• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI KOPERASI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV MI DARUSSALAM BANCAK TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI KOPERASI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV MI DARUSSALAM BANCAK TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

MATERI KOPERASI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV MI

DARUSSALAM BANCAK

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

ERNI ASTUTIK

NIM 115-10-024

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

0

(10)

ABSTRAK

Astutik, Erni. 2017. Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Materi

Koperasi Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas IV MI Darussalam Bancak Tahun 2016/2017. Skripsi, Program Studi S1-Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah, IAIN Salatiga. Pembimbing Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd.

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi siswa kelas IV MI Darussalam Bancak.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas tipe penelitian tindakan partisipan dimana peneliti bekerja sama dengan guru kelas IV MI Darussalam Bancak. Yang terdiri dari 20 siswa, diantaranya 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MI Darussalam Bancak, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Objek penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi kelas IV MI Darussalam Bancak. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu tes dan observasi. Data yang diperoleh berupa hasil tes siswa sebagai data primer dan hasil obsevasi sebagai data pendukung. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif untuk hasil tes dan deskriptif kualitatif untuk hasil observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS bagi siswa Kelas IV MI Darussalam Bancak. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai dari siklus I hingga siklus III. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa pada siklus I ketuntasan prestasi belajar siswa baru mencapai 30%, nilai rata-rata 64,3. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 65%, nilai rata-rata 73. Peningkatan dari tindakan siklus I ke siklus II sebanyak 35%. Selanjutnya, pada siklus III hasil belajar siswa yang mencapai nilai KKM 75 sebanyak 85% , nilai rata-rata 77,5, dengan selisih nilai rata-rata antara siklus II dan siklus III yaitu 4,5. Meningkatnya nilai siswa ini memberi bukti bahwa hasil belajar siswa pada materi koperasi meningkat.

Kata Kunci: Hasil Belajar IPS, Peningkatan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR. ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Hipotesis Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian... 5

F. Definisi Operasional ... 6

G. Metode Penelitian ... 8

1. Rancangan Penelitian ... 8

2. Subjek Penelitian ... 9

3. Langkah-langkah Penelitian ... 11

4. Instrumen Penelitian ... 13

5. Pengumpulan Data ... 13

6. Analisa Data ... 15

7. Indikator Keberhasilan ... 18

H. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 22

B. Ketuntasan Kriteria Minimal (KKM)... 28

C. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)... 32

D. Model Pembelajaran Kooperatif ... 33

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw... 43

(12)

F. Hubungan Model Pembelajaran Dengan Hasil Belajar IPS ... 47

G. Penelitian Yang Relevan ... 48

H. Kerangka Pemikiran ... 52

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 54

B. Proses Pembelajaran... 56

1. Siklus I ... 56

2. Siklus II ... 59

3. Siklus III ... 62

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Per Siklus ... 65

B. Pembahasan Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LEMBAR KONSULTASI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 ... 17

Tabel 2.2 ... 29

Tabel 3.1 ... 45

Tabel 4.1 ... 63

Tabel 4.2 ... 64

Tabel 4.3 ... 65

Tabel 4.4 ... 66

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1...42

Gambar 3.1 ...46

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan strategi pendidikan telah mengalami perubahan yang

sangat fundamental, terutama dilihat dari faktor penentu kemajuan suatu

negara. Di era otonomi ini, pembangunan pendidikan nasional masih

menghadapi sejumlah tantangan. Diantaranya, setiap daerah masih

menghadapi persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kemampuan

perguruan tinggi dalam menjamin anggaran perguruan tinggi, menyiapkan

SDM berkualitas, menyediakan sarana dan prasarana yang mencukupi dan

memenuhi syarat, menyiapkan manajemen yang kuat dan memberdayakan

partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat. Pendidikan di

perguruan tidak saja berfungsi sebagai pewaris nilai-nilai budaya dalam

konteks ilmu pengetahuan, tetapi juga peserta didik bertahan melalui

kreativitas kerja yang diciptakannya untuk tetap dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, pendidikan diperguruan tinggi

dituntut dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai/berharga secara

finansial. (Daryanto:2012:227)

Pengembangan kreativitas serta prakarsa pada peserta didik mungkin

merupakan tuntutan terbesar didunia pendidikan, sebab kemajuan akan

pengetahuan dan teknologi yang sangat dinamis ditambah persaingan

kompetitif memerlukan kreativitas dan prakarsa setiap peserta didik,

anggota keluarga dan anggota masyarakat. Kreativitas individu tidak

(16)

datang dengan sendirinya, tetapi dilahirkan melalui tatanan kehidupan

masyarakat. Evans 1991 dalam buku Abdul Majid (2014: 167) Tatanan

kehidupan di lembaga pendidikan secara formal yang paling dominan

adalah pembelajaran. Praktik pembelajaran dilembaga pendidikan belum

secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang sahih untuk

memberikan peluang peserta didik belajar cerdas, kritis, kreatif dan

memecahkan masalah.

Pengenalan dan pengalaman manusia diluar dirinya tidak hanya

terbatas pada orang-orang yang berada dalam lingkungan keluarga saja,

tetapi juga meliputi orang-orang yang berada dilingkungannya, seperti

teman sepermainan, tetangga warga masyarakat, dan seterusnya.

Pengenalan dan pengalaman manusia dengan lingkungannya itulah

dinamakan hubungan sosial, yang dialami secara beransur-ansur, semakin

mendalam dan meluas. Berawal dari pengenalan dan pengalaman hidup,

hubungan sosial akan menumbuhkan pengetahuan tentang seluk beluk

masyarakat. Dari sinilah kebutuhan hidup tertentu, sifat-sifat manusia,

tempat yang pernah dikunjungi, hal yang baik maupun buruk, hal yang

salah maupun benar, yang semuanya terdapat dalam kehidupan

bermasyarakat akan dapat ditentukan oleh manusia selaku makhluk sosial.

Secara sederhana pengetahuan telah melekat dalam diri seseorang, maupun

yang melekat pada diri kita masing-masing dalam pengenalan dan

pengalaman hidup di masyarakat itulah yang kita kenal dengan sebutan

ilmu pengetahuan sosial (Rasimin:2012:2-3). Ilmu Pengetahuan Sosial

selain mempunyai tujuan membentuk warga negara yang baik, dengan

(17)

memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

dikehidupan masyarakat, juga memiliki fungsi aplikatif. Fungsi yang

dimaksud adalah ilmu pengetahuan sebagai pendidikan. Fungsi ilmu

pengetahuan sosial sebagai pendidikan, selain itu juga memberikan bekal

pengetahuan dan keterampilan yaitu melakukan sesuatu yang berhubungan

dengan kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, gotong

royong, tolong menolong sesama umat manusia dan melakukan tindakan

dalam memecahkan persoalan sosial dimasyarakat (Rasimin, 2012:7-8).

Di dalam proses pembelajaran terdapat beberapa aspek-aspek yang

menunjang ketuntasan nilai pembelajaran. Aspek-aspek nilai yang

dimaksudantara lain mencakup beberapa ranah yaitu ranah kognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotorik. Dalam penerapannya, ketiga ranah

tersebut merupakan suatu rangkaian yang terpisah namun saling berkaitan

satu sama lain.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru

serta siswa kelas IV MI Darussalam Bancak Kecamatan Bancak

Kabupaten Semarang dalam pembelajaran IPS terdapat beberapa

permasalahan khususnya permasalahan dalam hasil belajar siswa.

Permasalahan-permasalah tersebut diantaranya:

1) Guru tidak menerapkan model pembelajaran yang inovatif

2) Siswa sulit menangkap materi yang disampaikan oleh guru.

3) Siswa mengalami kesulitan dalam menyampaikan pemikirannya.

4) Siswa mengalami kesulitan dalam mengemukakan ide atau pendapat.

5) Karena nilai siswa belum mencapai target KKM.

(18)

Berdasarkan berbagai alasan diatas, penulis memberikan sedikit

gambaran tentang solusi yang tepat. Yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Adapun alasan pemilihan model

kooperatif tipe jigsaw, diantaranya:

1) Membantu mendinamisir kelas yang jenuh,

2) Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran,

3) Meningkatkan keterampilan berkomunikasi

4) Mengoptimalkan energi dan mengembangkan kreativitas guru dalam

mewujudkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Adanya berbagai permasalahan tersebut diatas dapat diselesaikan dengan

penelitian tindakan kelas yang berjudul

“ PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

MATERI KOPERASI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV MI

DARUSSALAM BANCAK TAHUN 2016/2017”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar IPS materi koperasi kelas IV MI

Darussalam Bancak?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mencapai

target KKM pada kelas IV MI Darussalam Bancak?

(19)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah;

1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS materi koperasi pada

siswa kelas IV MI Darussalam Bancak melalui model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

2. Untuk mencapai target KKM pada siswa kelas IV MI Darussalam

Bancak melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

D. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan

Hipotesis pada penelitian ini adalah;

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar IPS materi koperasi pada siswa kelas IV

MI Darussalam Bancak?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mencapai

target KKM pada kelas IV MI Darussalam Bancak?

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu :

1. Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori model

pembelajaran IPS.

2. Praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini dapat membantu guru untuk pengembangan

pemilihan model pembelajaran kooperatif yang akan digunakan

dalam proses pengajaran IPS kepada siswa.

(20)

b. Bagi Siswa

Dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw

memungkinkan siswa untuk memiliki banyak kesempatan untuk

mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat

dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota

kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan kelompoknya

dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat

menyampaikan informasinya pada kelompok lain. Disamping itu,

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

ini, mewujudkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa

dan juga siswa bisa belajar dengan suasana menyenangkan dan

lebih menarik dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi

para guru, agar dapat meningkatkan profesionalisme dalam

pengajaran melalui kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK).

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman antara penafsiran yang dimaksud

penulis dalam penggunaan kata pada judul maka akan dijelaskan dalam

definisi istilah.

1. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Etin Solihatin (2009: 4) Cooperative learning mengandung

mengandung pengertian sebagai sustu sikap atau perilaku bersama

dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja

(21)

sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau

lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan

dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

2. Jigsaw

Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar

kooperatif yang menitikberatkaan pada kerja kelompok siswa dalam

bentuk kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan Anita Lie (1993: 73)

bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah merupakan model

belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang

terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa

bekerja saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara

mandiri.

3. Peningkatan Hasil Belajar

Peningkatan hasil belajar IPS adalah proses cara meningkatkan

usaha untuk menggunakan pemahaman dan nilai yang didalamnya

membahas tentang koperasi.

Yang menjadi indikator peningkatan hasil belajar IPS ada 3 yaitu:

a. Nilai siklus III lebih besar dari siklus II, dan siklus I.

b. Terjadi peningkatan keaktifa dan perhatian saat proses

pembelajaran.

c. Siswa semakin termotivasi untuk aktif dengan banyaknya siswa

yang bersemangat dalam penggunaan metode kooperatif tipe

jigsaw.

(22)

Definisi ini memiliki pengertian bahwa menurut W.S Winkel

(1996:53) dalam bukunya psikologi pengajaran memberi penjelasan,

Belajar adalah suatu aktivitas mental psikis, yang berlangsung dalam

interaksi aktiv dengan lingkunganya, dan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pemahaman-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa

keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat dari latihan pengalaman

yang diperoleh.

Jadi, hasil belajar adalah suatu perolehan yang telah dicapai dari suatu

pekerjaan sesuai dengan usaha yangdilakukannya dalam proses kegiatan

belajar.

G. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penulis menggunakan PTK guna mencari pemecahan masalah yang

ditemui peneliti di kelas. PTK akan dilaksanakan tiga siklus. Masing-

masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Menurut Arikunto tahap pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

(23)

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

?

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II Pelaksanaan

Refleksi

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa MI Darussalam Bancak kelas

IV semester dua (genap), tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 20

siswa, terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Lokasi

ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan: 1.)

Keadaan siswa yang cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan belajar

di kelasnya. 2.) Pada mata pelajaran IPS, rata-rata prestasi belajar

siswa tergolong rendah, yaitu masih di bawah KKM yang ditetapkan

(KKM=75).

a. Gambaran Umum Lokasi Madrasah Darussalam Bancak

Peneliti melaksanakan penelitian ini di MI Darussalam Bancak,

kecamataan Bancak Kabupaten Semarang. Madrasah ini terletak di

Desa Bancak RT.03 RW. 07 Kecamatan Bancak Kabupaten

Semarang. MI darussalam Kecamatan Bancak Kabupaten Refleksi

(24)

Seamarang berdiri pada tanggal 1 Januari 1986. Pendirian

Madrasah ini didasari atas pemikiran masyarakat warga sekitar

untuk mencerdaskan masyarakat Desa Bancak terutama dalam

bidang keagamaaan. MI Darussalam Bancak ini berdiri dibawah

naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. Salah satu

strategi yang digunakan untuk mengukuhkan eksistensi lembaga

tersebut ditengah masyarakat adalah tujuan, visi, dan misinya.

1) Tujuan MI Darussalam Bancak

a) Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif (PAKEM,

CTL).

b) Mengembangkan potensi akademik, minat dan bakat siswa

melalui layanan bimbingan dan konseling dan kegiatan

ekstra kurikuler.

c) Meningkatkan prestasi akdemik siswa di bidang seni dan

olahraga lewat kejuaraan dan kompetisi. Membiasakan

perilaku islami di lingkungan madrasah.

2) Misi MI Darussalam Bancak

Tekun beribadah, berakhlakul karimah, unggul dalam prestasi

dan terampil.

3) Visi MI Darussalam Bancak

a) Menambahkan aqidah dengan beribadah.

b) Menumbuhkan semangat untuk maju.

c) Membiasakan berperilaku sesuai dengan ajaran islam.

(25)

d) Menjadikan siswa belajar PAKEM (Pembelajaran Aktif,

Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

4) Keadaan Guru MI Darussalam Bancak

Guru di MI Darussalam Bnacak berjumlah 9 orang terdiri dari

7 guru tetap yayasan, 1 orang guru olahraga, 1 orang kepala

Madrasah yaitu Bapak Muh Sholeh S.Ag. berikut ini data

lengkap tentang guru di MI Darussalam Bancak.

1.1Daftar Guru MI Darussalam Bancak

No Nama L/P Pendidikan Alamat

1 Listyowati S.Pd P PAI Sawit, Desa Bancak

2 M. Kobet S.Pd.I L PAI Banaran Desa Bancak

3 Muh. Sholeh, S.Ag L PAI Krajan Desa Bancak

4 Alimin Taufiq S.Pd.I L PAI Banjarsari Desa Bancak

5 Wiwik Maezunanik P PAI Krajan Desa Bancak

6 Khoirul Anwar S.Pd.I L PAI Banjarsari Desa Bancak

7 Syaekodin S.Pd.I L PAI Banjarsari Desa Bancak

8 Anik Ambar Wati P PAI Krajan Desa Bancak

9 Surya lutfatul A. P PAI Banaran Desa Bancak

3. Langkah-langkah Penelitian

Arikunto (2006:20), mengemukakan bahwa tahap-tahap dalam

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari empat tahapan penting

meliputi: (1)Planning (rencana), (2) Action (tindakan), (3) Observation

(26)

(pengamatan) dan (4) Reflection (refleksi). Lebih jelasnya sebagai

berikut :

a. Perencanaan (Planning)

1) Pembuatan rencana pembelajaran (RPP terlampir)

2) Menyiapkan sumber belajar yang meliputi: Buku IPS untuk MI

Kelas IV

3) Membuat lembar observasi guru dan siswa, untuk melihat

bagaimana situasi pembelajaran

4) Membuat soal test.

b. Tindakan (Action)

Tahap pelaksanaan tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan

implementasi isi rancangan, yaitu melaksanakan pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal yang harus

diingat bahwa penelitian harus menaati apa yang sudah dirumuskan

dalam rancangan, tetapi harus berlaku wajar dan tidak dibuat-buat.

c. Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan,

keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Kegiatan ini

bertujuan untuk memperoleh data yang akurat bagi perbaikan siklus

berikutnya. Observasi dilakukan terhadap guru dan siswa.

Pengamatan guru dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru

dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,

sedangkan pengamatan terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui

keadaan siswa dalam proses pembelajaran.

(27)

d. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali

data ataupun informasi yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.

Hasil refleksi inilah yang menjadi landasan untuk menentukan

perencanaan tindakan pembelajaran pada siklus berikutnya, dengan

demikian pelaksanaan tindakan siklus II merupakan perbaikan dari

siklus I, dan pelaksanaan siklus III merupakan perbaikan dari siklus

II.

4. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah :

1) Lembar soal tes

2) Lembar observasi/ pengamatan bagi siswa

3) Lembar pengamatan bagi guru

5. Pengumpulan Data

Data merupakan informasi- informasi tentang obyek penelitian.

Hasil yang diperoleh digunakan untuk menjawab masalah dan menguji

hipotesis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut :

a. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain

yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,

intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu

atau kelompok (Arikunto, 2006: 150)

(28)

Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPS. Tes yang dimaksud yaitu pre test dan post test.

b. Observasi

Menurut Tatag Siswono (2008: 25), Observasi adalah upaya

merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama

tindakan perbaikan itu berlangsung dengan atau tanpa alat bantuan.

Sebagai alat pengumpul data, observasi langsung akan memberikan

sumbangan yang sangat penting dalam penelitian deskriptif.

Jenis-jenis informasi tertentu dapat diperoleh dengan baik melalui

pengamatan langsung oleh peneliti.

Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan siswa dan

peneliti selama kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung.

Observasi ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.

Hal yang perlu diamati oleh observer meliputi keaktifan dalam

kerja kelompok, dan kemampuan mengkomunikasikan hasil kerja

(presentasi).

Model pembelajaran ini digunakan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran mata

pelajaran IPS antara guru dan siswa dalam proses kegiatan

belajar mengajar.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan

(29)

dengan metode lain, metode ini tidak begitu sulit dilakukan, dalam

arti apabila sumber datanya tetap belum berubah (Nur kholis, 2006:

21-22)

Secara sempit dokumentasi dapat diartikan sebagai kumpulan

data yang berbentuk tulisan, sedangkan dalam arti luas

dokumentasi berupa sertifikat, foto dan lain-lain (Arikunto,

2005:64). Untuk lebih memperkuat hasil penelitian ini peneliti

menggunakan dokumentasi berupa foto-foto pada saat siswa

melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi koperasi.

6. Analisa Data

Analisis hasil observasi diperoleh dari pengamatan untuk mengisi

lembar observasi saat mengamati proses belajar mengajar pada setiap

siklus. Analisis ini dilakukan untuk hasil observasi aktivitas guru,

aktivitas siswa dan aktivitas siswa dalam kelompok. Analisis lembar

observasi digunakan rumus :

Penilaian hasil belajar individu :

𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓= 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡𝐬𝐤𝐨𝐫𝐲𝐚𝐧𝐠𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡

𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡𝐬𝐤𝐨𝐫𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ×𝟏𝟎𝟎

Rumus ketuntasan klasikal:

𝑷= ∑𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐭𝐮𝐧𝐭𝐚𝐬𝐛𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫

∑𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 ×𝟏𝟎𝟎

(30)

Ketuntasan belajar rata-rata kelas:

𝑴 =∑⨍ᵡ 𝐍

Keterangan:

P = presentasi frekuensi yangmuncul f = banyaknya aktivitas siswayang muncul. N = jumlah aktivitaskeseluruhan

M = mean (nilai rata-rata)

∑ fx = jumlah skor yangdiperoleh

N = jumlah skor maksimal

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisir data, memilah-milahnya menjadi

satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesiskanya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain (Yonny A, 2010: 176). Dalam

Penelitian Tindakan Kelas ini proses analisis data dimulai dengan

menelaah seluruh data yang terseedia dari berbagai sumber, yaitu dari

wawancara, observasi, (pengamatan) yang sudah ditulis dalam sebuah

catatan lapangan.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti dapat mengumpulkan dua

jenis data yaitu (Arikunto, 2008: 131):

1. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dapt dianalisis secara

deskriptif. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakan analisis statistik

secara deskriptif. Misalnya mencari nilai rata-rata, presentase

keberhasilan belajar dan lain-lain.

2. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi yang

berbentukkalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa

(31)

tentang tingkat pemahaman terhadap suatu pelajaran (kognitif),

pandangan atau sikap siswa terhadap model belajar yang baru (afektif),

aktivitas siswa mengikuti pelajaran, motivasi bbelajar dan sejenisnya.

Dalam hal ini, peneliti dapat menggunakan analisis deskriptif

kualitatif.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti melakukan analisis statistik

deskriptif pada hasil data yang berupa data kuantitatif. Baik itu data hasil

dari tes atau penilaian hasil belajar dengan mencocokkan kunci atau

alternatif jawaban yang benar sesuai dengan konsep dari bidang ilmu yang

besesuaian. Kemudian disesuaikan dengan indikator keberhasilan untuk

mengambil kesimpulan (Tatag, 2008: 28).

Kegiatan menganilis tingkat keberhasilan siswa yang terdapat di akhir

setiap pembelajaran pada masing-masing siklus, dilakukan oleh peneliti

melalui suatupenilaian dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes

paa setiap siswa. Adapun untuk analisis perhitungan tes tersebut dilakukan

dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu:

1) Analisis ketuntasan belajar

Peneliti akan menghitung analisis ketuntasan belajar ini dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Purwanto, 2004: 102):

Ketuntasan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 × 100%

2) Analisis nillai rata-rata klasikal siswa

Peneliti akan menghitung nilai rata-rata klasikal siswwa dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Rata-rata =∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

∑ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100%

(32)

3) Perhitungan nilai tes

Peneliti dapat menghitung nilai dari suatu kegiatan tes individu

menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai=𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑘𝑜𝑟𝑠𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ × 100%

7. Indikator Keberhasilan

Adapun indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan keberhasilan

pelaksanaan model pembelajaran peneliti dalam penelitian ini ada dua kriteria, yaitu:

1. Indikator kualitatif meliputi tingkat keantusiasan dan semangat belajar siswa

dalam mengikuti pembelajaran peneliti serta sikap mereka terhadap model

pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti.

2. Indikator kuantitatif berupa besarnya skor ujian yang diperoleh siswa dan

selanjutnya dibandingkan dengan batas minimal lulus (kriteria ketuntasan

minimal/KKM) mata pelajaran.

Berdasarkan kedua indikator tersebut dapat dijelaskan bahwa keberhasilan

pembelajaran peneliti dalam penelitian ini dapat dilihat dari segi proses dan

dari segi hasil. Hal ini sebagaimana pendapat E. Mulyasa bahwa kualitas

pembelajaran didapat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses,

pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau

setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik,

mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu

menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar

dan rasa percaya pada diri sendiri (E. Mulyasa, 2005: 101). Ini dapat

ditentukan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya dengan melihat data

dari hasilobservasi lapangan (pada saat proses pembelajaran berlangsung).

(33)

Sehingga, jika hasil observasi yang dilakukan pengamat terhadap peneliti

dan siswa pada tingkat keefektifan belajar mencapai ≥ 75%, maka dapat

dikatakan pembelajaran sudah berhasil.

Sedangkan dari, hasil proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila

terjadi perubahan perilaku positif pada diri siswa seluruhnya

setidak-tidaknya sebagian besar 75% (Maunah, 2005: 97). Ini dapat ditentukan

dengan berbagai pertimbangan, diantaranya dengan melihat data dari hasil

tes.

Setiap mata pelajaran di madrasah memiliki standar ketuntasan yang

berbeda-beda. Madrasah yang digunakan peneliti yaitu MI Darussalam

Bancak telah menentukan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah 75. KKM ini akan

digunakan peneliti sebagai barometer keberhasilan belajar siswa kelas IV

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Artinya jika hasil tes siswa telah dicapai ketuntasan 100% atau

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥ 75 atau tepat pada

KKM yang telah ditentukan, maka pembelajaran dalam penelitian yang

dilakukan oleh peneliti dapat dikatakan berhasil.

Penerapannya, jika kriteria ketuntasan pada siklus pertama belum

mencapai target yang telah ditentukan maka akan dilaksanakan siklus kedua

dan begitu juga dengan seterusnya sampai ketuntasan yang diharapkan

benar-benar tercapai.

(34)

H. Sistematika penulisan

Sistematika laporan hasil penelitian tindakan kelas ini disusun dalam

format skripsi sebagai berikut:

1. Bagian awal skripsi, terdiri dari: bagian muka pada bagian ini antara

lain judul abstrak surat pernyataan, nota pembimbing, pengesahan,

motto, persembahan, kata pengantar daftar isi, daftar tabel, daftar

lampiran.

2. Bagian isi skripsi yang merupakan materi skripsi secara keseluruhan

terdiri dari 5 bab dengan uraian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, manfaat definisi operasional, istilah, metode, dan sistematika

penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berisi kajian pustaka yang mencakup: Hasil belajar siswa meliputi

definisi belajar, jenis-jenis belajar, prinsip-prinsip belajar, hasil belajar,

faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar, Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM), KKM individual, KKM kelas, KKM

nasional. Pengertian IPS, tujuan IPS, pengertian model pembelajaran

kooperatif, pengertian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,

hubungan model pembelajaran dengan hasil belajar IPS.

BAB III LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN

(35)

Memuat jenis penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, indikator keberhasilan,

tahap-tahap penelitian, proses pembelajaran siklus I,II dan III.

Masing-masing siklus akan menjelaskan perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Dalam bab IV menguraikan analisis persiklus pembelajaran dan

terakhir analisis peningkatan hasil belajar materi IPS materi koperasi

kelas IV MI Darussalam Bancak Kec. Bancak Kab. Semarang

menggunakan model pembelajran kooperatif tipe jigsaw.

BAB V PENUTUP

Pada bagian ini mencakup tentang daftar pustaka, lampiran-lampiran

dan daftar riwayat hidup.

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. BELAJAR

1. Pengertian Belajar

Dalam bukunya teaching & Media-A systematic Approach (19710

dalam Arsyad (2011:3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan

perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati.

Dengan kata lain perilaku adlah suatu tindakan yang dapat diamati atau

hasil yang diakibatkan oleh tindakan yang diamati. Slameto (2003:2)

bependapat secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa dengan lingkunganya dalam

memenuhi kebutuhannya.

Menurut Cronbach dalam Djamarah (2002:13) belajar sebagai

usaha aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari pengalaman. Menurut Djamarah belajar juga dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu

jiwa dan raga. Gerak tubuh yang nampak harus sejalan dengan proses jiwa

untuk memperoleh perubahan. Perubahan yang didapatkan itu bukan

perubahan fisik saja, tetapi juga perubahan jiwa dengan sebab masuknya

kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah

perubahan yang berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Higar dan

Bower mendefinisikan Belajar adalah menguasai pengetahuan melalui

pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman mendapatkan informasi

atau menemukan (Baharudin, 2008:13).

(37)

Dari beberapa definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli

pendidikan dapat ditarik pengertian yang sama akan pengertian belajar,

yaitu belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, dan sikap

tingkah laku yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, baik dari guru

maupun teman sebaya dan dari bangku sekolah atau dari pengalaman.

Semuanya itu bisa dikatakan terjadinya proses belajar dalam diri manusia.

Kemampuan manusia seperti ini yang menjadi pembeda terhadap makhluk

yang lain. Belajar memiliki keuntungan bagi individu maupun masyarakat.

Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus menerus akan

memberi kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya.

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar diatas, sesuai yang

diungkapkan oleh Abdillah (Aunurrahaman, 2010: 35) bahwa belajar

diperoleh melalui usaha untuk merubah tingkah laku seseorang melalui

aktivitas dengan dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku sebagai

hasil pengalaman seseorang. Dalam belajar tersebut, yang diperoleh dari

belajar yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Prinsip Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran supaya belajar menjadi efektif dan

menyenangkan maka perlulah memperhatikan prinsip-prinsip belajar.

Baharudin (2006: 16) prinsip-prinsip belajar diantaranya:

1) Adapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang

lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif.

2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuan.

(38)

3) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila penguatan langsung pada

setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.

4) Penguasaan yang sempurna dan setiap langkah yang dilakukan siswa

akan membuat proses belajar semakin berarti.

5) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung

jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2005: 3), bahwa hasil belajar siswa pada

hakikatnya adalah perubahan yang telah terjadi melalui proses

pembelajaran. Perubahan tingkah laku tersebut merupakan

kemampuan-kemampuan siswa setelah aktifitas belajar yang menjadi

hasil perolehan belajar. Dengan demikian hasil belajar adalah

perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami

pembelajaran.

Menurut Benjamin Bloom dalam (Nana Sudjana, 2009: 22-23)

hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah yaitu: 1) Ranah Kognitif, yaitu

berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek yaitu pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintetis, dan evaluasi; 2) Ranah Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap

yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,

penelitian, organisasi, dan internalisasi; 3) Ranah Psikomotorik, yaitu

berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

(39)

bertindak. Ada enam aspek ranah Psikomotorik, yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuanperceptual,

keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan

gerakan ekspresif dan interpretatif.

Tiga ranah yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom yaitu ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik merupakan ranah yang

dapat dilakukan oleh siswa. Ketiga ranah tersebut dapat diperoleh

siswa melalui kegiatan belajar mengajar. Pada penelittisn ini yang

diukur adalah ranah kognitif saja karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 23-19) ranah

kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yakni

a) Pengetahuan, contohnya pengetahuan hafalan atau untuk diingat

seperti rumus, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, istilah

tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dikuasainya

sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep lainnya.

b) Pemahaman, contohnya menjelaskan dengan susunan kalimat,

memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau

mengungkapkan petunjuk penerapan pada kasus lain.

c) Aplikasi, yakni penerapan didasarkan atas realita yang ada

dimasyarakat atau realita yang ada dalam teks bacaan.

(40)

d) Analisis, yaitu usaha memilah suatu integritas menjadi

unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau

susunannya.

e) Sintesis, yakni kemampuan menemukan hubungan yang unik,

kemampuan menyusun rencan atau langkah-langkah operasi dari

suatu tugas atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau

susunannya.

f) Evaluasi, yaitu pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang

mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,

pemecahan masalah, metode, materiil, dll.

Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah kognitif dengan

tiga tipe hasil belajar yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.

Pemilihan ketiga ranah tersebut karena subjek yang diteliti adalah

kelas IV. Untuk materi yang digunakan adalah koperasi pada semester

II. Pemilihan materi karena bertepatan dengan waktu penelitian di MI

Darussalam Bancak.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Menurut Baharudin (2008: 19), faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: faktor internal dan

eksternal.

a) Faktor Internal

(41)

Faktor Internal adalah faktor- faktor yang berasal dari dalam diri

individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-

faktor internal ini meliputi faktor fisiologi dan psikologi.

1) Faktor Fisiologi

Faktor fisiologi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik individu.

2) Faktor Psikologi

Beberapa faktor psikologi yang utama meempengaruhi proses

belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan

bakat.

b) Faktor Eksternal

Faktor- faktor eksternal ini meliputi faktor lingkungan sosial dan

lingkungan non-sosial.

1) Lingkungan Sosial, yang mempengaruhi proses belajar adalah

lingkungan sosial sekolah, lingkungan masyarakat dan

lingkungan sosial keluarga.

2) Lingkungan non-sosial, yang mempengaruhi proses belajar

adalah lingkungan alamiah, faktor instrumental dan faktor

materi pelajaran.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat

membantu melancarkan proses belajar mengajar dan

pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Dan

(42)

dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

B. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Menurut Tatag (2008: 75-81) salah satu pedoman penilaian pada

kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni

menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan siswa. Kriteria

paling bawah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan

dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM ditetapkan oleh

satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran

(MGMP) di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yng

memiliki karakteristik yang hampir sama dan KKM harus ditetapkan

sebelum awal tahun ajaran dimulai.

Kriteria ketuntasan menunjukkan presentase tingkat kompetensi sehingga

dinyatakan dengan angka maksimal 100. Angka maksimal 100 merupakan

kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan

mencapai angka minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari KKM

dibawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.

Dapat disimpulkan bahwa KKM adalah kriteria paling rendah untuk

menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan.

2. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan KKM:

a. Kompleksitas

(43)

Komplesitas merupakan tingkat kesulitan materi pada tiap

indikator, kompetensi dasar maupun standar kompetensi. Semakin

tinggi tingkat kompleksitas maka semakin kecil skor yang dipakai.

Rentang nilai yang digunakan miaalnya: jika kompleksitas tinggi

rentang nilai yang digunakan (50-64), kompleksitas sedang (64-80),

dan kompleksitas rendah (81-100).

b. Daya Dukung

Ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah

dalam menunjang kegiatan belajar siswa. Sekolah yang memiliki daya

dukung tinggi maka skor yang digunakan juga tinggi. Pada aspek daya

dukung rentang nilai yang digunakan sangat fleksibel sesuai dengan

kondisi sekolah. Salah satu contohnya: jika daya dukung tinggi maka

rentang nilai yang digunakan (50-64), kompleksitas sedang (64-80),

dan kompleksitas rendah (81-100).

c. Intake

Intake merupakan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Intake bisa

didasarkan pada hasil nilai/nilai penerimaan siswa baru dan nilai yang

dicapai siswa pada kelas sebelumnya (menentukan estimasi). Contoh

rentang nilai yang bisa digunakan: jika intake siswa tinggi maka

rentang nilai yang digunakan (81-100), intake sedang (65-80), untuk

intake rendah (50-64).

Penentuan KKM dapat pula ditentukan dengan menghitung tiga aspek

utama dalam proses belajar mengajar siswa. Secara berurutan cara ini dapat

(44)

menentukan KKM indikator- KKM Kompetensi Dasar (KD)- KKM Standar

Kompetensi (SK) – KKM Mata Pelajaran.

Indikator pertama memiliki kriteria: kompleksitas sedang, daya dukung

sedang, dan intake siswa sedang.

Indikator kedua memiliki kriteria: kompleksitas sedang, daya dukung sedang,

dan intake siswa rendah.

Indikator ketiga memiliki kriteria: kompleksitas sedang, daya dukung

sedang, dan intake siswa sedang.

Indikator keempat memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung

sedang, dan intake siswa rendah.

Nilai = (𝐾𝑜𝑚𝑝𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠+𝐷𝑎𝑦𝑎𝐷𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔+𝐼𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒)

3 × 100

Nilai KKM = (75+65+65+65)

4 × 100 = 67,5

Tabel 2.1

Batas Nilai Kelulusan dalam Pembelajaran Koperasi

Rentang Nilai Kriteria

>75 Tuntas

≤75 Belum Tuntas

Adapun Standar Ketuntasan Kelas (SKK)

SKK = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑇𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 × 100

Jika hasilnya ≥85% maka klasikalnya dianggap tuntas.

(45)

3. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal

a) Sebagai pedoman bagi guru dalam menilai kompetensi pesert didik

sesuai KD mata pelaajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar (KD)

dapat diketahui tingkat tercapainya berdasarkan KKM yang

ditentukan. Guru harus memberikan reaksi/tanggapan yang tepat

terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian

layanan remedial atau layanan pengayaan.

b) Sebagai pedoman bagi ppeserta didik dalam menyiapkan diri

mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan

indikator ditetapkan KKM yang harus dilampaui dan dikuasai oleh

peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri

dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM.

c) Bisa difungsikan sebagai bagian komponen dalam melakukan suatu

evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakn disekolah. Evaluasi

dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan

pencapaian KKM sebagai parameternya.

d) Sebagai perwujudan kontrak pendagogik antara pendidik dengan

peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan peserta didik dan

antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian

KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara

pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.

Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan

proses

(46)

C. Ilmu Pengetahuan Sosial

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Sapriya (2009: 11), Mata Pelajaran IPS merupakan sebuah

nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi,

Ekonomi, serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya.

Istilah social studies yang berasal dari istilah Bahasa Inggris

kemudian diterjemahkan kke dalam Bahasa Indonesia menjadi IPS.

Perkembangan dan pengembangan IPS di Indonesia, ide-ide dasarnya

banyak mengambil pendapat yang berkembang di Amerika Serikat Sapriya

(2009: 7). Pengertian IPS adalah bidang studi yang mempelajari,

menelaah, menganalisis gejala dan madalah sosial di masyarakat dengann

meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan (Sardjyo,

dkk. 2009:26).

2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Pembelajaran IPS bukan bertujuan untuk memenuhi ingatan

pengetahuan para siswa dengan berbagai fakta dan materi yang harus

dihafalnya, melainkan untuk membina mental yang sabar akan tanggung

jawab terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada masyarakat,

bangsa, dan negara (Abdul Aziz Wahab 2009: 19). Mengenai tujuan Ilmu

Pengetahuan Sosial (pendidikan IPS), para ahli sering mengaitkannya

dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program

pendidikan. Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran

bahwa pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu IPS

(47)

harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian tujuan

pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam

menguasai ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih

tinggi (Nana Supriatna, dkk. 2007: 5)

Menurut Rudi Gunawan (2011: 40-41) secara keseluruhan tujuan

pendidikan IPS di SD/MI adalah sebagai berikut:

a) Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam

kehidupannya kelak dimasyarakat.

b) Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi,

menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan sosial yang terjadi

dalam kehidupan masyarakat.

c) Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif

dan ketarmpilan dengan pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi

bagian dari kehidupan tersebut.

d) Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan

pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan

kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.

D. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Abdulhak dalam Rusman (2011: 203) menyatakan pada hakikatnya

cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu,

banyak guru yang menyatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam

cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan

(48)

pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok.

Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan

cooperative learning.

Slavin dalam Etin Solihatin (2009: 4) menyatakan bahwa cooperative

learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan

bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya

yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan dari

kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok,

baik secara individual maupun secara kelompok.

Dengan demikian pembelajaran kooperatif bergantung pada

efektivitas kelompok-kelompok siswa. Dalam pembelajaran ini, guru

diharapkan membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan

berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk

memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman

satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab

mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota

untuk mempelajarinya juga.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran koperatif berbeda dengan kelompok tradisional

yang merupakan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu

diorentasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan menurut Slavin

dalam Tukiran Taniredja, tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah

(49)

menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau

dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran

kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan

pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim dkk dalam Umi

Kulsum (2011: 83-84), yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Beberapa ahli dapat berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang

model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan

kooperatif telah dapt meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik

dan perubahan norma yang berh berhubungan dengan hasil belajar.

Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa

kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama

menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,

kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran

kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang

kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajr

saling menghargai satu sama lain.

(50)

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.

Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab

saat ini banyak anak muda masih kurang memiliki keterampilan sosial.

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain

berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai kelompok orang lain,

memancing teman bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja

dalam kelompok dan sebagainya.

3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Asma (2006: 14), dalam pembelajaran kooperatif setidaknya

terdapat lima prinsip yang dianut yaitu: 1) Belajar siswa Aktif, yaitu

proses pembelajaran berpusat pada siswa dan aktivitas belajar lebih

dominan dilakukan siswa; 2) Belajar Kerjasama yaitu siswa secara

langsung terlibat secara aktif dalam kelompok untuk melakukan diskusi;

3) Pembelajaran Partisipatriotik, yaitu siswa melakukan kerjasama untuk

menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan bersama;

4) Reactive Teaching, yaitu guru perlu menciptakan suasana belajar yang

menarik dan menanyakan sehingga siswa mempunyai motivasi belajar

yang tinggi; dan 5) Pembelajaran yang menyenangkan, yaitu model

pembelajaran tidak akan berjalan secara efektif jika suasana belajar yang

ada tidak menyenangkan.

(51)

Dari prinsip-prinsip di atas, berarti prinsip pembelajaran kooperatif

lebih menekankan pada pembelajaran siswa untuk lebih aktif dalam

pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan dengan berkelompok itu pun

harus ada kerja sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan

sehingga anak dapat termotivasi belajar. Motivasi belajar dengan didukung

pembelajaran yang menyenangkan adgar anak tidak bosan mengikuti

pembelajaran.

4. Unsur-unsur Dasar Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar model pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

asal-asalan. Menurut Roger dan David Johnson dalam Rusman, ada dalam

model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

Lima unsur dasar dalam model pembelajaran kooperatif (Cooperative

Learning) adalah sebagai berikut:

a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada

dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan

yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota

kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan

tersebut.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:

(52)

1) Menumbuhkan perasaan siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika anggota kelompok

mencapai tujuan. Siswa harus bekerja sama untuk mencapai tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan

penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai

tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga siswa dalam kelompok hanya

mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya,

mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka

menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

4) Setiap siswa ditugasi dengantugas atau peran yang saling

mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling

terikat dengan siswa lain dalam kelompok.

b. Personal responsibility (tanggungjawab perseorangan)

Tanggung jawab perseorangan artinya setiap siswa akan merasa

bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Unsur ini

merupakan konsekuensi dari unsur yang pertama. Oleh karena itu,

keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka

setiap anggota kelompok harus memiliki rasa tanggunga jawab sesuai

dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberkan yang terbaik untuk

keberhasilan kelompoknya.

Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan

adalah:

(53)

1) Melakukan asesmen terhadap siswa

2) Memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk

mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada

siswa di depan kelas.

3) Mengamati setiap kelompok dan mecatat frekuensi individu dalam

membantu kelompok.

4) Menugasi seorang siswa untuk berperan sebagai pemeriksa

dikelompoknya.

5) Menugasi siswa mengajar temannya.

c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif/ interaksi

tatap muka)

Interaksi tatap muka yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada

setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan

diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota

kelompok lain.

Menurut Agus Suprijono (2011: 60) unsur ini penting karena dapat

menghasilkan saling ketergantugan positif. Ciri-ciri interaksi promotif/

tatap muka adala:

1) Saling membantu secara efektif dan efisien.

2) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien.

4) Saling mengingatkan.

(54)

5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan

argumentasi seerta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap

masalah yang dihadapi.

6) Saling percaya

7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d. Participation Communication (Partisipasi dan Komunikasi)

Menurut Rusman (2011: 212) melatih siswa untuk dapat

berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, dibekali dengan

siswa perlu kemampuan-kemampuan dalam berkomunikasi. Misalnya,

cara menyatakan ketidak setujuan atau cara menyanggah pendapat

orang lain secara santun, tidak memojokkan, dan cara menyampaikan

gagasan ide-ide dianggapnya baik dan berguna.

e. Evaluasi Proses Kelompok

Pemrosesan mengandung arti nilai. Melalui pemrosesan kelompok

dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan

kegiatan dari anggota kelompok. Pendidik perlu menjadwalkan waktu

khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan

hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan

lebih efektif (Agus Suprijono: 61).

5. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan karena dapat

memberikan pengaruh positif.

(55)

Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis

siswa menjadi terangsang dan menjadi lebih aktif. Hal tersebut disebabkan

oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan

mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang lebih sederhana. Pada

saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih

bersemangat, dan berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran

kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih

termotivasi (Nur Asma 2006:26)

Menuruut Slavin yang dikutip dalam Nur Asma (2006: 26) menytkan

pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena

adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Dengan demikian siswa

dalam kelompok akan mempunyai motivasi untuk menyumbangkan suatu

ide yang berguna bagi kelompok. Motivasi tersebut dapat dilakukan setiap

siswa agar kelompoknya dapat menyelesaikan tugas yngdikerjakan.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif lebih banyak menekankan

agar siswa dapat bekerja sama dalam kelompok. Kegiatan kelompok dapat

membuat siswa menjadi lebih aktif dalam mengemukakan suatu pendapat

dan termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dengan demikian,

pembelajaran ini memberikan pengaruh positif untuk siswa.

6. Metode pembelajaran Kooperatif

Guru mempunyai tugas untuk memilih pendekatan yang sesuai dalam

pembelajaran kooperatif. Ada beberapa pendekatan untuk model

kooperatif, yaitu STAD (Student Teams Achievement Devisions), tipe

jigsaw, tipe investigasi kelompok, dan tipe pendekatan struktural. Pada

(56)

tabel dibawah adalah tabel perbandingan 4 tipe tersebut sebagaimana

dikemukaan oleh Ibrahim dkk., dalam buku Abdul Majid (2014: 181)

Tabel 2.2 Perbandingan pendekatan dalam pembelajaran kooperatif

Pendekatan

Tujuan kognitif Informasi

akademik

Tujuan sosial Kerjasama

dalam

orang anggota

dan

Pemilihan topik Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru

Tugas utama Siswa dapat

menggunakan

LKS dan saling

(57)

kelompok asal maupun

kognitif

Penilaian Tes mingguan Bervariasi,

misalnya tes

Pengakuan Lembar

pengakuan dan

observasi lain

Publikasi lain Lembar

pengakuan dan

observasi

Bervariasi

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Eliiot Aronson dkk di

Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk di Universitas

Jhon Hopskins. Ditinjau dari sisi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa

Inggris yang berarti “gergaji ukir”. Ada juga yang menyebutnya dengan

istilah fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun potongan gambar.

Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara

bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan kegiatan belajar

dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan

bersama (Abdul Majid, 2014: 182).

Jigsaw dapat digunakan apabila materi yang akan dipelajari adalah

yang berbentuk narasi tertulis. Metode ini paling sesuai untuk

(58)

subjek seperti ilmu sosial, literatur, sebagian ilmu pengetahuan ilmiah, dan

bidang-bidang lainnya yang tujuan pembelajara lebih kepada penguasaan

konsep daripada penguasaan kemampuan (Robert E. Slavin, 2005: 237).

Bahan mentah pengajaran untuk jigsaw benrbentuk materi berisi

topik-topik yang berbeda bagi masing-masing anggota tim untuk dijadikan

fokus ketika membaca. Bila setiap anggota telah selesai membaca, siswa

dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu dalam

kelompok pakar untuk mendiskusikan topik mereka selama sekitar 30

menit. Para pakar tersebut kemudian kembalike tim mereka

masing-masing dan bergiliran mengajar teman-teman dalam tim tentang topik

mereka. Akhirnya para siswa membuat asesmen yang mencakup semua

topik dan skor kuis menjadi skor tim. Dan skor diberikan para siswa

kepada tim-tim mereka dengan didasarkan pada sistem skor perbaikan

individu, dan para siswa pada tim-tim yng mendapat skor tinggi bisa

menerima penghargaan.

Dengan demikian, siswa termotivasi untuk mempelajari materi tersebut

dengan baik dan bekerja keras dalam kelompok-kelompok pakar sehingga

mereka dapat membantu tim mereka bekerja dengan baik. Kunci

keberhasilan model jigsaw adalah saling ketergantungan siswa dalam tim

untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mendapatkan

penilaian yang baik ataspekerjaan mereka. Untuk itulah peneliti

menggunakan model jigsaw ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa MI

Darussalam Bancak. Dengankan model jigsaw ini, siswa akan belajar

berkelompok dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

(59)

Dengan demikian, siswa akan dapat saling membantu satu sama lain

sehingga akan meningkatkan kemampuan siswa.

2. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

dalam Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan menurut

Nurhadi dan Agus Gerard dalam buku Abdul Majid (2014: 183), yaitu:

a. Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi;

b. Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai

penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain;

c. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar;

d. Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja

ditempat duduk masing-masing;

e. Mengetes penguasaan kelompok atas bahan belajar;

f. Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar

siswa.

Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan kegiatan membaca untuk menggali informasi. Siswa

memperoleh topi-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga

mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut;

b. Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik

permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok, atau kita

sebut dalam kelompok ahli untuk membicarakan topik

permasalahan tersebut;

(60)

c. Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan

menjelaskan hasil dari diskusi yang didapatkan dari tim kelompok

ahli;

d. Kuis dilakukan mencakupsemua topik permasalahan yang

dibicarakan tadi;

e. Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan

kelompok;

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Kooperatif Tipe Jigsaw

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki

kelebihan dan kekurangan Ibrahim, dkk., (2000: 70-71) diantara

kelebihannya adalah:

1) Dapat memberikan kesempatan kepada sisea untuk bekerjasama

dengan siswa lain;

2) Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan;

3) Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya;

4) Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif;

5) Setiap siswa dapat saling mengisi satu samma lain.

Sedangkan kekurangannya adalah:

1) Membutuhkan waktu yang lama;

2) Siswa yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan

temannya yang kurang pandai, dan yang kurang pandai pun merasa

minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai,

walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan

sendirinya.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 Perbandingan pendekatan dalam pembelajaran kooperatif
Tabel 4.1 Daftar Nilai hasil tes siklus I
Tabel 4.2 daftar nilai post test siklus II
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menduduki peperiksaan kategori yang lebih tinggi, calon-calon mestilah memegang perakuan kekompetenan terkini sekurang- kurangnya 1 tahun dengan sekurang-kurangnya 1

Jl.. ketinggian manakah metode yang dianggap lebih akurat tersebut efektif perhitungannya. Efisiensi perencanaan gedung ini akan dibandingkan melalui indikator biaya.

Wahai kaum guru semua Bangunkan rakyat dari gulita Kita lah penyuluh bangsa. Pembimbing melangkah

Dengan kegiatan membaca bacaan berjudul “Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia”, siswa dapat menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan dalam upaya membangun masyarakat Indonesia

Untuk menguji penerbitan Surat Keputusan penetapan tanah terlantar telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerin- tahan

ICT yang bersifat sejagat ini walaupun teknologi asasnya adalah sama bagi sesebuah masyarakat dan Negara namun oleh kerana terdapat perbezaan latar belakang budaya

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara

Dengan demikian pertumbuhan agama pada anak-anak telah mucul sejak pendengaran (dan pengelihatan) mereka mulai berfungsi. Meskipun demikian pertumbuhan agama pada