EKOTOKSIKOLOGI
ORGANISME
Physiology
Ionic and osmotic regulation
Semua organisme harus mempertahankan
lingkungan internalnya dengan cara
mempertahankan keseimbangan ionik dan osmotiknya.
Physiologi dan tingkah laku mempunyai
peranan penting dalam mejaga kondisi
optimal ionik dan osmotik pada organisme laut, tawar maupun tanaman.
Keduanya dapat dengan mudah dipengaruhi
Hampir semua organisme laut mempunyai
konsentrasi osmotik internal yang sama
dengan lingkungan sekitar, tetapi komposisi ionik interseluler dan intraseluler berbeda dengan air laut membuatnya melakukan osmoregulasi aktif
Kemampuan organisme laut mentoleransi
spider crab (Maia
squinado) as a narrow range osmoconformer,
the mitten crab
(Eriocheir sinensis) as an osmoregulator at both extremes, and
the shore crab
(Carcinus maenas) as an osmoregulator at the bottom of the osmotic range.
survival dari organisme pantai sangat
tergantung pada kemampuannya mentoleransi salinitas yang lebar
Tapi ada beberapa organisme yang
mempunyai keterbatasan sehingga tidak dapat mendiami suatu habitat
Echinodermata mempunyai keterbatasan
osmoregulasi dasar, sehingga tidak ada yang ditemukan di air tawar
Beberapa organisme laut berosmoregulasi
aktif, sehingga jika salinitas turun atau lebih dari level tertentu, mereka akan
mengeluarkan energi untuk menjaga konsentrasi osmotik internal
For example, teleosts maintain internal
osmotic concentrations ranging from 250 to 500 mOsmol/kg while existing in aqueous environments that might have osmotic
concentrations of <0.01–1000 mOsmol/kg (Karnaky 1998)
Many toxicants influence these essential
processes, leading to energy-dissipating deviations from homeostasis, damage, or even death.
Cellular FAA pools can also reflect
contaminant exposure or stress. Treatment of blue mussels (Mytilus edulis) with crude oil
increased tissue FAA: ornithine and enzymes associated with its synthesis were particularly impacted (Soini and Rantamäki 1985).
ACID–BASE REGULATION
Menjaga pH internal dalam rentang yang
optimal merupakan hal yang kritikal dalam physiologi
Numerous toxicants disrupt pH regulation.
Acidosis, berkurangnya pH darah, dapat
mengakibatkan toksikan merusak dan
mempengaruhi physiologi penting organisme seperti kemampuan mengikat oksigen
RESPIRATION AND
GENERAL METABOLISM
Given the effects explored to this point,
it should be no surprise to find that
respiratory and metabolic processes are
influenced by toxicants.
Such effects are diverse, including
changes in ventilation rate, metabolic
rate, tissue energy charge, and
Ventilation rate of bluegill sunfish (Lepomis machrochirus) as influenced by pulses of zinc introduced to water. Juvenile bluegill
sunfish are placed into a ventilatory monitoring chamber fitted with electrodes that detect minute electrical pulses as branchial muscles contract, reflecting gill ventilation
Time courses of average ventilation rates for a control bluegill and a bluegill exposed to a sequence of eight zinc concentration pulses (↓) illustrate the increase in ventilation rate during exposures.
BIOENERGETICS
Untuk menjaga kesehatan optimalnya,
organisme harus mengatur metabolismenya secara efisien diantara fungsi-fungsi penting, seperti reproduksi, bergerak, dan menjaga
serta menumbuhkan soma.
Toksikan mempengaruhi kesehatan dengan
where the left-hand side of the equation is the sum
of somatic (Pg) and reproductive (Pr) production,
the right-hand side is the difference between the
product of energy consumption (C) and energy assimilation efficiency (AE), and the sum of the
metabolic cost of maintaining the soma (Rm) and the cost of maintaining all other processes such as
Zone of
tolerance
relative to
energy
PLANT-RELATED
PROCESSES
PCB exposure of the diatom,Thalassiosira
pseudonana,
decreases photosynthe sis and consequentl y cell growth ratesBioaccumulation
Three
routes of
exposure
Measurement of toxicity
Toksisitas menandakan seberapa
besarkah suatu subtans itu beracun
atau seberapa besarkah dosis yang
diperlukan untuk membunuh organisme
Semakin toksik suatu bahan, semakin
Jika suatu sampel hewan di ekspose
dengan toksik, tidak semuanya kan
mati dalam waktu yang bersamaan.
Median lethal time adalah waktu untuk
matinya 50% sampel
Median lethal time biasa ditulis LT
50
Lethal time tergantung pada
konsentrasi dari toksin yang dipakai.
LT
50sehingga tidak cukup berguna
secara statistik.
Biasanya secara statistik lebih berguna
menggunakan 50% organisme mati
dalam waktu yang spesifik
Waktu yang digunakan biasanya 48
atau 96 jam
Toksisitas dicatat sebagai median lethal
concentration atau biasa ditulis sebagai
96 LC
50
Median lethal concentration diukur
dengan melihat median lethal time dari
berbagai konsentrasi
Antagonism and synergy
Di alam, toksin sangat jarang berada sendirian dan
mereka biasanya berinteraksi dengan bahan lain
Combinasi efek dari beberapa toksin mungkin: 1. Penambahan kematian dari yang lain
2. Kematian yang disebabkan oleh salah satu yang
mati karena bahan lain
3. Salah satu menambah kematian karena yang lain
(synergy)
4. Salah satu menurunkan kematian karena yang lain
Analisis/ Uji Toksisitas
Dalam Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 pasal 6 disebutkan
bahwa limbah B-3 dapat diidentifikasi menurut sumber atau uji karakterisasi atau uji toksisitas.
Uji toksisitas adalah untuk menentukan sifat akut atau khronik limbah.
Pada dasarnya pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat adanya racun di lingkungan.
Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek
dengan efek parah dan mendadak, dimana organ absorpsi dan eksresi yant terkena.
Sedangkan toksisitas khronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan
menahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat parah/ tidak.
Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan
Tingkat 1 Uji pemaparan akut
a. Menggambar kurva dosis dan respon
untuk kematian dan kemungkinan cacat
tubuh
b. Uji iritasi mata dan kulit
c. membuat saringan pertama untuk
mutagenik aktivitas
Tingkat 2. Uji pemaparan sub khronis
a. Menggambar kurva dosis dan respon (pajanan 90 hari) dalam 2 spesies, sebaiknya uji ini menggunakan rute pajanan pada manusia
b. Uji toksisitas pada organ, catat kematian, penurunan berat badan, hematologi, dan kimia klinis, membuat sayatan dari jaringan secara mikroskopis.
c. Menyiapkan saringan kedua untuk aktifitas mutagenik d. Uji reproduktif dan cacat lahir (teratologi)
e. Uji pharmakokinetik dari hewan uji : absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi dari zat dalam tubuh
f. melakukan uji perilaku
Tingkat 3 Uji pajanan khronis
Melakukan uji mutagenicity pada hewan
mamalia
Melakukan uji karsinogenisisi pada hewan
pengerat
Menguji farmakokinetik pada manusia
Melakukan uji coba klinis pada manusia
Bandingkan dengan data epidemiologi dari
Uji toksisitas kuantitatif
Uji toksisitas kuantitatif misalnya dilihat dari segi
organ yang terkena racun, misalnya hati, ginjal, sistem saraf dll.
Uji toksisitas kuantitatif dapat juga dilihat dari gejala
yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat selluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala –
gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dll.
Dan banyak lagi zat kimia dalam betuk logam dan
non logam yang juga dapat menyebabkan efek seperti disebut di atas.
Uji toksisitas secara kuantitatif
Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau
dari lamanya waktu, yang dapat
diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis.
Toksisitas akut adalah efek total yang didapat
pada dosis tunggal/multipel dalam 24 jam pemaparan.
Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu
singkat, biasanya reversibel.
Toksisitas khronis sifatnya permanen, lama,
Mortality and LC50 values for several
stages of the marine copepod Tigriopus
brevicornis (Müller) exposed to the
metals arsenic and cadmium and the
pesticides atrazine, carbofuran,