• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN IDENTITAS BUDAYA DALAM FRAGMEN FAMILIEFEEST KARYA THEODOR HOLMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN IDENTITAS BUDAYA DALAM FRAGMEN FAMILIEFEEST KARYA THEODOR HOLMAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN IDENTITAS BUDAYA DALAM FRAGMEN FAMILIEFEEST KARYA THEODOR HOLMAN

NADIA HAQ 0906643484

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BELANDA

DEPOK DESEMBER 2012

(2)
(3)
(4)
(5)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya, makalah yang berjudul “Kajian Identitas Budaya Dalam Fragmen

Familiefeest karya Theodor Holman” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Sastra Hindia Belanda, Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Mevrouw Christina, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan makalah ini;

Semoga makalah ini membawa manfaat bagi para pembaca.

Depok, 28 Desember 2012 Penulis

(6)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.1.1 Biografi Theodor Holman ... 2

1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penulisan ... 2 1.4 Sumber Data ... 3 1.5 Metode Penulisan ... 3 2. LANDASAN TEORI ... 4 3. PEMBAHASAN ... 6

3.1 Sinopsis Familiefeest karya Theodor Holman ... 6

3.2 Kajian Identitas Budaya dalam Familiefeest ... 7

3.2.1 Pappa ‘as being’ dan ‘as becoming’ ... 9

4. SIMPULAN ... 11

(7)

Abstract

Colonialism has an impact on many things, and most of the impact is negative. It also

occurred during the Dutch colonial at Dutch-East Indies. The stories of the Dutch-East Indies often found in postcolonial literature, one of which is a fragment of a work entitled

Familiefeest by Theodor Holman. As a mixed-blood Indo-Dutch, Holman will be a living

witness of colonial and postcolonial continuing life. Through Familiefeest fragments, illustrated how people associated with the colonial period, especially the Indo-Dutch have problems with identity. They are trying to confirm that he is a pure Dutch, although

physically they are not the same as the Dutch in general, but also did not like the indigenous. Problems of identity is a discourse that often appear in the story colonial legacy.

Keywoords

Cultural identity; Dutch-East Indies; Postcolonial Abstaksi

Kolonialisme memiliki dampak terhadap banyak hal, dan sebagian besar dari dampak

tersebut adalah dampak negatif. Hal itu terjadi pula pada masa penjajahan Belanda di Hindia-Belanda. Kisah-kisah mengenai Hindia Belanda banyak dijumpai pada karya sastra

postkolonial, salah satunya adalah fragmen yang berjudul Familiefeest karya Theodor Holman. Holman yang berdarah campuran Indo-Belanda menjadi saksi hidup akan

keberlangsungan kehidupan kolonial maupun postkolonial. Melalui fragmen Familiefeest, tergambarkan bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan masa kolonial, terutama kaum Indo-Belanda memiliki permasalahan dengan identitasnya. Mereka berusaha

mengukuhkan bahwa dirinya adalah seorang Belanda murni, walaupun secara fisik mereka tidak sama dengan orang Belanda pada umumnya, tetapi juga tidak seperti orang pribumi asli. Problematika identitas merupakan wacana yang seringkali muncul dalam cerita peninggalan penjajahan.

Kata Kunci

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua manusia memiliki identitas. Identitas yang dimiliki tiap individu pun berbeda-beda. Tidak ada orang di dunia ini memiliki identitas yang sama. Walaupun telah dimiliki sejak lahir, identitas yang dimiliki sesorang juga dapat berubah-ubah atau bersifat cair (Hall, 1933). Pada hakikatnya, identitas telah diberikan sejak seseorang dilahirkan. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan hidupnya, seseorang menentukan sendiri identitasnya. Perubahan identitas itu dapat disesuaikan dengan keadaan, keinginan, maupun tuntutan. Dalam proses pembentukan identitas, terdapat faktor yang berperan penting, yaitu budaya dan lingkungan. Sebagai contoh, identitas dalam satu keluarga yang memiliki dua orang anak. Walaupun tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang sama, bahkan dilahirkan dari rahim seorang ibu yang sama, kedua bersaudara tersebut memiliki identitas yang berbeda. Hal ini dikarenakan keduanya bergaul di luar lingkungan keluarga yang berbeda. Ketika mereka tumbuh dan mendapati lingkungan yang baru juga, identitas mereka pun berbeda dari sebelumnya, walaupun terkadang ada identitas yang tetap dipertahankan atau masih melekat dalam diri mereka. Lokasi menentukan identitasnya selama ia mau berubah, atau ada kemungkinan ia akan mempertebal identitas aslinya di lokasi yang baru.

Karya sastra Hindia-Belanda muncul pada masa kolonial hingga poskolonial di lingkungan Belanda. Pada masa ini, terdapat banyak penulis yang menghasilkan karya-karyanya. Mereka mengangkat cerita mengenai isu-isu yang sedang menjadi pembicaraan hangat, salah satunya adalah isu identitas. Theodor Holman merupakan salah satu penulis yang mengangkat isu tersebut. Ia menyajikan ceritanya yang merupakan pengalaman pribadi dalam bentuk prosa yang baik. Memiliki ayah yang merupakan seorang Indo-Belanda dan pernah hidup pada masa Hindia-Belanda merupakan kisah tersendiri baginya.

(9)

2

Dalam makalah ini, penulis akan mengkaji sebuah fragmen cerita yang berjudul Familiefeest karya Holman. Latar tempat cerita ini adalah Belanda dan ada beberapa cerita dalam cerita yang berlatar di Hindia Belanda. Oleh karena itu, penulis memilih fragmen cerita Familiefeest sebagai sumber data untuk menganalisis identitas budaya pada masa poskolonial.

1.1.1 Biografi Theodor Holman

Theodor Holman adalah seorang berkebangsaan Belanda. Ia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara yang lahir di Amsterdam pada 9 Januari 1953. Ia pernah menjadi guru, namun pada tahun 1982 ia memutuskan untuk menjadi seorang penulis untuk Propria Cures, de Volkskrant, dan Nieuwe Revu. Holman banyak menulis buku sejak tahun 1973 hinggal 2010. Karya-karyanya banyak menceritakan mengenai keluarganya, seperti Familiefeest dan ‘t Blijft toch

familie. Hingga saat ini, ia aktif menulis untuk Het Parool. Selain menulis di

banyak koran serta menulis banyak buku, ia juga menulis skenario film. Saat ini, Holman menjadi presenter sebuah acara bertajuk Humanistische Omroep di radio Desmet. 1

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini terangkum dalam:

1. Bagaimana posisi tokoh pappa yang merupakan seorang Indo-Belanda dilihat dari kacamata identitas budaya?

2. Bagaimana wacana identitas as being dan as becoming dihadirkan dalam tokoh pappa?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dilakukannya penulisan makalah ini adalah:

1. Menemukan dan menjelaskan posisi tokoh pappa yang merupakan seorang Indo-Belanda dilihat dari kacamata identitas budaya.

(10)

3

2. Menjelaskan wacana identitas as being dan as becoming yang dihadirkan dalam tokoh pappa.

1.4 Sumber Data

Fragmen cerita yang berjudul Familiefeest karya Theodor Holman.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif studi kasus dengan menggunakan pendekatan Cultural Identity. Metode ini dipergunakan dengan tujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Obyeknya adalah keadaan kelompok-kelompok dalam masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, maupun individu-individu dalam masyarakat. (Sri W. dan Sutapa Mulya, 2007). Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5).

(11)

4

BAB II

LANDASAN TEORI

Ketika suatu kelompok manusia telah memiliki pengalaman yang sama dan cara yang sama untuk merepresentasikan atau memproduksi makna terhadap sesuatu, maka mereka akan memiliki visi atau pandangan dalam melihat hal, benda, objek, kejadian atau manusia lain. Hall (1997) mengatakan bahwa representasi adalah proses dimana seseorang menggunakan bahasa untuk memproduksi makna. Manusia tidak hanya memberi tanda pada objek, benda mati, atau kejadian

(events) yang terjadi di sekitarnya, namun juga memberi makna pada manusia

lain. Dengan memberi makna pada manusia lain, kita memberi eksistansi kepada orang tersebut dan mengakui keberadaannya. Dengan melakukan proses ini berarti kita telah memberi identitas pada orang tersebut.

Oleh karena itu, proses representasi sangat erat kaitannya dengan identitas, karena seseorang mendapatkan identitas ketika eksistensinya dimaknai oleh orang lain. Identitas yang dimaksud adalah identitas budaya, yakni suatu identitas yang berubah-ubah tergantung dengan siapa seseorang berinteraksi, kapan, dan di mana ia berada. Hal ini terjadi karena seseorang pasti melakukan interaksi dengan orang lain, dengan orang berbeda, dalam waktu dan situasi yang berbeda pula.

Identitas juga dapat diberikan oleh diri sendiri. Hal atau benda yang kita gunakan, ritual yang kita jalankan, cara berpakaian dan berpenampilan mendefinisi siapa kita, di kelompok mana keeksistensialis kita diakui dan tidak diakui. Dengan memberi makna dan identitas pada diri kita sendiri, berarti kita memberi kestabilan dan kejelasan terhadap siapa diri kita dalam keterlibatan yang kompleks dengan orang lain dalam hubungan sosial. Proses ketika seseorang mengklaim atau diklaim termasuk ke dalam suatu identitas berarti pada saat yang bersamaan ia tidak termasuk dalam identitas yang lain. Dalam hal ini, identitas erat kaitannya dengan perbedaan. Suatu identitas yang dilekatkan pada diri seseorang berarti secara otomatis ia terbedakan dan berkonfrontasi dengan identitas lain.

(12)

5

Rutherford (1990: 53) menuliskan pemikiran Hall mengenai bagaimana seseorang membentuk dirinya sebagai being dan becoming. Identitas budaya sangat bergantung kepada bagaimana seseorang menjadikan identitas budaya itu sebuah posisi bukan esensi, sehingga orang tersebut dapat menjadi “siapa saja” di mana pun ia berada. Hall menjelaskan mengenai identitas budaya yang masalah identifikasinya bersifat tidak tetap. Identitas adalah sesuatu yang tidak pernah berhenti pembentukannya, bukan hanya sekadar “ada”, namun sesuatu yang terus “menjadi”.

(13)

6

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Sinopsis Familiefeest Karya Theodor Holman

Fragmen Familiefeest menceritakan tentang sebuah keluarga. Cerita dimulai ketika tokoh pappa meninggal ketika sedang mengantar cucunya yang merupakan anak tokoh de ik ke kamar mandi. Pada saat itu, yang ada di rumah kejadian adalah tokoh de ik, Marja anak de ik, dan mamma. Kemudian datang broer dan

zus. Mamma dan zus terlihat sangat sedih dan terpukul dengan meninggalnya pappa, namun tokoh de ik dan broer terlihat lebih santai dan bahkan dapat

bercanda dengan saling membuat lelucon. Selanjutnya merupakan cerita tentang

pappa menurut pandangan de ik. Ia membayangkan apakah pappa semasa

hidupnya pernah memikirkan bahwa ia akan meninggal di Belanda. Selain itu muncul juga kenangan-kenangan tentang pappa mengenai masa lalunya yang merupakan seorang assistent-resident di Hindia-Belanda.

Pappa merupakan seorang Indo-Belanda, oleh karena itu, ia memiliki

warna kulit yang tidak sama seperti orang Belanda pada umumnya. Disebutkan di cerita bahwa tokoh de ik tidak pernah mendengar cerita tentang pappa mengenai warna kulitnya, namun de ik ingat ketika ia berumur sekitar sembilan tahun,

pappa pernah disangka sebagai seorang Hindia-Belanda, namun ia bersikukuh

bahwa ia adalah seorang Belanda.

Cerita selanjutnya adalah kenangan tokoh zus, broer, dan de ik akan pappa semasa hidupnya, baik ketika ia masih berada di Hindia-Belanda sampai usianya 34 tahun atau ketika pappa menginjakkan kakinya kembali di Belanda. Ketika Belanda kalah dengan Jepang, pappa berada di Hindia-Belanda dan merasakan hidup di kamp serta berteman dengan orang Hindia-Belanda. Kenangan-kenangan tersebut dapat muncul ketika Broer membuka dan membacakan kertas pidato kematian yang dimiliki pappa untuk teman-temannya di depan de ik dan Zus.

(14)

7

3.2 Kajian Identitas Budaya dalam Familiefeest

Dalam cerita Familiefeest, teori identitas budaya yang dikemukakan oleh Stuart Hall merupakan pisau untuk membedah tokoh pappa penulisan makalah ini. Hall mengatakan bahwa representasi dapat dilakukan seorang manusia untuk memberikan identitas pada manusia lain, yakni dengan memberi makna pada manusia tersebut. Dengan demikian, manusia tersebut secara nyata telah mendapat pengakuan dari manusia lain akan keberadaannya.

Pappa yang merupakan seorang Indo-Belanda terkadang mendapati

dirinya mendapat perlakuan yang berbeda dengan orang Belanda asli. Wacana tentang identitas tokoh pappa mulai disinggung sejak halaman 499, paragraf terakhir.

Ik heb bruine huidkleur dan hij. Was dat voor zijn dood ook zo?

Kalimat tersebut merupakan pikiran de ik. Tokoh de ik sebelum kematian pappa tidak pernah membahas mengenai warna kulit pappa, walaupun setelah meninggal tentu saja warna kulit menjadi pucat karena tidak ada lagi sirkulasi darah.2 Pikiran

de ik ini mengindikasikan adanya wacana mengenai perbedaan warna kulit antara pappa dengan orang Belanda pada umumnya, atau yang lebih luas lagi perbedaan

antara pappa dengan orang lain secara global.

Wacana ini muncul karena pappa adalah seorang Indo-Belanda. Pappa lahir di Hindia-Belanda dari ayah seorang Belanda dan ibu yang sebenarnya tidak disebutkan dalam cerita. Ia sekolah di Belanda kemudian kembali lagi ke Hindia-Belanda untuk bekerja sebagai assistent-resident. Pada usia 34 tahun, ia kembali lagi ke Belanda dan bekerja di Bank Belanda. Pikiran mengenai warna kulit kembali menghampiri tokoh de ik.

...Zou hij hier in Nederland, toen hij bij de Nederlandsche Bank ging werken, last hebben gehad van zijn kleur?...

(hal. 500 paragraf 4)

Hal di atas terlintas dalam pikiran tokoh de ik ketika ia sedang memandang tokoh

pappa yang sudah tidak bernyawa yang berada di dekatnya sambil memikirkan

kembali kenangan tentangnya. Pappa merupakan seseorang yang bangga dengan apa yang telah ia raih semasa hidupnya, namun de ik merasa rasa bangga pappa

(15)

8

semu, karena keberhasilan tersebut datang bersamaan dengan kehilangan. Jadi, kebanggaan datang sejalan dengan kesedihan.

Pada paragraf selanjutnya, de ik menjelaskan mengapa ia sebelumnya tidak pernah membahas mengenai warna kulit bersama Pappa.

Ik heb het met mijn vader nooit over de kleur van zijn huid gehad. Ik heb ook nooit met hem gesproken over de betekenis die Indië voor hem had. Afkomst, kleur... we spraken er nooit over, althans niet als het over onze eigen afkomst of kleur ging. Dat deden wij niet. Het begrip ‘Indisch’ bestond daarom voor ons niet.

(hal. 500 paragraf 5)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa topik mengenai asal-usul maupun warna kulit merupakan topik yang tidak pernah disinggung dan tabu untuk diperbincangkan di keluarga de ik dan pappa. Dari situ kita dapat melihat bahwa ada keengganan pappa dalam membahas tema identitas, baik identitas dirinya, maupun identitas keluarganya. Pada dua paragraf selanjutnya:

Nooit heb ik ook maar één verhaal gehoord dat hem iets werd geweigerd vanwege zijn afkomst of zijn kleur. (Racisme heeft hij altijd een modeverschijnsel gevonden, al ergerde hij zich wel aan het neerbuigende gedrag van de Nederlanders tegenover de Inlanders).

(hal. 500, paragraf 7)

Walaupun di awal de ik mengatakan tidak pernah menyadari warna kulit pappa, namun wacana mengenai warna kulit dan asal usul atau identitas secara luas kembali dihadirkan.

Pappa berasal dari keluarga yang baik, dalam artian berada pada kelas

sosial yang cukup dipandang. Ayahnya merupakan seorang kepala kantor pos di Batavia dan saudara-saudaranya memiliki jabatan yang tinggi di bidang militer. Ia sendiri dapat sekolah di Leiden Belanda. Akan tetapi, itu semua tidak merubah tampilan fisik pappa yang sedikit berbeda dengan orang berdarah asli Belanda. Sampai ketika kenangan de ik berikutnya bersama pappa ketika ia berusia sekitar sembilan tahun.

[...] Onmiddelijk hoor ik vanuit de hemel de ijzingwekkende metalen stem gebieden: ‘Wil die Indische mijnheer met dat kleine jongetje terugkeren en bij het stoplicht oversteken! [...]

(16)

9

Ketika mereka berdua menyebrang jalan, polisi yang sedang bertugas menggunakan pengeras suara menyebut dirinya sebagai Indische mijnheer. Pappa tidak mengindahkan peringatan itu, dia terus berjalan dan mengatakan kepada de

ik bahwa ia orang Belanda, bukan seorang Indo-Belanda. Jika ditilik

menggunakan pemikiran Hall mengenai pemberian identitas oleh orang lain, dengan penampilan fisik (uiterlijk) pappa yang seperti itu, bagi orang lain yang melihatnya dari luar, ia merupakan seorang Indo-Belanda. Asal usulnya telah memberinya identitas, yaitu keturunan Indo-Belanda. Akan tetapi, pappa terus berpegang teguh pada keyakinan dan ingin dipandang sebagai orang Belanda seutuhnya, tanpa ada embel-embel Hindia Belanda. Hal ini dapat saja dipertahankan, selama ia mau melakukannya, tetapi tetap tidak bisa memaksa orang lain untuk melihat dirinya sebagai orang Belanda asli, apalagi terhadap orang yang tidak dikenal sebelumnya.

Selain posisinya sebagai assistent-resident, pappa tidak memiliki kenangan indah lain di Hindia-Belanda.

[...] Alleen je herinneringen liet je nog binnen – herinneringen aan een land dat niet meer bestaat, aan Indië [...]

(hal. 502, paragraf 5)

Kutipan di atas merupakan isi dari pidato pappa dalam upacara kematian temannya yang bernama Wim Schuitemaker. Ia merupakan seorang Indo-Belanda dan teman pappa sewaktu di kamp di Hindia-Belanda. Dengan kalimat tersebut, bahwa pappa telah melupakan Hindia-Belanda beserta seluruh isinya. Tidak peduli dengan apa yang telah Hindia-Belanda berikan kepadanya. Hal ini didasari pendapatnya bahwa ia merupakan orang Belanda yang tinggal di Belanda.

3.2.1 Pappa ‘as being’ dan ‘as becoming’

Identitas yang ada dalam diri pappa secara lahiriah adalah seorang Indo-Belanda. Hal ini tidak menjadi masalah ketika ia berada di Hindia Belanda. Bahkan, ia menjabat suatu posisi yang cukup tinggi di pemerintahan sebagai

assistent-resident. Terlahir dari ayah yang merupakan seorang Belanda asli dan ibu yang

tidak diketahui di Hindia-Belanda, identitas as being tokoh pappa dapat dilihat dari penampilan luarnya yang seperti orang Hindia-Belanda. Dalam cerita ini, masalah warna kulit beberapa kali menjadi sorotan. Karena merupakan campuran

(17)

10

Indo-Belanda, warna kulit pappa cenderung coklat, dan itu berbeda dengan kulit orang Belanda kebanyakan. Oleh karena itu, terkadang orang salah mengganggapnya sebagi orang Hindia-Belanda.

Dari identitas as being-nya yang seperti itu, pappa mengalami represi. Represi tersebut muncul karena ia tidak mau dianggap sebagai Indo-Belanda. Ia ingin disebut sebagai orang Belanda. Represi demi represi pada akhirnya menimbulkan resistensi. Resistensi itu muncul ketika ada yang menyebut dirinya seorang Indo-Belanda.

[...] ‘Die Indische mijnheer met die grijze jas en die alpinopet op, met dat kleine jongetje! Terugkeren naar het stoplicht! [...] Mijn vader loopt gewoon door en zegt tegen mij: ‘Ik ben geen Indische mijnheer. Ik ben Nederlander.’ [...]

(hal. 502 paragraf 2)

Resistensi pappa atas perlakuan orang lain terhadap identitas as being-nya dilakukan sebagai bentuk identitas as becoming. Dengan kata lain, identitas as

being pappa yang secara otomatis ia dapatkan ketika lahir dan pemberian dari

orangtuanya adalah seorang Indo-Belanda yang memiliki kulit cenderung coklat. asli. Sedangkan identitas as becoming pappa adalah seorang Belanda seutuhnya.

Pappa berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan identitas as

becoming-nya sebagai seorang Belanda. Hal ini cukup berat dilakukan dan kadang mengalami hambatan dengan adanya keadaan fisik yang tidak bisa ditutupi, yakni warna kulit yang cenderung coklat.

(18)

11

BAB IV SIMPULAN

Identitas as being tokoh pappa dalam fragmen Familiefeest karya Theordor Holman adalah seorang Indo-Belanda dengan ciri fisik kulit yang berwarna coklat. Wacana mengenai warna kulit merupakan pembahasan yang tidak lumrah diperbincangkan di keluarga pappa dan de ik, namun dengan adanya fakta bahwa pappa memiliki warna kulit lebih gelap dibandingkan dengan orang Belanda pada umumnya, terkadang orang lain selain keluarga memperlakukannya sebagai seorang Indo-Belanda. Akan tetapi, pappa tidak menyukai hal tersebut. Karena ia terus mendapat represi dari identitas as being-nya, yaitu tampilan fisik dirinya sebagai seorang Indo-Belanda, pappa mempertahankan identitas as

becoming-nya, yaitu sebagai seorang Belanda asli. Ia tidak ingin disebut sebagai

seorang Indo-Belanda. Pappa terus berusaha menunjukkan identitasnya sebagai seorang Belanda asli. Walaupun begitu, terkadang hal-hal yang terjadi, terjadi begitu saja dan tidak sesuai dengan keinginannya. Salah satu penyebabnya adalah kulitnya yang berwarna coklat yang tidak dapat ia tutupi, sehingga orang yang baru mengenalnya secara spontan menganggap ia seorang Indo-Belanda.

(19)

12

DAFTAR PUSTAKA

Hall, Stuart. 1997. Representation: Cultural Representations and Signifying

Practices (Culture, Media and Identities series). London: Sage

Publications Ltd.

Mg. Sri Wiyarti dan Sutapa Mulya. 2007. Sosiologi. Surakarta: UNS Press. Rutherford, Jonathan. 1990. Identity: Community, Culture, Difference. London:

Lawrence 7 Wishart.

Taylor J, Steven. Bogdan, Robert. 1984. Introduction to Qualitative Research

Methods. Wiley.

Internet:

http://www.medicinestuffs.blogspot.com/2010/06/tanatologi.html (diakses pada 24 Desember 2012 pukul 21.45)

http://www.theodorholman.nl/ (diakses pada 27 Desember 2012 pukul 07:30)

Sumber Korpus:

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana responsivitas masyarakat dalam implementasi dan pengembangan program Magelang Kota Layak Anak yang telah dilaksanakan

jangka waktu yang sesuai maka dinyatakan diterima. Penentuan terakhir mengenai persetujuan kredit terletak kepada pemutus tertinggi yaitu Kepala Cabang PT Bank

Dalam penentuan Nilai suatu barang atau jasa, konsumen membandingkan Kemampuan suatu barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan barang atau jasa

Aspek-aspek yang dinilai dalam presentasi adalah sebagai berikut: kekompakan, sistematika penyajian, partisipasi anggota,pemerataan tugas anggota,spontanitas menjawab

Semua tenaga kependidikan sudah melaksanakan tugas dengan baik dan selalu mengondisikan kelas agar proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan

Berdasarkan fakta-fakta yang ada sehingga penulis mengangkat judul skripsi yaitu “ Peranan Paguron Trirasa Jalasutra dalam Mengembangkan Pencak Silat Nampon di

Kesepuluh, penghidupan kembali pasal pelarangan penghinaan terhadap Presiden hanya merusak reputasi Jokowi yang naik ke tampuk kekuasaan dengan dukungan mereka yang sangat percaya