ini disebakan oleh penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal. Hormone Eritropoietin ini diperlukan untuk memicu produksi sel darah merah. Di samping itu, anemia juga disebabkan oleh terjadinya keracunan ureum yang akan menyebabkan umur sel – sel darah merah memendek. Dalam kondisi normal, sel darah merah dapat berusia sampai 120 hari. Akibat anemia pasien gagal ginjal akan merasa ngantuk dengan tampak pucat, selain tampak pucat karena anemia, kulit pasien juga bisa berwarna kuning kelabu, terutama pada pasien yang berkulit cerah , sebagai akibat dari penumpukan pigmen urokrom. Rasa gatal – gatal padat kulit (pruritus) disebabkan oleh kenaikan kadar ureum dan pelepasan zat – zat antara (mediator) inflamasi yang timbul akibat retensi ureum dalam kulit. System syaraf juga bisa terganggu karena kenaikan ureum dalam plasma.

Pasien GGK bukan saja bisa kehilangan kesadaran karena keracunan ureum (koma uremik) tetapi juga dapat mengalami sindrom tungkai dengan gangguan rasa, kelemahan otot dan penurunan reflex tendon, terjadi karena pengaruh ureum pada system syaraf. Jika sindrom ini tidak ditangani dengan cuci darah, maka pasien akhirnya akan mengalami rasa kesemutan dan kemudian kedua kakinya akan terkulai. (Andy hartono,2008)

(10)

2. Kadar Hemoglobin Pada Gagal Ginjal Kronik

a. Pengertian

Menurut Corwin (2009), Hemoglobin merupakan molekul didalam eritrosit (sel darah merah) terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah merah. Hemoglobin bertugas menyerap karbon dioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat- zat tersebut dilepaskan ke udara.

Hemoglobin didalam darah yang berada dalam keadaan lebih rendah dari keadaan nilai normal dapat didefinisikan sebagai anemia. Nilai batasan anemia ini ditentukan berdasarkan umur, misalnya nilai Hb normal untuk balita adalah 11 g/ 100 ml, wanita dewasa 12 g/100 ml dan untuk laki- laki dewasa adalah 13 g/100 ml. Mereka dikatakan mengalami anemia apabila nilai HB berada di bawah nilai normal tersebut ( Faisal & komsan, 2009)

The European Best Practice Guidelines dalam Repository Usu

menyebutkan bahwa penatalaksanaan anemia pada pasien- pasien penyakit gagal ginjal kronik mengatakan bahwa batas bawah hemoglobin normal adalah 11,5 gr/dl pada wanita, 13,5 gr/dl pada laki- laki dibawah atau sama dengan 70 tahun dan 12,0 gr/dl pada laki- laki diatas 70 tahun.

b. Etiologi Kadar Hemoglobin

(11)

penurunan daya tahan tubuh. (Murgiyanta, 2006). Anemia bukan suatu penyakit, melainkan merupakan kondisi yang menghasilkan beberapa perbedaan patologi. Anemia dicirikan sebagai penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah. Penurunan kadar Hb berakibat pada menurunnya kapasitas pembawa oksigen dalam darah, Menurut World Health Organization (WHO), anemia adalah keadaan jumlah sel darah merah yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologi tubuh (WHO, 2011).

Pada pasien gagal ginjal kronik anemia terjadi 80% - 90%. Jenis anemia pada penyakit ginjal kronik adalah anemia normokrom normosistik. Anemia akan lebih berat apabila fungsi ginjal lebih buruk lagi tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia relative akan menetap. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama oleh defisiensi eritropoitin. Eritropoitin adalah hormone glikoprotein yang disekresikan oleh ginjal pada orang dewasa dan oleh hati pada fetus. Hormone ini bekerja pada stem cells sumsum tulang untuk merangsang produksi sel darah merah. Bila hanya sedikit eritropoitin yang terbentuk, maka sel darah merah yang diproduksi juga sedikit. Selain itu, ada hal – hal lain yang berperan terjadinya anemia, diantaranya adalah :

a) Defisiensi besi

b) Kehilangan darah (missal, perdarahan saluran cerna, hematuria)

c) Masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadi hemolisis

d) Defisiensi asam folat yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi, perdarahan dan proses dialysis

(12)

f) Proses inflamasi akut maupun kronik

g) Kurang reaktifnya sumsum tulang terhadap pemendekan umur eritrosit yang disebabkan karena sumsum tulang mengalami fibrosis akibat dari hiperparatiroidisme sekunder.

h) Asupan protein dibatasi

Hemolisis yang terjadi pada gagal ginjal kronik disebabkan tingginya kadar ureum. Tingginya kadar ini mengurangi umur eritrosit, sehingga eritrosit mengalami hemolisis. Sindrom ini dinamakan HUS (Hemolytic Uremic Syndrome).

Evaluasi pada anemia dimulai saat kadar hemoglobin <10 gr% atau hematocrit <30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum, kapasitas ikat besi total, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis atau ureum yang tinggi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hemoglobin

Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar Hemoglobin adalah : 1. Umur

Semakin tua umur seseorang, maka semakin berkurang kadar HB-nya 2. Jenis kelamin

(13)

3. Geografi (tinggi rendahnya daerah)

Tempat tinggal didataran tinggi, makhluk hidup disana tubuhnya cenderung lebih aktif dalam memproduksi sel darah merah untuk meningkatkan suhu tubuh dan lebih aktif mengikat kadar O2 yang lebih rendah dari pada didataran rendah. Hb mahluk hidup yang tinggal dipesisiran cenderung mempunyai Hb yang lebih rendah, sebab tubuh memproduksi sel darah merah dalam keadaan normal.

4. Nutrisi

Bila makanan yang dikonsumsi banyak mengandung Fe atau besi, maka sel darah yang diproduksi akan meningkat sehingga hemoglobin yang terdapat dalam darah meningkat. Dan begitu juga sebaliknya.

5. Faktor kesehatan

Kesehatan sangat mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Jika kesehatan terjaga dengan baik, maka kadar Hb dalam keadaan normal.

6. Faktor Genetik

d. Mekanisme anemia akibat uremia pada gagal ginjal kronik

Mekanisme terjadinya anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan karena defisiensi eritropoietin (EPO), supresi proses eritropoiesis di sumsum tulang dan pemendekan umur hidup eritrosit. Anemia pada penyakit ginjal kronik juga dapat disebabkan karena kadar ureum yang tinggi dan defisiensi zat besi.

(14)

merangsang pertumbuhan dan diferensiasi dari progenitor eritroid, burst forming unit erythroid (BFU – E) dan colony forming unti erythroid (CFU – E) menjadi

eritroblast. Pada tahap proliferasi dan maturasi dari eritroblast menjadi pronormoblast dan retikulosit dibutuhkan zat besi, asam folat, vitamin B12, piridoksin dan asam askorbat. Hormon eritropoitin dibentuk oleh sel fibroblast yang spesifik pada jaringan interstisium tubulus proksimal ginjal sebagai respon eritropoisis terhadap hipoksia tidak efektif sehingga terjadi anemia.

Anemia akibat uremia dapat terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang. Supresi sumsum tulang terjadi akibat dari uremic toxin karena tingginya kadar ureum dalam darah. Zat toksik akan menyebabkan inhibisi dari Coloni Forming Unit Granulocyte Erytroid Macrophage Megakariocyte (CFU

GEMM). Racun ini juga akan menghambat kerja growth factor erytroid coloni unit. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan proses eritropoiesis sehingga

terjadi anemia. (PIT IPD - 2010)

Mekanisme lain penyebab anemia akibat tingginya kadar ureum pada penyakit ginjal kronik adalah pemendekan umur eritrosit. Means (2005) menyatakan bahwa 20 – 70% pemendekan umur eritrosit berhubungan dengan kadar ureum. Proses hemolitik ekstrakorpuskular merupakan mekanisme utama akibat tingginya zat toksik akibat peninggian kadar ureum darah. Subtansi toksik yang diekskresi dan dimetabolisme ginjal, dalam hal ini guanidine, akan mempengaruhi survival eritrosit. Peroksidasi membran lipid oleh radikal bebas akan merusak membran eritrosit sehingga memperpendek umur eritrosit.

(15)

gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6), yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jarangan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membrane sel darah merah (Almatsier, 2005). Pada pasien gagal ginjal kronik Prosedur Hemodialisa dapat menyebabkan kehilangan zat gizi, dikarenakan Protein seringkali dibatasi sampai 0,6/ kg/ hari bila GFR turun sampai dibawah 50 ml/ menit untuk memperlambat progresi menuju gagal ginjal terminal. Rubenstein,(2005). Pembatasan protein dilakukan karena terjadinya disfungsi ginjal dengan salah satu cirinya adalah terjadinya uremia. Pada keadaan normal ginjal akan mengeluarkan produk sisa metabolisme protein (ureum) yang berlebihan didalam tubuh dalam bentuk urin namun sebaliknya apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan terjadi penumpukan ureum didalam darah sehingga ginjal tidak mampu mengeluarkannya dan menjadikannya semakin tinggi (Bastiansyah,2008).

(16)

e. Nutrisi Kadar Hemoglobin Rendah

Asupan nutrisi pada anemia GGK sangat lah penting karena untuk meningkatkan tingkat gizi atau zat besi pada pasien, akan tetapi dengan pemantuaan dan pembatasan , Tujuan utama pembatasan asupan protein, selain untuk memperbaiki komplikasi uremia, adalah untuk memperlambat kerusakan nefron.

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0.6-0.8/kgbb/hari, yang 0.30-0.50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalm tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hidrogen, fosfat, sulfat, dan ion anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal.

(17)

hiperfiltation), yang akan meningkatkan progresivitass pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia. (Bastiansyah, 2008).

Jadi, untuk mengurangi sindrom uremik dilakukan pembatasan asupan nutrisi yang kemungkinan penyebab anemia pada pasien gagal ginjal kronik, bisa terjadi karena produksi hormone eritroprotein berkurang seiring dengan kurangnya zat besi (Fe) dalam tubuh dan pemberian terapi eritropoetin EPO ini status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Oleh karena itu pemberian besi kadang diperlukan pada pasien yang akan diberi therapi eritropoetin, karena besi diperlukan oleh sumsum tulang untuk proses eritopoesis. Selain itu, jika asupan penderita yang buruk ini juga dapat memperburuk status anemia. Sehingga makanan bersumber protein dengan nilai biologis tinggi dapat membantu meringankan fungsi ginjal serta membantu mempertahankan ataupun menaikkan kadar hemoglobin, sehingga apabila asupan protein pada penderita gagal ginjal rendah, maka kadar hemoglobin juga ikut turun.

f. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan terapi GGK adalah menunda perkembangan GGK dengan cara meminimalkan keparahan terkait dengan komplikasi.

1). Terapi Non farmakologi

(18)

a). Pembatasan protein b). Pembatasan Glukosa

Disarankan pemeriksaan hemoglobin A1c (HbA1c) 7.0% (53mmol/mol) untuk mencegah dan menunda perkembangan komplikasi mikrovaskuler diabetes pada pasien CKD dengan diabetes.

c). Hentikan merokok

d). Diet natrium, diusahakan < 2.4 g per hari e). Menjaga berat badan

BMI <25, lingkar pinggang <102cm untuk pria, dan <88cm untuk wanita. f). Olahraga

Direkomendasikan melakukan olahraga ringan 30-60 menit seperti jalan santai, jogging, bersepeda atau berenang selama 4-7 hari tiap minggu.

Terapi non farmakologi lain yang dilakukan pada pasien GGK terutama yang sudah stage 5 adalah :

a). Hemodialisis

Merupakan tindakan untuk membuang sampah metabolisme yang tak bisa dikeluarkan oleh tubuh, seperti adanya ureum di dalam darah. Dilakukan jika pasien menderita GGK stadium 5 dan diberika diuretik tidak berefek.

b). Operasi AV Shunt (arterio veno shuntting)

Merupakan tindakan yang pertama kali dilakukan kepada pasien sebelum menjalankan hemodialisis rutin. Operasi ini adalah operasi pembuatan saluran untuk hemodialisis.

2). Terapi Farmakologi

(19)

a). Hipertensi

Tekanan darah target untuk pasien GGK <130/80mmHg. ACEI dan ARB merupakan pilihan pertama yang digunakan untuk terapi hipertensi pada GGK. b). Proteinuria

Ditemukan sejumlah protein dalam urin. Hal ini biasa terjadi seiring dengan meningkatnya keparahan penyakit GGK. Jika rasio albumin dengan kreatinin > 0,3 sebaiknya diterapi dengan ACEI atau ARB .

c). Dislipidemia

Target k adar LDL adalah < 100mg/dl pada pasien GGK. Obat yang sering digunakan adalah golongan statin .

d). Diabetes, merupakan komplikasi umum pada GGK. Target penurunan kadar HgbA1C <7% .

e). Abnormalitas mineral tulang

Pada GGK stadium 3 paling banyak terjadi hiperparatiroidisme, sehingga terapi yang dilakukan adalah memperbaiki kekurangan vitaminD. Selain itu menjaga kadar hormone tiroid 35-70 pg/mL pada GGK stadium 3, dan 70-110 pg/mL pada stadium 4 .

f). Anemia

(20)

dipikirkan juga. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah

Sumber : PIT IPD (2010), Means (2005), Bastiansyah (2008)

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independent

Keterangan :

- Defisiensi Eritropoeitin

- Zat Besi ↓

- Defisiensi Nutrisi

Gagal ginjal kronik

Filtrasi Glomerulus ↓ dan tubulus ↓

Kadar Ureum Tinggi Defisiensi

Eritropoeitin

Kadar Hemoglobin

Rendah

- Zat Besi ↓

- Pemendekan Umur Eritrosit

- Defisiensi Nutrisi

Kadar Ureum Kadar

(21)

: Diteliti : Tidak Diteliti

D. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Dari pertimbangan kedua alternative diatas dan pencocokan dari kebutuhan system dari kedua fungsi mall yang membutuhkan fasad yang atraktif sedangkan apartment yang

Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengajuan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun

Praktik Investor Relations pada perusahaan diadopsi oleh pemerintah daerah untuk menjelaskan bagaimana Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kadar klorida serum sebelum dan sesudah latihan fisik intensitas sedang pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai threshold terhadap rasa manis pada orang Semarang ditinjau dari segi gender dan sosial ekonomi, nilai threshold anak –

Dengan menggunakan teknik sederhana yang dijelaskan dalam buku ini, kami berharap film Anda bisa mencapai tujuannya dan dokumentasi penting di masyarakat akan lebih berguna

Pertama adalah skripsi yang berjudul Dekolonisasi dan Integrasi Timor Timur ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1976 yang ditulis oleh Juli Suroso,

Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama merupakan agro industri pedesaan yang mengkolaborasikan manajemen tradisional dengan manajemen modern dibentuk atas dasar