• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Pemboran Overbalanced

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV Pemboran Overbalanced"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

DASAR PEMBORAN

4.1. Tujuan Pemboran

Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan. Dalam dunia perminyakan kegiatan pemboran sangat kompleks, dimana dalam kegiatan pemboran mempunyai dua buah parameter yaitu :

a. Parameter Tidak Dapat Diubah

Parameter ini tidak dapat diubah dalam kegiatan pemboran karena berhubungan dengan kondisi fisik dari lokasi pemboran tersebut, sehingga kita harus menyesuaikan. Parameter ini meliputi :

- Kondisi formasi, yang meliputi tekanan dan temperature suatu formasi. - Sifat dan jenis formasi

b. Parameter Yang Dapat Diubah

Dimana parameter ini dapat diubah–ubah sesuai dengan formasinya atau sesuai dengan keefektifan kegiatan pemboran. Parameter ini meliputi :

- Rate of Penetration. - Weight on Bit.

Kegiatan pemboran dalam dunia perminyakan meliputi : - Penambahan kedalaman.

- Mempertahankan diameter lubang bor. - Mengangkat hasil pemboran ke permukaan.

Dalam pemboran yang harus benar–benar kita perhatikan adalah efisiensinya, karena hal tersebut menyangkut faktor pembiayaan. Dalam bab ini akan dibahas tentang perencanaan material – material dalam pemboran.

(2)

4.2. Perencanaan Pemboran

Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran yang akan digunakan, perencanaan sistem lumpur dan hidrolikanya, perencanaan casing, perencanaan penyemenan dan lain sebagainya.

4.2.1. Perencanaan Peralatan Pemboran

Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi menjadi lima sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem putar, sistem sirkulasi dan sistem pencegah sembur liar.

4.2.1.1. Sistem Tenaga

Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power suplay equipment, yang dihasilkan oleh mesin – mesin besar yang biasa dikenal dengan nama “prime mover” dan distribution equipment yang berfungsi untuk meneruskan tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran.

Hampir semua rig menggunakan internal combustion engine, dimana penggunaan prime mover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan prime mover besarnya berkisar antara 500 – 5000 Hp. Jumlah prime mover yang diperlukan dalam suatu operasi pemboran sangat bervariatif, tergantung dari jumlah tenaga yang diperlukan. Pada umumnya suatu operasi pemboran memerlukan dua atau tiga buah mesin. Sedangkan untuk pemboran yang lebih dalam memerlukan tenaga yang lebih besar, sehingga prime mover yang diperlukan dapat mencapai empat unit. Adapun prinsip kerja prime mover adalah flexibility, yang dapat dinyatakan dalam rumus :

W = F x S………...(4-1) Dimana :

W = kerja (work), lb ft F = gaya, lb.

(3)

S = jarak, ft

Prime mover sebagai system daya penggerak harus mampu mendukung keperluan fungsi angkat, putar, pemompaan, penerangan, dan lain – lain. Dengan demikian perencanaan dan pemilihan tipe dan jenis prime mover yang dipergunakan harus memperhatikan hal tersebut.

Gambar 4.1.

Skema Tenaga Penggerak2) 4.2.1.2. Sistem Angkat

Sistem penganngkat (hoisting system) merupakan salah satu komponen utama dari peralatan pemboran. Fungsi utama system ini adalah memberikan ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor dan peralatan lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

a. Supporting Structure.

Supporting structure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas titik bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan – peralatan pemboran dan juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran. Supporting structure terdiri dari drilling tower (derrick atau mast), sub structure dan rig floor.

(4)

Drilling tower atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Conventional/standart derrick. 2. Protable Skid Mast.

3. Mobile atau trailer mounted type mast.

Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit, akan tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini banyak digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan lantai yang luas untuk tempat pipa – pipa pemboran. Untuk memindahkan derrick ini harus dilepas satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali disuatu tempat yang telah ditentukan letaknya.

Gambar 4.2. Derrick2)

Menara tipe portable posisi berdirinya dari bagian yang diakitkan satu dengan lainnya dengan menggunakan las maupun scrup. Tipe ini dapat juga didirikan dengan cara ditahan oleh telescoping dan diperkuat oleh tali–tali yang

(5)

ditambatkan secara tersebar. Dibandingkan tipe derrick, tipe menara ini lebih murah, mudah dan cepat dalam pendiriannya, transportnya murah, tetapi dalam penggunaannya terbatas pada pemboran yang tidak terlalu dalam.

Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam standart 4A dan menara kayu tercantum standart 4B. Sedangkan untuk tipe mast termasuk dalam 4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas lantai dan tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis pembebanan, yaitu :

1. Compressive Load 2. Wind Load

Wind load dapat dihitung dengan rumus ;

p = 0.004.V2 ………..…………(4-2) dimana :

p = wind loads, lb/ft2 V = kecepatan angin, mph

Sedangkan compressive load dapat dihitung dari jumlah berat yang diderita hook ditambah dengan jumlah berat menara itu sendiri (yang diderita oleh kaki – kaki pada substructure).

b. Hoisting Equipment.

Peralatan pengangkatan terdiri dari : 1. Drawwork

Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork, seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga merupakan rumah daripada gulungan drilling line.

Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang harus dilayani, biasanya dideasin dengan horse power(Hp) dan kedalaman pemboran, dimana kedalamannya harus disesuaikan dengan drill pipe-nya. Horse power out put drawwork yang diperlukan untuk hoisting (pengangkatan traveling block dan beban – bebannya) adalah :

(6)

e 1 x 33000 Vh . W Hp ………(4-3) Dimana : W = hook load, lb

Vh = kecepatan naik traveling block, ft/min

E = effisiensi hook ke drawwork, umumnya 80% - 90%, tergantung dari jumlah line dan kondisi bantalan kerekan (sheave bearing).

Gambar 4.3. Drawwork18) 2. Overhead tools

Overhead tool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri dari crown block, traveling block, hook dan elevator.

3. Drilling line

Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line anchor dan storage and suplay.

Drilling line digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook. Drilling line terbuat dari baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan diatur sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan. Lilitan ini terdiri dari

(7)

enam kumpulan dan satubagian tengah yang disebut “core” dan terbuat dari berbagai macam bahan seperti plastic dan textile.

4.1.2.3. Sistem Putar

Fungsi utama dari system putar (rotary system) adalah untuk memutar rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor suatu formasi. Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu :

1. Rotary assembly.

2. Rangkaian pipa pemboran. 3. Mata bor atau bit.

Rotary assembly ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan di atas lubang bor. Peralatan ini terdiri dari rotary table, master bushing, kelly bushing dan rotary slip. Sistem putar ini membutuhkan tenaga dari prime mover yang dihubungkan dengan rotary table dengan menggunakan chain atau belt melalui drawwork.

Rangkaian pipa bor terdiri dari swivel, Kelly, drill pipe dan drill collar. Penyambungan rangkaian pipa satu dengan yang lainnya digunakan tool joint dimana ulir tool joint ini menurut API dibagi menjadi tiga, yaitu regular, full hole dan internal flush. Ketirusan ulir ini berkisar antara 16.66% - 25.0%. Ketirusan ulir yang cukup besar dan jumlah ulir yang cukup sedikit dimaksudkaan untuk mendapat ikatan yang besar dan mempercepat saat mengikat dan melepas sambungan. Apabila dilihat dari rig floor dengan menghadap ke bawah, rangkaian akan berputar ke arah kanan, oleh karena itu semua sambungan ulir yang berada di bawah rotary table berulir ke kanan, sedangkan semua sambungan yang berada di atas rotary table harus beruliur ke kiri.

Susunan rangkaian pipa bor berputar dari atas ke bawah adalah swivel head – Kelly stop cock – Kelly – sub – drill pipe – sub – drill collar – fload sub – bit. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan karena keperluannya, sering juga rangkaian pipa pemboran ini dilengkapi dengan stabilizer atau reamer.

4.2.1.4. Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi tersusun oleh empat sub komponen utama, yaitu : 1. Drilling Fluid.

(8)

2. Preparation area. 3. Circulating equipment. 4. Conditioning area.

Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan(liquid) dari beberapa komponen yang dapat terdiri dari air (tawar maupun asin), minyak, tanah liat (clay), bahan–bahan aditif, gas, udara maupun detergen.

Preparation area ditempatkan pada tempat dimulainya sirkulasi lumpur, yaitu di dekat pompa lumpur. Tempat persiapan lumpur pemboran terdiri dari peralatan–peralatan yang diatur untuk memberikan fasilitas persiapan atau treatment lumpur bor. Tempat persiapan ini meliputi mud house, steel mud pits/tanks, mixing hopper, chemical mixing barrel, bulk mud storage bins, water tanks dan reserve pit.

Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam sistem sirkulasi. Peralatan ini berfungsi mengalirkan lumpur dari mud pit ke rangkaian pipa bor dan naik ke annulus membawa serbuk bor ke permukaan menuju ke conditioning area, sebelum kembali ke mud pits untuk disirkulasikan kembali. Peralatan ini terdiri dari mud pit, mud pump, pump discharge and return line, stand pipe dan rotary hose.

Pemilihan pompa harus tepat dan se-ekonomis mungkin. Akhir–akhir ini, keperluan tenaga untuk sirkulasi lumpur menjadi meningkat dengan adanya pemakaian jet pump, turbo drilling dan pengaruh dari beratan pada pahat. Perlu diketahui bahwa konsumsi energi pompa dalam suatu operasi pemboran sekitar 70% sampai 85% dari seluruhj tenaga yang disediakan oleh prime mover. Oleh karena itu sebaiknya dipilih pompa yang sanggup memberi support tenaga pengangkatan cutting sekitar 30 m – 65 m per menit dan mampu menahan tekanan balik dalam sirkulasinya. Biasanya pabrik pembuat mencantukan tenaga mekanik maksimum yang diijinkan untuk pompa dalam kecepatan maksimum.

Untuk mencapai maksud – maksud tertentu (misalnya untuk meningkatkan atau mengurangi daya pompa), dapat menggunakan pompa secara bersamaan baik parallel maupun dengan cara seri.

(9)

Gambar 4.4. Skema Sistem Sirkulasi2)

Conditioning area ditempatkan didekat rig. Area ini terdiri dari peralatan – peralatan khusus yang digunakan untuk “clean up” lumpur bor setelah keluar dari lubang bor. Fungsi utama dari peralatan ini adalah untuk membersihkan lumpur dari cutting dan gas yang terikut. Ada dua cara untuk memisahkan cutting dan gas, yaitu :

1. Menggunakan metode gravitasi, dimana lumpur yang telah terpakai dialirkan melalui shale shaker dan settling tanks.

(10)

2. Secara mekanik, dimana peralatan–peralatan khusus yang dipasang pada mud pits dapat memisahkan cutting dengan gas.

Peralatan pada conditioning area terdiri dari settling tanks, reserve pits, mud gas separator, shale shaker, degasser, desander dan desilter.

Jadi secara umum lumpur pemboran dapat disirkulasikan dengan urutan sebagai berikut: lumpur dalam steel mud pit dihisap oleh pompa - pipa tekanan – stand pipe – rotary hose – swivel head – kelly – drill pipe – drill collar – bit – annulus drill collar – annulus drill pipe – mud line/flow line, shale shaker – steel mud pit – dihisap pompa kembali dan seterusnya.

4.2.1.5. Sistem Pencegah Sembur Liar

Sistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk menahan tekanan dari lubang bor. Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran karena peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan.

Apabila formasi mempuyai tekanan yang besar dan kolom lumpur tidak dapat mengimbanginya maka akan terjadi “kick”, yaitu intrusi fluida formasi yang bertekanan tinggi yang masuk ke dalam lubang bor. Kick yang tidak terkendali dapat mengakibatkan terjadinya blow out. Jadi blow out selalu diawali dengan adanya kick.

Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup ruang annular antara drill pipe dan casing bila terjadi gejala kick. Sistem peralatan ini bekerja secara pneumatic (dengan menggunakan udara dan gas, biasanya dipakai) dan secara mekanik.

BOP system terdiri dari BOP stack, accumulator dan supporting system. BOP stack terdiri dari rangkaian annular preventer, pipe ram preventer, drilling spools, blind ram preventer dan casing head. Kesemuanya ini di-setkan pada surface casing. Sedangkan tipe dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi tekanan lubang bor dan disesuaikan dengan keekonomiannya.

Accumulator biasanya ditempatkan pada agak jauh dari rig, sekitar seratus meter dari rig dengan pertimbangan keselamatan. Fungsi utamanya adalah menutup valve BOP stack dengan cepat saat keadaan darurat. Accumulator bekerja dengan high pressure hidrolis pada saat terjadi kick.

(11)

Supporting system terdiri dari choke manifold dan kill line. Choke manifold bila dihidupkan dapat membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Choke manifold bekerja dengan mengalirkan Lumpur bor dari BOP stack kesejumlah valve (yang membatasi aliran dan langsung ke reserve pits), mud gas separator atau mud conditioning area. Sedangkan kill line bekerja dengan memompakan Lumpur berat kedalam lubang bor sampai Lumpur berat dapat mengimbangi tekanan formasi.

Gambar 4.5.

Skema BOP Stack Pada Well Head2) 4.2.2. Perencanaan String Dan Bottom Hole Assembly 4.2.2.1. Perencanaan String Atau Pipa Bor (DP)

Pipa bor (drill pipe) adalah pipa baja berbentuk bulat yang mempunyai kemampuan tinggi terhadap puntiran. Panjang pipa bor ini umumnya berkisar sekitar 30 ft untuk setiap jointnya. Dan ukuran yang banyak digunakan sekitar 5”,

(12)

makin dalam lubang yang dibor maka semakin banyak pula jumlah pipa yang akan digunakan. Untuk menyambung pipa itu digunakan alat yang disebut tool joint, yang memang sudah terpasang dikedua ujung pipa bor itu. Pada bagian atas dari pipa bor itu terpasang tool joint berbentuk box dan pada bagian bawah terpasang tool joint berbentuk pin atau yang biasa disebut sebagai up set.

1. Type

Berdasarkan beratnya, ada dua macam type drill pipe, yaitu drill pipe standart dan heavy weight drill pipe (HWDP). Table 4-1 memperlihatkan ukuran dan berat HWDP yang umum digunakan.

Tabel 4-1

Heavy Weight Drill Pipe2)

2. Ukuran

Suatu drill pipe digunakan pada suatu interval ukuran dan dalam ukuran yang umum, digunakan bermacam – macam ketebalan dinding yang memungkinkan bisi dipilih sesuai dengan program pemboran. Range panjang pipa bor ini dikelompokkan atas ranking yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Range I berkisar antara 18 – 20 ft. range II berkisar antar 27 – 30 ft. Range III berkisar antara 38 – 45 ft. Biasanya yang umu digunakan adalah dari range II. Sedangkan dimensi ketebalan dinding biasanya dinyatakan sebagai weight/ft, seperti terlihat pada table 4-2.

Tabel 4-2

(13)

3. Grade

Pipa bor yang dibuat dipabrik menurut standart API terdiri dari dua type atau grade yaitu grade D dan grade E. Juga ada grade G yang bukan standart Api. Ketahanannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Minimum Yield Stregth, grade D : 55.000 psi. - Minimum Yield Stregth, grade E : 75.000 psi. - Minimum Tensile Strength, grade D : 95.000 psi - Minimum Tensile Strength, grade E : 100.000 psi. - Minimum Yield Stregth, grade G : 105.000 psi. - Minimum Tensile Strength, grade G : 120.000 psi 4. Class

Klasifikasi drill pipe ini menunjukkan factor penting dalam perencanaan drill string, digunakan pada jumlah dan tipe pemakaian sebelumnya akan mempengaruhi sifat – sifat dan strength dari pipa – pipa. System kode warna API untuk klasifikasi drill pipe dapat dilihat pada gambar 4.6.

(14)

Gambar 4.6.

Identifikasi Kode Warna API Drillpipe dan Tool Joint2)

Pembebanan yang selalu dihadapi drill pipe berkaitan dengan peranannya pada operasi pemboran seringkali menjadi problem bagi drill pipe sendiri. Problem akan terjadi seketika jika beban yang diderita pipa melebihi spesifikasinya. Pada kenyataannya baanyak beban yang harus ditanggung oleh DP, baik beban yang berkaitan dengan fungsi maupun beban secara tiba – tiba karena suatu kondisi tertentu, adapun beban tersebut adalah :

1. Collapse

Beban yang arahnya kedalam, bagian bawah string akan menerima beban yang terbesar. Pada saat operasi pemboran normal tekanan terbesar collapse terjadi pada saat drill string diturunkan ke sumur untuk DST, karena drill string dalam keadaan kosong. Karena operasi DST yang umum dilakukan, maka tekanan pada saat operasi ini dapat digunakan untuk mengotrol desain collapse, seperti terlihat pada gambar 4.7.

(15)

Gambar 4.7.

Beban Collapse Pada Drillstring Hasil Dari DST2) 2. Burst.

Burst adalah tekanan yang diakibatkan oleh tekanan dari dalam pipa itu sendiri. Tekanan terbesar terjadi bila nozzle tersumbat atau pada saat pengoperasian DST. Dalam kedua kasus tersebut tidak mungkin tercapai tekanan yang menyebabkan beban burst pada pipa karena dikontrol oleh tekanan Lumpur masing – masing didalam dan diluar pipa. Oleh karenanya tekanan burst dikontrol oleh tekanan permukaan, seperti terlihat pada gambar 4.8. satu kasus yang jarang ditemui dimana kondisi burst dapat terjadi adalah ketika dilakukan pengontrolan kick, atau pada saat operasi squeeze cementing, untuk itu digunakan back pressure dari burst casing. Tidak seperti desain casing atau tubing, maka burst jarang digunakan sebagai kriteria pengontrol pada lapisan drill pipe.

(16)

Gambar 4.8.

Beban Burst Dikontrol Tekanan Permukaan2) 3. Dog Leg Saverity

Secara umum dogleg dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gradual and long dog leg dan abrupt dog leg. Pada yang pertama perubahan sudut yang terjadi perlahan – lahan sehinga bentuk lubang melengkung. Sedangkan pada yang kedua perubahan sudut yang terjadi secara tiba – tiba. Kedua dog leg tersebut dapat dilihat pada gambar 4.9. Pada saat DP mengalami abrupt dog leg, tool joint dapat berada tepat pada ujung dog leg. Kadaan tool joint yang pendek dan kaku pada drill pipe menyebabkan drill pipe yang berada disekitar tool joint akan bengkok.Untuk mencegah terjadinya pelengkungan DP yang terlalu besar, maka besarnya gaya yang terjadi antara tool joint dengan ujung dog leg harus dibatasi, hal ini berkaitan dengan beban tension yang diderita DP.

Tipe kerusakan yang paling sering dihadapi adalah karena kelelahan pemakaian dan ini biasanya terjadi bila pipa mengalami cyclic bending stress. Kerusakan karena rotasi pada dog leg akan menjadi suatu problem serius bila sudut dog leg melebihi harga kritis.

(17)

Gambar 4.9. Dog Leg Severity32) 4.2.2.2. Perencanaan Bottom Hole Assembly (BHA) 4.2.2.2.1. Perencanaan Drill Collar

Drill collar berbentuk seperti drill pipe (DP), tetapi diameter dalamnya lebih kecil dan diameter luarnya sama dengan diameter luar tool joint drill pipe. Jadi drill collar memiliki dinding yang lebih tebal daripada drill pipe, sehingga memungkinkan ulir dipasang langsung pada dindingnya. Drill collar ditempatkan pada rangkaian pipa bor bagian bawah diatas mata bor (bit). Fungsi utama dari drill collar adalah :

- Sebagai pemberat WOB (Weight ON Bit), sehingga rangkaian pipa bor dalam keadaan tetap tegang saat pemboran berlangsung, sehingga tidak terjadi pembelokan lubang.

- Membuat agar rangkaian pipa bor putarannya stabil.

- Membuat bagian bawah dari rangkaian pipa bor agar mampu menahan puntiran.

Dengan demikian diharapkan pemboran akan berjalan dengan laju yang besar. Lubang bor lurus dan kerusakan drill pipe kecil. Berdasakan bentuk permukaannya ada tiga jenis drill collar, yaitu :

1. Standart Drill Collar, mempunyai permukaan halus dengan box connection terletak pada top dan pin connection terletak pada bottom.

2. Spiralled Drill Collar, mempunyai permukaan beralur seperti spiral. Digunakan pada kondisi khusus untuk memcegah terjadinya differential wall sticking.

3. Zipped Drill Collar, pada permukaannya terdapat lekukan, yaitu pada bagian atas ujung drill collar.

(18)
(19)

Gambar 4.10. Fungsi Dari Drill Collar (Drilling Manual Vol. 2) Sedangkan berdasarkan fungsinya ada tiga jenis, yaitu :

1. Anti wall stick, digunakan untuik memperkecil area kontak, biasanya digunakan tipe spiral.

2. Square Drill collar, digunakan untuk memberikan stabilitas maksimum pada lubang yang terjadi lekukan.

3. Monel Drill Collar, digunakan untuk melindungi directional survey instrument dari pengaruh distorsi besi string dalam gaya magnetik bumi.

Dalam perencanaan drill collar, sebagaimana kelly dengan drill pipe, sejumlah beban juga harus ditanggung oleh drill collar antara lain momen pelengkungan. Pelengkungan drill string tidak dapat dielakkan bila berat diset di atas bit. Pada lubang lurus, bila berat terus ditambah hingga mencapai berat kritis maka string akan melengkung dan menyentuh dinding lubang pada sutu titik yang disebut tangensial point. Jika berat di atas bit terus ditambah maka harga baru akan dicapai dan drill string akan melengkung untuk kedua kalinya, yang disebut dengan pelengkungan orde kedua dan seterusnya.

4.2.2.2.2. Stabilizer

Stabilizer ini digunakan untuk menjaga arah pemboran sesuai dengan yang direncanakan. Teknik stabilizer yang umum adalah pendulum dan packed hole.

(20)

Teknik pendulum menggunakan berat drill collar untuk bergerak pada stabilizer yang menjadi poros untuk mengatur bit. Sedangkan pada teknik packed hole adalah proses sebaliknya dengan spasi yang berdekatan untuk mencegah efek pendulum, seperti terlihat pada gambar 4.11. Ada dua tipe stabilizer yaitu fixed location blade dan sleeve stabilizer.

Tujuan utama pemasangan stabilizer pada lubang vertikal adalah untuk mempertahankan drill collar agar tetap di tengah–tengah lubang, menurunkan kemungkinan pelengkungan string sementara dalam keadaan kompresif dan memperkecil kemungkinan drill collar terjepit dinding. Sedangkan pada sumur miring untuk membantu pengontrolan deviasi sesungguhnya terhadap jumlah deviasi yang diinginkan. Prinsip yang mendasari desain kestabilan string untuk sumur berarah adalah mengkombinasikan kelakuan dan fleksibilitas pada titik yang berbeda pada BHA. Keuntungan lain dari penggunaan stabilizer adalah memungkinkan penggunaan WOB yang besar, menaikkan umur bit, mencegah terjadinya jepitan pada string dan menurunkan gaya pelengkungan pada string.

(21)

Gambar 4.11. Macam-macam Stabilizer2) 4.2.2.2.3. Roller Reamer

Roller reamer terdiri dari blade stabilizer ditambah suatu seri roller yang terbuat dari baja keras atau dengan menggunakan sisipan tungsten carbide. Disamping beraksi seperti stabilizer ia kjuga membantu mempertahankan ukuran lubang dan menanggulangi stick pipe yang disebabkan oleh dog leg atau key seat.

Ada tiga tipe dasar dari roller reamer, yaitu : 3 point string type dimana memberikan efek sehingga drill collar tetap ditengah dan menjaga lubang tetap dalam ukurannya dengan menghilangkan rintangan – rintangan pada dinding. 6 point bottom hole type dimana memberikan kestabilan yang lebih sempurna dan kapasitas reaming yang lebih besar, membantu mencegah perubahan sudut lubang pada formasi yang sangat keras atau abrasif. Dan 3 point bottom hole type dimana digunakan antara drill collar dengan bit untuk mencegah reaming pada dasar lubang bor oleh suatu bit, yaitu menjaga lubang tidak melewati ukurannya.

4.2.2.2.4. Shock Sub

Shock absorber atau juga disebut shock subadalah alat yang ditempatkan pada bagian bawah drill collar yang berfungsi untuk menyerap vibrasi dan beban shock karena aksi cutting ketika pemboran menembus formasi keras, sehingga kerusakan drill string dapat dikurangi. Tipe – tipe shock absorber dapat dilihat pada gambar 4.12.

(22)

Gambar 4.12. Tipe-tipe Absorber18) 4.2.2.2.5. Subs

Berupa joint pendek yang memberikan suatu cross over untuk sambungan yang berbeda pada drill string.

4.2.2.2.6. Drilling Jars

Tujuan pemasangan drilling jars adalah untuk memberikan suatu aksi sentakan kearah atas pada saat pipa terjepit (stuck). Gambar 4.13. memperlihatkan suatu drilling jars yang terdiri dari sliding mandrell yang ditempatkan pada drill string, mandrell dihubungkan pada salah satu ujung string dan sleeve pada ujung yang lainnya, seperti terlihat pada gambar 4.13. Ada tiga tipe dari drilling jars yaitu : mechanical jars, hydraulic jars dan hidromechanical jars.

(23)

Gambar 4.13. Drilling Jars18) 4.2.2.3. Pembebanan Pada Saat Operasi

Salah satu factor yang umum dipertimbangkan dalam usaha mempertinggi rate of penetration adalah dfaktor mekanik yaitu kecepatan rotasi dan WOB. Factor – factor ini sudah barang tentu diusahakan bekerja dalam limit operasi sehubungan dengan ekonomis drill string. Pada dasarnya pemilihan kecepatan rotasi dan WOB tidak terlepas dari kondisi formasi. Kapasitas kerja peralatan dan kondisi lubang bor. Rotasi dan WOB yang tidak benar akan menimbulkan masalah pada drill string.

1. Rotasi

Kecepatan rotasi yang digunakan harus berada dalam kapasitas variasi drill string. W. C. Man telah merumuskan persamaan untuk menghitung kecepatan kritis, yaitu : L 258.000 Nc ………....(4-4) dimana :

Nc = kecepatan rotasi kritis, RPM. L = panjang drill string, ft.

Vibrasi yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dua tipe utama, yaitu vibrasi travesial yang beraksi seperti string biola dan terjadi pada pipa antara dua tool joint dan vibrasi longitudinal yang beraksi seperti spring pendulum dan terjadi pada keseluruhan string.

Rotasi yang dialami drill string selain menimbulkan vibrasi juga torsi, tetapi torsi ini tidak menimbulkan problem yang serius.

2. WOB

Bila pemboran akan menembus formasi keras, umumnya akan dilakukan penambahan berat di atas bit. Konsekuensinya drill collar akan mengalami compression dan akan cenderung untuk melengkung dan pantulan stress akan

(24)

lebih besar untuk suatu kecepatan rotasi tertentu. Walaupun efek pantulan ini akan membantu menghancurkan batuan tetapi pantulan yang berlebihan akan menimbulkan problem yang serius. Pada waktu lampau cara untuk menjaga lubang tetap lurus adalah dengan menurunkan WOB dan menaikan kecepatan rotasi. Tetapi sekarang telah diketahui bahwa hal ini bukan selalu merupakan cara yang terbaik, sebab penurunan WOB akan bertentangan dengan prinsip penetration rate.

4.2.3. Perencanaan Pahat (Bit)

Pahat merupakan bagian yang sangat penting dalam operasi pemboran, merupakan alat untuk membuat dan membersihkan lubang bor. Pahat tersedia dalam berbagai corak untuk berbagai kondisi formasi yang dibor, untuk itu diperlukan pemilihan serta perencanaan yang tepat guna mencapai kecepatan penembusan (penetration rate) yang besar, waktu pemboran (drilling time) yang kecil dan pemilihan jenis pahat yang tepat.

4.2.3.1. Jenis – Jenis Pahat

Terdapat tiga jenis pahat yang biasa dipakai , yaitu drag bit, roller cone bit dan diamond bit. Dimana roller cone bit merupakan jenis yang paling umum dipakai.

1. Drag Bit

Jenis ini tidak memiliki bagian yang dapat diputar. Drag bit terdiri dari tiga pisau sayap yang digunakan untuk melakukan pemboran pada formasi lunak, dengan aksi keruk pada permukaan formasi. Fluida pemboran dialirkan langsung mengenai sayap – sayapnya sehingga pembersihan terhadap hasil kerukan baik. Kelemahan penggunaan mata bor jenis drag bit adalah :

- Sukar untuk mendapatkan lubang bor lurus.

- Adanya goresan yang besar antara lubang bor dengan formasi, sehingga menyebabkan mata bor cepat aus dan lubang bor mengecil.

(25)

- Menimbulkan torsi yang besar seohingga kemungkinan patah string besar sekali. Karena itu untuk mengurangi akibat ini dipasang nozzle pada blade-nya, supaya serbuk bor cepat terangkat ke permukaan.

Gambar 4.14. Drag Bit2) 2. Roller Cone Bit

Roller cuter bit mmempunyai cone – cone yang dapat berputar sehingga bisa menghancurkan batuan yang ditembus. Keuntungan – keuntungan yang didapat dari penggunaan bit jenis ini dibangdingkan menggunakan drag bit, adalah:

- Torsi yang terjadi lebih kecil.

- Serbuk bor yang dihasilkan lebih kecil.

- Lubang bor yang dihasilkan tidak cepat mengecil.

Berdasarkan kekerasan batuan yang akan ditembus, maka dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu ;

- Pahat untuk lapisan lunak. - Pahat untuk lapisan sedang. - Pahat untuk lapisan keras. - Pahat untuk lapisan sangat keras.

(26)

Untuk lapisan lunak diperlukan scrapping action yang besar, sedang scrapping action dan crushing action pada roller cukup kecil saja, sehingga untuk mendapatkan scrapping action yang besar maka bit harus mempunyai cone off set (penyimpangan sumbu – sumbu cone) yang besar. Perbedaan pahat untuk lapisan yang lunak dan keras dapat dibedakan sebagai berikut :

Pahat Formasi Lunak Pahat Formasi Keras - Gigi – gigi pahat panjang

- Gigi – gigi pahat jarang. - Cone off set besar. - Lubang pembasuh kecil

- Gigi pahat pendek - Gigi pahat rapat

- Cone off set kecil atau tidak ada - Lubang pembasuh besar

Pahat jenis ini mempunyai kerucut – kerucut (cone) yang dapat berputar untuk menghancurkan batuan. Pada cone terdapat gigi yang apabila dilihat dari cara pemasangannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;

- Insert tooth bit, yaitu jenis mata bor dimana gigi yang dari mata bor dipasang pada cone.

- Steel tooth bit, yaitu gigi dari mata bor sudah langsung menjadi satu dengan cone.

Dalam prakteknya, untuk membor formsi yang lunak digunakan mata bor dengan gigi yang panjang, sedang untuk membor formasi yang keras dengan gigi pendek dan tumpul. Kerucut pemotong pada jenis bit ini tidak menjadi satu dengan badan mata bor melainkan duduk pada bantalan peluncur bearing, yang terdapat pada poros yang bersatu dengan mata bor berputar. Pengaruh kerucut pemotong pada proses pemecahan batuan dimana ketiga sumbu garis kerucut pemotong itu saling berpotongan di titik tengah, tetapi bergeser ke kanan searah putaran mata bor. Keadaan ini disebut bentuk off set dan untuk non off set. Profil ini digunakan untuk membor batuan lunak sehingga diperoleh aksi pemboran dan pengikisan (scrapping) yang maksimum.

Untuk lapisan sedang bentuk off set tersebut akan semakin kecil. Dan untuk lapisan keras bentuk off set sudah tidak ada lagi (ketiga perpanjangan garis sumbu berpotongan di titik tengah sumbu perputaran). Ini menyebabkan perubahan pola pemecahan batuan dari aksi pengorekan dan pengikisan yang

(27)

berubah menjadi aksi penghancuran. Bantalan peluncur berfungsi untuk mendapatkan gerakan yang efektif dari kerucut pemotongnya. Ada dua macam bantalan peluncur, yaitu yang menggelinding (roller bearing) dan gesek (journal/friction bearing). Bantalan luncur yang menggelinding terbagi atas dua bentuk yaitu bentuk bola (ball bearing) dan bentuk silinder (cylinder bearing). Mata bor dengan bantalan lumpur tipe gesek umumnya dapat digunakan lebih lama karena dapat dipertebal dengan tungsten carbide agar tidak mudah rusak sehingga dapat menerima beban yang lebih besar.

Pada bit jenis ini terdapat lubang keluarnya fluida pemboran yang disebut “water course” atau “nozzle”. Dalam pembuatannya, nozzle dapat menghasilkan dua macam semburan yaitu semburan biasa (conventional) dan semburan dengan aksi penyemprotan (jet nozzle). Semburan aliran biasa diarahkan ke kerucut pemotongnya untuk mencegah terjadinya bit bailing up, sedangkan aliran jet nozzle diarahkan langsung pada formasi. Hal ini bertujuan agar aksi penyemburan jet itu dapat memberikan efek tumbukan (hydraulic impact) terhadap formasi. Dengan demikian diharapkan laju pemboran yang diperoleh lebih baik lagi. Ukuran nozzle dapat diganti – ganti untuk mendapatkan efek tumbukan yang berbeda – beda sesuai dengan yang direncanakan.

(28)

Gambar 4.15. Roller Cone Bit2) 3. Diamond Bit

Diamond bit merupakan pahat dengan menggunakan intan sebagai ujung pahatnya. Alasan digunakan intan karena :

- Intan merupakan suatu mineral yang memiliki yang keras dan mempunyai tingkat compressive strength yang tinggi.

- Kekerasan sekitar empat atau lima kali lebih keras dari tungsten carbide. Keuntungan – keuntungan yang dimiliki diamond bit dibandingkan dengan roller cuter bit adalah :

- Tahan lama berada dalam lubang (rotating time berkisar antara 200 – 300 jam. - Bila pelaksanaannya baik, maka kecepatan pemboran dapat lebih besar.

- Footage tiap trip lebih besar dan round trip sedikit, sehingga persatuan kedalaman lebih murah.

- Pemakaian drill collar lebih sedikit, karena beban pada pahat yang diperlukan kecil, sehingga pressure drop pada drill collar menjadi lebih kecil dan mengurangi waktu trip.

(29)

Gambar 4.16. Diamond Bit 2)

Diamond bit dipakai apabila pemakaian roller cuter tidak ekonomis lagi, namun pada kenyataannya dilapangan pemakaian bit jenis ini jarang dilakukan karena mahal dan digunakan untuk kondisi tertentu saja.

4.2.3.2. Penentuan Jenis Pahat

Untuk sumur eksplorasi dalam penentuan jenis bit yang digunakan perlu dibicarakan dengan geologist tentang kondisi lapisna batuan yang akan ditembus oleh pahat (bit). Data – dat ayang diperlukan adalah kemungkinan adanya lapisan batuan yang bersifat abrassive dan lapisan batuan yang lemah terhadap tekanan hidrostatis lumpur sehingga dapat menyebabkan hilang lumpur jika dibor.

Dalam penentuan pahat untuk sumur eksplorasi yang mana tidak terdapat adanya drill record, maka dapat digunakan data seismic serta umur batuan yang dijadikan dasar dalam penentuan pemilihan pahat.

a. Data seismic.

Terutama digunakan sebagai dasar pemilihan bit untuk sumur eksplorasi (wild cat). Keberhasilan dari pemilihan pahat akan sangat tergantung dari interpretasi dari data seismic.

b. Umur batuan.

Pada umumnya makin tua umur batuan, maka batuan akan semakin keras. Missal shale atau pasir yang diendapkan pada periode iocene akan lebih lunak dibandingkan dengan shale atau pasir yang diendapkan pada periode Eocene.

Pada pemboran pengembangan, dalam menentukan jenis bit adalah dengan mempelajari well file dari sumur terdekat. Adapun well file tersebut berupa off set well bit record atau off set well log records.

a. Off Set Well Bit Record

Pemilihan bit didasarkan pada pengalaman dari sumur – sumur yang telah ada. Cara ini lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih baik, mengingat tersedianya data – data yang lebih lengkap dan kesalahan pemilihan bit dari sumur – sumur yang telah ada dapat dikoreksi.

(30)

Dari hasil tes logging didapatkan informasi lithologi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pemilihan bit. Dari data off set well log ini dapat diketahui tentang kekuatan atau kekerasan batuan yang akan dibor nantinya.

4.2.3.3. Penentuan WOB Dan RPM

Laju pemboran merupakan factor penting didalam operasi pemboran, karena hal ini berhubungan langsung dengan rig time maupun drilling cost. Usaha yang dilakukan agar laju pemboran yang diperoleh sesuai dengan factor yang dikehendaki adalah memperhitungan factor – factor yang dapat dikontrol.

Speer mengemukakan dalam metode Speer, bahwa laju pemboran yang optimum sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kombinasi dari WOB – RPM dan hidrolikanya. Untuk itu dalam suatu operasi pemboran ada tiga masalah yang harus dipecahkan, yaitu :

- Penentuan WOB optimum dan RPM yang tepat untuk peralatan yang digunakan.

- Mengkombinasikan ketiga faktor di atas dengan biaya yang minimum.

- Mengkombinasikan WOB dan RPM optimum untuk peralatan penunjang yang ada.

Selanjutnya Speer mengadakan percobaan laboratoriumuntuk menentukan hubungan ketiga faktor di atas, dan dari hasil percobaan didapat korelasi seperti terlihat pada gambar 4.17., yaitu :

a. Rate of penetration dengan WOB

b. Rate of penetration dengan hydraulic horse power. c. Rate of penetration dengan WOB optimum. d. RPM optimum dengan WOB.

A. Penentuan WOB Optimum

PenentuanWOB untuk setiap formasi agar didapatkan ekonomi limit adalah suatu problema yang sangat mendasar dalam suatu operasi pemboran. Penentuan WOB optimum menurut Speer di sini didasarkan pada data bit record. Dari data bit record, didapatkan besarnya WOB yang bervariasi untuk setiap trayek pemboran. Dengan dukungan horse power pompa serta RPM (dari bit record) maka kita dapat menentukan besarnya WOB optimum.

(31)

B. Penentuan RPM Optimum

Seperti halnya penentuan WOB optimum, maka dalam penentuan RPM optimum diperlukan juga data bit record. Dari data tersebut kita dapat menentukan RPM optimum seperti pada penentuan WOB optimum.

C. Penentuan Kombinasi WOB Dan RPM Optimum

Dengan menggunakan grafik Speer, dimana drillbility indeks dari formasi langsung dihubungkan dengan kondisi lapangan setempat dan dengan data rekaman bit untuk kondisi lapangan sebelumnya, dapat ditentukan besarnya WOB – RPM optimum dan penentuan ini tidak lepas dari besarnya BHP yang ada.

(32)

Chart Penentuan WOB – RPM Optimum Speer16)

4.2.4. Perencanaan Sistem Lumpur 4.2.4.1. Fungsi Lumpur

Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat – sifat lumpur yang cocok dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran. Dalam hal ini lumpur yang diharapkan dapat memenuhi fungsi – fungsi sebagai berikut : a. Pembersihan lubang yang optimum

Pada bagian pertambahan sudut, cutting sampai ke dasar lubang bor dengan jarak jatuh yang pendek. Oleh karena itu pembersihan lubang memerlukan perencanaan hidrolika dan system lumpur yang cocok. lumpur dengan viscositas dan gel strength rendah baik untuk pengangkatan cutting berukuran kecil. Sedangkan lumpur dengan viscositas dan gel strength besar cocok untuk pengangkatan cutting ukuran besar.

b. Membentuk mud cake yang tipis dan licin

Hal ini perlu untuk menghindari gesekan yang berlebihan dan terjepitnya rangkaian peralatan. Sistem lumpur yang dipilih harus mempunyai sifat fluid loss kecil dan karakteristik mud cake yang baik dengan harga koefisien friksi relative kecil.

c. Menahan cutting saat sirkulasi berhenti

Sifat gel strength lumpur yang dipilih harus memadai dalam menahan cutting. Pengendapan cutting memperbesar gesekan, mempersulit kerja mekanis bit serta dapat menyebabkan terjepitnya pipa.

(33)

d. Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkaian pipa

Bit dan rangkaian peralatan yang rebah pada dasar lubang akan menjadi panas karena efek gesekan dan putaran yang kontinyu. Sistem lumpur dengan panas jenis yang memadai diperlukan agar peralatan tidak menjadi rusak dan bit tahan lebih lama.

e. Media logging

Dalam pemboran horizontal digunakan MWD system yang dapat mencatat resistivity dan radioaktivitas formasi. Sensor MWD memerlukan media penghantar elektrolit untuk dapat mencatat data dengan baik. Water base mud dan emulsion mud dapat digunakan untuk tujuan ini.

f. Mengimbangi tekanan formasi

Lumpur dengan densitas tertentu diperlukan untuk mengimbangi tekanan formasi. Dalam keadaan statis tekanan lumpur bor adalah sebesar :

P = 0.052 x MW x D……….……….(4-5) Sedangkan pada keadaan dinamis, tekanan kolom lumpur adalah tekanan statis ditambah tekanan pompa yang hilang di annulus, di atas kedalaman tersebut. 4.2.4.2. Sifat Lumpur Pemboran

Komposisi dan sifat – sifat lumpur bor sangat berpengaruh terhadap operasi pemboran, perencanaan casing, drilling rate dan completion. Misalnya pada daerah batuan lunak, pengontrolan sifat – sifat lumpur sangat diperlukan tetapi di daerah batuan – batuan keras sifat – sifat ini tidak terlalu kritis, sehingga air biasapun kadang – kadang dapat digunakan. Dengan ini dapat dikatakan bahwa sifat – sifat geologi suatu daerah menentukan pula jenis – jenis lumpur yang akan digunakan. Adapun sifat – sifat lumpur pemboran tersebut adalah :

1. Densitas

Adalah berat suatu zat (lumpur) dalam suatu volume tertentu. Densitas biasanya ditulis dengan symbol “r”, dimensinya adalah : kg/dm, gr/cc, lb/cuft dan lb/gal.

Untuk menentukan tekanan hidrostatis, density lumpur harus diketahui terlebih dahulu. Jadi tekanan hidrostatis didasar lubang bor merupakan fungsi dari density lumpur itu sendiri. Hal ini dapat ditulis dalam persamaan :

(34)

Pm = 0.052 dm D………...…(4-6) Dimana :

Pm = tekanan hidrostatis lumpur, ksc dm = density lumpur, gr/cc

D = kedalaman lubangbor, meter

Berdasarkan rumus, density lumpur yang besar akan memberikan tekanan hidrostatis yang besar pula dan sebaliknya.

2. Viscositas

Viscositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Istilah thick mud digunakan untuk lumpur dengan viscositas tinggi (kental), sedangkan sebaliknya adalah thin mud (encer). Viscositas lumpur diukur dengan :

3. Marsh Funnel 4. Stormer Viscometer

5. Fann VG Viscometer (multi speed rotational)

Dalam pemboran viscositas lumpur dapat naik dan dapat turun karena dua hal, yaitu:

a. Flokulasi

Pada flukolasi gaya tarik menarik antara partikel – partikel clay terlalu besar dan akan mengumpul atau menggumpal pada clay-nya. Dengan terjebaknya air bebas oleh partikel – partikel clay sehingga system kekurangan air bebas, akibatnya viscositas akan naik. Penggumpalan tadi dikarenakan oleh kenaikan jumlah partikel – partikel padat (jarak antar plat – plat lebih kecil) atau karena kontaminasi (anhydrite, gypsum, semen, garam yang menetralisir gaya tolak menolak antara muatan – muatan negative dipermukaan clay). Jika terjadi kontaminasi ion Ca digunakan soda abu (NaCO) untuk treating, sedangkan pada kontaminasi karena garam (NaCl) digunakan pengenceran dengan menambah dispersant setelah terlebih dahulu menaikkan pH Lumpur dengan Caustic.

b. Terlalu banyak padatan

Untuk pencegahannya hanyalah dengan cara pengenceran yang efektif atau dengan kata lain penurunan viscositas.

(35)

3. Gel Strength

Adalah pembentukan padatan karena gaya tarik menarik plat – plat clay apabila didiamkan. Sifat ini bukan sifat dalam aliran tetapi sifat dalam keadaan statis, dimana clay dapat mengatur diri. Jadi dengan bertambahnya waktu diam (yang terbatas) akan bertambah besar pula gel strength-nya.

Gel strength sebenarnya merupakan tenaga tambahan dimana lumpur akan bergerak. Gel strength harus sekecil mungkin karena jika terlalu besar semakin sedikit kemungkinan sebelum llumpur bergerak sudah terjadi break down pada formasi terlebih dahulu dan selanjutnya lumpur masuk ke dalam formasi tersebut. Gel strength ini sebenarnya sangat tergantung pada viscositas lumpur, bila viscositas lumpur makin besar maka gel strength juga makin besar.

4. Water Loss

Adalah kehilangan sebagian cairan lumpur dan masuk ke dalam formasi, terutama formasi yang permeable. Hilangnya sebagian lumpur pemboran disebabkan karena pengaruh tekanan hidrostatis. Banyak sedikitnya air tapisan (waterloss) dapat berpengaruh positive dan dapat pula berpengaruh negative. Makin banyak air tapisan yang masuk ke dalam formasi, sehingga mempengaruhi pengangkatan cutting ke permukaan, disamping itu pada waktu pencabutan pahat, maka pahat dapat mengikis mud cake tersebut sehingga lubang bor bersih dari mud cake.

Akibat lain dengan adanya air tapisan yang besar yaitu terjadinya keguguran dinding lubang bor. Karena formasi yang dimasuki air tersebut menjadi rapuh dan lepas dari ikatannya. Akibat berikutnya dengan adanya keguguran dinding lubang bor adalah terjadinya jepitan baik terhadap pahat maupun rangkaian pipa bor.

5. Kadar Minyak

Adalah banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan kadar minyak lebih kurang sebesar 15%. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini trutama karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet,

(36)

mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap pahat. 6. Kadar Pasir

Adalah banyaknya pasir yang terdapat didalam lumpur pemboran. Lumpur selalu mengandung pasir, sedangkan pasir selalu berpengaruh negative dalam pemboran. Kadar pasir dalam lumpur pemboran mengakibatkan makin besarnya density lumpur, karena pasir termasuk material pemberat. Kerugian lain pasir dalam lumpur yaitu mempercepat rusaknya perlengkapan pemboranseperti pompa dan alat lainnya.

4.2.4.3. Komposisi Lumpur Pemboran

Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen fasa, yaitu : 1. Komponen Cair

Ini dapat berupa minyak atau air, air dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, 75% lumpur pemboran menggunakan air , sedang pada air asin dibagi menjadi air asin jenuh dan tak jenuh. Istilah oil base mud digunakan bila minyaknya lebih besar dari 95% invert emultion mud mempunyai komposisi minyak 50% sampai 70% (sebagai fas kontinue) dan air 30% sampai 50% (sebagai fasa diskontinue).

2. Reaktif Solid

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap air tawar membentuk lumpur. Istilah yield digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar viscositas lumpur yang terjadi sebesar 15 cp, untuk jenis bentonite yield-nya kira – kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite menghisap air tawar pada permukaan partikel – partikelnya, sehingga kenaikkan volumenya sampai 10 kali lebih, yang disebut swelling atau hidrasi. Untuk salt water clay (antalpulgite) swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan salt water mud. Baik bentonite ataupun antalpugite akan memberikan kenaikan viscositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viscositas dinaikan dengan menaikan kadar air dan penggunaan aspalt. 3. Inert Solid

(37)

Dapat berupa barite (BaSo4) yang digunakan untuk menaikan density lumpur ataupun bijih besi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi – formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur seperti ; chertr, pasir dan clay – clay non swelling. Padatan – padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur tetapi tercampur pada saat melakukan pemboran dan perlu untuk dipisahkan secepatnya (karena dapat menyebabkan abrasi pada peralatan pemboran dan kerusakan pompa).

4. Additive

Additive merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarkan partikel – partikel) clay. Efeknya terutama tertuju pada konsoloida clay yang bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viscositas, mengurangi water loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent). Zat – zat kimia yang men-dispersant (dengan ini disebut thiner karena menurunkan viscositas) misalnya :

1. Phospate

2. Sodium tannate (kombinasi caustic soda dan tanium) 3. Lignosulfonates (bermacam – macam kayu plup) 4. lignites

5. Surfactant

Sedangkan zat – zat kimia untuk menurunkan viscositas misalnya CMC dan Starch. Zat – zat kimia yang bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, yang menyebabkan dispersen dan lain – lain.

4.2.4.4. Jenis – Jenis Lumpur Pemboran

Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan dengan kebutuhan tergantung dari keadaan formasinya. Jenis lumpur yang tidak sesuai akan menyebabkan problem pemboran. Di bawah ini akan diberikan beberapa jenis lumpur pemboran berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

(38)

1. Fresh Water Mud

Lumpur jenis ini dibagi menjadi : a. Spud mud

Adalah lumpur yang digunakan untuk membor formasi bagian atas (casing conductor). Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan.

b. Natural mud

Adalah lumpur yang dibuat dari pecahan – pecahan cutting dalam fasa cair. Lumpur ini umumnya digunakan untuk pemboran cepat seperti pemboran pada surface casing.

c. Bentonite – treated mud

Adalah lumpur yang dibuat dari campuran bentonite, clay dan air. Lumpur ini banya digunakan dalam pemboran untuk menembus formasi yang bertekanan tinggi.

2. Salt Water Mud

Jenis lumpur ini dibagi menjadi : a. Unsaturated salt water mud

Adalah lumpur pemboran yang dibuat dalam fasa cair garam, lumpur ini sering dibuat dalam fasa air laut.

b. Saturated salt water mud

Adalah lumpur yang dibuat dengan bahan dasar air tawar ditambah dengan Natrium Chlorida (NaCl).

c. Sodium silicate mud

Adalah lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 55% volume larutan natrium silicate dan 55% volume larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran pada saat menemui lapisan salt.

(39)

Adalah lumpur dasar yang ditambah minyak mentah atau minyak solar kira – kira 15%. Lumpur ini banyak digunakan pada waktu sekarang, terutama pada pemboran berarah (directional drilling). Jenis lumpur ini dapat dibagi menjadi :

a. Fresh water oil in water emulsion mud

Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah lumpur dasar ditambah dengan minyak sebanyak 5 sampai 2 5% volume. lumpur ini sering digunakan karena mudah pengontrolannya.

b. Salt water oil in water emulsion mud

Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah air yang ditambah garam. lumpur ini mempunyai pH di bawah 9 dan cocok digunakan untuk membor lapisan garam.

4. Oil Base dan Oil Base Emulsion Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa continuenya, komposisinya diatur agar kadar air rendah (3% - 5%) volume, tidak sensitive terhadap konotaminan, berguna untuk well completion, work over maupun melepaskan pipa terjepit. Karena filtratnya minyak, lumpur tidak reaktif terhadap shale atau clay. Kerugian dari lumpur ini adalah pengontrolan dan penjagaan terhadap bahaya api.

5. Fluida Aerasi

Fluida aerasi yang digunakan pada operasi pemboran termasuk udara, gas alam, mist, foam atau lumpur aerasi. Fluida ini diterapkan untuk meningkatkan laju penembusan karena pengurangan tekanan hidrostatik. Problem hilang Lumpur dapat diminimasi ketika menggunakan fluida aerasi.

4.2.4.5. Perhitungan Dan Desain Lumpur Pemboran A. Perhitungan Desain Lumpur Pemboran

Yaitu untuk perubahan – perubahan volume dan densitas lumpur karena penambahan zat padat atau cair.

(40)

- Volume setiap material adalah additive

V = V + V……….(4-7) - Jumlah berat zat adalah additive

M = M + M………...(4-8) Dari persamaan ini didapatkan rumus – rumus seperti terlihat di table 4-3.

B. Perhitungan Viscositas Lumpur Pemboran

Viscositas yang ditentukan adalah viscositas efektif, dimana secara praktis model yang digunakan untuk menggambarkan ada dua metode, yaitu :

- Model Bingham

Dh Dp

YP v 300 PV μe    ………...……...(4-9) PV = 600 - 300 YP = 600x – PV Dimana :

e = viscositas efektif, cp PV = viscositas plastic, cp

v = kecepatan rata – rata, ft/min D = diameter lubang, in

Dp = diameter pipa, in - Model Power Law

             n n Dp Dh v v Dp Dh K 3 1 2 4 . 2 200  ………(4-10) n = 3.32 log 300600   K = 511 600  Dimana :

n = indeks sifat aliran K = indeks konsistensi

(41)

Tabel 4-3

(42)

4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran

4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran 4.2.4.6.1. Sifat Aliran

1. Laminer

Yaitu suatu aliran dimana gerak aliran partikel – partikel fluidanya pada kecepatan yang agak lambat, teratur dan sejajar dengan arah aliran (dinding pipa). Pada aliran ini partikel – partikel yang ada didekat dinding hampir tidak bergerak, sementara partikel – partikel lain yang ada ditengah bergerak lebih cepat.

2. Turbulen

Yaitu suatu aliran dimana fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih cepat. Partikel – partikelnya bergerak pada garis – garis yang tidak teratur serta geseran yang terjadi juga tidak teratur. Untuk menentukan aliran itu laminar atau turbulen, digunakan Raynold Number

μ D V ρ 928 NRe ………...………..(4-11) dimana :  = density fluida, ppg V = kecepatan aliran, fps D = diameter pipa, in  = viscositas, cp

(43)

Dari percobaan diketahui bahwa untuk NRe > 3000 adalah turbulen dan NRe < 2000 adalah laminar, dan untuk harga diantaranya memiliki pola aliran transisi.

3. Plug Flow

Yaitu aliran yang terjadi khusus untuk fluida plastic, dimana gerak geser terjadi didekat dinding pipa saja dan di tengah–tengah aliran terdapat suatu aliran tanpa geseran seperti suatu sumbat.

4.2.4.6.2. Jenis Fluida Pemboran

Fluida pemboran dapat dibagi menjadi : 1. Newtonian Fluida

Adalah fluida dimana viscositasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, misalnya air, gas dan minyak yang encer. Dalam hal ini perbandingan antara shear stress dan shear rate adalah konstan, dinamakan viscositas(). Secara matematis, ini dapat dinyatakan dengan:

dr dVr gc f r  ………...…………(4-12) dimana :

r = gaya shear per unit luas (shear stress) dVr/dr = shear rate

gc = convertion konstan

Tanda negative pada rumus di atas menunjukan bahwa dengan bertambahnya jari-jari, maka kecepatan menurun.

2. Non Newtonian Fluida

Adalah fluida yang perbandingannya antara shear stress dengan shear ratenya tidak konstan. Jenis fluida ini dibagi lagi menjadi:

a. Bingham plastic

Fluida pemboran dianggap sebagai bingham plastic, dalam hal ini sebelum terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu harga minimum yield point. Baru setelah yield point dilampaui, untuk penambahan shear stress

(44)

lebih lanjut akan menghasilkan shear rate sebanding dengan plastic viscosity untuk bingham plastic, jadi:

dr dVr gc μp σy σ   ………..………(4-13) Gambar 4.18.

Skema Dari Grafik Aliran Fluida Newtonian Bingham Plastic32) dimana :

(45)

y = yield point, lb/100 ft2 dVr/dr = shear rate, sec-1

gc = convertion constanta, 32ft/sec2

Gambar 4.18. menunjukkan skema dari grafik aliran fluida Newtonian dan bingham plastic.

b. Power law fluid

Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas – kertas log mengikuti garis lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm. Lihat gambar 4.19. Untuk ini power law dinyatakan sebagai :

n dr dVr K           ………(4-14) Gambar 4.19.

Kurva Shear Rate dan Shear Stress Pada Kertas Log – Log 32) c. Power law fluid dengan yield stress

(46)

Untuk fluida jenis ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: n dr dVr K y           ……….(4-15)

4.2.4.6.3. Perhitungan Tenaga Pompa Lumpur

Unit pompa dikenal ada dua jenis dilihat dari mekanisme pemindahan dan pendorongan lumpur pemboran, yaitu pompa centrifugal dan pompa torak. Yang sering dipakai dalam pemboran adalah tipe torak, karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan tipe centrifugal, misalnya dapat dilalui fluida pemboran yang berkadar solid tinggi dan abrasive. Pemeliharaan dan system kerjanya tidak terlalu rumit dan keuntungan dapat dipakainya lebih dari satu macam liner sehingga dapat mengatur rate dan tekanan pompa yang diinginkan.

Kemampuan pompa dibatasi oleh horse power maksimumnya, sehingga tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah – ubah seperti yang ditunjukkan oleh persamaan : 1714 Q . P HP ……….(4-16) dimana :

HP = horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah dikalikan effisiensi mekanis dan safety, Hp.

P = tekanan pompa, psi. Q = kecepatan alir, gpm

Bila mempunyai Hp maksimum, tekanan pompa maksimum dapat dihitung bila kecepatan alir maksimum telah ditentukan dengan persamaan :

Q = 0.00679 S N (2D2 – d2) e………...(4-17) dimana :

S = panjang stroke, in N = Rpm

D = diameter tangkai piston, in D = diameter liner, in

(47)

e = effisiensi volumetric.

4.2.4.6.4. Perhitungan HP Tekanan dan Rate Pompa

Pompa yang dipakai dalam sirkulasi lumpur pemboran biasanya menggunakan pompa piston sehingga rate maksimum dengan suatu diameter liner tertentu. Harga sebesar ini tidak pernah tercapai karena faktor–faktor effisiensi volumetrik, mekanik dan lain–lain, sehingga effisiensi totalnya hanya sekitar 70% saja.

Besarnya HP merupakan pencerminan kekuatan suatu pompa, sehingga sebagai pegangan awal harga yang dipegang tetap konstan adalah HP ini. Begitu pula tekanan maksimum dari pompa mengalami penurunan sekitar 65%. Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan, penambahan rate tekanan bisa dilakukan dengan penggantian liner yang terdapat pada piston tersebut, sehingga rate yang diinginkan dapat tercapai. Tetapi konsekuensinya bila liner diganti dengan yang lebih besar untuk menambah rate maksimum, akan terjadi penurunan tekanan mmaksimum. Begitu pula sebaliknya, bila tekananmaksimum diperbesar, rate maksimum akan mengecil.

4.2.4.6.5. Kecepatan Alir Annulus

Cutting dapat digunakan untuk indikasi tekanan abnormal. Perbedaan tekanan sangat berperan dalam pendeteksian tekanan. Bila terjadi perbedaan tekanan yang besar, cutting akan tertahan di bawah bit dan akan terus digerus sampai ukurannya menjadi kecil dan dapat terangkat ke permukaan. Kejadian ini dikenal sebagai “chip hold down effect”.

Bila perbedaan tekanan hanya kecil, maka cutting akan terangkat ke permukaan dari bawah bit sebelum mengalami penggerusan lagi. Hal ini dapat dilihat pada cutting yang berada di shale shaker. Cutting yang lebih besar menunjukkan bahwa perbedaan tekanan berkurang. Bila berat fluida pemboran konstan diasumsikan bahwa tekanan formasi konstan.

Dalam proses rotary drilling lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan keluar ke permukaan lewat annulus sampai mengangkat cutting, seperti terlihat pada gambar 4.20. Sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk mengangkat cutting ke permukaan (slip velocity) dilakukan di annulus.

(48)

Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur dengan kecepatan dari cutting.

Vs = Vf - Vp………...…………..(4-18) Dimana :

Vs = kecepatan slip, ft/Vp V1 = kecepatan Lumpur, ft/sec Vp = kecepatan partikel, ft/sec

Dalam aliran turbulen, distribusi kecepatan fluida hampir sama sehingga bila kecepatan fluida melebihi slip padatan maka padatan akan terangkat secara terus menerus kepermukaan (lihat gambar 4.22). Dalam aliran laminar distribusi kecepatan dipengaruhi oleh properties dari fluida pemboran, sehingga kecepatanya cenderung tidak merata. Oleh karena itu dalam mengangkat cutting sebagian fluida mengangkatnya dengan kecepatan yang tinggi dan sebagian lainnya mengangkat dengan kecepatan yang lebih rendah, selanjutnya pada tengah-tengah aliran perolehan padatan aliran perolehan padatan dapat lebih cepat karena kecepatan tertinggi berada di tengah-tengah aliran, sedangkan di dinding pipa beberapa padatan mungkin tidak pernah muncul ke permukaan oleh karena kecepatannya yang tidak mampu untuk mengangkatnya ke permukaan.

Pentingnya distribusi kecepatan diakui oleh William dan Bruce, sedangkan mengenai besarnya pengaruh pada kapasitas pengangkatan ditekankan oleh Walker,1963. Dia berpendapat bahwa distribusi kecepatan sebagai fungsi dari sifat- sifat fluida pemboran. Umumnya peningkatan pada rasio yield point dengan viskositas plastik atau penurunan slope n, untuk fluida power law menghasilkan profile kecepatan yang merata, seperti yang terlihat pada gambar 4.20.

(49)

Gambar 4.20.

Pola Aliran dan Distribusi Aliran 17)

Profil kecepatan yang tidak rata dalam gambar 4.20. disebut sebagai aliran sumbat (plug flow). Dalam plug flow, tidak ada shearing pada lapisan-lapisan fluida. Selanjutnya karena lebar area meningkat, bagian kecepatan aliran yang rendah menurun dan aksi pembersihan fluida meningkat. Beberapa persamaan dapat dikembangkan untuk menentukan profil kecepatan baik dengan menggunakan asumsi aliran fluida Power- law maupun Bingham Plastik.

Sedangkan perkiraan bentuk profil kecepatan di dalam annulus tidak mungkin dihasilkan karena rotasi drillpipe yang merusak profil aliran, drillstring yang tidak konsentrik dalam lubang bor dan bentuk dari lubang bor yang tidak beraturan. Ini cukup diketahui bahwa peningkatan pada yield point atau pada penurunan factor n akan meratakan profil kecepatan dan memberikan bantuan dalam pembersihan sumur.

Kapasitas pengangkatan fluida sebenarnya berhubungan langsung dengan kecepatan slip padatan (cutting) yang melewati fluida pemboran. Kecepatan slip padatan dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :

f D f p p s C D V    ) ( 4 . 113   ………...………....(4-19) dimana :

v : Kecepatan slip partikel, fpm. D : Diameter partikel, in. p : Berat partikel, ppg.

f : Berat fluida pemboran, ppg. CD : Koefisien drag, dimensionless.

(50)

Diameter partikel atau padatan dapat diperkirakan dari contoh di lapangan, jika ukuran yang tepat diperlukan, diameter ekuivalen dapat ditentukan dengan sceen analysis. Densitas partikel/padatan biasanya konstan sebesar 21.0 ppg. Koefisien drag merupakan frictional drag antara fluida dengan partikel.

Tidak ada metode yang dapat digunakan untuk menentukan frictional drag secara tepat. Gambar 4.21. menunjukkan kurva koefisien drag versus Reynold number, partikel untuk padatan limestone dan shale. Persamaan (4-20) digunakan untuk menghitung koefisien drag setelah kecepatan slip ditentukan lebih dahulu dengan eksperimen. Reynold number partikel ditentukan dengan persamaan :

 f s p p D v R 15.47 ………..……...(4-20) dimana:

Rp : Reynold number, dimensionless. Dp : Diameter partikel, in.

vs : kecepatan slip partikel, fpm. f : Berat fluida pemboran, ppg.  Viskositas fluida pemboran, sp.

Air dan glycerin yang dicampur air, digunakan sebagai fluida dasar untuk penentuan Gambar 4.21. Reynold number partikel di atas 2000, koefisien drag konstan sebesar 1.50. selanjutnya saat aliran di sekitar partikel adalah aliran turbulen maka koefisien drag 1.50 dapat digunakan dalam persamaan (4-19) dan kecepatan slip juga dapat dihitung secara langsung.

(51)

Gambar 4.21.

Koefisien Drag Sebagai Fungsi Dari Reynold Number Partikel16)

Namun pada saat aliran fluida di sekitar partikel adalah aliran laminar, koefisien drag bervariasi dengan besarnya reynold number partikel. Untuk Reynold number partikel kurang dari atau sama dengan 1.0, koefisien drag ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

P D

R

C  40 ………..(4-21)

Subtitusi harga koefisien drag dengan persamaan (4-19) menghasilkan persamaan kecepatan slip sebagai berikut :

   ) ( 4980 2 f P P S D V   ………...…...(4-22)

Persamaan (4-22) memiliki keterbatasan penggunaannya, karena dalam banyak kasus, Reynold number partikel akan lebih besar daari 1.0 pada saat aliran di sekitar partikel adalah aliran laminar. Gambaran perkiraan garis lurus yang paling baik adalah antara Reynold number paartikel 10 dan 100, sehingga persamaan koefisien drag dan kecepatan slip menjadi :

5 . 0 22 P D R C ………...(4-23) 333 . 0 333 . 0 667 . 0 ) ( 175     f f P P S D V   ………...(4-24)

(52)

Viskositas dalam persamaan (4-24) merupakan apparent viscosity yang ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

v D D K n n D D v n h P P h s                         200 3 1 2 4 . 2  ……….…(4-25) n K 511 300   ……….……(4-26) 300 600 log 32 . 3 2 log 32 . 3             YP PV YP PV n ……….(4-27) dimana :  : Apparent viscosity, cp.

v : Kecepatan aliran fluida pemboran, fpm. K : Indek konsistensi.

n : Indek Power-law. Dh : Diameter sumur, in. DP : Diameter luar pipa, in. PV : Viskositas plastik, cp. YP : Yield point, lb/ 100 sq. ft.

600 : Dial pembacaan viscometer pada 600 rpm. 300 : Dial pembacaan viscometer pada 300 rpm.

Laju aliran fluida pemboran minimum (Qmin dalam gpm) dapat diperoleh dari dua kali kecepatan slip bor (Vmin = 2vs), sehingga laju alir fluida pemboran minimum di annulus dihitung sebagai berikut :

5 . 24 ) ( min min 2 2 P h D D v Q   ………...………..…….(4-28)

Dari beberapa keterangan dan persamaan di atas, maka :

1. Bila aliran fluida di sekitar partikel atau padatan merupakan aliran turbulen atau besarnya reynold number lebih dari 2000, maka kecepatan slip partikel ditentukan dengan menggunakan persamaan (4-19) dengan harga CD = 1.50.

(53)

2. Bila aliran fluida di sekitar partikel merupakan aliran laminar atau besar Reynold number kurang dari 1.0, maka kecepatan slip partikel ditentukan dengan menggunakan persamaan (4-22) dengan harga CD = 40/ Rp.

3. Bila aliran fluida di sekitar partikel merupakan aliran trnsisi atau besarnya Reynold number antara 10 - 100 maka kecepatan slip partikel ditentukan dengan menggunakan persamaan (4-24) dengan harga CD = 22/ (RP)0.5.

(54)

Gambar 4.22.

Proses Aliran Lumpur Dalam Pipa Dan Annulus32) 4.2.4.6.6. Metode Analisa Pengangkatan Cutting

Ada beberapa metode analisa pengangkatan cutting di dalam lubang bor, di antaranya adalah :

1. Rasio transport cutting. 2. Konsentrasi cutting.

3. Indeks pengendapan cutting (Particle Bed Index)

Metode–metode tersebut menentukan keberhasilan pengangkatan cutting di dalam annulus menuju permukaan. Oleh karena itu untuk memberikan hasil yang baik, analisa pengangkatan cutting tersebut harus optimal.

4.2.4.6.6.1. Rasio Transport Cutting

Dari adanya slip velocity cutting, maka cutting memiliki kecepatan yang lebih lambat dari kecepatan lumpur di annulus dapat dihitung dengan persamaan:

S f

P V V

V  

…..………...………(4-29)

Dengan mengetahui besarnya kecepatan aliran cutting di annulus, kita dapat menghitung rasio transport dengan menggunakan persamaan :

f P t V V F ………...……….(4-30)

Bila disubtitusikan dengan persamaan sebelumnya, maka persamaan menjadi : f S f t V V V F   ………(4-31) dimana :

VP : Kecepatan aliran cutting / serbuk bor, fps. Vf : Kecepatan aliran fluida pemboran, fps. VS : Kecepatan slip cutting / serbuk bor,fps. Ft : Transport ratio cutting / serbuk bor, (percent).

Gambar

Gambar   4.18.   menunjukkan   skema   dari   grafik   aliran   fluida   Newtonian   dan bingham plastic.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Ukuran KAP, Ukuran Perusahaan Klien, Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Klien, Fee Audit dan Opini

Untuk tahap awal perusahaan harus mengajukan Permohonan Izin Penyelenggaraan dengan mengisi form seperti dibawah dan jika semua permintaan telah diisi maka

1991).Intraksi pada proses distribusi dapat terjadi jika dalam darah pada saat yang sama terdapat beberapa obat dengan kemungkinan terjado.. nersainpap terhadan temnat ikatan

Siswa melakukan finishing pada pembuatan kerajinan bahan lunak alam yang dibuatnya secara benar 2.Siswa mengamati produk kemasan yang cocok untuk produk kerajinan yang dibuatnya

Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 144) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Mengetahui bahwa strategi public relations yang dilakukan oleh Museum Geologi Kota Bandung mempunyai andil terhadap kemenangan Museum Geologi Kota Bandung dalam kategori

Sebagai user Budi lakukan perintah read untuk membaca message box, karena Andi telah mengirim pesan sebanyak 3 kali, maka message box Budi terdapat 3 pesan. Output seperti gambar

Contoh Tempat Penyimpanan Alat-alat Kerja.. Cara Membuat Catatan Hasil Pekerjaan Merapikan dan Menyiram Tanaman Menggunakan Format dan Prosedur sesuai SOP. Catatan hasil