• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE MIKROTREMOR UNTUK MIKROZONASI GEMPA BUMI DI KOTA CILACAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE MIKROTREMOR UNTUK MIKROZONASI GEMPA BUMI DI KOTA CILACAP"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

*Penulis penanggung jawab

METODE MIKROTREMOR UNTUK MIKROZONASI GEMPA BUMI

DI KOTA CILACAP

Ma’sum Sutrisna, Cecep Sulaeman, Nanang Dwi Ardi

*

Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

e-mail : trisna073@gmail.com, nanang_dwiardi@upi.edu

Abstrak

Keadaan Kota Cilacap yang berhadapan dengan zona subduksi Jawa di Samudera Hindia, serta adanya patahan Pamanukan-Cilacap menyebabkan adanya potensi gempa bumi yang dapat terjadi kapan saja. Oleh karenanya dibutuhkan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Salah satu upaya mitigasi gempa bumi di Kota Cilacap adalah dengan membuat peta mikrozonasi gempa bumi. Pada penelitian ini telah dibuat peta mikrozonasi gempa bumi di Kota Cilacap berdasarkan hasil pengolahan data mikrotremor. Data mikrotremor diukur pada tanggal 29 April 2014 sampai dengan 3 Mei 2014 dengan menggunakan metode pengukuran single station, dan diolah dengan menggunakan metode HVSR. Hasil pengolahan data berupa nilai periode dominan dengan rentang nilai antara 0,28 s - 3,92 s, VS30 dengan rentang nilai antara 30,6 m/s -

430,8 m/s, dan PGA dengan rentang nilai antara 0,00404 g – 0,015139 g. Hasil penelitian ini berupa peta mikrozonasi yang mendeskripsikan zona bahaya bencana gempa bumi di Kota Cilacap. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi serta dapat digunakan dalam perencanaan dan pengembangan Kota Cilacap.

Kata kunci : HVSR, Periode dominan, PGA, VS30.

Abstract

Cilacap Town circumstances which is facing the Java subduction zone in the Indian Ocean, as well as the fracturing Pamanukan-Cilacap cause the potential earthquake that could occur anytime. Therefore, it takes effort earthquake disaster mitigation. One mitigating earthquake in Cilacap Town is to make earthquake microzonation maps. This study has been made microzonation map earthquake in Cilacap Town based on the results of microtremor data processing. Microtremor data is measured on April 29, 2014 until May 3, 2014 by using a single station measurement, and processed by using the HVSR method. The result of data processing in the form of a dominant period value with a range of values between 0.28 s - 3.92 s, VS30 with a range of values between 30.6 m / s - 430.8 m / s, and the PGA with a range of values between 0.00404 g - 0.015139 g. Results of this research is a microzonation map which describing the danger zone of the earthquake in Cilacap Town. Results of this study can be useful in earthquake disaster mitigation efforts, and can be used in the planning and development of Cilacap Town.

(2)

PENDAHULUAN

Kota Cilacap berada di wilayah selatan Jawa tengah. Wilayah Kota Cilacap berhadapan langsung zona subduksi Jawa di Samudera Hindia yang merupakan jalur pertemuan lempeng oseanik Australia yang bergerak ke utara pada kecepatan 7 cm/tahun dengan lempeng kontinental Eurasia yang stabil dan menjadi landasan Pulau Jawa (Sudibyo, 2011). Selain berhadapan dengan zona subduksi, Kota Cilacap juga berada di sekitaran patahan Pamanukan-Cilacap yang merupakan salah satu dari dua patahan berpasangan yang terdapat di Jawa Tengah(Djuri, 1975).

Keberadaan zona subduksi subduksi lempeng Australia dengan lempeng Eurasia serta adanya patahan Pamanukan-Cilacap memberikan potensi terjadinya gempa bumi di Kota Cilacap dan area sekitarnya. Jika potensi kegempaan ini tidak disertai dengan tingkat kesiap-siagaan masyarakat dan pemerintah dalam mengantisipasi potensi bencana tersebut, maka akan berakibat pada besarnya jumlah korban jiwa dan kerusakan yang terjadi di daerah bencana.

Fenomena alam gempa bumi sampai saat ini belum bisa diprediksi tempat maupun waktu kejadiannya secara tepat. Bahaya gempa bumi tidak bisa dihindarkan namun dampaknya dapat dikurangi melalui kegiatan pengkajian karakteristik gempa bumi serta keadaan geologi dan kondisi topografi di suatu wilayah yang nantinya diaplikasikan dalam pemilihan metode dan kebijakan penanganan risiko bencana.

Upaya mitigasi bencana gempa bumi dapat dilakukan salah satunya dengan penyusunan peta mikrozonasi. Pada penelitian ini, penulis membuat peta mikrozonasi bencana gempa di Kabupaten Cilacap berdasarkan data pengukuran mikrotremor yang diambil tanggal 29 April 2014 sampai 3 Mei 2014. Mikrotremor atau bisa disebut juga ambient

noise adalah getaran tanah dengan

amplitudo mikrotremor yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa alam maupun buatan, seperti angin, gelombang laut, atau getaran kendaraan yang bisa menggambarkan kondisi geologi suatu wilayah dekat permukaan. Mikrotremor didasarkan pada perekaman ambient noise untuk menentukan parameter karakteristik dinamika (damping ratio dan frekuensi natural) dan fungsi perpindahan (frekuensi dan amplifikasi) bangunan.

Dari pengolahan data pengukuran mikrotremor, dapat diperoleh nilai periode dominan gelombang, nilai kecepatan rata-rata gelombang S sampai dengan

kedalaman 30 meter (VS30), dan nilai peak

ground acceleration (PGA), sehingga dapat diketahui pengkelasan tanah disekitar derah penelitian terhadap respon gempa bumi.

Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Rasio (HVSR). Data yang direkam dalam penelitian ini adalah data mikrotremor yang berasal dari ambient noise, dimana mikrotremor ini dapat memberikan gambaran respon spektral tanah dari daerah penelitian. Hasil dari penelitian ini berupa peta mikrozonasi gempa bumi berdasarkan nilai periode

dominan, VS30, dan PGA pada lokasi

daerah penelitian. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi serta dapat membantu dalam perencanaan pengembangan Kota Cilacap sebagai bahan pertimbangan untuk tata letak bangunan.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran mikrotremor single station pada beberapa titik yang tersebar dan telah ditentukan secara berpindah-pindah dan diukur dalam interval waktu permenit dengan durasi

(3)

pengukuran antara lima belas hingga empat puluh menit untuk setiap titiknya dengan menggunakan seismometer yang terdiri dari tiga komponen yaitu GPS, sensor getar, dan perekam digital. Data rekaman gelombang mikrotremor memuat dua parameter utama yakni frekuensi dan amplitudo gelombag serta parameter tambahan berupa koordinat site pengambilan data. Data hasil observasi selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai frekuensi dominan yang akan diolah untuk mendapatkan nilai periode dominan rambat gelombang pada tanah di area penelitian, VS30, dan nilai PGA.

Untuk memperoleh nilai frekuensi dominan, data mikrotremor akan diolah dengan menggunakan metode mikrotremor HVSR. Teknik HVSR (horizontal to vertical spectral ratio) pada analisis data mikroteremor telah digunakan secara luas untuk studi efek lokal dan mikrozonasi. Metode HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Nagoshi dan Iragashi yang menyatakan adanya hubungan antara perbandingan komponen horizontal dan vertikal terhadap kurva eliptisitas pada gelombang Reyleigh (Bard, 1998). Metode ini dapat digunakan untuk mencari kesamaan antara frekuensi maksimum terendah dari H/V tersebut terhadap frekuensi dasar resonansi dan identifikasi struktur bawah tanah. Metode ini kemudian disempurnakan oleh Nakamura yang menyatakan bahwa perbandingan spektrum H/V sebagai fungsi frekuensi berhubungan erat dengan fungsi perpindahan untuk gelombang S.

Ditinjau dari teorinya, persamaan HVSR untuk getaran terukur dipermukaan dinyatakan (Wibowo. dkk, 2014)

𝐻𝐻𝐻𝐻 =�(𝐴(𝑉−𝑆)(𝑓))

2+(𝐴(𝐵−𝑇)(𝑓))2

(𝐴(𝑉)(𝑓)) (1)

dengan,

𝐴(𝑉−𝑆)(𝑓) = nilai amplitudo spektrum

frekuensi komponen utara-selatan

𝐴(𝐵−𝑇)(𝑓) = nilai amplitudo spektrum

frekuensi komponen barat-timur

𝐴(𝑉)(𝑓) = nilai amplitudo

spektrum frekuensi komponen vertical

Pengolahan data mikrotremor menggunakan metode HVSR, dilakukan dengan menggunkan software Geopsy untuk mendapatkan diagram spektrum H/V, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan HV-Explorer untuk picking

nilai frekuensi dominan yang akan

digunakan untuk mendapatkan nilai periode dominan, dimana nilai periode dominan selalu berbanding terbalik dengan nilai fekuensi dominan.

Nilai periode dominan yang

diperoleh selanjutnya digunakan untuk memperoleh nilai VS30. VS30 adalah

rata-rata kecepatan gelombang S pada kedalaman 30 meter dari permukaan tanah yang telah banyak digunakan dalam berbagai jenis Ground Motion Prediction equations (GMPEs).

Dengan nilai periode dominan yang diperoleh dari perbandingan terbalik tehadap frekuensi dominan yang didapatkan dari perhitungan rasio H/V serta asumsi bahwa kedalaman lapisan tanah dari

permukaan adalah 30 meter, maka VS30

dapat dicari dengan menggunakan persamaan : 𝐻𝑆30 = 𝑓 X 120 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 (2) 𝐻𝑆30 =120 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑇 (3) dengan,

VS30 = kecepatan rata-rata gelombang S

pada kedalama 30 meter (m/s)

F = frekuensi dominan (Hz)

(4)

Nilai VS30 yang diperoleh,

selanjutnya digunakan untuk masukan guna memperoleh nilai PGA. PGA atau percepatan tanah maksimum merupakan parameter gerakan tanah akibat gempa yang paling sering digunakan. Sebagaimana parameter gempa yang lain, percepatan tanah juga akan mengalami atenuasi, yaitu berkurangnya nilai parameter gempa misalnya percepatan tanah karena jarak. Selain berkurangnya parameter karena jarak, proses atenuasi dipengaruhi pula oleh beberapa hal seperti magnitudo gempa, mekanisme sumber gempa, dan kondisi site. Usulan atenuasi percepatan tentang akibat gempa dalam berbagai formulasi telah diteliti oleh para ahli geofisika sejak lama (Prawirodikromo, 2012).

Dalam penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menghitung etenuasi percepatan tanah adalah persamaan Groun Motion Prediction Equation (GMPE) yang diformulasikan oleh Boore dan Atkinson (2008). Persamaan ini digunakan untuk sumber seismik yang berada di area kerak dangkal (gempa bumi strike slip, reverse, dan normal). GMPE memeberikan pengukuran intensitas gerakan tanah seperti gerakan tanah maksimum atau respon spectra sebagai fungsi dari magnitudo dan jarak gempa bumi, penting untuk menganalisis seismic hazard. Persamaan ini dikembangkan secara empiris oleh regresi dari rekaman strong ground motion data amplitudo versus magnitudo, jarak, dan variable lain yang memungkinkan.

GMPE Boore dan Atkinson (2008) yang digunakan adalah sebagai berikut : ln 𝑌 = 𝐹𝑀(𝑀) + 𝐹𝐷�𝐻𝐽𝐵, 𝑀� + 𝐹𝑆(𝐻𝑆30, 𝐻𝐽𝐵, 𝑀) (4) 𝐹𝐷�𝐻𝐽𝐵, 𝑀� = �𝑐1+ 𝑐2�𝑀 − 𝑀𝑚𝑚𝑓�� ln 𝐻 𝐻� 𝑚𝑚𝑓+ 𝑐3(𝐻 − 𝐻𝑚𝑚𝑓) 𝐻 = �𝐻𝐽𝐵2 + ℎ2 𝐹𝑀(𝑀) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧𝑚𝑚1𝑈 + 𝑚2𝐻𝐻 + 𝑚3𝑁𝐻 + 𝑚4𝐻𝐻 + 5(𝑀 − 𝑀ℎ) + 𝑚6(𝑀 − 𝑀ℎ)2 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝑀 ≤ 𝑀ℎ 𝑚1𝑈 + 𝑚2𝐻𝐻 + 𝑚3𝑁𝐻 + 𝑚4𝐻𝐻 + 𝑚7(𝑀 − 𝑀ℎ)𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝑀 > 𝑀ℎ 𝐹𝑆 = 𝐹𝐿𝐿𝐿+ 𝐹𝐿𝐿 𝐹𝐿𝐿𝐿= 𝑏𝑙𝑙𝑙ln 𝐻𝑆30�𝐻𝑚𝑚𝑓 𝐹𝐿𝐿 = ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎧ 𝑏𝑙𝑙ln �𝑝𝑝𝑎0.1𝑙𝑙𝑙� 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝑝𝑝𝑝4𝑢𝑛 ≤ 𝑝1 𝑏𝑙𝑙ln �𝑝𝑝𝑎0.1𝑙𝑙𝑙� + 𝑐 �ln �𝑝𝑝𝑎4𝑙𝑙𝑎 1 �� 2 + 𝑑 �ln �𝑝𝑝𝑎4𝑙𝑙𝑎 1 �� 3 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝑝1 ≤ 𝑝𝑝𝑝4𝑢𝑛 ≤ 𝑝2 𝑏𝑙𝑙ln �𝑝𝑝𝑎4𝑙𝑙0.1 � 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝑝2 < 𝑝𝑝𝑝4𝑢 𝑛 𝑐 =(3∆𝑦−𝑏𝑛𝑙∆𝑥) ∆𝑥2 𝑑 = −(2∆𝑦−𝑏𝑛𝑙∆𝑥) ∆𝑥3 ∆𝑥 = ln �𝑎2 𝑎1� ∆𝑦 = 𝑏𝑙𝑙ln �𝑝𝑝𝑎_𝑙𝑙𝑙𝑎2 � 𝑏𝑙𝑙 = ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎧ 𝑏1 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝐻𝑆30 ≤ 𝐻1 (𝑏1− 𝑏2)ln(𝑉ln(𝑉𝑆30⁄ )𝑉2 1⁄ )𝑉2 + 𝑏2 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝐻1 < 𝐻𝑆30 ≤ 𝐻2 𝑏2ln�𝑉ln�𝑉𝑆30⁄𝑉𝑟𝑟𝑟� 1⁄𝑉𝑟𝑟𝑟� 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝐻2 < 𝐻𝑆30< 𝐻𝑚𝑚𝑓 0.0 𝑢𝑢𝑚𝑢𝑢 𝐻𝑚𝑚𝑓≤ 𝐻𝑆30 dengan, Y = PGA dalam g Mh = 6,75 (hinge magnitude) Vref = 760 m/s

(5)

a1 = 0,03 g (ambang batas

untuk amplifikasi linier)

a2 = 0,09 g (ambang batas

untuk amplifikasi non linier)

pga_low = 0,06 g (untuk transisi

antara linier dan non linier)

pga4nl = prediksi PGA dalam g

untuk Vref dengan FS sama dengan nol

V1 = 180 m/s V2 = 300 m/s blin = -0,360 b1 = -0,640 b2 = -0,14 Mref = 4,5 Rref = 1 km c1 = -0,66050 c2 = 0,11970 c3 = -0,01151 h = 1,35 e1 = -0,5380 e2 = -0,50350 e3 = -0,75472 e4 = -0,50970 e5 = 0,28805 e6 = -0,10164 e7 = 0,0

Dengan demikian, pada penelitian ini, diperoleh 4 hasil pengolahan data yaitu

frekuensi dominan, periode dominan, VS30,

dan PGA. Namun yang data yang digunakan lebih lanjut untuk mikrozonasi gempa hanya tiga saja, yaitu periode

dominan, VS30, dan PGA. Ketiga data

tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk peta kontur dan peta mikrozonasi menggunakan beberapa software untuk diketahui dan dianalisi nilai penyebarannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari HV-Explorer diperoleh nilai frekuensi dominan dari masing-masing lokasi titik pengukuran yang selanjutnya akan digunakan untuk memperoleh nilai periode dominan dimana nilai periode dominan akan selalu berbanding terbalik dengan nilai frekuensi dominan. Periode

dominan dapat menunjukan karakteristik material penyusun lapisan tanah (Wibowo. dkk, 2014), serta memiliki kaitan erat dengan kedalaman lapisan sedimen (Nakamura, 1989). Periode dominan yang tinggi dapat mengindikasikan adanya lapisan sedimen lunak yang tebal, periode dominan yang rendah mengindikasikan adanya lapisan sedimen lunak yang tipis. Periode dominan berbanding lurus dengan faktor penguatan goncangan, sehingga daerah dengan periode dominan tinggi umumnya memiliki kerentanan untuk mengalami kerusakan yang cukup tinggi ketika terjadi gempa bumi. Dengan mengacu pada site classification dari NEHRP (National Earthquake Hazard Reduction Program), Zhao. et al (2004) membagi site class menjadi empat kelas berdasarkan nilai periode dominannya. Pertama adalah site class I atau kelas a dan b, yaitu klasifikasi lapisan tanah dengan

periode dominan kurang dari 0,2 detik (T0

≤ 0,2 S). Berupa Rock atau stiff soil. Kedua adalah site class II atau kelas c, yaitu klasifikasi lapisan tanah dengan periode dominan antara 0,2 detik sampai dengan 0,4 detik (0,2 S ≤ T0 < 0,4 S). Berupa hard

soil. Ketiga adalah site class III atau kelas d, yaitu Site class III, dengan periode dominan antara 0,4 detik sampai dengan 0,6 detik (0,4 S ≤ T0 < 0,6 S). Berupa

medium soil. Keempat adalah site class IV atau kelas e, yaitu Site class IV, dengan periode dominan diatas 0,6 detik (T0 > 0,6

S). Berupa soft soil.

Berdsarkan nilai periode dominan pula, Kanai (dalam Arifin. dkk, 2013) mengklasifikasi struktur lapisan tanah menjadi empat jenis. Jenis I, merupakan batuan tersier atau lebih tua yang terdiri dari batuan hard sandy, gravel, dll. Tanah jenis I memiliki periode dominan kurang

dari 0,25 detik (T0<0,25). Jenis II,

merupakan batuan alluvial dengan ketebalan 5 meter, terdiri dari sandy-gravel, sandy hard clay, loam, dll. Tanah jenis II memiliki periode dominan antara 0,25 sampai 0,5 detik (0,25<T0<0,5). Jenis

(6)

III, merupakan batuan alluvial, hampir sama dengan jenis II, hanya dibedakan oleh adanya formasi bluff. Tanah jenis III memiliki periode dominan antara 0,5 sampai 0,75 detik (0,5<T0<0,75). Jenis IV,

merupakan batuan alluvial yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll. Tanah jenis IV memiliki kedalaman sedimen 30 meter atau lebih. Tanah jenis

IV memiliki periode dominan lebih besar dari 0,75 detik (T0>0,75).

Dari hasil pengolahan data. Diperoleh nilai periode dominan untuk area penelitian dengan nilai periode dominan tertinggi 3,92 detik dan untuk nilai terkecil 0,28. Jika melihat pada site classification yang dilakukan oleh Zhao et al, dengan mengacu pada site classification NEHRP

109 109.01 109.02 109.03 109.04 109.05 109.06 109.07 109.08 -7.74 -7.73 -7.72 -7.71 -7.7 -7.69 -7.68 -7.67 -7.66

Gambar 1. Kontur untuk periode dominan

(7)

maka tampak pada peta yang dihasilkan (gambar 2), hampir semua area penelitian berada pada area dengan periode dominan yang tinggi yakni periode dominan lebih besar dari 0,6 detik yang mengindikasikan adanya lapisan tanah lunak (soft soil) serta adanya lapisan sedimen yang tebal dan resiko kerusakan yang tinggi pada saat terjadi gempa bumi. Sementara area dengan periode dominan kurang 0,6 detik berada pada dua area yaitu di Desa Kuripan Kidul tepatnya berada di sebelah timur sampai selatan Penatusan dan di Kelurahan Sindanegara di sekitar jalan utama sebelah barat Rawasrengseng. Area ini terdiri dari

lapisan medium soil dengan resiko

kerusakan yang cukup tinggi pada saat terjadinya gempa bumi. Dari data pengukuran terdapat dua titik yang memiliki nilai periode dominan dengan rentang di bawah 0,4 detik yaitu titik c099 yang berada di area bagian sebelah timur Penatusan dan titik c019 yang berada di sebelah barat Rawasrengseng di sekitar jalan utama. Pada kedua titik ini terdapat lapisan hard soil dengan resiko kerusakan yang cukup rendah pada saat terjadinya gempa bumi.

Dengan adanya periode dominan yang tinggi yang luas, maka daerah penelitian memiliki area dengan ketebalan sedimen lunak yang tebal dengan cakupan area yang luas, serta memiliki resiko kerusakan yang cukup tinggi pada saat terjadinya gempa bumi dikarenakan nilai periode domianan berbading lurus dengan faktor penguatan guncangan (amplifikasi).

Bila mengacu pada klasifikasi jenis tanah Kanai dengan memanfaatkan periode dominan maka pada daerah penelitian terdapat tanah jenis IV yang mencakup area yang luas, dimana tanah jenis IV ini memiliki periode domian diatas 0,75 detik

(T0>0,75) dan kedalaman sedimen 30

meter atau lebih yang terdiri dari lapisan alluvial yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll.

Nilai periode dominan yang hasil pengolahan data selanjutnya digunakan pada persamaan 3 untuk mendapatkan nilai

VS30 untuk setiap titik pengukuran.

Kecepatan gelombang S adalah kecepatan gelombang yang terjadi di dekat permukaan tanah. Para ahli berpendapat bahwa soil density hanya sedikit bervariasi menurut kedalaman, sehingga kecepatan gelombang S dipandang lebih tepat sebagai salah satu kriteria kategorisasi tanah. Kecepatan gelombang geser juga bervariasi menurut kedalaman tanah, sehingga para ahli sepakat untuk memakai rata-rata kecepatan gelombang S sampai 30 meter di bawah permukaan (Prawirodikromo W, 2012).

Pada umumnya, nilai penguatan goncangan akan bebanding terbalik dengan nilai kecepatan gelombang S. Semakin kuat penguatan goncangan, maka nilai kecepatan gelombang S semakin kecil dan formasi penyusun material tanah semakin lunak. Tanah yang semakin keras maka kecepatan gelombang gesernya semakin besar dan faktor penguatan goncangan akan semakin kecil. Tanah yang semakin lunak maka kecepatan gelombang gesernya semakin kecil dan faktor penguatan goncangan akan semakin besar.

Zhao. et al (2004) membagi kecepatan gelombang S menjadi empat bagian. Site class I, dengan kecepatan gelombang S lebih besar dari 600 m/s (VS>600 m/s). Berupa Rock atau stiff soil.

Site class II, dengan kecepatan gelombang S antara 600 m/s sampai dengan 300 m/s (300 m/s < VS ≤ 600 m/s). Berupa hard

soil. Site class III, dengan kecepatan gelombang S antara 200 m/s sampai

dengan 300 m/s (200 m/s < VS ≤ 300 m/s).

Berupa medium soil. Site class IV, dengan kecepatan gelombang S di bawah 200 m/s (VS ≤ 200 m/s). Berupa soft soil.

Nilai VS30 yang didapatkan beragam, dengan nilai tertinggi 430,8 m/s dan nilai paling kecil 30,6 m/s. Gambar 4

(8)

menunjukan area lokasi penelitian dengan zonasi yang dibagi berdasarkan pembagian

VS30 yang dilakukan oleh Zhao. et al

dengan didominasi oleh area yang

berwarna merah atau area dengan VS30

(9)

erepresentasikan site class IV dengan komposisi lapisan tanah berupa soft soil. Diikuti oleh area dengan warna kuning atau

area dengan VS30 di antara 200 m/s sampai

dengan 300 m/s yang merepresentasikan site class III dengan komposisi lapisan

109 109.01 109.02 109.03 109.04 109.05 109.06 109.07 109.08 -7.74 -7.73 -7.72 -7.71 -7.7 -7.69 -7.68 -7.67 -7.66

Gambar 3. Kontur untuk VS30

(10)

tanah berupa medium soil. Area berwarna hijau atau area dengan nilai VS30 antara 300

m/s sampai dengan 600 m/s memiliki area yang paling sempit. Area ini merepresentasikan site class II dengan komposisi lapisan tanah berupa hard soil.

Hampir semua area di lokasi penelitian mikrotremor didominasi oleh

area dengan VS30 di bawah 200 m/s. Untuk

area dengan VS30 antara 200 m/s sampai

dengan 300 m/s berada di Desa Kuripan Kidul tepatnya di Penatusan dan Kuripan Kidul, kemudian di Desa Meganati tepatnya di Rawabayem dan sebagian area di sebelah barat Rawabayem masuk ke wilayah Kelurahan Mertasinga. Lokasi

lainnya dari area yang memiliki VS30 antara

200 m/s sampai dengan 300 m/s berada di Kelurahan Gumilir di sebelah timur Rejanegara dan Kelurahan Sindanegara di sekitar jalan raya sebelah barat

Rawasrengseng. Untuk area dengan VS30

antara 300 m/s sampai dengan 600 m/s berada di Desa Kuripan Kidul di sebelah barat Penatusan.

Nilai VS30 yang telah diperoleh

digunakan untuk memperoleh nilai PGA.

PGA batuan dipengaruhi oleh nilai magnitudo dan jarak episentrum gempa terhadap site (Ambarrini , 2014). Nilai PGA akan semakin kecil dengan semakin jauhnya jarak site terhadap titik pusat gempa. Mengecilnya nilai percepatan gempa ini karena terjadinya penyerapan energi gempa oleh media tanah (Prawirodikromo, 2012).

Untuk mendapatkan nilai PGA pada penelitian mikrotremor ini, digunakan persamaan 4 yang dimuat dalam karya tulis Boore dan Atkinso (2008) yang disebut

dengan Ground Motion Prediction

Equations (GMPE). Selain menggunakan

nilai VS30 yang telah diperoleh

sebelumnya, parameter tambahan dalam perhitungan PGA menggunakan persamaan GMPE adalah data gempa bumi yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 dengan titik pusat gempa berlokasi di Samudara Hindia dengan koordinat 9,311 lintang selatan dan 107,284 bujur timur dan kedalaman 10 km didasar laut dengan magnitude 6,8 dalam skala Richter. Karena jarak antara lokasi pusat gempa dengan site pengukuran mikrotemor yang cukup jauh,

(11)

nilai PGA yang didapatkan dalam penelitian ini cukup kecil dengan nilai PGA tertinggi 0.015139 g dan nilai PGA terkecil 0,00404 g.

Dari parameter di atas kemudian didapatkan gambar 6 penyebaran PGA di Koata Cilacap yang dibagi menjadi 4 zona yaitu zona PGA kurang dari 0,005 g (warna biru), zona PGA 0,005 – 0,007 g (warna hijau), zona PGA 0,007 – 0,009 g (warna kuning), dan zona PGA lebih besar dari 0,009 (warna merah). Hampir seluruh area penelitian masuk kedalam zona merah dengan nilai PGA diatas 0,009 g. Zona PGA dengan warna biru berada di Desa Kuripan Kidul tepatnya di sebelah timur Penatusan. Zona PGA dengan warna hijau memanjang dari Penatusan dan Kuripan Kidul di Desa Kuripan Kidul, Rawawuni dan Rawabayem di Desa Meganti hingga ke wilayah Kelurahan Mertasingan di sebelah barat daya Rawabayem, serta dua area lainnya di sekitar jalan raya sebelah barat Rejanegara di Kelurahan Gumilir dan

di arah barat daya Rawasrengseng di Kelurahan Sindanegara. Zona dengan warna kuning tersebar di beberapa area yaitu di Desa Kuripan Kidul yang berada di sebelah utara Penatusan, sebelah selatan Kuripan Kidul, dan sebelah barat Dukuh. Di Desa Kuripan berada di sebelah selatan Kuripanlor. Di Desa Karangadri berada di sebelah barat Karangadri Wetan dan timur laut Karangadri Kulon. Di Desa Meganti berada di Nusa Indah, Tembok, dan sebelah utara Kemambang. Di Kelurahan Mertasinga berada di arah timur laut hingga tenggara Bendungan. Di Kelurahan Tritih Kulon berada di Penerangan dan Paimanan di sekitar jalan raya. Di Kelurahan Gumilir berada di sekitar jalan raya di sebelah timur Rejanegara, sebelah selatan Rejamulya, dan sebelah barat laut Penatusan. Di Kelurahan Karangtalun berada di Rawapenggung dan sebelah tenggara Padaramai. Di Kelurahan Kebonmanis berada di sebelah timur Amiranom. Di Kelurahan Tegalkatilayu berada di sekitar jalan raya di sebelah timur laut Rumah Sakit Pertamina. Di Kelurahan

(12)

Kelurahan Donan berada di sebelah selatan Kedunglumbung hingga masuk wilayah Kelurahan Sindanegara. Di Kelurahan Sindanegara berada di sekitar jalan raya di sebelah barat laut Karangbengis, sebelah barat Rawasrengseng, sebelah barat daya Wanasari, dan sebelah tenggara Perumahan Pertamina.

KESIMPULAN

Melalui peta mikrozonasi yang

dibuat serta nilai periode dominan, VS30,

dan PGA yang diperoleh melalui pengolahan data mikrotremor, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Bila melihat peta mikrozonasi nilai periode dominan dan

VS30 tampak bahwa daerah penelitian di

Kota Cilacap didominasi dengan daerah yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi saat terjadinya gempa bumi. Bila melihat nilai PGA yang kecil maka daerah penelitian memiliki tingkat bahaya yang rendah pada saat terjadinya bencana gempa bumi. Namun nilai PGA yang kecil terjadi karena data gempa bumi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pusat gempa yang relative jauh dari lokasi penelitian, sehingga apabila ada gempa bumi dengan pusat gempa yang relative dekat dengan area penelitian kemungkinan nilai PGA yang diperoleh akan relative lebih besar. Namun dengan melihat karakteristik tanah

melalui nilai periode dominan dan VS30

kewaspadaan terhadap bahaya gempa bumi di Kota Cilacap tetap memerlukan perhatian yang serius agar dapat meminimalisir korban jiwa pada saat terjadinya gempa bumi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi serta dapat membantu dalam perencanaan pengembangan Kota Cilacap sebagai bahan pertimbangan untuk tata letak bangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarrini, A.R. (2014). Studi Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi di

Kota Jayapura dan Sekitarnya Berdasarkan Data Mikrotremor Dengan Metode GMPE Boore dan Atkinson 2008. Skripsi Program Studi Geofisika UGM Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Arifin, S.S. dkk. (2013).”Penentuan Zona Rawan Guncangan Bencana Gempa Bumi Berdasarkan Analisis Nilai Amplifikasi HVSR Mikrotremor dan Analisis Periode Dominan Daerah Liwa dan Sekitarnya”. Jurnal Geofisika Eksplorasi. 2, (1), 30-40.

Bard, P-Y. (1998). “Local Effect on Strong Ground Motion : Physical Basis And Estimation Methods in View of Microzoning Studies”. Laboratoire Central des Posts-et-Chaussees et Observatoire de Greboble, LGIT/IRIGM, France. Boore, D.M. and Atkinson, G.M. (2008).

“Ground-Motion Prediction Equations for The Average Horizontal Component of PGA, PGV, and 5%-Damped PSA at Spectral Periods between 0.01 s and 10.0 s, Earthquake Spectra”. Earthquake Engineering Research Institute. 24, (1), 99-138.

Djuri, M. (1975). Peta Geologi Lembar Purwokweto dan Tegal, Jawa; Lembar 10/XIV-C dan 10/XIII-F Skala 1: 100.000. Direktorat Geologi, Ditjen.Pertambangan Umum, Dep.Pertambangan.

Nakamura, Y. (1989). “A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Subsurface using Microtremor on the Ground Surface”. Quarterly Report of RTRI. 30, (1). 25-33. Prawirodikromo, W. (2012). Seismologi

Teknik dan Rekayasa Kegempaan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

(13)

Sudibyo M. (2011, 15 April). Gempa Cilacap dan Bayang-Bayang Samudera Hindia. Kompas [Online], halaman 1. Tersedia: http://regional.kompasiana.com. [24 Maret 2014]

Wibowo, N.B. dan Gunawan, A. (2014). “Analisis Spasial Respon Bendungan Terhadap Model Peak

Ground Acceleration (PGA)

Berdasarkan Karakteristik Mikrotremor, Geologi Regional,

dan Amatan Instrumentasi Pada Bendungan Sermo Kulonprogo”. Indonesian Journal of Physics. 4, (2), 115-125.

Zhao, J.X. et al. (2004). “Site Classification for Strong-Motion Stations in Japan Using H/V Response Spectral Ratio”. Makalah pada World Converence Earthquake Engineering ke 13, Vancouver.

Gambar

Gambar 2. Peta mikrozonasi periode dominan pada Kota Cilacap
Gambar 3. Kontur untuk V S30
Gambar 5. Kontur untuk PGA

Referensi

Dokumen terkait

- Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi dengan jumlah penduduk sebanyak 104.149 jiwa (6,02%) Sesuai dengan pembahasan ini bahwa perencanaan penghuni rumah susun di Kotamadya

P310 - Segera hubungi pusat penanggulangan keracunan atau dokter/tenaga medis P314 - Dapatkan nasihat medis jika Anda merasa tidak sehat.. P321 - Perawatan spesifik (lihat

Kebijakan dan prosedur operasi standar diberlakukan untuk memastikan pekerja memiliki akses menuju mekanisme penyelesaian pengaduan yang kredibel dan untuk melakukan pemulihan

Sistem file FAT32, awalnya diperkenalkan pada Windows 95 yang sebenarnya hanyalah sebuah ekstensi dari sistem file FAT16 yang menyediakan disc untuk ukuran yang lebih

VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan antara Voice Over dengan Sound On Tape. Lead in atau isi tubuh berita dibacakan presenter, tetapi pada akhir berita

memberikan jatuh tempo yang terlalu lama, karena tingkat likuiditas yang tinggi tidak akan ada artinya apabila aset lancar yang dimiliki sebagian besar adalah

Evaluasi dilakukan setelah 2 dan 3 minggu pengobatan dengan hasil yang masing- masing adalah 88,1 % dan 97.6% untuk kelompok pengobatan Mebendazole 500, sedangkan pada

Data di bawah ini diambil dari berbagai sumber yang mendukung dalam proses penentuan ukuran utama kapal keruk jenis TSHD yang akan didesain untuk Alur Pelayaran