• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Serasah Daun Mangrove Rhizophora mucronata Pada Pemeliharaan Udang Windu ( Penaeus monodon) di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Serasah Daun Mangrove Rhizophora mucronata Pada Pemeliharaan Udang Windu ( Penaeus monodon) di Laboratorium"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Serasah Daun Mangrove Rhizophora mucronata Pada

Pemeliharaan Udang Windu ( Penaeus monodon) di Laboratorium

Muliani, Nurbaya dan Gunarto

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka 129, Maros, Sul-Sel 90511

Telp. (04110 371544; Fax (0411) 371545 E-Mail: litkanta@indosat.net.id/mulianim@yahoo.com

Abstract

Muliani, Nurbaya and Gunarto. 2013. The Used of Mangrove Leaf Litter Rhizophora mucronata in Rearing of Tiger (Penaeus monodon) Post Larvae in Laboratory. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. The research was conducted in wet lab of Marana Pond Station, RICA Maros, South Sulawesi using 21

aquariua each size of 0.6 x 0.3 x 0.25 m3 . Pond soil thickness of 3-4 cm was added in each bottom of aquarium. Soil drying, liming, water filling and fertilizing was applied to initiated phytoplankton growth in each aquarium. The tiger shrimp post larvae day 30 were stocked in each aquarium at the density of 10 pieces/m2. The mangrove leaf litter of R. mucronata at the different concentrations A). 0.125 g/L; B). 0.25 g/L ; C). 0.5 g/L) were tested in this research at the first factor, and the placed of mangrove leaf litter of

R. mucronata ie; (1) mangrove leaf litter was placed in the reservoir tank then water in the reservoir was

pumped to the rearing of tiger shrimp post larvae tank; (2) mangrove leaf litter was directly placed in the rearing of tiger shrimp post larvae tank. Each treatment in three replications and the rearing period was 60 days. The bacteriological observation in water and sediment in each aquarium was conducted in each 10 days, while shrimp production and survival rate observed at the end of the research. Result of the research showed that at the end of the research the highest of total bacterial in the water of shrimp rearing was found in B1 and C1 (3,18x104 CFU/mL) and the lowest was found in B2 (5,50x103 CFU/mL). The highest of total bacterial at the sediment was obtained in A2 (1,13x107 CFU/g) and the lowest in A1 (3,25x105 CFU/g). The highest of total Vibrio sp in water for rearing of tiger shrimp was found in control tank (7,45x102 CFU/mL) and the lowest in C1 (1,34x102 CFU/mL). The highest of total Vibrio sp. in sediment was found in B2 (6,70x104 CFU/g and the lowest in A1 (3,50x102 CFU/g). The highest of tiger shrimp survival rate was found in C1 (100%) and the lowest in C2 (60%), and statistically there were significantly different (P<0,05) with the other treatments. The highest of mean shrimp weight was obtained in C2 (2,77 ± 2,79 g) and the lowest in C1 (2,09 ± 0,17g). The highest shrimp production was found in A2, it was 24,73 ±4,23g, and the lowest in C2, it was 14,6 ± 6,79 g. The used of mangrove leaf litter, R. mucronata at the concentration of 0,5 g/L and was placed in reservoir tank, then the water flowed to the rearing post larvae of tiger shrimp was able to suppressing of Vibrio sp. population, so that it was impact to the increasing of tiger shripm post larvae survival rate. The placed of mangrove leaf litter in reservoir tank, then the water pumped to the rearing tank, was better compared when the mangrove leaf litter directly placed in tiger shrimp rearing tank.

Keywords: Mangrove; P. monodon; R. mucronata; Survival rate; Total bactery; Total Vibrio sp.

Abstrak

Penelitian dilakukan di laboratorium basah Instalasi Penelitian Tambak Maranak, Maros, Sulawesi Selatan menggunakan akuarium ukuran 0,6 x 0,3 x 0,25 m3 sebanyak 21 unit. Dasar akuarium diisi tanah tambak dengan ketebalan 3 - 4 cm , dimana sebelum digunakan, tanah tambak tersebut dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, dikapur, diisi air, dipupuk untuk menumbuhkan plankton. Selanjutnya masing-masing bak ditebari tokolan udang windu PL 30 dengan padat tebar 10 ekor/m2. Tanaman mangrove yang digunakan adalah daun R. mucronata. Penelitian ini terdiri atas dua faktor yaitu: Faktor I adalah konsentrasi daun mangrove R. mucronata yaitu : A). 0,125 g/L; B). 0,25 g/L ; C). 0,5 g/L; dan faktor II adalah teknik penempatan daun tanaman mangrove R. mucronata yang terdiri atas (1) serasah daun mangrove R.

mucronata ditempatkan di bak tandon kemudian air dipompa masuk ke bak pemeliharaan benur windu;

(2) serasah daun mangrove R. mucronata secara langsung pada bak pemeliharaan benur windu. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dengan lama pemeliharaan udang 60 hari. Pengamatan bakteriologi pada air dan sedimen dilakukan setiap 10 hari, sedangkan kelulushidupan dan produksi udang windu diamati pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhir penelitian, total bakteri pada air pemeliharaan udang windu tertinggi pada perlakuan B1 dan C1 (3,18x104 CFU/mL) dan terendah pada

(2)

perlakuan B2 (5,50x103 CFU/mL), sedangkan pada sedimen tertinggi pada perlakuan A2 (1,13x107 CFU/g) dan terendah pada perlakuan A1 (3,25x105 CFU/g). Total Vibrio sp pada air pemeliharaan udang windu tertinggi pada kontrol (7,45x102 CFU/mL) dan terendah pada perlakuan C1 (1,34x102 CFU/mL), sedangkan pada sedimen tertinggi pada perlakuan B2 (6,70x104 CFU/g dan terendah A1 (3,50x102 CFU/g). Kelulushidupan udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C1 yaitu 100% dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 60% dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Berat rata-rata udang pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C2 (2,77 ± 2,79 g) dan terendah pada perlakuan C1 (2,09 ± 0,17 g). Produksi udang pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan A2 yaitu 24,73 ±4,23 g dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 14,6 ± 6,79 g. Penggunaan serasah daun mangrove R.

mucronata pada konsentrasi 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan masuk ke wadah

pemeliharaan udang windu, dapat menekan populasi bakteri Vibrio sp., sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kelulushidupan udang windu. Sistem penempatan serasah daun mangrove yang ditempatkan pada bak tandon kemudian air dipompa masuk ke bak pemeliharaan lebih baik jika dibanding dengan sistem penempatan langsung pada bak pemeliharaan udang windu.

Kata kunci: Mangrove; P. monodon; R. mucronata; Kelulushidupan; Total bakteri; Total Vibrio sp.

Pendahuluan

Tanaman mangrove disamping menyumbang nutrient ke perairan yang berasal dari dekomposisi daun mangrove, juga dilaporkan mampu menyerap nutrient N, P, Fe dan logam berat (Ahmad dan mangampa, 2000). Berbagai jenis tanaman mangrove tumbuh di perairan pantai Indonesia, Rhizophora mucronata merupakan satu diantara beberapa spesies komponen utama tanaman mangrove. Pada era tahun 1980 –1995, banyak hutan mangrove telah dikonversi menjadi pertambakan. Namun oleh karena serangan penyakit udang terutama WSSV yang terjadi lebih kurang 10 tahun terakhir ini, maka banyak tambak terbengkelai akibat gagal panen, padahal udang masih merupakan komoditas perikanan pantai yang diandalkan sebagai penyumbang devisa negara.

Dalam era perdagangan bebas yang melanda dunia, persaingan dagang semakin ketat terutama mengenai mutu hasil produksi dari suatu negara. Di lain hal isu pelestarian sumberdaya alam termasuk perikanan dan isu internasional lainnya telah dipolitisir menjadi alat oleh negara maju menjadi semacam aturan penentu dalam dunia perdagangan bebas. Di bidang kehutanan dan perikanan telah didengungkan tentang eco-labelling yang kaitannya dengan usaha pengelolaan sumberdaya alam secara terkendali dan berkesinambungan. Pencegahan eksploitasi alam yang berlebihan tanpa memperhitungkan ambang batas toleransinya, misalnya penangkapan udang ataupun ikan yang tidak ramah lingkungan menggunakan pukat harimau dimana semua jenis dan ukuran ikan akan tertangkap. Contoh lainnya adalah produksi udang dari budidaya tambak hasil konversi hutan bakau yang tidak terkendali. Hal-hal semacam itu telah dijadikan alasan oleh negara maju untuk menolak produksi suatu negara masuk ke pasaran dunia, sehingga produk tersebut menjadi tidak laku dengan alasan tidak menerapkan eco-labelling ataupun eco-friendly dalam sistem produksinya. Untuk mengantisipasi hal-hal diatas dan upaya untuk memulihkan kondisi perairan pantai yang telah rusak dan berakibat munculnya berbagai penyakit udang di tambak, serta terciptanya ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan ikan, udang dan budidayanya di tambak, maka peranan mangrove dianggap sangat penting dalam perbaikan lingkungan pantai dan keberlanjutan budidaya udang di tambak. Oleh karena itu pada saat ini telah berkembang model tambak ramah lingkungan yang terintegrasi dengan mangrove di Indonesia dan Vietnam (Hai dan Yakupitiyage, 2005). Di Indonesia dikenal budidaya sistem silfofishery (wanamina) pola empang parit atau komplangan (Bengen, 2000) yaitu kegiatan untuk meningkatkan produktivitas hutan mangrove dengan memanfaatkannya sebagian lahannya untuk budidaya ikan. Pemanfaatan mangrove juga sebagai tandon atau biofilter pada budidaya udang di tambak (Ahmad dan Mangampa, 2000, Gunarto et al., 2003; Shimoda et al., 2005).

Penggunaan herbal baik dari tanaman mangrove maun non magrove sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya perikanan mulai dikembangkan diantaranya penanggulangan bakteri pada ikan mas (Wahjuningrum et al., 2007; Ahilan et al., 2010; Grandiosa, 2010), sedangkan Wahjuningrum et al. (2007) telah menggunakan campuran daun sambiloto, daun jambu biji dan daun sirih untuk pencegahan penyakit pada ikan lele dumbo, sebagai

(3)

immunostimulan dan antibakteri pada ikan nila (Yin et al., 2008), sebagai immunostimulan pada udang windu (Sankar et al., 2011; Rajeswari et al., 2012), Immunostimulan pada ikan (Maqsood et

al., 2011; Govind et al., 2012), penanggulangan penyakit VNN pada ikan kerapu (Amelia et al.,

2012), penanggulangan penyakit Vibrio parahaemolyticus pada udang windu (Muliani et al., 2011), sebagai antibakteri pada udang putih (Velmurugan et al., 2010 dan 2012). Ahmad et al. (1998) melaporkan bahwa tanaman mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bioremediator terutama dalam hal memperbaiki produktivitas tambak, mutu air yang layak, serta dapat mereduksi penyakit pada budidaya udang windu, selain itu juga sebagai sumber bakteri probiotik (Muliani et al., 2004). Potensi tanaman mangrove dan asosiasinya terhadap penyakit viral, bakteri, dan antioksidan pada budidaya udang windu, dan penyakit viral pada manusia dilaporkan oleh (Muliani et al., 2005; Balasubramanian et al., 2008; Sari et al., 2008; Sivaperumal et al., 2010; Banerjee et al., 2012; Beula et al., 2012; Dhayanithi et al., 2012; Nurdiani et al., 2012;Shelar et al., 2012) antara lain rumput grinting (Cynodon dactylon), biji Bintangur Pantai (Callophylum inophylum L) yang dapat mereduksi penyakit WSSV pada udang windu, maka berdasarkan informasi tersebut, bioaktif yang ada pada tanaman mangrove dan asosiasinya dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit yang sering menyerang pada budidaya perikanan, khususnya udang windu yang dibudidayakan secara lestari dan berwawasan lingkungan (Soediro et al., 1997). Hal ini perlu diteliti lebih jauh mengenai isolasi dan identifikasi, penentuan golongan, struktur molekul senyawa polar maupun yang tidak polar secara keseluruhan, jumlah serta mekanisme bioaktif tanaman mangrove tersebut yang dapat mereduksi penyakit baik bakterial maupun viral pada budidaya udang.

Tumbuhan mangrove juga berperan meningkatkan kandungan nutrien dalam substrat melalui serasah berupa daun yang gugur dan materi organik/debris yang terjebak oleh akar. Substrat akan kehilangan zat hara lebih cepat jika komunitas mangrove menghilang. Kathiresan (2001) melaporkan, bahwa kerusakan komunitas mangrove di wilayah Queensland Utara, Australia, menyebabkan hilangnya konsentrasi nitrogen dan fosfor secara signifikan dari dalam substrat.

Menurut Barnes dan Hughes (1999), mangrove menghasilkan serasah sebanyak 20 ton/ha/tahun dengan produktifitas primer sebesar 0,5-2,4 g C/m2/hari. Sebagian besar dari

serasah atau bahan organik yang berada di daerah mangrove tidak langsung dimanfaatkan oleh organisme melainkan akan memasuki jaring-jaring makanan dalam bentuk bahan organik terlarut (Dissolved Organic Matter). Mann (2000) menyatakan bahwa rata-rata produksi serasah mangrove yang berasal dari daun dan ranting yang gugur mencapai 0,5–1,0 kg/m2/tahun.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek serasah daun mangrove terhadap populasi bakteri dan kelulushidupan udang windu secara laboratoris.

Bahan dan Metode

Persiapan daun mangrove

Daun tanaman mangrove R. mucronata diambil dari daun-daun yang jatuh disekitar Instalasi Tambak Penelitian Maranak, BRPBAP Maros, Sulawesi Selatan, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering (Gambar 1), setelah kering di timbang dan dimasukkan ke dalam bak tandon dan bak pemeliharaan udang sesuai perlakuan.

Gambar 1. Rhizophora mucronata sebelum dikeringkan (A) dan sesudah dikeringkan (B) dengan sinar matahari.

(4)

Perlakuan dan rancangan percobaan

Penelitian dilaksanakan di laboratorium basah instalasi Penelitian Tambak Maranak, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan akuarium ukuran 0,6 x 0,3 x 0,25 m3 sebanyak 24 unit. Dasar akuarium diisi tanah tambak dengan ketebalan 3-4 cm, dimana sebelum digunakan tanah tambak tersebut dikeringkan terlebih dahulu hingga retak-retak. Setelah kering, dikapur, diisi air, dipupuk untuk menumbuhkan plankton. Selanjutnya masing-masing bak ditebari tokolan udang windu PL 30 dengan padat tebar 10 ekor/m2. Tanaman mangrove yang digunakan adalah daun R. mucronata yang diambil dari sekitar tambak tempat pengambilan tanag tanambak. Penelitian ini terdiri atas dua faktor yaitu: Faktor I adalah konsentrasi daun mangrove R. mucronata yaitu : A). 0,125 g/L; B). 0,25 g/L ; C). 0,5 g/L; dan faktor II adalah teknik penempatan daun tanaman mangrove R. mucronata yang terdiri atas (1) serasah daun mangrove R. mucronata ditempatkan di bak tandon kemudian air dipompa masuk ke wadah pemeliharaan benur windu; (2) secara langsung serasah daun mangrove R. mucronata direndam dalam wadah pemeliharaan benur windu, sehingga diperoleh kombinasi perlakuan adalah; A1) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang; A2) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu; B1) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang; B2) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu; C1) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang; C2) konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu. Sebagai kontrol adalah tanpa penggunaan daun mangrove (K). Masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan. Aerasi di set di setiap akuarium untuk menggambarkan bahwa akuarium tersebut sebagai miniatur tambak intensif untuk budidaya udang windu. Pada awal pemeliharaan pakan udang komersial diberikan sebanyak 20% perhari dari total bobot biomassa benur dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari, selanjutnya persentase pakan yang diberikan menurun sejalan dengan semakin lamanya pemeliharaan dan meningkatnya bobot udang yang dipelihara (Gambar 2).

Gambar 2. Akuarium tempat pemeliharaan tokolan udang windu dengan perlakuan penambahan daun R.

mucronata.

Sampling dan analisis bakteriologi air dan sedimen

Sampling dan pengamatan parameter biologi air yang dilakukan meliputi pengamtan total bakteri dan total Vibrio sp. pada air dan sedimen yang dilakukan satu kali setaip 10 hari. Sampel air dan sedimen untuk bakteri diambil masing-masing sebanyak 50 mL dan dan 10 g kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel steril, selanjutnya dibawa ke laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPPBAP dalam keadaan dingin untuk analisis selanjutnya. Pengamatan bakteri dilakukan dengan sistem pengenceran, dimana untuk sampel air diambil 1 mL dari sampel asli kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi 9 mL larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah disterilkan, campuran tersebut kemudian dihomogenkan. Sedangkan sampel sedimen ditimbang sebanyak 1 g dari sampel aslinya, kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 9 mL larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah disterilkan, campuran tersebut

(5)

kemudian dihomogenkan. Selanjutnya dilakukan pengenceran secara berseri (1/10,1/102,1/103, dst). Hasil pengenceran diinokulasi dalam media Triptic Soy Agar (TSA) untuk mengetahui total bakteri dan medai Thiosulfate-citrate-Bile Sucrose (TCBS) Agar untuk total vibrio. Inokulum selanjutnya diinkubasi pada suhu 28oC selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA dan TCBS dihitung berdasarkan metode Total Palte Count (TPC), Koloni yang tumbuh pada media TSA dihitung sebagai total bakteri, sedangkan koloni bakteri yang tumbuh di media TCBSA dihitung sebagai total Vibrio sp. Selanjutnya dikalikan dengan faktor pengenceran dan hitung berdasarkan rumus:

N= T x 1 x 1 Q S V Dimana:

N = jumlah koloni (CFU/ g)

T = total koloni bakteri pada plate dengan tingkat pengenceran yang sama Q = jumlah plate yang digunakan

V = Volume sampel yang diinokulasikan (0,1 mL)

S = Tingkat pengenceran (S1 = 1/10, S2 = 1/102,... S5 = 1/105, dst.)

Kelulushidupan udang windu dan analisis statistik

Kelulushidupan udang windu diamati pada akhir penelitian dan untuk mengetahui

adanya pengaruh antar perlakuan maka data yang diperoleh di dianalisis ragam dan

dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil. Sedangkan data populasi bakteri dalam air

dan sedimen dan populasi Vibrio sp. dalam air dan sedimen selama penelitian dianalisis

secara deskriptif dalam bentuk grafik.

Hasil dan Pembahasan

Total bakteri pada air pemeliharaan

Hasil analisis total bakteri pada air di sajikan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa total bakteri pada air pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun mangrove, R. mucronata dari awal hingga akhir penelitian mengalami fluktuasi pada setiap perlakuan.

Gambar 3. Total bakteri dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian. Keterangan:

A1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

A2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

B1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

B2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

C1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari Waktu Sampling To p ta l B ak te ri d al a A ir (l o g C FU /m L) A1 A2 B1 B2 C1 C2 K

(6)

C2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Pada awal penelitian (sebelum ada perlakuan) total bakteri tertinggi pada kontrol yaitu 8,10x105 CFU/mL dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 2,00x104 CFU/mL. Pada 10 hari pemeliharaan total bakteri pada air cenderung mengalami penurunan, kecuali pada perlakuan A2, B1, dan C1 yang sedikit mengalami peningkatan. Total bakteri dalam air pemeliharaan pada hari ke-10 tertinggi pada perlakuan A2 yaitu 2,18x105 CFU/mL dan terendah pada perlakuan B2 yaitu 3,50x104 CFU/mL. Pada hari ke-20 total bakteri dalam air mengalami penurunan pada semua perlakuan, hingga memasuki hari ke-30, kecuali pada perlakuan A2 dan kontrol kembali mengalami peningkatan. Pada hari ke-40, total bakteri pada beberapa perlakuan masih relatif stabil, kecuali pada pelakua1, A2, dan Kontrol yang mengalami peningkatan yang cukup drastis. Hal ini menujukkan bahwa penggunaan daun mangrove R. mucronata dengan konsentrasi 0,125 g/L, dan tanpa penggunaan daun mangrove total bakteri dalam air pemeliharaan terus mengalami peningkatan. Selanjutnya pada hari ke-50 total bakteri pada ketiga perlakuan tadi kembali menurun, sementara pada perlakuan lainnya cenderung stabil. Namun pada hari ke-60, total bakteri pada semua perlakuan cenderung meningkat, kecuali pada perlakuan C2 yang relatif stabil. Total bakteri pada akhir penelitian (hari ke-60) tertinggi pada perlakuan B1 dan terendah pada perlakuan C2. Secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian total bakteri pada perlakuan C2 cenderung mengalami penurunan dan populasinya lebih stabil dibanding dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan serasah daun mangrove, R. mucronata pada konsentrasi 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam wadah pemeliharaan udang mampu menekan dan menstabilkan populasi bakteri dalam wadah pemeliharaan larva udang windu.

Total bakteri pada sedimen

Hasil analisis populasi bakteri pada sediemn di sajikan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa populasi bakteri pada sedimen dari awal hingga akhir penelitian mengalami fluktuasi hampir pada semua perlakuan. Pada awal penelitian, total bakteri pada sedimen tertinggi pada B1 yaitu 8,35x108 CFU/mL dan terendah pada B1 yaitu 3,70x106 CFU/mL. Pada hari ke-20 total bakteri pada beberapa perlakuan mengalami penurunan, terutama pada perlakuan B1 yang mengalami penurunan yang cukup drastis. Pada perlakuan ini total bakteri pada sedimen terus mengalami penurunan hingga pada hari ke-50, dan kembali meningkat pada hari ke-60 (akhir penelitian). Secara umum total bakteri pada sedimen mengalami penurunan dari hari ke-10 hingga hari ke-30, terutama pada perlakuan A1, A2, B2, dan C2 dan relatif stabil hingga hari ke-40. Memasuki hari ke-50, total bakteri pada sedimen kembali meningkat hampir pada semua perlakuan kecuali pada B1. Keadaan ini berlangsung hingga akhir penelitian kecuali pada perlakuan C1 yang mengalami penurunan. Pada akhir penelitian pupolasi bakteri pada sedimen tertinggi pada perlakuan B1 yaitu 3,90x107 CFU/mL dan terendah pada perlakuan C1 yaitu 1,65 x 105 CFU/mL.

Gambar 4. Total bakteri dalam sedimen pemeliharaan udang windu selama penelitian. Keterangan:

A1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

0 2 4 6 8 10

Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari Waktu sampling To ta l b ak te ri d al am s e d im e n ( lo g C FU /g ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 K

(7)

A2=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

B1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

B2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

C1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

C2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Total Vibrio sp. pada air pemeliharaan

Hasil analisis total Vibrio sp pada air pemeliharaan udang windu di sajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat bahwa total Vibrio sp pada air pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun mangrove, R. mucronata dari awal hingga akhir penelitian mengalami fluktuasi pada setiap perlakuan.

Gambar 5. Total Vibrio sp. dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian. Keterangan:

A1=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

A2=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

B1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

B2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

C1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

C2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Pada awal penelitian total Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan C1 yaitu 4,85x102 CFU/mL dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 1,05x102 CFU/mL. Pada 10 hari pemeliharaan, populasi bakteri Vibrio sp. relatif mengalami peningkatan pada semua perlakuan namun kembali menurun pada hari ke-20, kecuali pada perlakuan B1 yang mengalami penurunan sejak hari ke-10 hingga hari ke-20. Pada hari ke-30 total Vibrio sp. pada beberapa perlakuan kembali meningkat, namun beberapa diantaranya mengalami penurunan dan secara signifikan penurunan total Vibrio sp. diperlihatkan oleh perlakuan A1. Selanjutnya pada ahri ke-40, total Vibrio sp. pada semua perlakuan relatif meningkat kecuali pada perlakuan C2 yang sedikit mengalami penurunan dan stabil hingga akhir penelitian. Secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian total Vibrio sp. pada perlakuan C2 relatif lebih stabil dibanding dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan daun mangrove R. mucronata (0,5 g/L) langsung dalam wadah pemeliharaan tokolan udang windu dapat menstabilkan dan menekan total bakteri Vibrio sp. pada air

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari Waktu Sampling To ta l V ib ri o sp d al am a ir ( lo g CF U /m L) A1 A2 B1 B2 C1 C2 K

(8)

pemeliharaan udang windu. Baskaran dan Mohan (2012) melaporkan bahwa ekstrak daun mangrove R. mucronata potensial sebagai anti Vibriosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan serasah daun mangrove R. mucronata dengan konsentrasi 0,5 g/L mampu menekan pertumbuhan Vibrio sp. sehingga populasinya di dalam air lebih stabil.

Total Vibrio sp. pada sedimen

Hasil analisis total Vibrio sp. pada sedimen di sajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa total Vibrio sp. pada sedimen pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun mangrove, R. mucronata mengalami fluktuasi dari awal hingga akhir penelitian. Namun demikian jika dibanding dengan populasi Vibrio sp. pada air, populasi Vibrio sp. pada sedimen relatif lebih stabil. Pada awal penelitian populasi bakteri Vibrio sp. tertinggi perlakuan B2 yaitu 5,76x104 CFU/mL dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 3,55x103 CFU/mL. Populasi Vibrio sp. pada perlakuan B1 relatif lebih rendah dibanding perlakuan lainnya, naum hal ini hanya berlangsung hingga hari ke-40, dan kembali meningkat pada hari ke-5- hingga ke-60. Pada akhir penelitian (hari ke-60) populasi Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan C1 yaitu 3,74 x 104 CFU/mL dan terendah pada B2 yaitu 5,10x103 CFU/mL.

Gambar 6. Total Vibrio sp. dalam sedimen pemeliharaan udang windu selama penelitian. Keterangan:

A1=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

A2=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

B1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

B2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

C1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

C2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Kelulushidupan udang windu (P. monodon)

Kelulushidupan udang windu pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kelulushidupan udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C1 yaitu 100% dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 60% dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Berat rata-rata udang pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C2 (2,77±2,79) dan terendah pada perlakuan C1 (2,09±0,17). Produksi udang pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan A2 yaitu 24,73±4,23 dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 14,6±6,79. 0 1 2 3 4 5 6

Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari

Waktu sampling To ta l V ib ri o sp d al am se di m en ( lo g CF U /g ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 K

(9)

Tabel 1. Rata-rata berat (g), kelulushidupan(%), dan produksi tokolan udang windu pada akhir penelitian. Perlakuan Berat Awal (g) Berat akhir(g) Kelulushidupan (%) Produksi (g)

A1 0,34 2,54 ± 0,45 83,33±20,82 20,54 ±2,46 A2 0,34 2,65 ± 0,49 93,33±5,77 24,73 ±4,23 B1 0,34 2,26 ± 0,23 93,33±11,54 20,98 ±2,22 B2 0,34 2,39 ± 0,22 90±17,32 21,43 ± 3,72 C1 0,34 2,09 ± 0,17 100± 00 20,89 ± 1,71 C2 0,34 2,77 ± 2,79 60,0± 40 14,6 ± 6,79 K (Kontrol) 0,34 2,29 ± 0,10 96,67±5,77 22,07 ± 1,02 Keterangan:

A1=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

A2=konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

B1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

B2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

C1= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang

C2= konsentrasi daun mangrove R. mucronata 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu

K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Kelulushidupan udang windu yang pada perlakuan C2 (pengunaan serasah dun mangrove 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu) diduga karena adanya kontak langsung anatara udang dengan serasah daun mangrove yang terakumulasi didasar bak sehingga zat tannin yang terkandung dalam daun mangrove bersifat racun terhadap udang. Soewandi (1989) melaporkan bahwa pada daun mangrove, Rhizophora terdapat senyawa triterpen yang beracun. Ekstrak air (segar) dari daun Rhizophora diuji toksisitasnya pada ikan nila merah menunjukkan kematian seluruh ikan uji pada konsentrasi 30.000 mg/L. Selain itu kulit akar tanaman ini serta getah buahnya menganduk insektisida untuk mengusir nyamuk. Menurut Baskaran dan Mohan (2012) bahwa nilai LD 50 senyawa triterpen pada daun Rhizophora

mucronata diperoleh pada konsentrasi 21,250 mg/L. Sukamto dan Gafar (1997) melakukan

penapisan fitokimia terhadap serbuk kulit batang tanaman Rhizophora sp. pada ekstrak n-heksan menunjukkan adanya senyawa triterpen sebanyak 0,21% yang fragmentasi dari spektrum massanya sama dengan senyawa α-amirin. Lain halnya yang terjadi pada perlakuan C1, meskipun konsentrasi serasah daun mangrove yang digunakan sama pada perlakuan C2 yaitu 0,5 g/L, akan tetapi pada perlakuan ini serasah daun mangrove ditempatkan pada bak tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang windu, sehingga tidak ada kontak langsung antara udang dengan serasah daun mangrove, sehingga zat beracun seperti zat tannin tidak mencemari udang.

Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa penggunaan serasah daun mangrove dapat menstabilkan populasi bakteri Vibrio sp., seperti halnya pada perlakuan C2, namun karena serasah daun mangrove ditempakan langsung pada wadah pemeliharaan udang sehingga zat beracun seperti tannin dan triterpen yang terkandung dalam daun mangrove diduga bersifat toksit terhadap udang sehingga kelulushidupan udang windu pada perlakuan ini rendah. Soewandi (1989) melaporkan bahwa pada daun mangrove, Rhizophora terdapat senyawa yang beracun. Senyawa tannin yang terkandung dalam serasah mangrove (busukan daun, busukan kulit batang dan akar) bersifat negatif menekan populasi dan kelimpahan meiofauna (Tietjen dan Alongi, 1990). Terkait dengan kandungan tannin pada vegetasi mangrove, Lemmens dan Soetjipto (1992) melaporkan bahwa beberapa vegetasi mangrove yang mengandung tannin antara lain adalah Bruguiera gymnorhiza (20–43%), Ceriops tagal (20–40%), Rhizophora mucronata (8–40%), Ceriops decandra (25–37%),

(10)

Kesimpulan

-

Kelulushidupan udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C1 yaitu 100% dan terendah pada perlakuan C2 yaitu 60%.

- Penggunaan serasah daun mangrove R. mucronata pada konsentrasi 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan masuk ke wadah pemeliharaan udang windu, dapat menekan populasi bakteri Vibrio sp.

- Sistem penempatan serasah daun mangrove yang ditempatkan pada bak tandon kemudian air dipompa masuk ke bak pemeliharaan lebih baik jika dibanding dengan sistem penempatan langsung pada bak pemeliharaan udang windu.

Ucapan Terima Kasih

Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi yang penuh dedikasi dan tanggung jawab membantu terlaksananya penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh Ristek 2010.

Daftar Pustaka

Ahilan, B., A. Nithiyapriyatharshini and K. Ravaneshwaran. 2010. Influence of certain herbal additives on the growth, survival and disease resistance of goldfish, Carassius auratus (linnaeus). Tamilnadu J. Veterinary & Animal Sciences, 6 (1): 5-11.

Ahmad, T. 1998. The use of mangrove stands for shrimp ponds waste-water treatment. International Workshop on Brackishwater Mangrove Ecosystem-Productivity and sustainable Utilization. JIRCAS, Tsukuba, Japan. Ahmad, T and M. Mangampa. 2000. The use of mangrove stands for bioremediation in a close shrimp culture system. Proceeding of International symposium on marine biotechnology. Bogor Agriculture

University, Bogor, p : 114 – 122.

Amelia, N. dan S.B. Prayitno. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava) Untuk Menginaktifkan Viral Nervous Necrosis (VNN) Pada Ikan Kerapu Bebek (Epinephelus

fuscoguttatus. Jour. Of Aqua. Manag. and Tech., 1 (1): 264-278.

Balasubramanian, G., M. Sarathi, C. Venkatesan, J. Thomas and A.S.S. Hameed. 2008. Oral administration of antiviral plant extract of Cynodon dactylon on large scale production againts white spot syndrome viru (WSSV) in Penaeus monodon. Aquaculture, 279:2-5.

Banerjee, M.B., S. Ravikumar, M. Gnanadesigan, B. Rajakumar and M. Anand. 2012. Antiviral, antioxidant and toxicological evaluation of mangrove associate from South East coast of India.

Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. S1775-S1779.

Barnes, R.S.K. and R.N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. Third Edition. Blackwell Science, Ltd. Oxford. 286 p.

Baskaran, R. and P.M. Mohan. 2012. In Vitro antibacterial activity of leaf extracts of Rhizophora mucronata L. against multi drug resistent Vibrio spp. Isolated from marine water Lobster’s larvae hatcheries. Indian Journal of Geo-Marine Sciences, 41 (3): 218-222.

Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pedoman teknis. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan IPB, 58 hlm.

Beula, J.M., M. Gnanadesigan, P.B. Rajkumar, S. Ravikumar and M. Anand. 2012. Antiviral, antioxidant and toxicological evaluation of mangrove plant from South East coast of India. Asian Pacific Journal of

Tropical Biomedicine. S352-S357.

Dhayanithi, N.B., T.A. Kumar, R.G. Murthy and K. Kathiresan. 2012. Isolation of antibacterials from the mangrove, Avicennia marina and their activity against multi drug resistant Staphylococcus aureus. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. S1892-S1895.

Govind, P., S. Madhuri and A.K. Mandloi. Immunostimulnat effect of medicinal plants on fish. IRJP, 3:112-114. Grandiosa, R. 2010. Efektivitas penggunaan larutan filtrat jintan hitam (Nigella sativa) dengan konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila secara in-vitro dan uji toksisitasnya terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Laporan Hasil Penelitian Mandiri. Universitas Padjadjaran. 16 hlm.

Gunarto, Suharyanto dan Muslimin. 2003. Budidaya udang windu menggunakan tandon mangrove dengan pola resirkulasi berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, edisi Akuakultur, 9 (2) : 57 – 64.

Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan pantai. Jurnal penelitian dan pengembangan Pertanian, 23 (1) : 15 – 21.

(11)

Hai, T.N., dan A. Yakupitiyage. 2005. The effects of decomposition of mangrove leaf litter on water quality, growth and survival of black tiger shrimp (Penaeus monodon Fabricius, 1798). Aquaculture, 250:700– 712.

Kathiresan, K. dan B.L. Bingham. 2001. Biology of Mangroves and Mangrove Ecosystems. Advances in Marine Biology, 40:81–251.

Lemmens, R.H.M.J. and N.W. Soetjipto. 1992. Plant resources of South East Asia, dye and tannin producing plants. Netherlands: Prosea.

Mann, K.H. 2000. Ecology of Coastal Waters: with Implications for Management. Second Edition. Blackwell Science Publishing. Massachusetts. 406 p.

Maqsood, S., P. Singh, M.H. Samoon and M. Munir. 2011. Emerging role of immunostimulants in combating the disease outbreak in aquaculture. Int Aquat Res., 3: 147-163.

Muliani, Nurbaya, A. Tompo dan M. Atmomarsono. 2004. Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai Bakteri Probiotik Pada Budidaya Udang Windu Penaeus monodon, J. Pen. Perik. Ind., 2:47-57. Muliani, E. Nurbaya, Suryati dan A. Tenriulo. 2005. Pengaruh penggunaan ekstrak daun kopasanda,

Euphatorium inulifolium terhadap populasi Vibrio harveyi dan kelulushidupan pasca larva udang

windu, Penaeus monodon. Prosiding Seminar Akuakultur Indonesia, Masyarakat Akuakultur Indonesia. Hotel Sahid Jaya Makassar, 23-25 Nopember 2005.

Nurdiani, R., M. Firdaus and A.A. Prihanto. 2012. Phytochemical screening and Antibacterial activity of methanol extract of mangrove plant (Rhyzophora mucronata) from Porong River Estuary. Journal

Basic Science And Technology, 1(2): 27-29.

Rajeswari, P.R., S. Velmurugan, M.M. Babu, S. Dhas, K. Kesavan and T. Citasaru. 2012. A study on the influence of selected Indian herbal active principles on enhancing the immune system in Fenneropenaeus indicus against Vibrio harveyi infection. Aquaculture International, 20: 1009-1020. Sankar, G., A. Elavarasi, K. Sakkaravarthi and K. Ramamoorthy. 2011. Biochemical Changes and Growth

Performance of Black Tigher Shrimp Larvae after using Ricinus communis extract as Feed additive. Inter. Jour. of PharmTech Res., 3 (1): 201-208.

Sari, R.P., M. Muhaemin dan Wardiyanto. 2008. Efektifitas ekstrak daun mangrove api-api (Avicenia alba) sebagai senyawa anti bakteri Vibrio sp dan Aeromonas sp pada media agar berbeda secara in Vitro. Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Lampung.

Shelar, P.S., V.K. Reddy, G.S. Shelar and G.V.S. Reddy. 2012. Medicinal value of mangroves and its antimicrobial properties –A review. Continental J. Fisheries and Aquatic Science, 6 (1): 26 – 37. Shimoda, T., C. Shrithong and C. Aryuthaka. 2005. Attempt at purification of effluent and sediment in

shrimp aquaculture pond using mangrove trees. JARQ, 39 (2) : 139 – 145.

Sivaperumal, P., P. Ramasany, S.J. Inbaneson and S. Ravikumar. 2010. Screening of antibacterial activity of mangrove leaf bioactive compounds against antibiotic resistance clinical isolates. World Journal of Fish and Marine Science, 2 (5):348-353.

Soediro, S., K. Ruslan dan I. Soediro. 1997. Telaah kandungan senyawa flavonoid dan asam fenolat dalam kulit batang Rhizophora mucronata Lmk (Rhizophoraceae), suatu tumbuhan mangrove. Seminar Interen Jur. Farmasi ITB. 14 hlm.

Soewandi. 1989. Studi senyawa beracundalam daun Rhizophora sp yang tumbuh di hutan mangrove. Lembaga PenelitianUniversitas Airlangga. Surabaya.

Sukamto, N.H. dan I. Gafar. 1997. Kandungan senyawa kimia tanaman Rhizophora sp pada hutan mangrove dan kehidupan ikan di sekitarnya. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II, Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997. Hlm 57-60.

Tietjen, J. H., and D.M. Alongi. 1990. Population growth and effect of nematodes on nutrien regeneration and bacteria assosiated with mangrove detritus from Northeastern Qeesland (Australia). Marine Ecology

Progress Series, 68:169-179.

Velmurugan, S. and T. Citarasu. 2010. Effect of Herbal Antibacterial Extracts on the Gut Floral Changes in Indian White Shrimp Fenneropenaeus indicus. Romanian Biotechnological Letters, 15 ( 6): 5709-5717. Velmurugan, S., M.M. Babu, S.M.J. Punitha, V.T. Viji and T. Citarasu. 2012. Screening and

characterization of antiviral compounds from Psidium guajava Linn. Root bark against White Spot Syndrome Virus. Indian Journal of Natural Products Resources, 3 (2): 208-214.

Wahjuningrum, D., Tarono dan S.L. Angka. 2007. Efektifitas rebusan campuran sambiloto Andrographis paniculata (Burn.f. Ness), daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan daun sirih (Piper betle L.) untuk

pencegahan penyakit MAS (Motil Aeromonad Seticaemia) pada ikan lele dumbo (Claurias sp.). Junal

Akuakultur Indonesia, 6:122-133.

Yin, G., L. Ardo, Z. Jeney, P. Xu and G. Jeney. 2008. Chinese herbs (Lonicera japonica and Ganoderma lucidum) enhance non-specific immune response of tilapia, Oreochromis niloticus, and protection

against Aeromonas hydrophila, pp. 269-282. In Bondad-Reantaso, M.G., Mohan, C.V., Crumlish, M. and Subasinghe, R.P. (eds.). Diseases in Asian Aquaculture VI. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. 505 pp.

Gambar

Gambar 1. Rhizophora mucronata sebelum dikeringkan (A) dan sesudah dikeringkan (B) dengan sinar  matahari
Gambar  2.  Akuarium  tempat  pemeliharaan  tokolan  udang  windu  dengan  perlakuan  penambahan  daun  R
Gambar 3. Total bakteri dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian.
Gambar 4. Total bakteri dalam sedimen pemeliharaan udang windu selama penelitian.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pulic (1998) menyarankan sebuah pengukuran tidak langsung terhadap IC yaitu dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kemampuan

Untuk menentukan sikap bahasa responden, kajian ini mengukur tujuh jenis sikap dalam tujuh kategori, iaitu sikap terhadap masyarakat antarabangsa (Kategori 1),

Sehingga akan didapatkan gambaran umum mengenai hubungan durasi bermain game online dengan tingkat stres pada siswa SMPN yang berada di kecamatan Sungai Raya

Dengan demikian hipotesis penelitian ini adalah BOPO memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap komposisi modal ini dan FBIR memiliki pengaruh positif yang

Tujuan dilaksanakannya praktikum Geodesi dan Kartografi Hutan adalah untuk melaksanakan pengukuran poligon dengan prosedur yang lengkap, yang terdiri

(Study Deskriptif Motif Pelajar Sma Sekolah Islam Di Gresik Dalam Menonton Tayangan Progam Acara “Islam KTP” Di

 Types of forecasts  Time horizons.  Approaches

Haastateltujen hoitajien arvioiden mukaan noin 33 % (vaihteluväli 10–50 %) päivystykseen hakeutumisista, jotka nyt vaativat hoitajan tai lääkärin vastaanottoa, olisi