• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN 1. Pertanyaaan :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN 1. Pertanyaaan :"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

Pertanyaaan :

1. Bagaimana pandangan, persepsi bapak/ibu terhadap mahasiswa asal Papua ? 2. Bagaimana pandangan warga terhadap mahasiswa Papua ?

3. Apakah ada dari mahasiswa Papua yang terkadang membuat masalah disini ?Kalau ada, apa saja yang membuat warga tidak nyaman dengan hal tersebut ?

4. Bagaimana cara warga untuk menangani permasalahan yang terjadi ?

5. Bagaimana cara pemilik kos untuk menangani anak kos asal Papua yang bermasalah ? 6. Apakah ada warga atau pemilik kos yang menolak mahasiswa Papua ?

7. Faktor apa saja yang membuat pemilik kos dan sebagian warga menolak mahasiswa Papua ?

8. Apakah ada sanksi untuk mahasiswa asal Papua yang membuat masalah ?

9. Adakah pertemuan-pertemuan setiap minggu atau setiap bulan untuk warga dengan Ketua RT/RW di Kemiri ?

10. Bagaimana tanggapan, masukan atau tindakan dari kampus UKSW dalam menangani anak-anak Papua di Kemiri ?

11. Apa saja harapan warga untuk kampus UKSW terkait dengan mahasiswa Papua di Kemiri ?

(2)

Lampiran 2 Wawancara 1

Tante Jon ( Pemilik Kos ) Umur : 65 tahun

Biasanya mereka itu karena dari luar daerah, mereka maunya berbaur, berkumpul hanya dengan komunitasnya atau mereka yang berasal dari daerah yang sama. Kadang kalau yang kos satu, yang lain jugaa kadang bisa ikut kos di tempat yang sama. Tidak hanya satu atau dua tapi biasanya bergerombol, dan kalau sudah seperti itu kan biasanya suka ribut. Kalau untuk masalah, dulu pernah ada yang suka mabuk. Pernah juga biasanya anak-anak yang mabuk di depan burjo depan , selesai minum mereka naruh botol minuman di depan pagar, kadang juga suka teriak-teriak sampai akhirnya ditegur ketua RT, dan biasanya itu anak dari Timur sama Ambon. Kalau sekarang sepertinya bisa diatur dan tertib, dan saya sendiri orangnya juga tidak mudah terpengaruh dengan orang lain yang kadang bilang mereka itu tidak bisa diatur, karna kita kan juga sudah sering bertemu mereka, ngobrol dengan mereka. Jadi saya tidak ada msalah selama mereka bisa diatur disini, karena mereka disini kan jauh dari orang tua, jauh dari keluarga juga kalau ada apa-apa saya kan bertanggung jawab, karena kita disini kan ibaratnya orang tua kedua mereka. Saya juga kadang berkomunikasi dengan orang tua mereka, ya meskipun kadang hanya bertanya bagaimana mereka disini, kalau pun ada masalah ya saya ceritakan apa adanya ke orang tua mereka. Dulu pernah ada yang saya tegur dan saya juga sempat mengeluarkan anak kos disini, orang tuanya marah-maraah sama saya, tetapi setelah saya jelaskan ya mereka mengerti dan minta maaf sama saya.

Wawancara 2

Ibu Tarjo ( Pemilik Kos ) Umur : 67 tahun

Menurut saya, mahasiswa asal Papua itu tidak jauh berbeda dengan mahasiswa yang dari Jawa karena Jawa maupun Luar Jawa sama. Semua tidak ada masalah selama sesuai norma, sesuai dengan aturan kos yang mereka juga sudah ketahui. Tetapi kalau cara bergaul memang berbeda, masalah sering mabuk itu sudah menjadi hal biasa di daerah mereka, yang kemudian

(3)

ketika mereka disini, hal tersebut dibawa kesini juga. Nah itulah yang agak sulit untuk diterima di masyarakat sini. Seperti contohnya, mereka merayakan ulang tahun, teriak atau ribut itupun juga mungkin karna memang kan sudah menjadi hal yang lumrah bagi mereka disana. Memang dari beberapa kos saya dengar ada yang menolak mahasiswa luar Jawa, terpengaruh tidaknya kami dengan orang lain atau kos lain sih sebenarnya kami sebagai pemilik kos tidak terpengaruh dengan hal itu, karena kami juga tidak membedakan suku / etnis karena sebenarnya semua sama. Hal seperti itu kan juga tergantung individunya masing-masing. Kan juga tidak semua anak Papua memiliki karakter yang sama, yang satu ribut yang lain juga ribut kan tidak. Ada juga yang mereka baik sama kita, mau membuka diri, bergaul dengan kita, sopan. Ya setiap orang juga memiliki cara pandang yang berbeda, yang penting semua masih ada batas kewajarannya saja, kalau dalam hal perilaku, karena adat disini dengan disana berbeda jadi sudah wajar bicara keras dan suka bergerombol, karena mereka kan juga satu etnis, dari tempat yang sama apalagi juga kalau tidak salah kan ada paguyuban atau komunitas dari masing-masing etnis disini, ya itu sudah menjadi hal wajar apabila mereka juga akan bergerombol dengan teman yang satu etnis. Wawancara 3

Pak Tri – Pemilik Kos Umur : 69 tahun

Menurut saya selama ini mereka baik, tidak pernah ada masalah. Karna saya pemilik kos yang kebanyakan juga ada anak Papua, ibuk sudah tahu dan paham dan memberi kebebasan kepada mereka. Komunikasiyang terjalin juga selama ini berjalan baik, karena yang terpenting mereka juga tahu dan taat sama tata tertib disini. Kalau untuk warga sendiri ya kadang ngeluh, bahkan kadang kalau ada yang ribut malam-malam, biasanya didatangi warga ditegur.Ibuk sendiri juga sudah lama disini, kalau pun ada isu diluar ibuk tidak terpengaruh dengan omongan diluar. Karena yang penting anak-anak ibuk tidak bikin masalah, tahu diri kalau mereka disini itu jauh dari orang tua, kalau ada apa-apa kan juga tanggung jawab ibuk. Jadi, saya juga memberi pengertian kepada mereka bahwa mereka disni tujuannya kan untuk belajar. Saya sendiri pun juga sering berdoa, supaya kalau ada anak yang tidak baik di kos saya , Tuhan tunjukkan. Tapi sejauh ini saya melihat anak Papua yang kos disini baik-baik, tidak ribut, kalau bicara juga mereka punya tata krama yang bagus. Ya mungkin tergantung individu masing-masing seperti

(4)

apa, tapi syukurlah anak kos sini tidak pernah bermasalah. Kalau misal untuk keuangan atau masalah lain yang memang saya tahu ya saya memaklumi saja.

Wawancara 4

Pak Aris ( Ketua RT 02 ) Umur : 46 tahun

Kalau ditanya bagaimana pandangan saya terhadap mahasiswa luar Jawa itu sudah menjadi wacana selama ini, karena adat istiadat yang berbeda dan akhirnya berbenturan.Setiap RT biasanya ada pertemuan dan sempat ada keluhan dari warga kepada UKSW, selaku yang menaungi mahasiswa, dan di Salatiga sendiri sering membuat onar. Ya istilahnya kan mereka dari luar Salatiga, setidaknya untuk anak baru itu ya kulonuwun di Salatiga.

Dari pihak RT sendiri sebenarnya tidak pernah membuat kesepakatan dengan pemilik kos, karena sudah berulang kali terjadi, mereka jenuh dengan permasalahan yang sama kalaupun menolak itu biasanya dari pihak individu sendiri atau pemilik kos itu sendiri, dan akhirnya membuat kriteria. Kemarin sempat kita menyampaikan kepada UKSW, karena disini kan ada penduduk asli, kalau bisa kan antara pendatang dan penduduk sini bisa membaur. Kalau adat disini dibawa kesini, ya sangat tidak bisa. Untuk etnis Papua sendiri kadang kita bingung juga, mau ambil positifnya tapi kok banyak negatifnya, contohnya kalau naik sepeda motor itu kadang tidak cuma satu dua melainkan tiga empat, jadi bukan hanya kencang tapi juga ngawur. Kalau adat-istiadat kan kadang disana suka minum-minum, pernah sekitar 2 bulan yang lalu ada anak Papua dari Semarang ke sini berkunjung ke tempat temannya dan membuat onar, kita tegur kan bilang kalau anak Kapolda, jadi aparat disini angkat tangan dan akhirnya warga yang turun tangan dan akhirnya dipulangkan.

Dulu hampir setahun, pernah ada bakar batu katanya dari mereka isi perdamaian, tapi pagi bakar batu siang bikin onar. Dari warga kami tidak menolak dan bikin suasana tenang, kan kampus UKSW banyak mahasiswa dari Timur, tapi silahkan kita bisa berbaur dan saling menghormti. Dulu dari pihak kampus juga pernah datang ke kita, kita memberikan masukan

(5)

tolong sebelum pembelajaran atau OMB minimal diberi tahu adat istiadat yang ada disini, kita tidak menolak tapi kita tidak ingin yang satu dengan yang lain slaing berbenturan. Seperti misalnya yang dari Timur merayakan ulang tahun jam 1 kadang jam 2 malam, kita tanya tapi jawabnya kan memang keluarnya malam, tapi disini kan di setiap RT kan ada aturannya, ada tata tertibnya jadi yang kita gunakan ya aturan tersebut. Sebenarnya sudah ada koordinasi dengan pihak kampus, tetapi dari pihak kampus kurang tanggap, mau tidak mau kan sebenarnya yang berkepentingan kan pihak kampus, terutama mereka yang dapat beasiswa minimal dari kampus ada pembekalan, kadang ada yang ditegur mereka tidak terima, disini kan masyarakat juga sudah jenuh, apalagi kan disini tidak ada undang-undang tertulis kalau kita tidak usa menerima tapi nanti pastinya rusak, jadinya kan seperti sekarang mereka susah diatur, sak karepe dewe. Kita tahu mereka kesini kan sebenarnya tujuannya untuk belajar, kita disini juga kan mengumpamakan sebagai orang tua mereka, kan orang tua mereka sudah berusaha secara finansial dan macam-macam, biar anaknya disni biar belajar dng baik, dari kita biasanya ada pembinaan, minimal kita kasih tahu tujuan mereka apa, kan paling utama belajar, kita juga libatkan mereka ketika ada acra-acara di kampung, minimal harapan dr kami, aanak-anak yang kos di kemiri pada umumnya ada rasa saling memiliki jadi bukan berarti mereka sudah bayar mereka bisa seenaknya sendiri.

Dulu memang dari Pemda Papua mau mendirikan asrama dsini, dan memang dari warga menolak karena mereka tidak bisa memberi jaminan, akhirnya sekarang kan kontraknya di dekat Bina Dharma, dan bangun disana. Anak-anak Papua juga sekarang sudah banyak yang ngeblok disana, karena di Kemiri sendiri sudah banyak ditolak, karena kan kasihan yang benar-benar mau belajar. Karena kita lhat tiap ajaran baru, mash belajar naik motor sampai ada yang nyungsep. Apalagi kalau sudah bisa, pagi ssiang sore kayak jalannnya sndri dan tdk mau pake helm, kalo di kampung kenceng kalau belok juga seenaknya sendiri, dan setelah kejadian tersebut warga Kemiri ternyata tidak bisa ada penyelesaian, maka dari satu persatu yang punya kos-kosan menolak. Tidak hanya di Kemiri saja, tapi Cemara juga warganya sudah bosan karena mereka kadang makan tidak bayar, dan itu sering. Nah, dari situ kami bertanya pada kampus bagaimana solusinya kalau ada yang seperti itu, pertama masalah kos kemudian di warung. Biasanya itu modusnya makan dulu, lalu bilang kalau dompetnya ketinggalan dan tidak datang lagi dan 3 hari kemudian datang lagi. Maka dari itu kami minta solusi dari kampus, kalau ada kejadian seperti itu silahkan diminta KTM-nya, dan nanti kalau ada masalah sampai wisuda bisa langsung ke

(6)

Campus Ministry, nanti biar kampus yang menyelesaikan. Saya juga pernah dengar keluhan dari yang punya rental, tapi RT tidak bisa bantu karena transaksaksinya kan yang bersangkutan dengan yang punya rental. Kami kan juga tidak tahu bagaimana proses disana, kok disni seeperti ini apakah disana tidak ada aturan. Waktu acara Bakar Batu kan kita juga menyampaikan, kenapa untuk mereka yang anak Papua tidak pakai helm tidak ditilang karena kita saja warga disini pakai helm saja kadang bisa ditilang, tapi mereka tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Lalu, biasanya juga kadang kalau yang kos satu, nanti yang datang banyaak, daan tidak ada kesepakatan tertulis aantara warga dan pemilik kos, karena yang punya kos juga sudah jenuh. Jengkelnya kita itu juga kalau mereka kadang berjalan satu atau dua, tidak berani macam-macam dan pasti nunduk tapi kalau lebih dari lima ya bikin jalan penuh, kadang kalau sudah keterlaluan ya saya kadang juga negur kalau yang punya jalan kan bukan hanya mereka sendiri tapi orang lain juga.

Kami sebenarnya juga dilema, kami pun juga kalau mau memberikan statement pun juga harus hati-hati, meskipun sebenarnya faktanya seperti itu tapi kalau kita mengatakan hal tersebut nanti mereka tidak terima. Seperti contoh yang di Domas itu, mungkin pas mabuk dikasi tahu malah menyembelih anjing, sedangkan di Domas kan mayoritas Muslim, untuk kita yang dari atas kan memberi tahu, dan hal seperti ini juga yang harus diperhatikan karena kita kan juga harus toleransi, kan disini tidak hanya nasrani saja tapi banyak. dan saat itu kita juga sudah koordinasi semua, masalahnya mereka juga sampai keliling kampung. Hal ini pun juga sudah kita sampaikan di UKSW, kalau hal seperti ini bagaimana tindakanya, jangan salahkan kampung kalau terjadi anarkis karena sudah diluar kewajaran dan keluar dari norma yang ada. Waktu kita ketemu dengan Campus Ministry mereka juga menawarkan bagaimana kalau kita mengadakan pertemuan dengan masing-masing paguyuban etnis, tapi tindak lanjutnya tidak ada dan itu sering terjadi ketika kita ada pertemuan, membahas ini ketika selesai kita keluar ya sudah tidak ada tindak lanjut. Harapan dari kita kalau ada konflik seperti ini biasanya kita ada koordinasi dengan kepala etnis, tapi kadang antara yang di atas sama yang dibawah sudah beda. Kalau yang ketua etnis mungkin mereka bisa kita ajak bicara. Kami selaku warga ingin agar kampus ada semacam pembekalan untuk mahasiswa baru, terlebih mereka yang dari Luar Jawa misalkan di brosur diberikan arahan, kami pernah juga mengusulkan pada kampus untuk memberikan sanksi kepada mahasiswa yang berbuat onar disini. Aparat sendiri saja juga kurang tegas, dan itu juga membuat

(7)

warga mengalami kendala.Harapan kami, kampus mempunyai solusi dan tidak dibebankan pada lingkungan.Dan kami juga berharap kampus mau memberikan pembekalan pada mereka.

Wawancara 5

Pak Wiyono – Ketua RW XI Umur : 66 tahun

Mahasiswa disini itu sebenarnya baik tidaknya tergantung orangnya, karena menurut saya kami sebagai warga sebenarnya juga sudah berusaha untuk menciptakan suasana yang sejuk dan memperlakukan etnis lain dengan sebaik-baiknya. Tetapi memang ada etnis yang tidak baik, dan paling menonjol dari etnis Papua, kami pun juga sudah menegur mereka.Kami selaku Ketua RT dan Ketua RW, sudah mengatakan bagaimana caranya menciptakan ketentraman. Contohnya, jam malam sampai jam 10. Dulu mereka sempat membangun asrama depan masjid Kemiri 2 dan terdapat 72 kamar tapi sekarang sudah disegel dan tidak operasional karna mereka kadang suka ribut dan tidak baik biasanya, apalagi seperti kos-kos disini yang ditinggal pemiliknya dan hanya ada penjaganya saja. Pernah dulu saya menangani anak kos yang ternyata juga seorang pemakai narkoba, dan waktu itu disini bisa dibilang ada juga pengedarnya. Karna akhirnya ketahuan akhirnya diusir atau kita minta untuk pindah kos dan kita laporkan ke pihak berwajib. Pernah juga dulu anak kos saya, ya mungkin karna beda angkatan lalu ada anak baru yang juga kebetulan anak baru, mungkin karna ada senior junior, lalu yang senior bertindak seenaknya dengan juniornya, pernah sampai disuruh belikan rokok, makan, tidak diberi uang tetapi memakai uang juniornya itu, sempat juga sampai ada adu pukul. Ya karena saya juga mengetahui hal itu, kemudian saya minta juniornya manggil seniornya itu, saya minta juniornya mukul balik, karena sebenarnya menurut saya tidak ada senior junior, semuanya sama. Kalau misal minta tolong mungkin itu wajar-wajar saja.

Saya kan sekarang juga buka warung, saya juga yang jaga karena ya sudah tidak ada kesibukan juga, karna sudah pensiun. Kadang ada juga itu anak-anak Papua yang datang kesini, beli aqua atau rokok. Nanti aquanya ambilnya berapa dan bayarnya berapa, pernah juga ambil begitu saja tidak bayar, ada juga yang kadang mereka membuat alasan dompetnya ternyata tertinggal. Tapi ya saya kasih biar saja, karna ya semestinya mereka juga ada kesadaran. Anggap saja kita juga berbuat baik dnegan orang lain, kan yang berbohong juga yang ambil itu. Ada juga warga yang mengeluh anak-anak yang kadang main gitar sampai jam 2 malam, lalu ada yang

(8)

merayakan ulang tahun jam 12 lebih sampai ribut. Kami juga pernah ke Campus Ministry, tapi tidak pernah ada tindak lanjut. Pernah juga ada dari Lembaga Kemahasiswaan dan juga Kapolsek datang, untuk membahas bagaimana nanti apabila ada yang berbuah rusuh disini, tapi dari kampus itu juga sama tidak ada tindak lanjut, hanya Kapolsek saja yang terlihat ada tindak lanjut setelah dulu ada pertemuan. Dan apabila ada kekacauan lagi, kami akan berkoordinasi dengan Rektor agar dipulangkan, dan seharusnya dari Campus Ministry juga ada tindakan. Ya, tapi sepertinya di Kemiri juga sudah cukup membaik karena ada pertemuan antara RT dengan warga yang lain. Sebenarnya kami tidak menolak, hanya saja kami ingin menciptakan suasana yang nyaman. Kami juga berharap pada setiap pemilik kos untuk lebih selektif memilih anak kos. Kalau seandainya dari pihak kampus mau turun ke warga atau ikut memantau kos-kosan disini, warga pasti juga akan senang.

Wawancara 6

Pak Legiman – Keamanan Kemiri Umur : 60 tahun

Menurut saya, sekarang etnis Luar Jawa kesukuannya sangat kental dan dengan masyarakat disini mereka tidak mau beradaptasi, bahkan kadang mereka terlihat angkuh. Kadang kalau ulang tahun mereka terlihat tidak berbudaya, kalau diperingatkan marah dan kalau tidak mau dibubarkan ya kita akan mengkerahkan warga supaya membubarkan. Papua itu paling menonjol, kadang mereka tidak mau pakai helm kalau naik motor dan kalau diperingatkan lagi nanti marah. Dan mereka biasanya selalu berhubungan dengan alkohol, meskipun sekarang sudah sedikit berubah. Kami warga Kemiri sebenarnya tidak menolak mereka untuk kos disini, hanya saja kami ingin mereka agar mau beradaptasi, kalau kita rapat kita juga pernah mengundang untuk datang, tapi ternyata juga tidak datang. Dulu pernah anak Papua disini memukul warga, kami juga melaporkan ke UKSW dan katanya sudah dipulangkan sekarang. Karena disana dengan disini kan sudah berbeda budayanya, kalau disana bebas. Di Kemiri itu setiap RT ada intel dari Kepolisian, kadang kami juga berharap kampus mau masuk ke kampung atau turun masuk ke wilayah Kemiri agar kami warga juga merasa senang dan otomatis dengan begitu mahasiswa kan juga menjadi teratur, karena sekarang tidak teratur selama 24jam, bahkan sangat sulit dikontrol. Pernah juga dulu saya dapat laporan, mereka kalau makan tidak bayar,

(9)

entah itu nanti alasannya dompet tertinggal atau uangnya kurang lalu ditinggal begitu saja, ada juga laporan dari rental motor kalau mereka kadang hutang, tapi kami juga tidak bisa turun tangan karena itu kan hubungannya dengan yang punya rental, dari kami ya hanya menyarankan untuk melapor ke kampus. Ya harapan kami, kampus mau memberi pembekalan pada mahasiswa sebelum mereka kuliah disini, itu kan juga untuk kita bersama, ketentraman kita bersama juga. Wawancara 7

Pak Slamet – Keamanan Umur : 46 tahun

Pandangan saya terhadap orang Luar Jawa, mahasiswa yang disini itu kadang masih membawa adat dari sana dan akhirnya mereka tidak peduli dengan adat disini. Tapi kalau yang sudah lama kuliah disini mereka sudah bisa menyesuaikan, mereka sudah mau beradaptasi. Kalau seperti Papua itu mereka cuek, tidak peduli sekitarnya, lingkungannya bagaimana dan seperti apa. Kadang juga sudah ditegur tapi juga masih melanggar aturan, seperti contohnya di asrama, jam malam sampai jam 12 tapi pulang lebih dari jam tersebut, sampai kadang sembunyi-sembunyi pulangnya. Mabuk pun kadang mereka tidak lihat waktu, lupa waktu dan tidak kontrol diri, padahal setahu saya kan mereka ada paguyuban yang juga menaungi mereka, apa ya kadang tidak diberitahu atau diingatkan. Karena kalau ada masalah kita juga kadang melapor atau memberitahu ketua etnisnya kalau ada masalah agar kita bisa berkoordinasi, jadi itu juga bisa memudahkan masyarakat dan menghambat hal-hal yang tidak diinginkan dari pihak kami maupun pihak etnis yang bersangkutan. Kami juga mengharapkan kampus mau memberikan pembekalan waktu OMB, lalu kampus juga m,au menindaklanjuti/memberi efek jera kepada mahasiswa yang bermasalah, dan kami juga mengharapkan kampus mau mengadakan pertemuan beberapa bulan sekali dan kami juga ingin agar Pembantu Rektor 3 juga ada koordinasi dengan warga Kemiri.

Wawancara 8

Pak Marjono – Pemilik Warung Makan Umur : 60 tahun

Sebenarnya mahasiswa Papua itu ramah, dulu kalau ada kerja bakti ikut membaur dengan warga.Tapi ya, terkadang mereka kalau bicara keras. Pernah juga mereka makan tidak bayar, lalu

(10)

besoknya datang makan lagi mereka bayar, tapi kita kadang mau negur juga ada rasa ewuhjadi ya dibiarkan saja. Mereka juga kalau diperhatikan suka kumpul sampai larut malam, kalau ditegur malah menunjuk orang lain, kalau ribut kadang membuat warga kan juga terganggu kalau mereka tidak tahu waktu seperti itu. Malah kadang ada warga yang negurnya harus lempar batu dulu, nanti diam sebentar ribut lagi. Ada juga yang suka mabuk, perrnah dulu sampai tidur di depan warung sampai pagi. Di Kemiri sendiri tidak pernah menolak, kalau dari warganya, tetapi kalau untuk kos mungkin beberapa memang sudah menolak saya dengar, karena ya mereka sulit dikontrol. Padahal sudah ada jam malam tapi nanti dilanggar, kalau pindah kos juga katanya tidak pernah bilang tapi langsung pindah tidak pamit dengan penjaganya. Kami ingin mereka juga membaur dengan warga, mau membuka diri, tidak hanya bergerombol dengan sesama etnisnya saja

Wawancara 9

Bu Tuntun ( pemilik warung ) Umur : 37 tahun

Menurut saya mahasiswa Jawa ataupun Luar Jawa tidak berbeda. Saya tidak melihat etnisnya maupun itu Jawa ataupun Luar Jawa, kalau perilakunya tidak sesuai dengan norma yang berlaku pasti tak tegur, kebetulan sini kebanyakan yang kos orang luar Jawa terutama Ambon, cuma sejauh ini anak yang kadang disini ya paling cuma minum tapi pasti selalu tak peringati dulu biar tidak terjadi hal yang tidak dinginkan, kayak mabuk trus keluar kos yang bisa mengundang masalah, atau suara mereka yang gak kekontrol. Daripada nanti terjadi hal yang tidak diinginkan, kan lebih baik kita memperingatkan. Karena ada sebagian dari mereka yang akhirnya bermasalah dengan warga, entah itu ributlah atau berantem.Saya pernah dengar ada warga yang mengeluh, karna kadang mereka berisik dan tidak tahu waktu. Tapi, bagi saya itu sudah menjadi hal biasa juga disini, kadang kan juga ada yang datang makan disini. Sejauh ini juga mereka baik sama saya, tidak pernah tidak bayar kalau disini. Harapan saya sih untuk kampus ya, berikan pembekalan untuk mereka, berikan arahan. Disini mereka kan kewajibannya belajar, kalaupun ada yang berbuat tidak baik diberiakan teguran untuk mereka.

Wawancara 10

(11)

Umur : 55 tahun

Sebenarnya kalau pandangan warga sama anak-anak Papua ya hampir semua kalau di Kemiri, dari RT/RW hingga warga kan setiap bulan ada pertemuan dan keluhan yang di bahasa kan juga masalah perilaku yang kurang nyaman yang di timbulkan mahasiswa dari luar Jawa termasuk Papua, kalau dari saya memang melihat anak Papua itu kurang bisa berbaur ya dan juga kadang seenaknya, kayak pesta ulang tahunnya tau pesta lainya mesti pada minum dan ujung-ujungnya keluar kos bikin buat masalah. Kalau dari soal agama, akmi warga tidak pernah ada masalah.Kita saling menghargai disini, karna juga mahasiswa disini juga banyak yang nasrani.Kita di Kemiri sini pasti tidak sekedar mencap orang menjadi buruk atau baik, semuanya ada penyebab, jika banyak warga yang merasa kurang nyaman dengan anak-anak luar Jawa berarti harus kita liat ketidank senangannya di mana, yah namanya manusia selalu memiliki sisi lemah mungkn saja apa yang orang lain tidak suka tentang sikap kita itu muncul secara tidak sengaja kan ini tidak bisa serta merta di salahkan, Cuma kalau memang kesalah itu muncul karena memang kegagalan seseorang untuk berbaur dengan lingkungan kan tentu bisa di tegur, kayak anak-anak Sumba pernah saya tegur karena sudah subuh orang ke Masjid mereka masi teriak-teriak nyanyi karena minunm jadinya mereka gak ngontrol, ini kan soal etika wong mahasiswa ya mestinya tahu. Keinginan kita dari warga Kemiri sebelum ini semakin berlangsung lama, ya kita bisa kumpul bersama ada yang dari pihak kampus atau kalau misalkan ada paguyuban etnis kita bisa sharing bersama untuk membahas ini, misalkan dari kampus jika ada masalah yang dilakukan beberapa Mahasiswa mungkin ada sanksi, kalau ini tidak segera di urus oleh pihak-pihak yang kiranya berwenang, ya warga yang selalu turun tangan.Memang yang terpenting itu ketika masuk dalam masyarakat baru yang adaptasi dan harus mengikuti kebiasaan di daerah itu minimal tata krama, yah tidak harus juga semua di lakukan karena memang ada hal yang tidak bisa di ikuti semua.Cuma yang kita sayangkan di sini kok mreka seolah-olah mau kalau warga yang menyesuaikan diri, ya tidak heran ada beberapa warga yang memang sudah menolak di wilayah sini.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Setelah itu dilakukan uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan dilanjutkan uji daya hasil lanjut (UDHL). "Tahapan berikutnya uji multi lokasi di 16 lokasi. Tahap ini yang butuh

Dengan demikian media sosial yang terkoneksi dengan jaringan internet dan juga smartphone telah tumbuh menjadi gaya hidup baru yang kemudian amat tepat dikatakan

Padahal, jika kita jujur, banyak hal yang mempengaruhi kebebasan berekspresi: konvensi bahasa, konvensi sastra, nilai-nilai, pemilik modal, selera pasar,

digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh gaya hidup dalam jaringan dan kualitas layanan dalam jaringan terhadap keputusan pembelian dalam jaringan pada konsumen

(3) Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang sedang dalam proses pembangunan atau sudah selesai dibangun namun belum memiliki Izin Usaha sebelum

orang dal.am masyarakaJ::at Berda sarkan pemilika,n tanah dalam masya r ako.t pedel'\8.aD. Di 6IlJIIping kedua golongan ini, dalam perkeaba ngan eekarang ini

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat disimpulkan dan dipilih bahwa penelitian ini akan fokus membahas tentang salah satu kekurangan yang ada di turbin vertikal