• Tidak ada hasil yang ditemukan

Idiom's Translation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Idiom's Translation"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR

Dalam sebuah bahasa pastilah penuturnya mempunyai ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan sebuah hal. Sesuatu tidaklah selalu diungkapkan secara denotatif atau terang-terangan tetapi bisa juga lewat ungkapan-ungkapan yang umumnya konotatif seperti idiom dan peribahasa. Untuk memahami ungkapan-ungkapan dengan makna tersirat tersebut, maka seseorang perlu memahami bahasa dan budaya setempat, apalagi bila bahasa tersebut asing baginya.

Karena bahasa Inggris banyak dipelajari dan dipergunakan, maka penting bagi seorang penerjemah untuk mempelajari idiom-idiomnya. Tanpa mengetahuinya, seseorang tidak akan mungkin dapat berbahasa Inggris dengan baik. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional mempunyai banyak idiom-idiom tertentu yang berasal dari budaya setempat atau budaya di negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris sebagai contoh: Amerika Serikat, Australia, dan Jamaika.

Untuk mempelajari makna suatu idiom penerjemah harus mempelajari seluk beluk bahasa tersebut. Biasanya seseorang mengetahui makna suatu idiom dari hafalan. Namun idiom bisa diketahui maknanya lewat konteks bahasa sumber yang kemudian diterjemahkan ke bahasa sasaran. Selain itu ada pula idiom yang bisa dipelajari dengan menggunakan pendekatan gramatikal dari bahasa sumber kemudian dicari padanan secara gramatikal pula dalam bahasa sasaran.

Meskipun demikian kesulitan-kesulitan dalam menerjemahkan idiom tetap ada karena idiom bukanlah suatu unit dalam bahasa yang teratur. Idiom tidak selalu bisa bertahan sesuai dengan perkembangan jaman. Bahkan, adanya pergantian modepun bisa menghasilkan idiom-idiom baru.

PENGERTIAN IDIOM

Sebagai salah satu unit penerjemahan, idiom menjadi bagian penting dalam suatu bahasa. Nurachman Hanafi dalam Teori dan Seni Menerjemahkan, 1984, h.46 mengatakan bahwa “ apa yang sebenarnya diterjemahkan bukanlah bahasanya, melainkan isinya. Bagi kita bukan masalah karena baik isi dan bahasanya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan (manunggal).” Idiom dalam sebuah teks merupakan salahsatu unsur isi tersebut yang harus di terjemahkan. Menerjemahkan idiom dalam suatu teks otomatis juga akan menerjemahkan

(2)

bagian dari bahasa itu. Isi dalam sebuah teks tidak akan tersampaikan bila kita hanya menerjemahkan salahsatu dari kelima unit penerjemahan tersebut yaitu kata, istilah, idiom, kalimat dan peribahasa. Terkadang dengan menerjemahkan beberapa dari unit-unit tersebut, kita belum tentu mendapatkan maksud dari teks tersebut, karena ada idiom-idiom tertentu misalnya. Untuk itu idiompun perlu diperhaikan dalam proses menerjemahkan.

Ada banyak pengertian idiom dari beberapa ahli. Disini akan dikutip beberapa pendapat dari mereka:

Nida dan Taber dalam skripsi Wulansari N. Amanah, ”Analisis Terjemahan Idiom Bahasa Inggris”, (1996) menyatakan pendapat mereka tentang idiom “Idiom is an expression consisting of several word and whose meaning cannot be derived from the meaning of individual word.” (1974, h. 202)

Robert Dixson dalam buku Nurrachman Hanafi, “Teori dan Seni Menerjemahkan” (1984) hal.48 menyatakan pendapatnya bahwa idiom adalah suatu ungkapan yang memiliki arti berbeda dari arti satu persatu kata atas tiap komponennya.

Dari kedua pendapat diatas kita bisa melihat persamaan bahwa idiom tidak bisa diartikan dari arti perkata. Kaitannya dengan penerjemahan, pendapat-pendapat diatas umumnya mengacu pada kesulitan menerjemahkan idiom yaitu idiom tidak dapat diterjemahkan secara harfiah dari satu bahasa ke bahasa lain.

Seperti kita ketahui bahwa idiom tidak bisa diterjemahkan secara harfiah. Idiom tidak bisa diruntut dan diartikan kata demi kata. Idiom adalah satu kesatuan. Maka muncullah banyak kesulitan dalam menerjrmahkan makna idiom,

Mungkin kita terkadang bisa menduga-duga arti dari sebuah idiom terutama bila ada padanan yang mirip dengan bahasa sasaran, misalnya “at last” at = pada; last = akhir; lalu kita hubung-hubungkan dengan bahasa kita menjadi “pada akhirnya” atau bentuk yang lebih dulit misalnya “to eat out”. Kita mungakin akan mengartikan kata “eat” menjadi “makan” lalu “out” dengan “keluar” kemudian kita hubungkan menjadi makan diluar, yang dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksudnya sama yaitu makan di luar rumah misalnya di Restoran atau Kafe.

Namun tidak selamanya kita bisa memakai metode diatas karena akan muncul bentuk idiom-idiom yang mungkin sama dalam konstruksinya (kata kerja +preposisi). Misalnya “to look for” bila kita artikan secara harfiah adalah “melihat untuk”. Namun arti sebenarnya berbeda jauh yaitu “mencari” = “to seek”. Bentuk konstruksi suatu idiom tidak hanya nerupa kata kerja namun bisa berupa kata keterangan seperti “all at once” dan “right away”, kata sifat seperti “in charge of” atau gabungan k.kerja + k.sifat seperti “to get lost”.

(3)

PEMBAGIAN IDIOM

Idiom tidak mempunyai bentuk yang teratur. Untuk itu tidak ada pembagian atau pengkategorian idiom yang benar-benar jelas. Namun dalam bahasan ini kita akan menggunakan pembagian idiom bahasa Inggris menurut Rochayah Machali dalam “Pedoman Bagi Penerjemah” (2000) h. 86-87 yaitu:

Kelompok 1: idiom yang berasal dari konstruksi gramatikal yang khas dari bahasa Inggris, misalnya konstruksi; which: of which, to which;whom: to whom dll.

Contoh :

1. The pen of which he bought yesterday is expensive 2. The man to whom she talks was her husband.

3. I get big salary in my office with which I can buy new shirts.

Kelompok 2: Idiom-idiom dalam kelompok ini tidak dapat diartikan dari kata-kata unsurnya secara langsung. Contoh-contoh dari idiom kelompok ini adalah sebagai berikut:

1. Yesterday he kicked the bucket. 2. His mind is a bee in his bonnet.

3. My friend got lost in Yogya when we were visiting there two years ago. MASALAH DAN PEMECAHAN

KELOMPOK 1

Dalam kelompok pertama, penerjemahan secara harfiah dapat menghasilkan terjemahan yang kaku, walaupun tidak selalu begitu misalnya pada contoh nomor satu, kita terjemahkan sebagai berikut:

“Pena yang dibelinya kemarin itu mahal.”

Namun bila kita terjemahkan nomor dua menjadi seperti di bawah ini: “Lelaki yang kepadanya dia berbicara itu mantan suaminya.”

Kalimat tersebut sebenarnya bisa kita pahami maksudnya bahwa yang diajak bicara adalah lelaki yang merupakan mantan suaminya. Namun dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut dianggap kurang efektif. Yang lebih efektif bila kita menerjemahkannya dengan cara menghilangkan kata “kepadanya” = ”whom” sehingga menjadi: Lelaki yang dia ajak berbicara adalah mantan suaminya.

(4)

Dari permasalahan diatas kita masih bisa mempelajari kesulitan tersebut secara gramatikal, sehingga kita dapat menggunakan pendekatan dengan teori-teori grammar dari bahasa sumber dan bahasa sasaran. Walaupun demikian kita harus melihat pada unsur sintaktik seperti dalam idiom “all of which” karena kata which tidak diikuti oleh kata kerja, sebagai contoh;

“He is bringing seven bags, all of which are empty.”

Kata “all of which” dapat kita artikan dengan membalik posisi “which” = ”yang” dan “all” = “semua”, sehingga menjadi:

“Dia membawa tujuh buah tas yang semuanya kosong.”

Terjemahan diatas sudah merupakan kalimat efektif dalam bahasa Indonesia. KELOMPOK 2

Kelompok idiom yang kedua ini mempunyai bentuk yang tidak teratur, baik secara gramatikal, secara leksikal, maupun keduanya. Bila seorang menerjemahkan idiom jenis ini secara harfiah, maka artinya akan berterima secara gramatikal dan leksikal namun tidak secara kontekstual. Misalnya dalam contoh kelompok 2 nomor 1 dengan idiom “kick the bucket”, bila kita terjemahkan secara harfiah akan bermakna:

“Kemarin dia menendang ember.”

Terjemahan ini benar secara gramatikal atau leksikal, namun secara konteks salah karena arti dari “kick the bucket” artinya “bunuh diri”. Sebagai tambahan, idiom ini berasal dari perbuatan koboi-koboi Amerika zaman dulu bila bunuh diri, yaitu dengan berdiri diatas ember dan mengikat lehernya serta menggantungkan talinya diatas sebuah balok kayu melintang, lalu mereka membunuh dirinya dengan menendang ember tersebut. Walaupun sekarang cara untuk bunuh diri sangat banyak, namun istilah tersebut masih sering digunakan karena sudah begitu membudaya.

Dari contoh pertama tersebut dapat diartikan bahwa idiompun merupakan salahsatu aspek kultural dalam suatu penerjemahan. Kita harus mengetahui budaya yang melatarbelakangi munculnya suatu idiom untuk mengerti makna sebenarnya dari suatu idiom. Dalam kaitannya dengan aspek budaya ini kita bisa memakai cara communicative translation (penerjemahan yang komunikatif. Harvey dan Higgins dalam “Thinking Spanish Translation” (1999) h. 24 mengatakan bahwa metode ini mempunyai dua bentuk lagi yaitu communucative equivalent dan communicative paraphrase. Communicative equivalent adalah cara menerjemahkan idiom dengan cara mencari padanannya dalam bahasa sasaran.sehingga aspek

(5)

eksotisme dari bahasa sumber coba dipindahkan kedalam eksotisme bahasa sasaran seperti pada contoh:

“His mind is a bee in his bonnet” = “Ada banyak lampu menyala dalam kepalanya” Dalam penerjemahan diatas, kita bisa melihat bahwa lampu menyala dalam kepala adalah suatu ide cemerlang yang muncul dalam pikiran seperti yang sering kita lihat dalam komik-komik kartun. Tetapi metode penerjemahan ini terkadang juga tidak bisa dimengerti secara luas karena dalam bahasa Indonesia kalimat terjemahan itu tidaklah dikenal secara menyeluruh atau umum.

Cara yang terbaik untuk menerjemahkan suatu idiom adalah dengan communicative paraphrase.Penerjemahan dengan cara ini lebih mementingkan aspek komunikatif daripada aspek eksotisme artinya penerjemah akan lebih mementingkan universalitas dalam pengetahuan pembaca sasaran sehingga makna dari suatu idiom dapat tersampaikan secara luas. Sebagai contoh, kita ambil kalimat yang sama dari contoh sebelumnya:

“His mind is a bee in his bonnet.” = “Kepalanya penuh dengan ide”

Jelaslah bahwa setiap orang yang mengerti Bahasa Indonesia bisa memahami terjemahan tersebut walaupun unsur eksotisme harus dikesampingkan.

Tentu saja communicative paraphrase inipun mempunyai kelemahan yaitu hilangnya eksotisme dalam suatu idiom, terutama bila penerjemahan lebih diutamakan untuk suatu karya sastra. Bila metode ini digunakan maka suatu karya sastra dalam bahasa sumber akan berkurang nilai sastranya setelah dialihbahasakan ke dalam bahasa sasaran. Mungkin dalam kasus ini cara communicative paraphrase akan lebih banyak digunakan. Masalah akan muncul lagi bila ternyata padanan dalam bahasa sasaran tidak ada, sehingga penerjemah harus bisa mengambil langkah-langkah tertentu untuk menerjemahkan idiom tersebut, misalnya dengan compensation in kind (h.28). Cara ini dilakukan dengan merubah arti implisit suatu bentuk dari bahasa aumber ke dalam arti eksplisit suatu bentuk dari bahasa sasaran dan sebaliknya.

Dalam hubungannya dengan grammar, adakalanya suatu idiom tidaklah benar secara gramatikal. Seperti contoh:

1. I am good friends with Anna. 2. The tiger is still at large.

Dalam teori grammar Bahasa Inggris, seharusnya contoh pertama tidaklah “good friends” melainkan “good friend” karena subjek “I” adalah orang pertama tunggal. Sedangkan pada contoh kedua, konstruksi to be + preposisi + kata kerja dalam “to be at large” adalah tidak lazim dalam bahasa Inggris. Namun karena kedua idiom tersebut sudah sangat biasa digunakan, sehingga tidak menjadi persoalan lagi walaupun tidak tepat secar gramatikal.

(6)

Ada perbedaan dari kedua contoh diatas hubungannya dengan kejelasan makna. Contoh pertama yang berarti “berteman baik” mempunyai makna lebih jelas dari asal-usul katanya yaitu “ good friends” dibandingkan dengan contoh kedua yang artinya “bebas berkeliaran”. Makna dari contoh kedua ini berbeda jauh dari asal-usul katanya yaitu “to be at large”. Sekali lagi timbul ketidakteraturan dalam kejelasan makna dan gramatikal dalam idiom.

Yang terpenting dalam menerjemahkan suatu kalimat adalah apakah kata-kata dalam kalimat itu bermakna idiomatis atau tidak. Untuk membedakannya kita harus melihatnya dari konteks kalimat itu sendiri. Sebagai contoh kata “blow up” yang bisa ambigu bila kita tidak melihat konteksnya dalam kalimat. Dua contoh di bawah ini dapat membedakan apakah artinya idiomatis atau tidak:

1. The wind blows up the hill.

2. The dynamite blows up when the soldier pass the street.

Arti dari contoh pertama tidak bermakna idiomatis karena “blow up” = “bertiup diatas (bukit)”, sedangkan “blow up” dari contoh kedua bermakna idiomatis karena artinya adalah “meledak”. Arti dari contoh kedua tadi berbeda jauh dari makna asal “to blow” yang artinya “berhembus”. Dari perbandingan tersebut kita harus mempertimbangkan konteks kalimat untuk mengetahui adanya suatu idiom dalam kalimat.

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan sekumpulan foto kotoran anjing yang  ditemui Akbar dan ditampilkan secara slide show. Masih 

Berdasarkan hasil uji parsial didapatkan bahwa parameter variabel yang signifikan terhadap variabel respon adalah variabel X 3 (APS SMA/sederajat), X 4 (persentase penduduk

Alat analisis yang digunakan untuk menentukan kri- teria utama kerjasama pembangunan graving dock dan pengelolaan galangan kapal adalah analisis hirarki atau

4.1 Pengelolaan pembentukan karakter melalui program pendidikan ketarunaan di SMK Negeri 2 Sragen. 1) Perencanaan pendidikan ketarunaan dilakukan pada awal tahun

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1 mendeskripsikan model pembelajaran tahfizh Al-Qur‟an yang diterapkan pada program Sekolah Tahfizh HTQ UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan

Pada saat terjadinya deformasi plastis, akan melibatkan pergerakan dislokasi dengan nilai yang besar, sebuah dislokasi sisi bergerak sebagai respons

Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang sumber daya ekonomik suatu badan usaha, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban badan usaha untuk

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Keterlaksanaan RPP meningkat dari kategori baik pada siklus I menjadi berkategori sangat baik pada siklus II, (2) Hasil belajar