• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN LAPAROTOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN LAPAROTOMI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dunia medis veteriner saat ini telah banyak mengalami perkembangan. Hal ini dapat diketahui dari semakin meningkatnya kasus-kasus pada hewan kesayangan yang sampai di meja operasi. Tindakan bedah tersebut diantaranya dilakukan di daerrah abdomen. Jenis-jenis tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi, cystotomi, histerektomi, ovarihisterektomi, kastrasi, caudektomi, enterektomi dan lain sebagainya.

Operasi adalah kegiatan yang memerlukan perhatian ekstra namun tidak jarang operasi berlangsung dengan lancar dan sukses namun pasca operasi terjadi infeksi pada jahitan atau luka tersebut terbuka kembali.Luka terbuka ataupun infeksi luka pasca operasi merupakan masalah bagi ahli bedah.Hal ini dapat menyebabkan infeksi dan justru membuat kesembuhan pasien semakin tertunda.Infeksi yang terjadi banyak disebabkan karena adanya kontaminasi kuman dari dalam penderita atau hewan (endogen) dan ada yang berasal dari luar (eksogen).

Salah satu jenis tindakan bedah yang paling sering dilakukan adalah laparotomi, yaitu penyayatan pada dinding abdomen atau lapisan peritonial. Banyak kasus bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta laparotomi flank. Masing-masing posisi memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Pemilihan posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen. Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.

Pada praktikum laparatomi ini, kami menggunakan teknik laparatomi medianus. Karena keuntungan penggunaan teknik laparatomi medianus adalah tempat penyayatannya yang mudah karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadinya pendarahan dan sedikit mengandung syaraf. Namun, teknik ini dapat mengakibatkan terjadinya hernia pada hewan coba apabila penanganan post operasinya tidak baik, serta proses penyembuhannya cukup lama.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum adalah untuk menemukan letak anatomis atau orientasi dari organ-organ viscera yang ada di dalam rongga abdomen secara langsung dan sekaligus dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa serta mengasah kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan laparotomy

(2)

1.3 Fungsi

Untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan bedah laparatomi, serta mengetahui letak anatomi dari organ-organ visceral secara langsung dan mampu mempertegas diagnosa.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laparatomi

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.Laparo berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan.Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi (Theresa,2007).

Laparotomi terdiri dari tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan paramedianus. Masing-masing jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan fungsi, organ target yang akan dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi. Umumnya pada hewan kecil laparotomi yang dilakukan adalah laparotomi medianus dengan daerah orientasi pada bagian abdominal ventral tepatnya di linea alba. Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi (Gunanti, 2011).

Banyak kasus bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta laparotomi flank. Masing-masing posisi memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Pemilihan posisi penyayatan laparotomiini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen. Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa. (Gunanti,2011)

Laparotomi flank

Umumnya dilakukan pada hewan besar. Daerah orientasinya adalah legok lapar / fossa paralumbal. Lapisan yang disayat adalah kulit, muskulus obligus abdominis internus, muskulus abdominis transfersus, dan peritoneum. Pada Laparotomi flank penyayatan dilakukan pada posisi vertikal ditengah fossa paralumbal, 3-5 cm ventral prosesus transfersus 20-25 cm.dengan posisi rumen lebih ke kranial dan posisi uterus 10 cm kranial prosesus transfersus 30-40 cm (pada sapi besar). Target organ dari laparotomi flank tergantung pada posisi dari laparotomi flank yang dilakukan. Pada laparotomi flank kiri target organnya adalah abomasum, rumen, dan uterus kiri. Pada laparotomi flank kanan target organnya adalah abomasum, omentum, intestine, caecum, colon, dan uterus kanan (Wijayanto,2009).

Laparotomi medianus

Umumnya dilakukan pada hewan kecil dengan daerah orientasi abdominal bagian ventral atau tepat pada linea alba. Lapisan yang disayat adalah kulit, muskulus rectus abdominis internus dan eksternus dan lapisan peritoneum. Target organ dari laparotomi

(4)

medianus berdasarkan bayangan rongga abdomen. Epigastrium : diafragma, hati, empedu, gastrium, pankreas, dan ginjal. Mesogastrium : ovarium, usus, limpa, uterus. Hypogastrium : kornua uteri, vesica urinaria, colon dan prostat. Pada laparotomi medianus anterior penyayatan dilakukan pada anterior umbilikal sampai pada cartilago xypoid. Target organnya adalah diafragma, hati, empedu, ginjal, ovariu, gastrium dan intestine. Pada laparotomi medianus posterior penyayatan dilakukan pada post umbilikal sampai tendon pubis dengan target organ vesica urinaria, prostat, dan colon (Gunanti,2011).

Keuntungan dan kerugian dari laparotomi medianus :

Keuntungan Kerugian

Mudah dicapai Sedikit perdarahan

Mengandung sedikit syaraf

Mudah terjadi hernia Persembuhannya lama

Laparotomi paramedianus

Laparotomi tipe ini biasanya dilakukan pada hewan kecil dengan daerah orientasi pada abdominal bagian ventral. Penyayatan dilakukan pada abdomen ventral sejajar dengan linea alba. Lapisan yang disayat adalah kulit, muskulus rektus abdominis rektus abdominis internus/eksternus dan peritoneum. Target organnya tergantung pada posisinya. Pada laparotomi paramedius anterior kanan target organnya berupa diafragma, hepar, empedu, ginjal kanan, dan ovarium kanan. Pada anterior kiri target organnya adalah gastrium, pankreas, limpa, limpa, ginjal, dan ovarium kiri. Pada posterior kanan target organnya adalah uterus, vesica urinaria (anjing jantan) dan prostat. Pada posterior kiri target organnya adalah uterus, vesica urinaria (hewan jantan), dan prostat (Gunanti,2011).

Keuntungan dan kerugian dari laparotomi paramedianus

Keuntungan Kerugian

Kesebuhannya relatif cepat Tidak mudah terjadi hernia

Perdarahan agak banyak

Agak sulit jika ingin digunakan untuk operasi organ yang berpasangan

Laparotomi eksplorasi adalah laparotomi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnostik klinis. Hal ini biasanya dilakukan pada pasien dengan nyeri akut abdomen, pada pasien yang telah mengalami trauma abdomen, dan kadang-kadang pada pasien dengan keganasa. Indikasi dilakukannya laparotomy adalah : 1. Nyeri akut abdomen dan temuan klinis yang menunjukkan patologi intraabdominal yang membutuhkan operasi darurat; 2. Trauma abdomen dengan hemoperitoneum dan hemodinamik yang tidak stabil; 3. Nyeri abdomen kronik; 4. Perdarahan gastrointestinal yang nyata Kontraindikasi dilakukannya laparotomy adalah: Ketidak sempurnaan untuk anestesi umum. Peritonitis dengan sepsis berat, dan kondisi komorbiditas lainnya dapat membuat pasien tidak layak untuk anestesi umum (Theresa,2007)

(5)

Tindakan bedah dilakukan untuk menangani kasus yang terjadi pada hewan kesayangan pada daerah abdomen. Jenis tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi, cystotomi, histerektomi, ovariohisterektomi, kastrasi, caudektomidan enterektomi. Banyak kasus bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta laparotomi flank.Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini bertujuan untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen.Tujuan dari dilakukannya laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnose (Theresa,2007).

2.2 Anatomi Organ Abdomen

Pada bedah laparatomi ini dilakukan eksplorasi organ-organ ruang abdomen. Organ yang akan ditemui adalah omentum, usus, vesical urinaria, lambung, ginjal, hati dan saluran reproduksi (seperti tuba falopii, uterus dan ovarium). Organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria dan lambung. Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan yang dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak, licin, dan lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan palpasi bagian hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak dan padat. Ginjal kanan dan kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari kedua ginjal bulat seperti kacang dengan konsistensi yang lunak dan padat. Organ lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen (Sjamsuhidajat,2005).

(6)

Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka rongga abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan hipogastrium. Di wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal kanan dan kiri. Ginjal kanan terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena pada bagian kiri rongga abdomen terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri dari posisi yang seharusnya. Usus dan ovarium ditemukan di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan uterus (Sjamsuhidajat,2005).

Ovarium terdiri dari satu pasang, ovarium dextra et sinistra. Bentuk dan ukuran berbeda menurut spesies dan fase dari birahi. Ovarium pada kucing dan anjing berbentuk lonjong. Tuba falopii (Oviduct) merupakan saluran reproduksi betina yg kecil, berliku-liku, kenyal dan terdapat sepasang.Uterus merupakan saluran reproduksi betina yg diperlukan untuk menerima ovum yg telah dibuahi, nutrisi dan perlindugan foetus.Uterus terdiri dari :Kornua Uteri, Korpus Uteri, Cervix (Harari,2006).

2.3 Stadium Anestesi

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung. Dalam memberikan anestesi kita perlu mengetahui stadium 2 anestesi untuk memonitoring sejauh mana pasien bisa diberikan intervensi seperti pembedahan.

Stadium I: stadium induksi (analgesia sampai kesadaran hilang)

Stadium I (Stadium Analgesia/Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata (Sardjana,2010).

(7)

Stadium II (Stadium Eksitasi/Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola matatidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata (Sardjana,2010).

Stadium III : stadium anestesi

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadium III dibagi menjadi 4 tahap yaitu:

 Tahap 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai menurun).

 Tahap 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

 Tahap 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).

 Tahap 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).

(Sardjana,2010)

Stadium IV : (henti nafas dan henti jantung)

Respirasi tipe abdominal disertai paralisa muskulus intercostal, tekanan darah menurun, dilatasi pupil, kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan (Sardjana,2010).

(8)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan beserta fungsinya :

No Alat /Bahan Fungsi

1 Towel / drapes Digunakan untuk menutupi tubuh hewan yang tidak menjadi fokus operasi (operation site), towel/drapes yang digunakan memiliki lubang dibagian tengahnya yang disesuaikan dengan posisi atau daerah yang akan di insisi 2 Tali elastis / sumbu

kompor

Digunakan sebagai alat restrain hewan, tali ini diikatkan pada keempat kaki hewan yang akan diikatkan ke meja operasi, digunakan tali yang elastis atau sebagai

alternatifnya digunakan sumbu kompor agar tali tidak menghambat vaskularisasi dari daerah yang diikat karena sifatnya yang bisa merenggang

3 Tampon bulat Digunakan untuk membersihkan darah yang keluar saat operasi. Digunakan pada daerah permukaan, tampon ini akan meyerap darah ataupun cairan sehingga tidak menghalangi pengelihatan saat operasi

4 Tampon kotak Kegunaannya hampir sama dengan tampon bulat yang membedakannya adalah tampon kotak digunakan pada daerah yang lebih dalam karena bentuknya yang lebih memungkinkan mencapai lokasi yang sempit dan dalam 5 Scalpel handle + blade Digunakan sebagai alat utama dalam insisi, dimulai dari

insisi kulit hingga dapat juga digunakan pada lapisan selanjutnya

6 Towel clamp Digunakan untuk menjepit towel dan kulit agar towel tidak mudah berubah posisinya

7 Pinset anatomis Digunakan untuk memegang organ dalam abdomen dan juga digunakan dalam menjahit, sebagai alat bantu saat menjahit jaringan ataupun organ

8 Pinset chirugis Digunakan untuk memegang organ bagian luar seperti pada bagian kulit

9 Spy hook Digunakan untuk membantu mencari dan mengeluarkan uterus jika menggunakan jari tangan sulit

10 Jarum bedah Digunakan untuk menjahit jaringan, pada lapisan peritoneum+linea alba dan lapisan subkutan digunakan

(9)

jarum dengan tipe taper pada bagian ujungnya sedangkan untuk menjahit kutan atau kulit digunakan jarum dengan ujung segitiga bisa berupa regular cutting ataupun reverse cutting

11 Needle holder Digunakan saat melakukan penjaahitan untuk memegang benang saat menjahit jaringan

12 Benang (catgut dan silk)

Digunakan untuk melekarkan kedua sisi luka insisi. Pada saat operasi digunakan 2 jenis benang yaitu tipe

absorbable berupa catgut yang digunakan pada bagian peritoneum+linea alba adalah tipe kromik dan pada subkutan digunakan tipe plain. serta tipe nonabsorbable berupa silk yang digunakan pada bagian kutan atau kulit 13 Bak instrumen Digunakan sebagai tempat dari disecting set yang akan

digunakan, peralatan bedah (pinset, gunting, scalpel dll) sebelum digunakan dimasukan ke nirbeken dan

disterilisasi dengan autoclave agar steril saat digunakan dan tidak terjadi kontaminasi dari alat

14 Gunting tajam-tajam Digunakan untuk memotong benang saat dilakukan penjahitan

15 Gunting tumpul-tumpul

Dapat digunakan untuk preparasi tumpul ataupun membatu membuka peritoneum, bisa jugaa untuk memotong benag saat dilakukan penjahitan

16 Gunting tajam tumpul Digunakan untuk memotong, dapat digunakan untuk memotong kulit, menghindari cedera pada organ dalam sehingga saat menggunakannya bagian tumpul berada pada bagian dalam

17 Alas hewan dimeja operasi

Sebagai alas hewan di meja operasi

18 Alat cukur Digunakan untuk mencukur rambut hewan pada bagian operation site

19 Obat-obatan Obat obatan yang digunakan dalam operasi berupa premedikasi (atropin sulfat), anestesi

(ketamin+xylazine), antibiotika (nebacetin) 20 Alkohol 70 % Digunakan untuk desinfeksi daerah operasi

21 Air sabun Digunakan saat mencukur rambut untuk mempermudah pencukuran rambut

22 Allis forceps Digunakan untuk menguakkan kulit dan jaringan lain untuk mempermudah saat incisi, eksplorasi dan saat menjahit

23 Iodine Digunakan untuk merendam peralatan operasi (disecting set) agar selalu dalam keadaan steril

24 Koran Digunakan untuk membungkus peralatan yang akan di sterilisasi dengan autoclave

(10)

Sterilisasi alat-alat bedah

Alat di susun di atas pembungkus yang sudah dibuka di atas meja.

Pembungkus alat kemudian dilipat dengan rapi agar alat terbungkus seluruhnya.

sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave, dengan suhu 121ºC selama 15 menit.

Alat bedah di keluarkan dan kemudian ditaruh pada wadah untuk direndam menggunakan campuran larutan iodine dan alkohol 70%.

Persiapan Hewan

Dipuasakan selama 6 – 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 – 6 jam (tidak diberi minum) sebelum laparatomi,dan dibersikan dengan cara hewan di lap dengan kain basah.

Diperiksa signalement dan phisical examination

Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi dan ketamin serta xylazine sebagai anastesi serta obat lainnya (amoxicillin dan tolfenamic acid).

Hewan di berikan atropin sulfat secara subcutan untuk premedikasi dan ditunggu selama 10 hingga 15 menit.

Setelah 10 hingga 15 menit,di berikan anastesi secara intramuscular dengan gabungan antra ketamin dan xylazine

Persiapan Operator dan Asisten

Anggota kelompok yang akan melakukan operasi harus dalam kondisi sehat dan bersih.

Anggota kelompok dibagi menjadi 2 yaitu bagian yaitu steril dan non-steril. Bagian steril yaitu operator dan co-operator yang akan melakukan operasi,sedangkan bagian non-steril yaitu yang bertugas untuk melakukan Alat-alat

bedah

Hasil

Hewan

Hasil

(11)

anastesi, restrain, dan peritungan suhu, pulsus, dan respirasi selama operasi berlangsung.

Operasi

Dilakukan perhitungan suhu,pulsus,respirasi secara berulang setiap 15 menit selama operasi berlangsung hingga hewan sadar.

Disiapkan perlak dan duk operasi

Dilakukan restrain dengan cara mengikat kaki hewan coba dengan menggunakan tali/sumbu kompor,kemudian lidahnya di keluarkan lalu dengan posisi mulut terbuka,mulut di sumbat dengan tampon bulat

Setelah hewan mulai hilang kesadaran, bagian daerah yang akan di insisi di cukur sampai bersih yaitu 1cm anterior umbilical sampai 3cm posterior umbilical.

Pada daerah insisi yang sudah dicukur,di beri iodine untuk disinfektan

dilakukan insisi sepanjang ± 5cm pada daerah median abdomen dengan blade,diikuti penyayatan pada subcutan kemudian linea alba,lalu di perluas dengan menggunakan gunting tajam-tumpul.

Setelah seluruh bagian lapisan terbuka,rongga yang terbuka di tahan menggunakan retracktor dan allis tissue forceps agar tetap terbuka.

Dilakukan eksplorasi untuk mencari organ uterus

setelah organ uterus ditemukan,rongga di beri antibiotik secara merata.

dilakukan penjahitan pada bagian yang disayat sebelumnya yaitu 3 lapisan,lapisan pertama yaitu pada bagian linea alba penjahitan dilakukan dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang chromic catgut yang bersifat absorbable dan di beri antibiotik,lapisan kedua yaitu bagian subcutan penjahitan dilakukan dengan pola jahitan cushing menggunakan benang catgut yang bersifat absorbable dan di beri antibiotik,lapisan ketiga yaitu bagian kulit penjahitan dilakukan dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang silk yang bersifat non-absorbable.

Diberikan antibiotik pada bagian luka jahitan agar tidak terinfeksi,kemudian di beri iodine lalu di tutup dengan kasa,hipafix,dan gurita sebagai bandage.

Pasca operasi Hasil

Hewan

(12)

Ditunggu hingga hewan coba sadar atau efek anastesi berkurang,dan bila telah sadar diinjeksi tolfen sebanyak 0,25 ml secara subcutan.

Diamati suhu,pulsus,dan respirasi hewan coba setiap 15 menit hingga nilai suhu,pulsus,dan respirasi di anggap normal.

Hewan coba dirawat, dan diberi tolfen 1 x 2 hari dengan dosis 0,25 selama 3 hari terhitung dari hari selesai operasi,di beri amoxicillin 2 x 1 hari dengan dosis 2 ml selama 5 hari,penggantian perban dilakukan minimal 2 hari,pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari.

Ditunngu selama 1 minggu untuk pemeriksaan luka jahitan,apabila luka sudah kering dapat dilakukan pembukaan jahitan.

BAB IV HASIL Pemeriksaan Hewan Kelas: 2013/C Kelompok: 1 Hewan Hasil

(13)

Nama Nim 1. Christyanti R Gedi 125130107111047 2. Paramitha Afi S. 135130100111026 3. Ovianti Dwi A. 135130100111027 4. Dian Agustiar 135130100111028 4.1 Signalement SIGNALEMENT Nama : Kembang

Jenis hewan : Kucing Kelamin : Betina

Ras/breed : Kucing Domestik short hair Warna bulu/kulit : coklat,abu-abu

Umur : 1 tahun

Berat badan : 2,5 Kg Tanda kusus :

-4.2 Pemeriksaan Hewan

Pemeriksaan Hewan

Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

Address : JL. MT. HARYONO

City : MALANG

Tanggal : 25 April 2016 Temp: 38,7 0C

(14)

Pulse: 120/1 menit Respirasi: 28/ menit Membrane color: merah muda CRT: 2

Hydration: Sedikit dehidrasi Body Weight: 2,5 Kg

Body condition : Underweight  Overweight √ Normal

4.3 System Review System Review a. Integumentary √ Normal Abnormal  b. Otic √ Normal Abnormal  c. Optalmic √ Normal Abnormal  d. Muscoloskeletal √ Normal Abnormal  e. Nervus √ Normal Abnormal  f. Cardiovaskuler √ Normal Abnormal  g. Respiration √ Normal Abnormal  h. Digesty √ Normal Abnormal  Lympatic √ Normal Abnormal  j. Reproduction √ Normal Abnormal  k. Urinaria √ Normal Abnormal 

Deskripsi Abnormal: Kucing pada kondisi normal

Vaksinasi Ya √ Tidak ctt: Disease Record: -4.4 Form Operasi FORM OPERASI LAPAROTOMY

(15)

Nama Pemilik : Kelompok C1 Alamat : Malang

Nama : Kembang

Jenis Kelamin :Betina Jenis Hewan : Kucing

Ras/ Brees : Domestik short hair

Temp : 38,7ºC

Membrane mucosa : Normal (merh muda)

CRT : 2

Pulsus : 120/menit

Respirasi : 28/menit

Hydration : Sedikit dehidrasi

KONTROL ANASTESI

Obat Golongan Obat DOSIS (mg/Kg BB)

KOSENTRASI (mg/ml)

Volume

Obat (ml) Rute Waktu ANTIBIOTIK Atropin PREMEDIKASI 0,04 0,25 0,4 SC 14.22 Xylazine +Ketami n ANASTHESI Xylazine :2 + Ketamin : 10 Xylazine 20 + Ketamin 100 0,25+0,25 IM 14.44 KONTROL PEMERIKSAAN Menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120 Pulsus(/menit) 120 60 56 24 28 28 91 100 88 Temp(0C) 38,7 36,5 35,0 34,4 34,2 33,3 34,2 33,2 33,0 Respirasi(/menit ) 28 20 12 24 20 20 24 44 28 Menit 135 150 165 180 195 210 225 240 255 Pulsus(/menit) 140 132 96 96 88 91 100 120 140 Temp(0C) 33,7 34,1 34,3 34,4 34,9 35,3 35,5 35,8 36,2 Respirasi(/menit) 24 72 28 24 28 28 24 33 28 Menit 270 285 300 315 Pulsus(/menit) 88 96 100 100

(16)

Temp(0C) 36,6 37 37,5 38,3

Respirasi(/menit) 28 26 33 28

Mulai operasi : 15.11 WIB Selesai operasi : 17.00 WIB Mulai anastesi : 14.44 WIB

4.5 Form Perhitungan Dosis 1. ACP Dosis : 0.05 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 15 mg/ml Perhitungan : V =0,05 mg/kgBB ×2,5 kg15 mg/ml =0,0083 ml 2. Atropine Dosis : 0.04 mg/kg BB (SC) Konsentrasi : 0.25 mg/ml Perhitungan : V =0,04 mg/kgBB ×2,5 kg0,25 mg/ml =0,4 ml 3. Ketamine Dosis : 10 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 100 mg/ml Perhitungan : V =10 mg/kgBB ×2,5 kg100 mg/ml =0,25 ml 4. Xylazine Dosis : 2 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 20 mg/ml Perhitungan : V =2 mg/kgBB× 2,5 kg20 mg/ml =0,25 ml 5. Amoxicilin Dosis : 20 mg/kg BB (Oral) Konsentrasi : 125 mg/5 ml Perhitungan : V =20 mg/kgBB ×2,5 kg125 mg/5 ml =2ml 6. Tolfen Dosis : 4 mg/kg BB (SC) Konsentrasi : 40 mg/ml Perhitungan : V =4 mg/kgBB× 2,5 kg40 mg/kg =0,25 ml (saat bangun)

(17)

FORM MONITORING PASCA OPERASI

Nama Hewan : Kembang Jenis Hewan : Kucing

Ras/Breed : Domestik short hair

Umur : 1 tahun

Jenis Kelamin : Betina

Nama Pemilik : Kelompok C1 Alamat : Malang No telp :

-Tanggal Pemeriksaan Terapi

26 April 2016 Suhu : 38,3 oC Pulsus :108/menit CRT :Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/Amoxicillin 2 ml (PO) 2x sehari. 27 April 2016 Suhu : 37,5 oC Pulsus :144/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/Amoxicillin 2 ml (PO) 2x sehari. Tolfenemic Acid 0,25 ml (IM). 28 April 2016 Suhu : 38,1 oC Pulsus : 124/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/Amoxicillin 2 ml (PO) 2x sehari. Ganti perban,iodine,nebacetin. 29 April 2016 Suhu : 37,4 oC Pulsus : 104/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/amoxicillin 2 ml (PO) 2x sehari. Tolfenemic Acid 0,25 ml (IM). 30 April 2016 Suhu :37,9 oC Pulsus :132/menit Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + T/amoxicillin 2 ml (PO) 2x sehari.

(18)

CRT :Normal (<2) Urinasi : - + + + + SL : - + + + + Ganti perban. 1 Mei 2016 Suhu :37,9 oC Pulsus :132/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ _ 2 Mei 2016 Suhu : 37 oC Pulsus :128/menit CRT :Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ Ganti perban,pembersihan dengan rivanol dan dioles bioplacenton. 3 Mei 2016 Suhu : 37,8 oC Pulsus :131/menit CRT :Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ Ganti perban,pembersihan dengan rivanol dan dioles bioplacenton. 4 Mei 2016 Suhu : 37,4 oC Pulsus : 144/menit CRT :Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ Ganti perban,pembersihan dengan rivanol dan dioles bioplacenton. 5 Mei 2016 Suhu : 38,4 oC Pulsus : 98/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ Ganti perban,pembersihan dengan rivanol dan dioles bioplacenton. 6 Mei 2016 Suhu : 38,2 oC Pulsus : 98/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ _ 7 Mei 2016 Suhu : 38,3 oC Pulsus : 100/menit Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + T/ _

(19)

CRT : Normal (<2) Urinasi : - + + + + SL : - + + + + 8 Mei 2016 Suhu : 38,2 oC Pulsus : 96/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ Ganti perban,pembersihan dengan rivanol dan dioles bioplacenton. 9 Mei 2016 Suhu : 38,4 oC Pulsus : 96/menit CRT : Normal (<2) Appetice : - + + + + Defekasi : - + + + + Urinasi : - + + + + SL : - + + + + T/ _ BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisa Prosedur Pre Operasi

(20)

Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument telah disterilisasi serta mempuasakan hewan coba selama 6 – 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 – 6 jam (tidak diberi minum) yang bertujuan untuk menghindarkan hewan muntah ketika dilakukan anastesi.

Sedangkan sterilisasi alat bedah bertujuan untuk menghilangkan mikroba yang ada pada alat-alat bedah yang akan digunakan nanti. Prosedur autoclave merupakan proses sterilisasi yang berprinsip pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Proses autoclave berlangsung di dalam alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatubenda atau alat menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoclave tidak

dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoclave. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh microorganisme (Madigan,2006).

Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-alat yang digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai sifat-sifat yang dapat digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine, iodine merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih mahal.Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C (Plumb,2005).

Setelah peralatan bedah disiapkan kemudian dilakukan pemeriksaan pulsus dan suhu hewan coba, dan lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali dengan tujuan mengamati kondisi hewan coba selama operasi. Selanjutnya dilakukan premedikasi dengan atropine 10 menit sebelum operasi dengan dosis 0.4 ml diberikan secara subcutan. Dan diberikan anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit dari pemberian atropine dengan rute pemberian intramuscular xylazine sebanyak 0.25 ml dan ketamine sebanyak 0.25 ml. Efek dari ketamin yaitu menimbulkan efek samping nausea dan vomit sehingga lebih baik lambung dikosongkan.

Setelah hewan coba teranastesi atau hewan coba telah memasuki stadium 1 anastesi, dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan tali pengikatan dilakukan pada kursi karena memngingat kondisi meja praktikum yang cukup panjang, selain itu pengikatan bertujuan memudahkan dilakukan operasi serta mempertahankan posisi rebah hewan ketika akan dilakukan operasi dan dikeluarkan lidah hewan coba kemudian mulut ditutup dengan kapas atau kasa agar tidak tergigit ketika hewan telah teranastesi serta tidak mengganggu jalan nafas dari hewan itu sendiri. Setelah itu daerah abdomen hewan dicukur dengan menggunakan silet yang sebelumnya telah diberi air sabun untuk memudahkan pencukuran, pencukuran dilakukan searah dengan posisi rambut kucing untuk memudahkan pencukuran, lalu pada daerah yang sudah dicukur diolesiiodin untuk desinfeksi. Kemudian hewan ditutup dengan duk,

(21)

disesuaikan, dan difiksir dengan towelclamp. Pada stadium anastesi ke III , operasi siap dilakukan.

Operasi

Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang dilakukan tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat penyayatan (Fossum,2012).

Dilakukan penyayatan sepanjang kurang lebih 5 cm pada kulit menggunakan blade, diikuti penyayatan subcutan dan kemudian penyayatan linea alba. Setelah terbuka kemudian Incisi yang ada diperluas dengan menggunakan gunting tajam-tumpul dilakukan secara hati-hari agar tidak menyobek daerah sekitar incisi. Setelah terbuka seluruh lapisan, rongga yang terbuka ditahan dengan menggunakan allis tissue forceps dan retractor agar tetap terbuka. Dan amati organ visceral setelah lapisan pada abdomen terbuka, dalam percobaan ini yang diamati adalah organ reproduksi (seperti ovarium, uterus, dll). Dan tetap melakukan pemantauan kondisi hewan coba selama operasi, seperti pulsus, suhu, kondisi luka, kesadaran, dan reflex mata untuk memastikan hewan coba dalam kondisi baik.

Pada ekplorasi bagian abdomen kelompok kami menemukan uterus. Setelah ditemukannya uterus pada kucing ini, kami memutuskan untuk menutup dan melakukan penjahitan. Sebelum dilakukan penjahitan, diberikan antibiotik secara spray. Kemudian pada lapisan pertama dijahit dengan menggunakan benang catgut dan jarum round dengan menggunakan teknik simple interrupted. Pada lapisan kedua digunakan benang plain dan jarum yang sama dengan menggunakan pola jahitan cushing. Untuk lapisan yang terakhir yaitu lapisan kulit dijahit dengan menggunakan pola jahitan simple interupted. Catgut digunakan karena benang tersebut bersifat absorbable dan akan menyatu dengan jaringan yang ada. Kemudian jarum jenis round digunakan karena jaringan yang dijahit tidak terlalu tebal. Pada cutaneous digunakan benang silk dengan jarum triangle atau segitiga. Hal ini dikarenakan kulit bersifat yang sering terpapar jadi digunakan benang non absorbable untuk menghindari infeksi dan jarum triangle digunakan karena kulit yang merupakan jaringan yang tebal. Dressing untuk sayatan yang telah ditutup menggunakan kasa yang telah diberi iodine dan nebacetin. Hal ini untuk menjaga agar luka tetap steril dan luka cepat kering.

Post Operasi

Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif. Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan luka berjalan dengan baik. Komplikasi sering kali menyertai operasi seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan pasien. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi persembuhan hewan (pasien) (Theresa,2007).

Perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin dengan jarak 12 jam dengan dosis 2 ml yang diberikan secara peroral. Selain itu diberikan analgesik, yaitu tolfenamic acid

(22)

secara subkutan dengan dosis 0,25 ml. Untuk antibiotik topikal pada daerah luka diberikan nebacetin untuk membantu penyembuhan luka. Dressing diganti setiap 2 hari sekali dengan menggunakan nebacetin lalu diberikan iodine yang kemudian ditutup dengan kasa steril dan direkatkan dengan hypafix dan ditambahkan dengan pemasangan gurita agar bandage tidak digigit oleh hewan serta mecegah adanya kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan luar. Apabila gurita tetap digigit oleh hewan maka dapat ditambah dengan pemberian elizabeth collar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk perawatan pasien bedah, diantaranya adalah pemeriksaan pulsus, suhu, appetice, defekasi, urinasi dan SL yang dilakukan setiap harinya untuk hingga hewan benar-benar pulih untuk mengontrol perkembangannya pasca operasi serta menghindarkan hewan dari adanya komplikasi pasca operasi. Setelah 7 hari dilanjutkan dengan melakukan pengecekan terhadap jahitan, apabila sudah kering dapat dilakukan pelepasan jahitan. Dan setelah jahitan dilepas, luka jahitan masih harus ditutup untuk mengantisipasi agar luka tidak digigit oleh hewan coba ataupun terkena kotoran yang ada dilingkungan ketika proses perawatan.

Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan dengan dicuci menggunakan larutan pencuci detergen, disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudian dibilas dengan air yang mengalir hingga bersih, dikeringkan dengan ditata diatas koran. Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala, duk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan menggunakan desinfektan berupa alkohol 70%.

5.2 Analisa Hasil

5.2.1 Obat Yang Digunakan a. Tolfenamic acid

Merupakan salah satu agen non-steroidal anti infflamatory yaitu dari katagori anthranilic acid (fenamat) yang secara struktur kumianya mirip dengan meclofenamic acid

Penyimpanan: disimpan pada pada suhu ruangan untuuk semmua jenis sediaan baik sediaan tablet maupundalam bentuk solution

Farmakologi: kerja dari obat ini mirip dengan kerja dari aspirin yaitu sebagai potensial inhibitor dari cyclooxigenase yang akan menghambat rilisnya prostaglandin. Obat ini juga akan menghambat secara langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Tolfenamic acid memiliki aktivitas yang signifikan sebagai anti tromboksan, sehingga tidak dianjurkan digunakan pada saat pre-operasi karena akan memberikan pengaruh pada fungsi platelet (Coughland,2011)

(23)

Penggunaan: tolfenamic acid dapat digunakan sebagai treatment baik akut maupun kronis dari inflamasi dan atau rasa nyeri. Obat ini dapat digunakan baik pada anjing maupun pada kucing. Di negara-negara eropa obat ini juga digunakan pada hewan ternak besar seperti pada sapi (Coughland,2011).

Farmakokinetik: tolfenamic acid dapat diabsobrsi melalui rute oral. Pada anjing level tertinggi dari obat adalah 2-4 jam setelah pemberian yang berarti jumlah dari obat ini paling banyak pada serum adalah selama 2-4 jam setelah pemberian dosis yang sesuai. Resirkulasi enteropatik dari obat ini akan meningkat setelah pemberian makanan. Hal ini juga dapat meningkatkan bioavaibility dari obat. Terjadi variasi dari bioavaibility dari obat setelah pemberian pakan pada anjing. Pada anjing volume distribusinya adalah 1,2 L/kg dan akan dieliminasi atau memiliki waktu paruh sekitar 6,5 jam. Durasi kerja dari obat ini adalah 24-36 jam sehingga pemberian obat ini adalah 1-2 hari sekali (Coughland,2011).

Kontra indikasi: tolfenamic acid tidak dapat diberikan pada hewan yang memiliki hipersensitifitas pada obat ini maupun pada obat-obat dari kelas meclofenamic. Seperti NSAID lainnya obat ini tidak boleh digunakan pada hewan yang memiliki pendarahan aktif atau pada hewan yang mengalami ulserasi. Penggunaan obat ini juga akan meningkatkan fungsi kerja hepar dan ginjal (Coughland,2011)

Efek samping: umumnya obat ini sifatnya relatif aman diberikan pada anjing dan atau kucing, diare dan muntah dapat terjadi setelah pemberian obat melalui oral. Pada studi eksperimental tidak ditemuui pengaruh dari obat ini terhadap ginjal maupun pada GI tract, toksisitas tidak ditemukan hingga dosis 10 kali normal. Karena sifatnya sebagai anti-tromboksan maka akan memberikan efek pada fungsi platelet ynag menyebabkan tidak direkomendasikan diberikan pada hewan pre-operasi (Coughland,2011)

Toksisitas akut/overdosis: jika terjadi overdosis ataupun toksisitas akut dilakukan penanganan sesuai prosedur standar dari overdosis obat yaitu dengan mengosongkan saluran pencernaan melalui oral dst. Pemberian treatment suportif dapat dilakukan dapat juga diberikan diazepam melalui IV untuk mengontrol terjadinya kejang. Dilakukan monitoring terhadap pendarahan GI tract. Monitoring elektrolit dan keseimbangan cairan perlu diklakukan karena tolfenamic acid dapat menyebabkan efek pada ginjal dan penanganan kegagalan fungsi ginjal juga perlu dilakukan jika kejadian cukup parah (Coughland,2011).

Interaksi obat: tolfenamic acid bersifat highly bound (berikatan erat) dengan plasma protein sehingga penggunaan obat-obat lain juga dapat menyebabkan ikatan plasma digantikan dengan obat–obat lainnya yang juga memiliki sifat highly bound. Peningkatan level serum dan durasi aksi beberapa obat dapat

(24)

mempengaruhi kerja tolfenamic acid diantaranya adalah penggunaan phenitoin, valproic acid, antikoagulan oral, dan agen anti inflamasi lainnya, saliscylates, sulfonamides dan penggunaan sulfonylurea antidiabetic agent dapat juga mempengaruhi aktivitas obat ini.jika tolfenamic acid digunakan bersamaan dengan warfarin maka efek hypoprothrombinemic yang terjdi akan meningkat (Coughland,2011).

Dosis : pada anjing :untuk nyeri akut diberikan 4 mg/kg BB setiap hari melaui SC, IM atupun PO selama 3-5 hari, namun disesuakan dengan kebutuhan. Pada kucing dengan nyeri akut diberiakn 4 mg/kg BB satu kali sehari secara SC, IM, ataupun PO selama 3-5 hari (Coughland,2011).

b. Atropin sulfat

Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin adalah antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura stramonium L dan tanaman lain keluarga Solanaceae. Merupakan bentuk campuran dari d-hyoscyamine and hyoscyamine dimana bentul l-bersifat aktif dan bentuk d- tidak memiliki aaktivitas antimuskarinik. Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal putih atau kristal putih seperti jarum. Larut dalam air (2500 mg/mL), alkohol (200 mg/mL) pada suhu 25 0C, gliserol (400

mg/mL) atau metanol . Dalam perdagangan injeksi atropine berada dalam bentuk larutan steril dalam pelarut air yang digunakan untuk injeksi atau dalam larutan Na Cl 0,9 % (Plumb,2006).

Penyimpanan: Stabilitas Penyimpanan Atropin sulfat dipengaruhi oleh cahaya. Jika dalam bentuk larutan injeksi simpan pada suhu ruang yang terkontrol pada suhu 15°C hingga 30°C (59°F hingga 86°F); hindari dari suhu dingin dan lindungi dari cahaya.

Interaksi obat: injeksi atropin sulfat dilaporkan secara fisik kompatibel sedikitnya selama 15 menit dengan injeksi berikut : chlorpromazine hydrochloride, cimetidine hydrochloride, dimenhydrinate, diphenhydramine hydrochloride, droperidol, fentanyl citrate, glycopyrrolate, hydroxyzine hydrochloride, hydroxyzine hydrochloride dengan meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride dengan promethazine hydrochloride, morphine supfate,opium alkaloid hydrochloride, pentazocine lactate, pentobarbital sodium, prochlorperazineedisylate, promazine hydrochloride, promethazine hydrochloride, propiomazine hydrochloride atau scopolamine hydrobromide. Kompatibilitas dengan larutan injeksi lain tergantung dari beberapa faktor seperti konsentrasi obat, pH akhir larutan dan temperatur. Atropine sulfate injeksi dilaporkan secara fisik incompatible dengan norepinephrine bitartrate, sodium bicarbonate dan metaraminol bitartrate. Kerusakan atau endapan terjadi dalam 15 menit jika atropine sulfate dicampur dengan larutan methohexital sodium (Plumb,2006).

(25)

Farmakologi: atropin seperti agen antimuskarinik lainnya, secara kompetitif akan menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lannya pada postganglionic parasympatetic neuroefector sites. Dengan dosis yang tinggi dapat menghalangi reseptor nikotinic pada ganglia autonomik dan pada neuromuscular junction. Efek farmakologinya relatif pada dosis yang rendah akan menyebabkan terjadinya salivasi, sekresi bronchial dan sekresi pada kelenjar keringat terhambat (tidak terjadi pada kuda). Pada dosis sitemik atropin akan menyebabkan dilatasi dan menghambat akomodasi dari pupil dan meningkatkan detak jantung. Dosis yang tinggi akan menurunkan motilitas dari GI dan urinary tact. Dosis yang sangat tinggi akan menghambat sekresi lambung (Plumb,2006).

Penggunaan/indikasi : Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada mata; premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan; bersama dengan neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular, antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary resucitation (Plumb,2006).

Farmakokinetik : atropin sulfat terabsorbsi dengan baik melalui jalur oral, injeksi intramuccular, inhalasi maupun melauli endotracheal. Setelah pemberian melalui intravena puncak efek dari obat yang berpengaruh pada detak jantung adalah dalam waktu 3-4 menit. Atropin akan terdistribusi secara luas di dalam tubuh. Atropin dapat menembus CNS, placenta, dan dapat terdistribusi ke air susu dalam jumlah kecil. Atropin akan dimetabolisme di heapar dan di diekskresikan ke urin. Setidaknya ada 30-50 % dari dosis yang diekskresikan ke urin dalam bentuk yang tidak berubah beserta meltabolitnya. Pada manusia waktu paruh dari atropin adalah 2-3 jam (Plumb,2006).

Kontraindikasi : kontraindikasi terjadi pada kondisi angle-closure glaucoma ( glaukoma sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat. Hipersensitifitas terhadap obat-obatan antikolinergik. Hemoragi akut pada lambung, dan penyakit yang berkaitan dengan kerusakan GI tract (Plumb,2006).

Efek Samping : Efek samping dari antimuscarinik termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi, fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang hanya terkadang terjadi: kebingungan, mual, muntah dan pusing (Plumb,2006).

Interaksi obat : penggunaan bersamaan dengan beberapa jenis obat akan meningkatkan aktivitas dari atropin dan derivatnya diantaranya adalah antihistamin, procainamide, quinidine, meperidine, benzodiazepines,

(26)

phenothiazines. Sedangkan beberapa obat akan menimbulkan efek yang kurang baik atau menghambat efek dari atropin yaitu derivat Primidone, disopyramide, nitrates, penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Atropine dan derivatnya adapat meningkatkan efek kerja dari nitrofurantoin, dan thiazide diuretics, Atropine dan derivatnya akan bersifat antagonis jika digunakan atau dicampur dengan metoclopramide (Plumb,2006).

Dosis : Pada anjing

Sebagai preanestetik adjuvant:  0.022 - 0.044 mg/kg IM or SQ  0.074 mg/kg IV, IM or SQ  0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV

Sebagai adjunctive treatment bradycardias, Incomplete AV block, etc:  0.022 - 0.044 mg/kg IM, SQ, or IV prn; or 0.04 mg/kg PO tid-qid  0.02 - 0.04 mg/kg IV or IM

For treatment of cholinergic toxicity:

 0.2 - 2.0 mg/kg ; give 1/4th of the dose IV and the remainder SQ or IM For treatment of bronchoconstriction:

 0.02 - 0.04 mg/kg for a duration of effect of 1 - 1.5 hours Cats:

As a preanesthetic adjuvant:

 0.022 - 0.044 mg/kg IM or SQ (Muir ))

 0.074 mg/kg IV, IM or SQ (Package Insert; Atropine Injectable, S.A. -Fort Dodge)

 0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV For treatment of bradycardias:

 0.022 - 0.044 mg/kg IM, SQ, or IV prn; or 0.04 mg/kg PO tid-qid  0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV q4-6h.

For treatment of cholinergic toxicity:

 0.2 - 2.0 mg/kg ; give 1/4th of the dose IV and the remainder SQ or IM (Plumb,2006)

(27)

Ketamin hidroklorida merupakan obat anestesi yang merupakan golongan fenil sikloheksilamin. Obat ini dikenal sebagai 'Rapid Acting Non Barbiturate General Anesthetic Drug'. Obat ini tidak berwarna (bening), bersifat asam dan sensitif terhadap cahaya. Kemasan obat ini (vial) berwarna coklat untuk melindungi obat ini dari paparan cahaya. Keltamin berwarna putih berbentuk kristal memiliki titik lebur pada 258-261 0c pada ph yang tinggi akan

mengalami presipitasi. 1 gram ketamin dapat larut dalam 5 ml air sedangkan pada alkohol 14 ml. pH dari ketamin yang digunakan untuk injeksi adalah antara 3,5-5,5 (Plumb,2006).

Penyimpanan/stabilitas/compatibility : ketamin dapat dicampur dengan air yang steril untuk injeksi, D5W, dan normal saline. Ketamin kompatibel dengan

xylaxine pada spuit yang sama. Ketamin tidak dapat dicampur dengan barbiturat ataupu diazepam. Untuk penyimpanannya obat ini harus dilindungi dari cahaya (Plumb,2006).

Farmakologi : ketamin merupakan anestesi umum yang memiliki efek yang cepat. Ketamin akan menghambat GABA pada CNS dan akan menghambat serotonin, norepinephrin dan dopamin pada CNS. Thalamoneocortical sistem akan terdepres ketika lymbic sistem teraktivasi. Pada kucing akan menyebabkan efek hypotermik ringan setidaknya terjadi penurunan suhu 1,6 oc

setelah pemberian obat ini. Efek dari obat ini terhadap berbagai organ bermacam-macam diantaranya

Terhadap Susunan Saraf Pusat :Obat ini memiliki efek analgetik yang kuat namun efek hipnotik nya kurang. Butuh dosis yang lebih besar untuk membuat efek hipnotiknya sempurna. Namun obat ini dapat mempunyai efek disosiatf, maksudnya adalah pasien mengalami gangguan persepsi dari rangsangan dan lingkungannya seperti pasien mengalami halusinasi dan mimpi buruk (Nightmare) pada saat pemulihan dan dapat menimbulkan kejang..

Apabila obat ini diberikan secara intravena akan dapat memberikan efek dalam waktu 30 detik. apabila diberikan melalui intra muskular akan memberikan efek 5 - 8 menit. Pada saat pasien terinduksi, pasien dapat mengalami tanda khas pada mata berupa kelopak mata yang terbuka dan nistagmus. Sering juga terjadi gerakan gerakan anehyang tidak disadari, yaitu menelan, mengunyah, tremor, dan kejang. Efek efek tersebut dapat di kurangi dengan pemberian diazepam sebagai sedatif atau obat lain yang dapat memberikan efek amnesia sebelum diberikan ketamin.

Terhadap Mata :Efek terhadap mata meliputi nistagmus, lakrimasi, kelopak mata terbuka secara spontan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh speningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.

Terhadap Sistem Kardiovaskuler :Ketamin menimbulkan efek simpatomimetik, berupa inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Manifestasi yang dapat debrikan akibat pemberian ketamin, yaitu Peningkatan tekanan darah perifer, dan denyut jantung.

(28)

Terhadap Sistem Respirasi :Pada saat diberikan dengan dosisi biasa tidak akan memberikan efek pada sistem respirasi. Namun pasa dosis tertentu (lebih tinggi) dapat memberikan efek simpatomimetik sehingga dapat memberikan efek dilatasi bronchus.

Terhadap Otot :Dapat memberikan efek peningkatan tonusotot lurik (termasuk uterus), rigiditas, bahkan hingga kejang. Namun keadaan ini dapat dikurangi dengan pemberian Diazepam sebagai 'muscle relaxant'. Kontraksi otot kelopak mata membuat terbukanya kelopak mata, dan kontraksi otot- otot ekstraokuler menyebabkan nistagmus.

Terhadap refleks - refleks proteksi :Refleks proteksi jalan nafas masih utuh sehingga hati - hati dalam meberikan isapan - isapan pada daerh jalan nafas karena dapat menimbulkan spasme laring.

Terhadap Metabolisme :Ketamin merangsang sekresi dari hormon - hormon katabolime, seperti glukagon, kortisol. koterkolamin, tiroksin, dll sehingga laju katabolisme tubuh meningkat.

(Plumb,2006)

Indikasi : ketamin digunakamn pada manusia, primata non human dan pada kucing selain itu juga dapat digunakan pada berbagai spesies lainnya. Digunakan dalam restarin, dan agen anestetik. Sebagai Induksi Anestesia, Obat Anestesi Pokok. Pada operasi yang letak operasinya superficial, berlangsung singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot maksimal Analgetik pasca trauma atau pasca bedah. Biasanya digunakan dengan kombinasi dengan diazepam Farmakokinetik dan farmakodinamik :

Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM. Stadium depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesia dapat diberikan dosis 25-100 mg/KgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.17 Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ion 8 na+ ,ca2+,dan k+ ) maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di SSP. 18,19 Mekanisme kerja ketamin mungkin dengan cara menghambat efek membrane eksitatori neurotransmitter asam glutamat pada suptipe reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat yang sangat lipofilik dan didistribusikan dengan cepat ke dalam organ-organ yang kaya vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam jaringan-jaringan yang kurang vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati untuk selanjutnya dibuang ke urin dan empedu (Plumb,2006)

(29)

Kontraindikasi : hipersensitifitas dan hewan konsumsi (hewan ternak) yang akan di sembelih dalam waktu dekat. Sebaiknya tidak diberikan pada hewan yang memiliki permasalahan pada jantung dan sistem cardiovascular lainnya (Plumb,2006).

Efek Samping :Ketamin memberikan efek pada sistem kardiovaskuler melalui rangsangan dari sistem simpatis pusat dan sebagian kecil melalui hambatan pengambilan noreprineprin pada terminal saraf simpatis. Kenaikan Tekanan darah dan frekuensi jantung sekitar 30 % serta peningkatan Noradrenalin di dalan tubuh. Pada tahap pemulihan dapat timbul mimpi buruk dan halusinasi. Persepsi ilusi ini dapat berulang kembali pada tahap lanjutan sampai beberapa jam, bahkan setelah beberapa hari. Kejadian seperti ini dapat dicegah dengan pramedikasi dengan benzodiazepin. Serta produksi saliva yang bertambah banyak. Ketamin tidak menimbulkan nyeri dan tidak menimbulkan iritasi, obat ini dapat merangsang kardiovaskuler yaitu dipertahankannya tekanan darah pada penderita dengan risiko buruk dan sebagai bronkodilator.20 Ketamin juga sering digunakan untuk pasien anak karena efek anestesia dan analgesia dapat dicapai dengan pemberian injeksi intramuskular. Ketamin juga dapat digunakan pada pasien geriatri yang beresiko tinggi mengalami syok, karena dapat memberikan stimulasi jantung. Namun demikian, pada pemberian ketamin telah dilaporkan beberapa efek samping antara lain: transien erythema, keadaan mimpi buruk, halusinasi, dan delirium dapat disertai dengan fonasi dapat terjadi pada anestesi ketamin ringan (Plumb,2006).

Interaksi obat : penggunaan narkotik, barbiturat, diazepam dapat memperpanjang recovery time setelah induksi anestesi dengan ketamin. Jika digunakan halothan maka akan memperpanjang recovery time dan akan menghambat efek stimulasi cardiac oleh ketamin (Plumb,2006),

Dosis :

Dogs: Note: Ketamine/xylazine dapat menginduksi terjadinya cardiac arrhythmias, pulmonary edema, dan respiratory depression pada anjing. Kombinasi obat ini dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan

 Diazepam 0.5 mg/kg IV, kemudian ketamine 10 mg/kg IV untuk menginduksi anestesi umum

 Midazolam 0.066 - 0.22 mg/kg IM or IV, then ketamine 6.6 - 11 mg/kg IM

 Xylazine 2.2 mg/kg IM, in 10 minutes give ketamine 11 mg/kg IM. Dogs weighing more than 22.7 kg (50 lbs.) reduce dose of both drugs by approx. 25%.

 Atropine (0.044 mg/kg) IM, in 15 minutes give xylazine (1.1 mg/kg) IM, 5 minutes latergive ketamine (22 mg/kg) IM

(30)

Direkomendasikan untuk memberikan atropine atau glycopyrrolate sebelum penggunaan untuk menurunkan hipersalivasi

 11 mg/kg IM for restraint; 22 - 33 mg/kg untuk tindakan diagnostik atau minor operation yang tidak memerlukan muscle relaksan. (2 - 4 mg/kg IV or 11 - 33 mg/kg IM

 Restraint: 0.1 ml (10 mg) IV.

 Anesthesia: 22 - 33 mg/kg IM or 2.2 - 4.4 mg/kg IV (with atropine) Sedation, restraint: 6.6 - 11 mg/kg IM

 Anesthetic: 17.6 26.4 mg/kg IM Induction (following sedation): 4.4 -11 mg/kg IV

 Restraint: 11 mg/kg IM

 Anesthesia: 22 - 33 mg/kg IM; 2.2 - 4.4 mg/kg IV (Kirk 1986) Rabbits/Rodents/Pocket Pets:

 Rabbits: 35 mg/kg SubQ or IM once (in combination with xylazine, useful for minimally invasive procedures lasting less than 30-45 minutes)

 Rats/Mice: 87 mg/kg IP once (in combo with xylazine)  Guinea pig: 60 mg/kg IP once (in combo with xylazine)  Hamsters: 200 mg/kg IP once (in combo with xylazine) d. Xylazine HCL

Xylazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan medetomidin adalah preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk menghasilkan sedasi, analgesi, dan pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain seperti romifidin sering digunakan pada kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk anjing dan kucing. Xylazine HCl mempunyai rumus kimia 2(2,6-dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro 1,3-thiazine hydrochloride. Xylazine mengandung 23,32 mg / ml hidroklorida xylazine dalam larutan air injeksi berbasis. Xylazine dapat diperoleh juga sebagai bubuk kristal murni (Plumb,2006).

Penyimpanan : pentimpanan pada suhu dibawah 30 0c. xylazine dapat

dicampur saat injeksi (dalam satu syringe) dengan beberapa jenis obat seperti acepromazine, buprenorphine, butorphanol, chloral hydrate, dan meperidine (Plumb,2006).

Farmakologi : Xylazine bekerja melalui mekanisme (farmakologi ) yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor α2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor α2,

(31)

Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –48 jam. -adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Plumb,2006).

Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi, kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan akhirnya keadaan teranestesi.Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine pada anjing menghasilkan efek samping merangsang muntah tetapi dapat mengosongkan lambung pada anjing diberi makan sebelum dianestesi. Indikasi : Xylazine biasa digunakan pada kucing sebagai agen sedatif untuk keperluan pembedahan minor dan untuk menguasai hewan atau handling. Dalam anestesi hewan, xylazine sering digunakan dalam kombinasi dengan ketamin. Xylazine adalah analoque clonidine. Obat ini bekerja pada reseptor presynaptic dan postsynaptic dari sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis sebuah adrenergik. Obat ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan sebagai obat penenang (sedatif), nyeri (analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). tetapi memiliki efek farmakologis banyak lainnya. Sebagian besar terdiri dari efek bradikardia dan hipotensi. Xylazine menghambat efek stimulasi saraf postganglionik (Plumb,2006). Interaksi obat : Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi bukan saja untuk sedasi dan analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi. Xylazine bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain seperti benzodiazepin atau opioid untuk menghasilkan sedasi. Xylazine juga dapat dikombinasikan dengan anestesi injeksi seperti ketamine, tiopental, dan propofol atau anestesi inhalasi seperti halotan dan isofluran untuk menghasilkan anestesi yang lebih baik. Xylazine biasanya digunakan sebagai preanestesi, tetapi pada anjing akan menyebabkan muntah sehingga bersifat kontra-indikasi untuk hewan yang menderita obstruksi gastro-intestinal. Waktu induksi dari suatu agen anestesi bisa dikurangi sampai 50-75% dengan pemberian preanestesi xylazine untuk menghindari overdosis (Plumb,2006). Efek samping : efek samping dari xylazine adalah mengalami penurunan setelah kenaikan awal pada tekanan darah dalam perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah dan juga dapat menyebabkan bradikardi. Pengaruh xylazine dapat dibatalkan dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan tolazoline (Plumb,2006).

(32)

Khusus pada kucing xylazine juga merangsang pusat muntah, sehingga obat tersebut digunakan sebagai emetik. Peningkatan buang air kecil kadang-kadang terjadi pada kucing. Anjing cenderung menelan udara berlebih.

kontraindikasi :

 Xylazine tidak boleh digunakan pada hewan dengan hipersensitivitas atau alergi terhadap obat tersebut.

 Xylazine tidak dianjurkan pada hewan yang menerima

epinefrin,penyakit jantung,darah rendah,penyakit ginjal dengan atau jika hewan ini sangat lemah.

Farmakokinetik : absorbsi terjadi secara cepat melalui jalur injeksi intramuskular. Tetapi pada bioavaibilitasnya berpariasi dan incomplete. Pada kuda bioavaibilitasnya adalah 40-48 % pada domba 17-73 %, danpada anjing 52-90 %. og have been reported after IM administration. Pada kuda onset kerja obat yang diberikan melalui intravena adalah dalam waktu 1-2 menit setelah pemberian obat. Maksimal 3-10 menit setelah injeksi. Durasi dari kerja obat tergantung pada dosis yang diberikan tetapi durasinya sekurangnya adlah 1,5 jam. Waktu paruh obat dalam serum setelah pemberian dosis tunggal adalah 50 menit pada kuda dengan recovery time 2-3 jam. Pada anjing dan kucing onset kerja obat adalah 10-15 menit dengan rute pemberian secara intramuskular ataupun melalui subkutan.sedangkan jika melalui intravena 3-5 menit. Efek analgesiknya akan bertahan selama 15-30 menit setelah pemberian dosis tunggal namun sifat sedatifnya akan berlangsung selama 1-2 jam. Waktu paruh obat dalam serum pada anjing adalah 30 menit. Recovery total akan membutuhkan waktu 2-4 jam pada anjing dan kucing. Xylazine tidak ditemukan pada aair susu dari sapi perah yang laktsi setelah 5-21 jam pemberian obat tetapi penggunaannya pada hewan konsumsi tidak banyak digunakan karena withdrawl timenya tidak spesifik.

Dosis : Anjing :

 1,1 mg/kg IV, 1.1 - 2.2 mg/kg IM or SQ  0.6 mg/kg IV IM as a sedative

 To treat a hypoglycemic crises (with IV dextrose): 1.1 mg/kg IM  0.5 - 1.0 mg/kg IV or 1 - 2 mg/kg IM

 0.55 mg/kg IM Kucing :

(33)

 1,1 mg/kg IV, 1.1 - 2.2 mg/kg IM or SQ  As an emetic: 0.44 mg/kg IM

 0.5 - 1.0 mg/kg IV or 1 - 2 mg/kg IM  0.55 mg/kg IM

Kelinci /Rodents/Pocket Pets:

 Rabbits: For minimally invasive procedures lasting less than 30-45 minutes: 5 mg/kg once

 SubQ or IM in combination with ketamine (35 mg/kg)

 Mice/Rats: General anesthesia 13 mg/kg once IP in combination with ketamine (87 mg/kg)

 Hamsters/Guinea pigs: General anesthesia 8 - 10 mg/kg once IP in combination with ketamine (200 mg/kg for hamsters & 60 mg/kg for Guinea pigs)

(Plumb,2006)

5.2.2 Stadium Anestesi Pada Hewan Coba

Pada praktikum yang dilakukan anestesi dimulai dengan premedikasi anestesi yang dilakukan pada pukul 14.22 wib obat yang digunakan adalah atropin sulfat. Onset kerja dari obat adalah sekitar 15 menit. Pemberian anestesi berupa ketamin+xylazine dilakukan pada pukul 14.44 dengan onset kerja obat adalah 3-5 menit. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap stadium anestesi yang dilakukan.

Stadium I, stadium induksi atau stadium eksitasi bebas Tanda-tanda :

- Hewan masih sadar dan dapat memberontak

- Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus - Dilatasi pupil

- Terjadi urinasi dan defekasi

Stadium II, stadium eksitasi tidak bebas Tanda-tanda :

- Kesadaran hilang secara tiba-tiba

- Respon reflex terhadap stimulasi berlebihan

- Gerakan anggota gerak kuat sehingga diperlukan restrain yang baik

- Respirasi sangat tidak teratur  Stadium III, stadium operasi

Plane Respirasi Refleks Relaksasi

(34)

& Faring itas ng ut 1 (light) Reguler, thoracoabdo minal Bola mata bergerak -gerak, reflek palpebra l, konjungt iva, kornea secara terdepre s Muntah dan menelan absen, batuk masih ada Anggot a gerak 2 (mediu m) Regular, thoracoabdo minal, amplitude menurun Bola mata di ventro medial, kornea (-) Batuk masih ada sampai pertenga han 3 (deep) Regular, abdominal, amplitude minimal Bola mata kembali di tengah Batuk berkura ng Pedal hilang hilan g hila ng 5.2.3 Physical Examination

Pemeriksaan fisik dari hewan dilakukan sebelum operasi, saat operasi dan pasca operasi hingga kondisi hewan stabil. Pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi dilakukan meliputi pemeriksaan signalemen meliputi nama hewan, jenis hewan, jenis kelamin, breed warna kulit, umur, berat badan dan tanda khusus hewan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan suhu, pulsus, membrane color, hydrasi, respirasi, CRT, berat badan, dan warna serta konsistensi dari feses. Pada saat operasi pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pulsus dan suhu tubuh yang diperiksa setiap 15 menit. Sedangkan pada post operasi pemeriksaan dilakukan setiap satu hari sekali dan yang diperiksa adalah suhu, pulsus dan CRT.

Menurut Eldredge (2008) Suhu Tubuh Normal dari kucing dewasa adalah 100 °F-103 °F atau 37,7° C - 39,4 °C dengan rata-rata : 101,5 °F atau 38,6 °C sedangkan pada anak kucing yang baru lahir berkisar antara 95 °F - 99 °F atau 35 °C - 37,2 °C. untuk Respiratory Rate (Frekuensi Nafas) dari Kucing Dewasa adalah 20-24 napas per menit dengan Rata-rata : 22 napas per menit saat istirahat. Untuk Heart Rate (frekuensi Denyut jantung) Kucing Dewasa

(35)

adalah 140-240 denyut per menit dengan rata-rata adalah 195. Pada saat sebelum operasi suhu tubuh hewan coba adalah 38,70c dengan pulsus 120/menit dan

respirasi 28/menit. Saat dilakukan operasi dilakukan pengecekan suhu,pulsus,dan respirasi mulai dari menit ke 0 hingga menit ke 300 tiap 15 menit sekali. Pada menit ke 0 pulsusnya adalah 120/menit, dengan temperatur 38,7ºC ,dan respirasi 28/menit pada menit ke 15 pulsusnya turun menjadi 60/menit,suhunya juga turun menjadi 36,5ºC,dan respirasinya turun menjadi 20/menit. Pada menit ke 30 pulsusnya melemah menjadi 56/menit dengan suhu 35,0ºC dan respirasi 12/menit. Dari menit ke 60 hingga menit ke 225 umumnya terjadi peningkatan dan terkadang penurunan pulsus dengan rata-rata pulsus 95/menit. Untuk suhu tubuhnya terus mengalami penurunan dengan rata-rata 34ºC ,begitu juga dengan respirasi dengan rata-rata 28/menit. Pada menit ke 240 pulsus hewan coba menjadi 120/menit dengan terjadi peningkatan suhu menjadi 35,8ºC,diikuti dengan peningkatan respirasi menjadi 33/menit.. Pada menit ke 255 pulsusnya menjadi 140, suhunya menjadi 36,2ºC,dan respirasi turun menjadi 28/menit. Pada 15 menit selanjutnya pulsus,suhu dan respirasi mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak begitu jauh dari nilai sebelumnya,hingga pada menit ke 315 pulsus hewan coba menjadi 100/menit,suhu menjadi 38,3ºC,dan respirasi menjadi 28/menit. Selama operasi perlu dilakukan kontrol suhu tubuh, pulsus,dan respirasi hewan yang dioperasi untuk mengetahui keadaan fisiologisnya dan menentukan apakah operasi bisa dilanjut atau harus dihentikan karena keadaan hewan yang tidak memungkinkan.

5.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi akut. Dalam penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang mengganggu penyembuhan luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain infeksi, faktor mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran besarnya luka. Faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan hormon glukokortikoid. Pada pasca operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder. Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat pemanjangan waktu penyembuhan luka(Madigan,2006).

Selain itu juga dipengaruhi oleh: a. Usia

Usia muda penyembuhannya lebih cepat daripada usia. Usis tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

b. Nutrisi

Referensi

Dokumen terkait

3) Observasi pembelajaran di kelas dan persiapan perangkat pembelajaran Observasi ini dilakukan dengan cara mahasiswa memasuki kelas. Hal ini bertujuan supaya

3) Observasi pembelajaran di kelas dan persiapan perangkat pembelajaran Observasi ini dilakukan dengan cara mahasiswa memasuki kelas. Hal ini bertujuan supaya mahasiswa

Apersepsi dilakukan dengan cara demonstrasi dari guru tentang cara melakukan latihan koordinasi teknik dasar(mengumpan dan mengontrol bola) dengan menggunakan kaki bagian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat nekrosis yang terjadi pada hati, ginjal serta ovarium dari hewan coba yang diberi ekstrak air herba putri malu yang didapat dengan cara

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengelompokkan hewan coba menjadi 7 kelompok, terdiri dari kelompok pembanding diberi Fenobarbital Na 36,4 mg/kg BB, kelompok kontrol diberi

1) Cara coba salah ( trial and error ). Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,

Pelaksanaan pengujian obat hewan sewaktu-waktu dilakukan dengan cara mengambil sampel obat hewan langsung (on the spot) ke perusahaan produsen/importir obat hewan (ke

Pengendalian pinjal secara mekanik atau fisik dilakukan dengan cara membersihkan karpet, alas kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau