GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA
SANTO THOMAS 1 MEDAN TAHUN 2010 TENTANG MIOPIA
Oleh :
AXEL IVANDER NAINGGOLAN
070100135
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
AXEL IVANDER NAINGGOLAN
070100135
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Santo Thomas 1 Medan
Tahun 2010 Tentang Miopia
Nama : Axel Ivander Nainggolan
Pembimbing Penguji I
(dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp.M) (dr. Nurfida Khairina Arrasyid,
M.Kes.)
NIP : 19640502 199203 2 003 NIP : 19700819 199903 2 001
Penguji II
(dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK
(K))
NIP : 19630320 198902 2 001
Medan, 30 November 2010
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)
NIP : 19540220 198011 1 001
ABSTRAK
Salah satu penyakit mata yang cenderung meningkat dan menjadi masalah di masyarakat adalah miopia yang merupakan kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina.
Hasil penelitian ditemukan bahwa mayoritas pengetahuan responden mengenai miopia adalah cukup, yaitu sebanyak 64 orang (64%). Sedangkan sebanyak 35 orang (35%) berpengetahuan baik dan 1 orang (1%) berpengetahuan kurang. Responden dengan pengetahuan cukup berdasarkan kelas mayoritas adalah kelas 12 SMA, yakni 23 orang (35,9%). Sedangkan responden dengan pengetahuan baik yakni 14 orang (40%) dan pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (100%) mayoritas terdapat dikelas 11 SMA.
Responden dengan pengetahuan cukup dan baik berdasarkan usia, mayoritas berada pada kelompok usia 15 tahun, yakni 28 orang (43,8%) untuk berpengetahuan cukup dan 21 orang (60%) untuk berpengetahuan baik. Dan responden dengan pengetahuan kurang terdapat pada usia 14 tahun, yakni 1 orang (100%). Pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden laki-laki memiliki pengetahuan baik, yakni 22 orang (62,9%). Sedangkan responden berjenis kelamin perempuan, mayoritas memiliki pengetahuan kurang, yakni 1 orang (100%) dan 37 orang (57,8%) memiliki pengetahuan cukup.
Kata kunci : Pengetahuan, Siswa SMA, Miopia
ABSTRACT
One of the eye disease that tends to increase and become a problem in society is the myopia which is a refractive error with a laser beam entering the eye is parallel to the optical axis was brought into focus in front of the retina.
This research aims to know the description of myopia knowledge from senior high school student’s of St. Thomas 1 Medan. This study is a descriptive cross sectional design. The population was student’s aged 14-18 year’s who attend school in senior high school level of St. Thomas 1 Medan student’s and obtained a sample of 100 person’s stratified random sampling. Data were collected through questionnaires.
Respondent’s with sufficient and good knowledge on the basis of age, the majority are in the age group 15 years, is 28 people (43.8%) to have solid and 21 people (60%) for the knowledgeable good. And respondents with less knowledge are at the age of 14, is 1 person (100%). Knowledge of respondent’s by gender, the majority of male respondent’s have good knowledge, is 22 people (62.9%). While female respondent’s, the majority have less knowledge, is 1 person (100%) and 37 person (57.8%) had sufficient knowledge.
Keywords: Knowledge, Senior high school student’s, Myopia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa di Surga dan juga
Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan
Siswa-Siswi SMA Santo Thomas 1 Medan Tahun 2010 Tentang Miopia”.
Penulisan skripsi ini ditujukan sebagai tugas akhir dalam pemenuhan persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis mengakui adanya kekurangan dalam tulisan ini sehingga laporan
hasil penelitian ini tidak mungkin disebut sebagai suatu karya yang sempurna.
Kekurangan dan ketidak sempurnaan tulisan ini tidak lepas dari berbagai macam
rintangan dan halangan yang selalu datang baik secara pribadi pada penulis
suatu ujian dan pengalaman yang sangat berharga dalam kehidupan penulis yang
kelak dapat memberi manfaat di kemudian hari.
Oleh karena kekurangan pada diri penulis dalam merampungkan karya
tulis ini, maka semua itu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran USU
Medan.
2. Ibu dr. Aryani A. Amra, Sp.M dan juga Ibu dr. Masita Dewi, Sp.M, sebagai
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukkan kepada penulis
dalam rangka menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak dr. Zulkifli, Msi, Ibu dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes., dan Ibu
dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK (K), sebagai dosen penguji yang telah
banyak memberikan masukkan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
4. Kepala Sekolah SMA Santo Thomas 1 Medan, Bapak Drs. Johannes O. Fian,
seluruh pegawai, dan guru-guru SMA Santo Thomas 1 Medan yang telah
memberikan kesempatan serta membantu, dan memberikan sarana untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
5. Seluruh pegawai dan staf pengajar bagian IKK Fakultas Kedokteran USU
yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.
6. Teman-teman kelompok KTI dengan dosen pembimbing Ibu dr. Aryani A.
Amra, Sp.M, Finera Winda, Michael B. Wijaya, dan Tinton Bastanta yang
telah mendukung dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan
terima kasih.
7. Teman-teman satu kelompok belajar “sok Kompak” angkatan 2007 di
Tobing, Berry E. P. Bancin, Cerah W. P. Purba, Charles A. Meliala, Christine
N. S. Sinaga, Citra A. Sembiring, Debby K. Girsang, Gerald A. Harianja,
Katerin N. Nainggolan, Laurent E. Hutagalung, Listra I. Barus, Margareth R.
M. Hutabarat, Otneil Karnianta, Paul A. Khoman, Sarah H. N. Giri, Septi N.
M. Ginting, Shanti L. Tahmasebian, Sheba J. Tarigan, Silvia T. Brahmana,
Threesa S. Sinurat, dan Todung A. W. Tobing yang telah mendukung dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih atas kerja
samanya.
8. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Kedokteran USU, Adeline Leo, Aida
Siregar, Biondi J. H. Siahaan, Dina O. Marpaung, Ella Rhinsilva, Elvi
Hasanah, Isti A. Parinda, Jane T. Silitonga, Josuadi Siregar, Kamal K. Ilyas,
Nurina, Petrus S. Pinem, Suhenda B. H. Ginting, Tina Reisa, Yan I. F. Sitepu,
dan Vitri Alya yang juga telah mendukung saya dalam penyelesaian karya
tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih.
9. Teman-teman “Utipat 34”, Kakak Cita P. Sinulingga, Abang David Y. Kaban,
Abang Ekaprana A. Sutan, Labora M. M. A. Samosir, Merry Y. Munthe,
Kakak Nova T. Sitorus, Sarinah Rambe, Tika E. Purba, dan Kakak Tri
Sinulingga yang juga telah mendukung saya dalam penyelesaian karya tulis
ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih.
10.Kakak Grace Christine Sidabutar (Senior FK USU angkatan 2006) yang telah
banyak membantu memberikan ide, saran, dan juga kritik dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih.
11.Teman-teman “Kelompok Tumbuh Bersama” di Gereja HKBP Soeprapto
Jakarta, Raynard Daniel F. Manik, Surya Daniel J. Manurung, Torang
Yohanes Napitupulu, dan Abang Paian Simalango yang juga telah mendukung
saya dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih.
12.Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Berkat
Nainggolan, S.E. dan Magdalena Sianturi, yang telah memberikan dukungan,
motivasi, dan juga semangat dalam menyelesaikan studi saya termasuk dalam
13.Terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua adik-adik saya, Emma Ika
Margaretha Nainggolan dan Willy Heri Tri Carolus Nainggolan yang tetap
mendukung saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.
14.Terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga dan teman-teman saya yang
lain yang berada di Jakarta, Medan, Bandung dan Bandar Lampung. Terutama
keluarga dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK dan dr. Donna Erika Sianturi, beserta
anak-anaknya dan juga Opung Boru (orangtua dari dr. Kristo A. Nababan,
Sp.KK) yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan
studi saya termasuk dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat saya tuliskan yang telah memberikan bantuan kepada saya dalam
pengerjaan karya tulis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa selalu membalas
semua kebaikan yang selama ini di berikan kepada penulis dan melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua.
Medan, November
2010
Penulis
,
Axel Ivander
Nainggolan
NIM :
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan…………... ii
Abstrak………... iii
Abstract……... iv
Kata Pengantar………... v
Daftar Isi... ix
Daftar Tabel... xi
Daftar Gambar... xii
Daftar Singkatan... xiii
Daftar Lampiran... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
2.2.5.1. Genetika... 9
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep... 17
3.2. Definisi Operasional... 17
3.2.1. Pengetahuan... 17
3.2.2. Siswa-Siswi... 18
3.2.3. Miopia... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian... 19
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian…... 24
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 24
5.1.2. Karakteristik Siswa-Siswi (Responden)... 24
5.1.3. Hasil Analisa Data…... 25
5.2. Pembahasan... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 30
6.2. Saran... 31
DAFTAR PUSTAKA... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 4.1 Hasil uji validitas dan relibilitas kuesioner……… 22
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di SMA Santo
Thomas 1 Medan tahun 2010……… 25
Tabel 5.2 Pengetahuan Responden mengenai Miopia di SMA
Santo Thomas 1 Medan tahun 2010……….. 25
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai Miopia
(Rabun Jauh) di SMA Santo Thomas 1 Medan
berdasarkan Kelas Responden……….. 26
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai Miopia
(Rabun Jauh) di SMA Santo Thomas 1 Medan
berdasarkan Usia Responden……… 27
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai Miopia
(Rabun Jauh) di SMA Santo Thomas 1 Medan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Tabel Halaman
DAFTAR SINGKATAN
AC = Air Conditioning
D = Dioptri
DBD = Demam Berdarah Dengue
IPA = Ilmu Pengetahuan Alam
IPS = Ilmu Pengetahuan Sosial
PMMA = Polimetilmetacrilat
SMA = Sekolah Menengah Atas
SPSS = Statistical Product and Service Solution
USG = Ultrasonografi
UV = Ultraviolet
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Kuesioner
Lampiran 3. Lembar Penjelasan (Informed Consent)
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian
Pembimbing Penguji I
(dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp.M) (dr. Nurfida Khairina Arrasyid,
M.Kes.)
NIP : 19640502 199203 2 003 NIP : 19700819 199903 2 001
Penguji II
(dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK
(K))
NIP : 19630320 198902 2 001
Medan, 30 November 2010
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)
NIP : 19540220 198011 1 001
ABSTRAK
Salah satu penyakit mata yang cenderung meningkat dan menjadi masalah di masyarakat adalah miopia yang merupakan kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina.
Hasil penelitian ditemukan bahwa mayoritas pengetahuan responden mengenai miopia adalah cukup, yaitu sebanyak 64 orang (64%). Sedangkan sebanyak 35 orang (35%) berpengetahuan baik dan 1 orang (1%) berpengetahuan kurang. Responden dengan pengetahuan cukup berdasarkan kelas mayoritas adalah kelas 12 SMA, yakni 23 orang (35,9%). Sedangkan responden dengan pengetahuan baik yakni 14 orang (40%) dan pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (100%) mayoritas terdapat dikelas 11 SMA.
Responden dengan pengetahuan cukup dan baik berdasarkan usia, mayoritas berada pada kelompok usia 15 tahun, yakni 28 orang (43,8%) untuk berpengetahuan cukup dan 21 orang (60%) untuk berpengetahuan baik. Dan responden dengan pengetahuan kurang terdapat pada usia 14 tahun, yakni 1 orang (100%). Pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden laki-laki memiliki pengetahuan baik, yakni 22 orang (62,9%). Sedangkan responden berjenis kelamin perempuan, mayoritas memiliki pengetahuan kurang, yakni 1 orang (100%) dan 37 orang (57,8%) memiliki pengetahuan cukup.
Kata kunci : Pengetahuan, Siswa SMA, Miopia
ABSTRACT
One of the eye disease that tends to increase and become a problem in society is the myopia which is a refractive error with a laser beam entering the eye is parallel to the optical axis was brought into focus in front of the retina.
This research aims to know the description of myopia knowledge from senior high school student’s of St. Thomas 1 Medan. This study is a descriptive cross sectional design. The population was student’s aged 14-18 year’s who attend school in senior high school level of St. Thomas 1 Medan student’s and obtained a sample of 100 person’s stratified random sampling. Data were collected through questionnaires.
Respondent’s with sufficient and good knowledge on the basis of age, the majority are in the age group 15 years, is 28 people (43.8%) to have solid and 21 people (60%) for the knowledgeable good. And respondents with less knowledge are at the age of 14, is 1 person (100%). Knowledge of respondent’s by gender, the majority of male respondent’s have good knowledge, is 22 people (62.9%). While female respondent’s, the majority have less knowledge, is 1 person (100%) and 37 person (57.8%) had sufficient knowledge.
Keywords: Knowledge, Senior high school student’s, Myopia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa di Surga dan juga
Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan
Siswa-Siswi SMA Santo Thomas 1 Medan Tahun 2010 Tentang Miopia”.
Penulisan skripsi ini ditujukan sebagai tugas akhir dalam pemenuhan persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis mengakui adanya kekurangan dalam tulisan ini sehingga laporan
hasil penelitian ini tidak mungkin disebut sebagai suatu karya yang sempurna.
Kekurangan dan ketidak sempurnaan tulisan ini tidak lepas dari berbagai macam
rintangan dan halangan yang selalu datang baik secara pribadi pada penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menentukan kualitas
hidup manusia. Indera penglihatan yang dimaksud adalah mata. Tanpa mata,
manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada disekitarnya.
Dalam penglihatan, mata mempunyai berbagai macam kelainan refraksi. Kelainan
refraksi tersebut antara lain seperti emetropia, miopia, ametropia, presbiopia,
hipermetropia, dan afakia. Kelainan refraksi merupakan gangguan yang banyak
terjadi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun kelompok etnis
(Ilyas, 2009).
Dalam hal ini dari semua kelainan refraksi yang ada, angka kejadian miopia di
dunia terus meningkat, data WHO pada tahun 2004 menunjukkan angka kejadian
10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia.
Puncak terjadinya miopia adalah pada usia remaja yaitu pada tingkat SMA dan
miopia paling sering banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki,
dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1. Perbandingan serupa
pada miopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari
keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas (Supartoto, 2006).
Di Indonesia terutama anak-anak remaja yang golongan ekonomi keluarganya
menengah keatas mempunyai angka kejadian miopia yang semakin meningkat.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan miopia, salah satu faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan miopia adalah aktivitas melihat dekat atau
nearwork. Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi, seperti televisi,
komputer, video game, dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan aktivitas melihat dekat (Sahat, 2006).
Faktor gaya hidup mendukung tingginya akses anak terhadap media visual yang
televisi (94,5%), video game (39,4%), dan komputer (15,7%). Tingginya akses
terhadap media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap
perilaku buruk, seperti jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat yang kurang,
tentunya dapat meningkatkan terjadinya miopia (Sahat, 2006).
Oleh karena latar belakang inilah maka diperlukan penelitian-penelitian lebih
lanjut tentang gambaran pengetahuan tentang miopia terutama siswa-siswi di
SMA Santo Thomas 1 Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian untuk menjawab
pertanyaan yaitu bagaimana gambaran pengetahuan siswa-siswi SMA Santo
Thomas 1 Medan tentang miopia.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan
tentang miopia.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Santo
Thomas 1 Medan tentang miopia menurut tingkat pendidikan, umur,
dan jenis kelamin.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
a. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam
b. Bagi peneliti, dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan
masyarakat.
c. Bagi peneliti, dapat meningkatkan dalam mengaplikasikan dan
menerapkan pengetahuan statistik kedokteran ke dalam penelitian.
d. Bagi peneliti, dapat juga meningkatkan daya nalar, minat, dan
kemampuan dalam meneliti bidang penelitian.
e. Bagi mahasiswa, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
masukan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.
f. Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka
akan pentingnya kegunaan alat penglihatan yaitu mata dalam kehidupan
sehari–hari.
g. Bagi siswa–siswi SMA Santo Thomas 1 Medan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mereka mengenai kelainan refraksi yaitu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi
Pengetahuan adalah hasil ’tahu’, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yan telah diterima. Oleh sebab itu,
‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein
pada anak balita.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya
dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis dapat dilihat dari pengunaan kata-kata kerja: dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara
anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut.
2.2. Miopia
2.2.1. Definisi
Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar
yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan
retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena
sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai
diretina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur (Curtin, 1997).
Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa arti dari miopia
adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan
sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina (Hartanto, 2002).
2.2.2. Etiologi
Faktor genetik dapat menurunkan sifat miopia ke keturunannya, baik
secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked
sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan
tinggi diturunkan secara autosomal resesif (Sidarta, 2005).
Selain faktor genetik, menurut Curtin (2002) ada 2 mekanisme dasar yang
menjadi penyebab miopia yaitu :
a. Hilangnya bentuk mata (hilangnya pola mata), terjadi ketika kualitas
gambar dalam retina berkurang.
b. Berkurangnya titik fokus mata maka akan terjadi ketika titik fokus cahaya
berada di depan atau di belakang retina.
Miopia akan terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang pada saat
masih bayi. Dikatakan bahwa semakin dini mata seseorang terkena sinar terang
secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Ini karena
organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan.
Akibatnya, para penderita miopia umumnya merasa bayangan benda yang
dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin,
2002).
2.2.3. Klasifikasi
Dikenal beberapa bentuk miopia terdiri dari :
a. Miopia aksial
Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjangnya sumbu bola mata
(diameter antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa
normal (Ilyas, 2009).
b. Miopia kurvatura
Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari
kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa
seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi
lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola
c. Perubahan index refraksi
Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks
bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita diabetes
melitus sehingga pembiasan lebih kuat (Ilyas, 2009).
Menurut Ilyas (2009), derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri.
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Menurut Ilyas (2009), perjalanan miopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.
2.2.4. Patofisiologi
Pada saat baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia, namun saat
pertumbuhan, mata menjadi kurang hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi
emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada
anak dengan predisposisi berlanjut, namun mereka menderita miopa derajat
rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada faktor miopigenik seperti
kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak
terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang
menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada late
Dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi pada miopia yaitu :
1. Menurut tahanan sklera
a. Mesodermal
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas
dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre
dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebagian mesenkim
sklera dapat menyebabkan terjadi ektasia pada daerah ini karena
adanya perubahan tekanan dinding okular (Sativa, 2003).
b. Ektodermal-Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil
ketidak harmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan
retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan
baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan.
Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti
ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid
dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina
(Sativa, 2003).
2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
a. Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal
terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan
berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (Sativa,
2003).
b. Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon
perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat
meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti
konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver
dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg (Sativa, 2003).
2.2.5. Faktor Resiko
2.2.5.1.Genetika
Beberapa penelitian telah melaporkan pengaruh ras terhadap prevalensi miopia.
Pada populasi kulit putih, prevalensi miopia dilaporkan 17-26,2% sedangkan pada
populasi kulit hitam prevalensi miopia sebesar 13-21,5%. Prevalensi miopia yang
cenderung lebih tinggi lebih banyak dijumpai pada penduduk ras Asia Timur
(Wong T.Y. et al, 2003).
2.2.5.2.Lingkungan
Bahwa membaca atau kerja dekat dalam waktu yang lama menyebabkan miopia.
Terdapat korelasi kuat antara tingkat pencapaian pendidikan dan prevalensi serta
progresitivitas gangguan refraksi miopia. Individu dengan profesi yang banyak
membaca seperti pengacara, dokter, pekerja dengan mikroskop, dan editor
mengalami miopia derajat lebih tinggi. Miopia dapat berkembang tidak hanya
pada usia remaja, namun melewati usia 20-30 tahun (Seet B. et al, 2001).
Iluminasi atau tingkat penerangan juga dianggap sebagai faktor pencetus yang
mempengaruhi timbulnya miopia pada faktor lingkungan. Gangguan penerangan
dapat menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi otot siliar secara
terus-menerus akan menimbulkan gangguan refraksi mata yaitu miopia (Fredrick,
2002).
2.2.6. Gambaran Klinis
Gejala utama adalah gangguan penglihatan jarak jauh (buram). Tanda-tanda mata
miopik antara lain adalah bola mata memanjang, kamera okuli anterior dalam, dan
terlihat jelas, atrofi sebagian koroid sehingga sklera tampak terbayang putih,
cakram optik lebar dan pucat, pada sisi temporal terdapat tanda myopic crescent,
sedangkan pada sisi nasal terdapat supertraction crescent. Perubahan degeneratif
pada retina biasanya terjadi pada miopia progresif yang sebanding dengan derajat
miopia, bercak atrofi putih biasanya timbul di makula, namun perdarahan koroid
tiba-tiba dapat menimbulkan bercak bulat merah gelap berbentuk kasar dibagian
luar makula (Abrams D.A., 1993).
2.2.7. Diagnosis
2.2.7.1.Pengukuran Status Refraksi
Pengukuran status refraksi terlebih dahulu ditentukan dengan penentuan tajam
penglihatan. Tajam penglihatan dinilai melalui bayangan terkecil yang terbentuk
di retina, dan diukur melalui obyek terkecil yang dapat dilihat jelas pada jarak
tertentu. Makin jauh obyek dari mata, maka makin kecil bayangan yang terbentuk
pada retina sehingga ukuran bayangan tidak hanya merupakan fungsi ukuran
obyek namun juga jarak obyek dari mata (Abrams D.A, 1993).
Pemeriksaan kelainan refraksi secara obyektif dilakukan dengan menggunakan
retinoskopi untuk melihat refleks fundus dan ultrasonografi (USG) untuk
mengukur panjang aksis bola mata sehingga dapat dipastikan bahwa miopia yang
tejadi bersifat aksial, namun pemeriksaan dengan USG memerlukan biaya yang
relatif mahal (Muhdahani, 1994).
2.2.8. Komplikasi
a. Abalasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D – (-4,75) D sekitar
1/6662. Sedangkan pada (-5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi
1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain
penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Sativa, 2003).
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98%
air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair
secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita
miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal
kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan
kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus
sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina
(Sativa, 2003).
c. Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh
darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga
lapangan pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan
koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang (Sativa,
2003).
d. Glauko ma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada
miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta
kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula (Sativa,
2003).
e. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan
f. Skotokmata
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi
retina maka akan timbul skotomata (sering timbul jika daerah makula
terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah
mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes
sehingga menimbulkan bayangan lebar di retina yang sangat mengganggu
pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung
berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah
menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya
tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula
berat atau ablasio retina (Abrams D.A., 1993).
2.2.9. Prognosis
Miopia sangat dipengaruhi oleh usia. Setiap derajat miopia pada usia kurang dari
4 tahun harus dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun dan terutama 8-10
tahun, miopia sampai dengan -6 D harus diawasi dengan hati-hati. Jika telah
melewati usia 21 tahun tanpa progresivitas serius maka kondisi miopia dapat
diharapkan telah menetap dan prognosis dianggap baik. Pada derajat lebih tinggi,
prognosis harus dipertimbangkan dengan hati-hati berdasarkan gambaran fundus
dan tajam penglihatan setelah koreksi. Pada semua kasus harus diperhatikan
kemungkinan perdarahan tiba-tiba atau ablasio retina (Abrams D.A., 1993).
2.2.10. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan :
a. Kacamata
Terapi yang diberikan pada pasien yang menderita miopia adalah
dengan pemakaian kacamata negatif untuk memperbaiki penglihatan
jarak jauh. Perubahan refraksi terkecil dimana kebanyakan klinik
2000).
b. Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak
keras yang terbuat dari bahan plastik polimetilmetacrilat (PMMA) dan
lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hidrogen.
Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi
astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk
mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu indikasi
penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana
lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata.
Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan
iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau
melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak (Fredrick, 2002).
c. Bedah keratoretraktif
Bedah keratoretraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah
keratotomy radial, keratomileusis, keratofakia, dan epikeratofakia
(Fredrick, 2002).
d. Lensa intraoculer
Penanaman lensa intraokuler merupakan metode pilihan untuk koreksi
kesalahan refraksi pada afakia (Fredrick, 2002).
e. Operasi laser refraktif
Dapat mengurangi kondisi refraksi miopia, namun tidak menurunkan
laju kondisi kebutaan karena ablasio retina, degenerasi makula dan
f. Farmakologi
Antikolinergik seperti atropin telah digunakan dengan kombinasi
kacamata bifokus untuk menghambat progresivitas miopia. Walaupun
progresivitas miopia terhambat selama terapi namun efek jangka
pendek nampaknya dengan perbedaan ukuran tidak lebih dari 1-2 D dan
tidak ada kasus miopia patologis yang telah dicegah dengan terapi ini
(Seet B. et al, 2001).
g. Non-Farmakologi
Menjaga higiene visual dengan iluminasi yang adekuat, postur tubuh
yang nyaman dan alami saat melakukan kerja, dan menghindari
kelelahan mata (Abrams D.A., 1993).
2.2.11. Pencegahan
Menurut Curtin (2002) ada cara untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu dengan:
1. Mencegah kebiasaan buruk seperti
a. Biasakan anak duduk dengan posisi tegak sejak kecil.
b. Memegang alat tulis dengan benar.
c. Lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan kegiatan
membaca atau menonton televisi.
d. Batasi jam untuk membaca.
e. Atur jarak membaca buku dengan tepat (kurang lebih 30 centimeter
dari buku) dan gunakan penerangan yang cukup.
f. Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan
2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau
melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah terjadinya
miopia.
3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan
menunggu sampai ada gangguan mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal,
maka kelainan yang ada bisa menjadi permanen. Contohnya bila ada
bayi prematur harus terus dipantau selama 4-6 minggu pertama di ruang
inkubator supaya dapat mencegah tanda-tanda retinopati.
4. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan
konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling.
Dan selama mengikuti rehabilitasi tersebut, patuhilah setiap perintah
dokter dalam mengikuti program tersebut.
5. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu
hamil tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A
selama hamil.
6. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang
memakai kacamata.
7. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang
kurang, maka segeralah melakukan pemeriksaan.
Selain Curtin (2002) Menurut Wardani (2009) ada cara lain untuk mencegah
terjadinya miopia, yaitu dengan:
1. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali atau
sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai
kacamata).
3. Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca
sambil tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk membaca
adalah sekitar 30 cm dari mata dengan posisi duduk dengan penerangan
yang cukup baik (tidak boleh terlalu silau atau redup). Lampu harus
difokuskan pada buku yang dibaca.
4. Jaga jarak aman aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah 2
meter dari layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan mata
dan pencahayaan ruangan yang memadai.
5. Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1-1,5 jam sekali
selama 5-10 menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan
maksud untuk mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa
untuk sering berkedip supaya permukaan bola mata selalu basah.
6. Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan yang
banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi sebagai
antioksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada sayuran dan
buah-buahan.
7. Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat
mempercepat terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat mata
menjadi cepat kering.
8. Gunakanlah sunglasses yang dilapisi dengan anti UV bila beraktifitas di
luar ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar
matahari yang berlebihan oleh karena sinar matahari mengandung sinar
ultraviolet (UV) yang tidak baik untuk sel-sel saraf di retina.
9. Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan (AC).
Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22-25⁰ C. Jadi bila menggunakan AC jangan terlalu dingin karena penguapan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan menunjukkan seberapa besar siswa-siswi mengetahui kelainan
refraksi yaitu tentang miopia. Pengetahuan adalah jawaban responden yang
berkaitan dengan miopia. Pengetahuan disini akan mencakup mengenai
pengertian miopia, tanda-tanda miopia, penyebab miopia, dan cara pencegahan
kelainan refraksi.
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan kaum siswa-siswi tersebut digunakan
kuesioner sebagai instrumen. Dalam kuesioner tersebut diajukan 15 pertanyaan
dengan bentuk pertanyaan pilihan berganda, dimana total nilai 75, apabila
responden menjawab pertanyaan dengan benar diberi nilai 5 dan apabila salah
tidak dinilai (diberi nilai 0). Gambaran Pengetahuan
Siswa-Siswi
1. Tingkat Pendidikan 2. Umur
3. Jenis Kelamin
Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Tingkat pengetahuan “BAIK” apabila responden dapat menjawab dengan
benar ≥ 75% dari jumlah keseluruhan pertanyaan yang diberikan.
b. Tingkat pengetahuan “CUKUP” apabila responden dapat menjawab
dengan benar 40% sampai 75% dari jumlah keseluruhan pertanyaan yang
diberikan.
c. Tingkat pengetahuan “KURANG” apabila responden dapat menjawab
dengan benar ≤ 40% dari jumlah keseluruhan pertanyaan yang diberikan
(Hadi dan Sudarti, 1990).
3.2.2. Siswa-siswi
Dalam penelitian ini siswa-siswi yang ingin diteliti yaitu siswa-siswi SMA yang
mencakup dari seluruh jenis kelamin baik pria maupun wanita dan dengan
rata-rata usia 15 hingga 18 tahun.
3.2.3. Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki
mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam
keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai diretina
sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan akibat
bayangan yang kabur (Curtin, 1997).
Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa arti dari miopia
adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dengan desain
cross-sectional bertujuan untuk menilai siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan
tentang miopia.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Santo Thomas 1 Medan. Penelitian dilakukan
pada tanggal 31 Agustus 2010.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang berumur 14-18 tahun
yang bersekolah di SMA Santo Thomas 1 Medan. Menurut data dari kantor tata
usaha SMA Santo Thomas 1 Medan, jumlah seluruh siswa-siswi SMA tersebut
adalah 1522 orang.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Semua siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan yang terdaftar di
sekolah tersebut.
2. Siswa-siswi yang berusia 14-18 tahun.
3. Bersedia untuk menjadi responden penelitian.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode Stratified Random
Sampling. Karakteristik siswa-siswi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin. Penggunaan metode ini
dilakukan dengan pertimbangan agar sampel yang terkumpul dapat mewakili
semua populasi yang akan diteliti.
4.3.2. Besar Sampel Penelitian
Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan
rumus dibawah ini (Notoatmodjo, 2005). Melalui rumus tersebut, maka diperoleh
100 sampel.
Keterangan rumus :
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan absolut yang diinginkan
(Peneliti menetapkan d = 10% atau 0,1)
Terdapat 33 ruang kelas di SMA Santo Thomas 1 Medan, yaitu kelas X berjumlah
12 kelas, kelas XI berjumlah 11 kelas yang terdiri dari 9 kelas XI IPA dan 2 kelas
XI IPS, dan kelas XII berjumlah 10 kelas yang terdiri dari 8 kelas XII IPA dan 2
kelas XII IPS. Survei akan mengambil data dari 3 subjek di tiap kelas, sehingga
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data adalah metode wawancara dengan
menggunakan teknik angket, suatu cara pengumpulan data suatu penelitian yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dan relevan terhadap masalah penelitian
(Notoadmodjo, 2005). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner yang diberikan kepada subjek penelitian.
Untuk bobot penilaian dan interpretasi hasil ukur dapat dilihat pada bab 3.
Kuesioner yang diberikan kepada responden akan terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan uji realibilitas kepada beberapa orang responden yang berada di
SMA Santo Thomas 1, Medan, Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data
primer, yaitu data yang diperoleh melalui kuesioner yang berisikan daftar
pertanyaan yang disusun sesuai dengan masalah penelitian yang meliputi berbagai
aspek. Data ini langsung dari responden saat penelitian berlangsung.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan
reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji
Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS. Sampel yang
digunakan dalam uji validitas memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel
dalam penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini
Tabel 4.1 Hasil uji validitas dan realibilitas kuesioner
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Dalam penelitian ini, data penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner
berupa jawaban dari responden diubah menjadi data kuantitatif dalam bentuk skor
nilai. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dilakukan pengolahan.
Langkah-langkah dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :
a. Editing
Adalah langkah untuk meneliti apakah isian kuesioner sudah lengkap atau
belum sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.
b. Coding
Adalah suatu usaha memberikan kode/menandai jawaban-jawaban responden
atas pertanyaan yang ada pada kuesioner yang nantinya akan memudahkan
c. Entry data
Memasukkan data melalui pengolahan komputer dengan menggunakan
program software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0
d. Cleaning
Adalah pembersihan data. Kegiatan meneliti kembali data yang sudah ada,
apakah ada kesalahan atau tidak.
Setelah data diolah kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif untuk
mengetahui gambaran pengetahuan siswa-siswi tentang miopia di SMA Santo
Thomas 1 Medan. Hasil dari analisa data tersebut akan disajikan dalam bentuk
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMA Katolik Santo Thomas 1 Medan berdiri pada tahun 1955 oleh Vikariat
Apolostik Medan. SMA ini berada di pusat kota tepatnya bertempat di Jalan
Jendral S.Parman No.109 Medan. SMA ini merupakan salah satu SMA di Medan
yang statusnya terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik).
Sekolah ini memiliki bangunan yang berbentuk persegi dan memiliki satu
lapangan. Sebelah barat sekolah ini adalah kompleks perumahan, sebelah timur
adalah SMA Santo Thomas 2 Medan dan SMP Santo Thomas 4 Medan.
SMA ini memiliki 33 ruang kelas, 4 ruang laboratorium, perpustakaan, aula serba
guna, studio musik, kantin, ruang tata usaha, ruang guru, dan ruang kepala
sekolah. Kegiatan belajar berlangsung dari pukul 07.30 WIB hingga pukul 12.50
WIB. Setelah kegiatan belajar ini selesai terdapat kegiatan ekstrakulikuler maupun
les tambahan bagi para siswa.
5.1.2. Karakteristik Siswa-Siswi (Responden)
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang bersekolah di SMA
Santo Thomas 1 Medan tahun 2010. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa
usia responden yang paling banyak terdapat pada kelompok usia 15 tahun, yaitu
sebanyak 49 orang (49%), sedangkan usia responden terendah pada kelompok
usia 14 tahun yaitu sebanyak 15 orang (15%).
Kelas responden terbagi atas 3 tingkatan kelas, yaitu kelas X SMA, kelas XI SMA
(kelas XI IPA dan kelas XI IPS) dan kelas XII SMA (kelas XII IPA dan kelas XII
IPS). Melalui tabel 5.1 dapat dilihat bahwa kelas responden yang paling banyak
adalah kelas XI SMA dan XII SMA, yaitu masing-masing sebanyak 35 orang
(35%) dan kelas responden terendah adalah kelas X SMA yaitu sebanyak 30
Jenis kelamin responden terbagi atas 2 jenis, yaitu pria dan wanita. Melalui tabel
5.1 dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang paling banyak adalah wanita, yaitu
sebanyak 51 orang (51%) dan pria, yaitu sebanyak 49 orang (49%).
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di SMA Santo Thomas 1 Medan tahun 2010
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) Usia
5.1.3. Hasil Analisa Data
1) Pengetahuan Responden
Pengetahuan responden dinilai berdasarkan 15 pertanyaan yang mencakup
informasi yang diketahui responden mengenai miopia, antara lain pengertian
miopia, tanda-tanda miopia, penyebab miopia, dan cara pencegahan kelainan
refraksi. Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa mayoritas pengetahuan
responden mengenai Miopia adalah cukup, yaitu sebanyak 64 orang (64%).
Sedangkan sebanyak 1 orang (1%) berpengetahuan kurang dan 35 orang (35%)
berpengetahuan baik.
Tabel 5.2 Pengetahuan Responden mengenai Miopia di SMA Santo Thomas 1 Medan tahun 2010
Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 35 35
Cukup 64 64
Kurang 1 1
2) Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Kelas
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan cukup
mayoritas adalah siswa-siswi kelas XII SMA, yakni 23 orang (35,9%). Sedangkan
responden dengan pengetahuan kurang terdapat pada siswa-siswi kelas XI SMA,
yakni 1 orang (100%). Dan siswa-siswi yang berpengetahuan baik mayoritas
terdapat dikelas XI SMA, yakni 14 orang (40%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai Miopia (Rabun Jauh) di SMA Santo Thomas 1 Medan berdasarkan Kelas Responden
Kelompok Kelas
Tingkat Pengetahuan
Total
Baik Cukup
(Sedang) Kurang
f % f % F %
X SMA 9 25,7% 21 32,8% 0 0 30
XI SMA 14 40% 20 31,3% 1 100% 35
XII SMA 12 34,3% 23 35,9% 0 0 35
Total 35 100% 64 100% 1 100% 100
3) Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Usia
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan baik
terdapat paling banyak pada usia 15 tahun, yakni 21 orang (60%). Responden
dengan pengetahuan cukup (sedang), juga paling banyak berada pada usia 15
tahun, yakni 28 orang (43,8%). Dan responden dengan pengetahuan kurang
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai Miopia (Rabun Jauh) di SMA Santo Thomas 1 Medan berdasarkan Usia Responden
Kelompok
4) Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat pengetahuan responden berdasarkan jenis
kelamin, dimana mayoritas pengetahuan baik dimiliki oleh laki-laki, yakni 22
orang (62,9%). Sedangkan mayoritas responden pengetahuan kurang dimiliki oleh
perempuan, yakni 1 orang (100%) dan pengetahuan cukup juga mayoritas dimiliki
oleh perempuan, yakni 37 orang (57,8%).
5.2. Pembahasan
5.2.1. Pengetahuan Responden
Berdasarkan kuesioner yang telah dibagikan, diketahui bahwa dari 100 responden
yang diteliti di SMA Santo Thomas 1 Medan, didapatkan 35 responden (35%)
dengan pengetahuan baik, 64 responden (64%) dengan pengetahuan yang cukup
(sedang), dan sebesar 1 responden (1%) dengan pengetahuan kurang. Melalui data
tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai miopia. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor pendidikan
terakhir responden yaitu selama di SD dan SMP mereka telah mempelajari
tentang miopia.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan baik
mayoritas berada pada kelas XI SMA (40%), pengetahuan cukup mayoritas
terdapat pada kelas XII SMA (34,3%), sedangkan pengetahuan kurang hanya
terdapat pada kelas XI SMA (100%). Hal diatas menunjukkan bahwa mayoritas
kelas XI SMA memiliki pengetahuan lebih baik daripada kelas XII SMA.
Menurut Koenraadt (2006) melalui hasil penelitiannya di Thailand yang
menyatakan bahwa seseorang dengan pendidikan lebih tinggi berpeluang untuk
memanfaatkan lebih banyak sarana informasi untuk meningkatkan
pengetahuannya. Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan baik,
pada umumnya akan lebih mudah untuk menyerap informasi baru. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Koenraadt (2006). Hal ini bisa
saja terjadi karena pemilihan sample yang kurang banyak sehingga mempengaruhi
hasil penelitian.
Namun demikian, dengan mengetahui pengetahuan yang baik tidak berarti dapat
memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang baik/positif
Peningkatan pengetahuan responden mengenai miopia sangat diperlukan, karena
dengan pengetahuan yang baik akan mendorong responden dalam tindakannya
untuk melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini, sehingga melalui
tindakan yang baik, jumlah morbiditas dapat ditekan. Dengan dasar pengetahuan
sederhana dan benar, maka diharapkan siswa-siswi akan bersikap dan bertindak
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengetahuan siswa-siswi
SMA Santo Thomas 1 Medan tahun 2010 mengenai miopia diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Sebanyak 64 orang (64%) siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit miopia dan 1 orang
(1%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penyakit miopia.
2. Siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan yang berpengetahuan cukup
berdasarkan kelas terdapat dikelas XII SMA, yaitu sebanyak 23 orang
(35,9%). Sedangkan yang berpengetahuan kurang, yaitu 1 orang (100%)
dan berpengetahuan baik, yaitu 14 orang (40%), mayoritas terdapat dikelas
XI SMA.
3. Siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan yang berpengetahuan cukup,
yaitu 28 orang (43,8%) dan juga baik, yaitu 21 orang (60%) berdasarkan
usia, mayoritas berada pada usia 15 tahun dan yang berpengetahuan
kurang terdapat pada usia 14 tahun, yaitu 1 orang (100%).
4. Siswa-siswi SMA Santo Thomas 1 Medan yang berpengetahuan cukup,
yaitu 37 orang (57,8%) dan juga kurang, yaitu 1 orang (100%)
berdasarkan jenis kelamin, mayoritas berjenis kelamin perempuan.
Sedangkan yang berpengetahuan baik terdapat pada jenis kelamin
6.2. Saran
1. Bagi siswa-siswi
Siswa-siswi turut berperan dalam usaha pencegahan miopia dengan cara yaitu :
a. Lakukan istirahat setiap 1 jam setelah melakukan kegiatan membaca,
menonton televisi, atau bermain komputer.
b. Atur jarak membaca buku dengan tepat (kurang lebih 30 centimeter
dari buku) dan gunakan penerangan yang cukup.
c. Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah.
d. Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan
yang banyak mengandung vitamin A, C, dan E.
2. Bagi peneliti
Bagi peneliti di masa yang akan datang agar penelitian dapat dilakukan juga di
beberapa lokasi lain dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
3. Bagi masyarakat
a. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali
atau sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah
memakai kacamata).
b. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera
lakukan konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak
terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Dan selama mengikut i
rehabilitasi tersebut, patuhilah setiap perintah dokter dalam
mengikuti program tersebut.
c. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A,
ibu hamil tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan
vitamin A selama hamil untuk bayi didalam kandungan.
d. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang
memakai kacamata.
Tenaga kesehatan agar lebih sering memberikan penyuluhan mengenai miopia
kepada masyarakat. Dan tenaga kesehatan harus lebih baik dalam mendeteksi
penyakit mata, sehingga tidak sampai menyebabkan kebutaan. Karena miopia
adalah pencetus utama terjadinya kebutaan yang menduduki peringkat pertama di
DAFTAR PUSTAKA
Abrams D.A., 1993. Duke – Elder’s Practice of refraction 10th Edition.
Edinburgh: Churchill Livingstone. 50-145.
Curtin B.J., 1997. The Myopias Basic and Clinical Management. Philadelphia: Harper & Row Publisher, 16-26, 277-84.
Curtin B.J., 1997. The Optics of Myopia, in Duane’s Clinical Ophthalmology,
chapter 42. Volume 1. New York: Lippincott–Raven Publisher Philadelphia,
1-10.
Curtin B.J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row, 348-38.
Fredrick Dr., 2002. Myopia Clinical Review. BMJ 2002: 324: 1195-9.
Goss D.A., 2000. Nearwork and Myopia. The Lancet 2000. 356 : 1456-7.
Hadi, P. & Sudarti, 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hartanto, Huriawati, dkk, 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-29. Jakarta: EGC, 1423.
Ilyas, Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga cetakan ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta, 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga cetakan ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 72 - 83.
Koenraadt CM, Tuiten W, Sithiprasna R, Kijchalao U, Kones JW, Scott TW.
Dengue knowledge and practices and their impact on Aedes Aegypti populations in Kamphaeng Phet, Thailand. Am J Trop Med Hyg 2006; 74(4):692-700.
Available from : November 2010]
Muhdahani, 1994. Pengaruh Monitor Komputer Terhadap Timbulnya Miopia
pada Operator Komputer. Tesis, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Notoadmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Masyarakat. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Edisi 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahat, Ferry, 2006. Miopia, Menurunnya Prestasi Belajar Anak Perkotaan.
Jakarta: Koran Kompas. Available from:
[Accessed 14 Maret 2010].
Sativa, Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan dan
Sedang. Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara. Available from:
Seet B. et al, 2001. Myopia in Singapore Taking a Public Health Approach. Br.J Opthalmology 2001. 85 ; 521-6.
Supartoto, Agus, 2006. Anak Perempuan di Yogyakarta lebih banyak Menderita
Myopia. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Available from: Maret 2010].
Wardani, Retno, 2009. Kelainan Penglihatan/Refraksi Pada Anak. Poliklinik
Mata-RSIA Permata Cibubur. Available from:
2010].
Wong T.Y. et al, 2003. Refractive Errors, Intraocular Pressure, and Glaucoma in
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Axel Ivander Nainggolan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 19 April 1989
Agama : Kristen Protestan
Alamat : 1. Sumatera Utara (Medan) :
Jalan Sisingamangaraja Gg. Purnama No.3, Medan
20217.
2. DKI Jakarta (Jakarta Pusat) :
Jalan Sumur Batu Raya Gg. Sumba 2 Rt.06/Rw.03
No.36, Jakarta Pusat 10640.
Riwayat Pendidikan : 1. TK Chandra Jakarta (1994-1995)
2. SD Santo Mikael Jakarta (1995-2001)
3. SMP Paskalis 3 Jakarta (2001-2004)
4. SMA Negeri 5 Jakarta (2004-2007)
KUESIONER
Identitas Responden (wajib diisi)
Nama : Jenis Kelamin : (L/P) (Lingkari salah satu)
Usia : Kelas :
I. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat di bawah ini dan
berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut Anda benar
1. Menurut Anda, Miopia adalah :
a. Sejenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang mengenai mata.
b. Kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar
dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina.
c. Sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus yang mengenai mata.
2. Nama lain dari Miopia adalah :
a. Rabun senja. b. Rabun dekat. c. Rabun jauh.
3. Menurut Anda, tanda-tanda apakah yang sering terjadi pada
penderita Miopia dalam hal penglihatan ?
a. Kabur bila melihat benda-benda yang terlihat jauh.
b. Kabur bila melihat benda-benda yang terlihat dekat.
c. Kabur bila melihat benda-benda yang terlihat jauh dan dekat.
4. Menurut Anda, kapan miopia bisa terjadi?
a. Bayi. b. Anak-Anak. c. Remaja.
5. Menurut Anda, faktor lingkungan seperti apa yang bisa
menyebabkan terjadinya miopia?
a. Penerangan yang terang.
b. Penerangan yang redup.
6. Menurut Anda, penyakit yang akan timbul setelah miopia adalah:
a. Katarak.
b. Sakit kepala sebelah (Migrain).
c. Demam Berdarah Dengue (DBD).
7. Menurut Anda, kacamata yang cocok untuk penderita miopia adalah:
a. Positif.
b. Silindris.
c. Negatif.
8. Menurut Anda, Untuk mencegah penyakit miopia, Vitamin apa yang
baik untuk kesehatan mata?
a. Vitamin A, B, & K.
b. Vitamin A, C, & E.
c. Vitamin A, B, & C.
9. Menurut Anda, berapa lama waktu istirahat bagi mata untuk selesai
melakukan aktivitas seperti membaca buku atau menonton televisi?
a. 15 menit.
b. 30 menit.
c. 60 menit.
10. Menurut Anda, bila kita selesai bekerja di depan komputer lalu
beristirahat selama 60 – 90 menit lalu usahakan memandang ke arah
lain yang jauh selama:
a. 5-10 menit.
b. 30-40 menit.
c. 60-70 menit.
11. Untuk mencegah terjadinya Miopia, jarak membaca buku yang tepat
adalah:
a. 15 cm dari buku.
b. 30 cm dari buku.
12. Menurut Anda, Untuk mencegah terjadinya miopia, sebaiknya jarak
Anda dengan televisi sewaktu menonton adalah:
a. 2 meter dari televisi.
b. 1 meter dari televisi.
c. 50 centimeter dari televisi.
13. Menurut Anda, selain kacamata alat apa yang dapat membantu
mencegah terjadinya miopia ?
a. Teleskop.
b. Mikroskop.
c. Kontak Lens.
14. Menurut Anda, cahaya yang cocok untuk mencegah terjadinya
miopia adalah :
a. Gelap.
b. Terang.
c. Remang – remang.
15. Menurut Anda, suhu ruangan yang cocok untuk kelembaban mata
bila menggunakan pendingin ruangan (AC) adalah:
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Salam sejahtera,
Terimakasih atas kesediaan anda meluangkan waktu untuk membaca dan mengisi
surat persetujuan ini. Sebelumnya, perkenankan saya memperkenalkan diri. Nama
saya Axel Ivander Nainggolan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan tahun 2007. Saya sedang melakukan pengumpulan data
penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang merupakan tugas akhir sebagai
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran USU.
Adapun judul penelitian saya adalah “Gambaran Pengetahuan Siswa-Siswi SMA
Santo Thomas 1 Medan Tentang Miopia Tahun 2010“. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengetahuan anda mengenai miopia.
Oleh karena itu, saya memohon kesediaan anda untuk mengisi data identitas dan
menjawab setiap pertanyaan mengenai pengetahuan tentang miopia melalui
kuesioner yang saya berikan. Bagi anda yang bersedia, mohon untuk mengisi lembar
persetujuan yang tertera dihalaman berikutnya.
Setiap data yang anda berikan adalah rahasia, tidak akan disebarluaskan, dan hanya
akan digunakan untuk mendukung penelitian saja. Saya harap anda dapat mengisi
data-data tersebut dengan benar dan jujur. Atas kerjasama anda pada penelitian ini
sangat saya hargai.
Demikian saya beritahukan, terima kasih atas kesediaan dan kerjasama anda, saya
ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,