2015
2015
REPORT
REPORT
DESAIN STRUKTUR
DESAIN STRUKTUR
PELEBARAN JEMBATAN CITARUM
PELEBARAN JEMBATAN CITARUM
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1. 1. PENDAHULUAN ...PENDAHULUAN ... .... 11 1.1 1.1 Umum ...Umum ... 1... 1 1.21.2 Konsep Konsep Dasar Dasar Perencanaan ...Perencanaan ... ... 22 2.
2. KRITERIA KRITERIA PERENCANAAN ...PERENCANAAN ... 6... 6 2.1
2.1 Kriteria Kriteria Pembebanan ...Pembebanan ... .... 66 2.6.1.
2.6.1. Beban Beban Permanen...Permanen... 7... 7 2.6.2.
2.6.2. Beban Beban Lalu Lalu Lintas ...Lintas ... ... 77 2.6.3.
2.6.3. Beban Beban Lingkungan Lingkungan ... 11... 11 2.2
2.2 Kombinasi Kombinasi Pembebanan ...Pembebanan ... 1... 144 2.3
2.3 Material Material ... ... 1515 2.4
2.4 Pemodelan Pemodelan Struktur ...Struktur ... ... 1616 3.
3. DESAIN DESAIN STRUKTUR ...STRUKTUR ... 16... 16 3.1
3.1 Desain Desain Slab Slab ... ... 1616 3.2
3.2 Perencanaan Perencanaan Girder ...Girder ... ... 1717 3.3 Perencanaan Angkur Perletakan (
3.3 Perencanaan Angkur Perletakan ( Dowels Dowels) ) ... 19... 19 3.4
3.4 Perencanaan Perencanaan Expansion Expansion Joint ...Joint ... ... 2020 3.5
3.5 Perencanaan Perencanaan Parapet...Parapet... ... 2222 3.6 Desain
3.6 Desain Pierhead Pierhead ... ... 2222 3.7
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1. 1. PENDAHULUAN ...PENDAHULUAN ... .... 11 1.1 1.1 Umum ...Umum ... 1... 1 1.21.2 Konsep Konsep Dasar Dasar Perencanaan ...Perencanaan ... ... 22 2.
2. KRITERIA KRITERIA PERENCANAAN ...PERENCANAAN ... 6... 6 2.1
2.1 Kriteria Kriteria Pembebanan ...Pembebanan ... .... 66 2.6.1.
2.6.1. Beban Beban Permanen...Permanen... 7... 7 2.6.2.
2.6.2. Beban Beban Lalu Lalu Lintas ...Lintas ... ... 77 2.6.3.
2.6.3. Beban Beban Lingkungan Lingkungan ... 11... 11 2.2
2.2 Kombinasi Kombinasi Pembebanan ...Pembebanan ... 1... 144 2.3
2.3 Material Material ... ... 1515 2.4
2.4 Pemodelan Pemodelan Struktur ...Struktur ... ... 1616 3.
3. DESAIN DESAIN STRUKTUR ...STRUKTUR ... 16... 16 3.1
3.1 Desain Desain Slab Slab ... ... 1616 3.2
3.2 Perencanaan Perencanaan Girder ...Girder ... ... 1717 3.3 Perencanaan Angkur Perletakan (
3.3 Perencanaan Angkur Perletakan ( Dowels Dowels) ) ... 19... 19 3.4
3.4 Perencanaan Perencanaan Expansion Expansion Joint ...Joint ... ... 2020 3.5
3.5 Perencanaan Perencanaan Parapet...Parapet... ... 2222 3.6 Desain
3.6 Desain Pierhead Pierhead ... ... 2222 3.7
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1.Tabel 1-1. Faktor amplifiFaktor amplifikasi untuk kasi untuk PGA dan PGA dan 0.2 detik ...0.2 detik ... ... 55 Tabel
Tabel 1-2. 1-2. Faktor amplifiFaktor amplifikasi kasi untuk untuk periode 1 periode 1 detik detik ... ... 55 Tabel
Tabel 2-1.Beban 2-1.Beban Rencana Rencana Jembatan ...Jembatan ... ... 66 Tabel 2-2
Tabel 2-2 Faktor Beban Faktor Beban Dinamik untuk Dinamik untuk Beban Beban garis garis KEL KEL ... ... 1010 Tabel
Tabel 2-3 2-3 Gaya Gaya Rem Rem ... ... 1111 Tabel
Tabel 2-4Tekanan Angin 2-4Tekanan Angin Merata Merata pada pada Bangunan Atas ...Bangunan Atas ... ... 1212 Tabel 2-5
Tabel 2-5 Beban Garis Beban Garis Merata pada Merata pada Ketinggian Lantai Ketinggian Lantai kN/m ...kN/m ... ... 1212 Tabel
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1. Rencana perluasan jembatan citarum... 1
Gambar 1-2. Potongan melintang jembatan ... 2
Gambar 1-3. Tampak samping dan tampak atas jembatan ... 2
Gambar 1-4. Peta percepatan puncak di batuan dasar (PGA) terlampaui 7% dalam 75 tahun ... 3
Gambar 1-5. Peta respon spektra percepatan 0.2 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun ... 4
Gambar 1-6. Peta respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun ... 4
Gambar 2-1. Kedudukan Beban Lajur "D" ... 9
Gambar 2-2.Beban Truk "T" ... 9
Gambar 2-3 Respon Spekra Jembatan Citarum ... 13
Gambar 2-4 Model Struktur Jembatan ... 16
Gambar 3-1 Potongan girder jembatan ... 18
Gambar 3-2 Layout tendon I-girder ... 18
Gambar 3-3 Angkur Fix ... 20
Gambar 3-4 Penyebaran beban melintang ... 22
Gambar 3-5 Gaya dalam pada pierhead (pier) ... 23
Gambar 3-6 Kurva Moment (-) Vs Curvature Pierhead Pier ... 24
Gambar 3-7 Kurva Moment (+) Vs Curvature Pierhead Pier ... 24
Gambar 3-8 Gaya dalam pierhead (abutment) ... 25
Gambar 3-9 Kurva Moment (+) Vs Curvature Pierhead Abutment ... 25
Gambar 3-10 Kurva Moment (-) Vs Curvature Pierhead Abutment ... 26
Gambar 3-11 M22 Pier... 28
Gambar 3-12 M33 Pier... 29
Gambar 3-13 Diagram Interksi Pier ... 29
Gambar 3-14 Momen Negatif Rencana untuk Pierhead Bagian Dalam Pier ... 30
1. PENDAHULUAN
1.1 Umum
Struktur perluasan jembatan citarum direncanakan dengan lebar 7 m. Jembatan ini menggunakan balok prategang I-girder yang ditumpu pada pilar-pilar dengan sistem simple beam.
Data-data teknis perluasan jembatan Citarum, secara umum adalah sebagai berikut:
Tipe Jembatan : Prestressed Concrete Girder (Simple Beam)
Panjang Jembatan : 130 m
Panjang bentang : 26 m
Lebar Jembatan : 7 m
Jumlah Pier & Abutment : 4 Pier & 2 Abutment
Sistem Pondasi : Bored Pile diameter
mmGambar 1-2. Potongan melintang jembatan
Gambar 1-3. Tampak samping dan tampak atas jembatan
1.2 Konsep Dasar Perencanaan
Struktur jembatan pada umumnya harus direncanakan dengan umur rencana minimal 75 tahun dan probabilitas gaya gempa rencana terlampaui selama umur la yannya adalah sebesar 7 %. Dengan ketentuan ini, struktur jembatan harus direncanakan mampu memikul gaya gempa dengan perioda ulang minimum 1000 tahun.
=
Keterangan:
EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN) Csm adalah koefisien respons elastik
R adalah faktor modifikasi respons
Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN) Koefisien respon elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan (Gambar 1-4 hingga Gambar 1-6) sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan kondisi tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.
Gambar 1-5. Peta respon spektra percepatan 0.2 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Gambar 1-6. Peta respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Untuk penentuan respon spektra di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi untuk PGA, periode pendek (T =0,2 detik) dan periode 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi
faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada batuan dasar (F PGA), faktor amplifikasi
periode pendek (F a) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran periode
1 detik (F v ). Tabel 1-1 dan Tabel 1-2 memberikan nilai-nilai F PGA,F a, dan F vuntuk berbagai
Tabel 1-1. Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0.2 detik
Tabel 1-2. Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik
1.3 Standard Dan Code
Perencanaan jembatan ini mengacu pada beberapa Standard dan Code yang terbaru yang berlaku di Indonesia dan standard lainya yang disepakati bersama. Standard dan Code
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Standards Specification for Highway Bridges, 3th Edition, 2004, AASHTO LRFD. b. Perencanaan Pembebanan Struktur Atas Jembatan mengikuti Bridge Design Manual
BMS yang diterbitkan oleh Direktorat Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia, Desember 1992 (BMS)
c. RSNI T-02-2005 Pembebanan untuk Jembatan
d. Perancangan Jembatan untuk Beban Gempa, RSNI 03-2833-201X
e. Tata Cara Perhitungan Strukur Beton Untuk Bangunan Gedung , SNI 03-2847-2002 f. Uniform Building Code (UBC 1997)
g. NEHRP, 1997
h. Building Code Requirements for Reinforced Concrete, ACI 318-02
i. Guide Specifications for Design and Construction of Segmental Concrete Bridges, 1989
j. ATC, Improved Seismic Design Kriteria for California Bridges: Provisional Recommendations, Applied Technology Council , Report ATC-32, Redwood City,
California, 1996
2. KRITERIA PERENCANAAN
2.1 Kriteria Pembebanan
Secara umum kriteria pembebanan yang digunakan dalam perencanaan jembatan ini harus ditinjau dari tiga kondisi beban, yaitu :
a. Beban Kerja (Working Load/ Service Load)
Beban layan adalah beban yang bekerja pada saat kondisi layan bangunan jembatan, hal ini berkaitan dengan servisibilitas dari bangunan.
b. Beban Batas (Ultimate Load)
Beban batas adalah beban yang bekerja pada kondisi ultimit dari struktur, yaitu diperoleh dengan mengalikan beban yang bekerja dengan faktor beban.
c. Beban Kapasitas (Lateral Load).
Pembebanan ini digunakan beban lateral yang diberikan pada struktur sampai mencapai kapasitasnya. Pembebanan ini dilakukan dengan pushover analysis.
Berdasarkan Bridge Design Manual BMS, Beban rencana yang diperhitungkan pada perencanaan Jembatan meliputi hal-hal berikut:
1. Beban rencana individual :
Beban permanent
Beban lalu lintas
Beban dari lingkungan 2. Kombinasi beban :
Kombinasi Pembebanan Kondisi Operasional
Kombinasi Pembebanan Dengan Beban Sementara (Angin, Suhu dan Gempa)Tabel 2-1.Beban Rencana Jembatan
1. Berat Sendiri (SW)
2. Beban Mati Tambahan (SDL) 3. Efek Rangkak dan Susut 4. Efek Prategang 5. Tekanan Tanah 1. "D" Lane Loads 2. "T" Truck Load 3. Gaya Rem 4. Gaya Centrifugal 1. Gaya Angin 2. Gaya Gempa 3. Temperatur Loading Case 1. Beban Permanen
2. Beban Lalu Lintas
3. Beban Lingkungan Group Beban
2.6.1. Beban Permanen Berat Sendiri
Semua elemen struktur (sub structure & upper structure) untuk Jembatan Citarum ini menggunakan material beton baik beton bertulang biasa maupun beton prategang. Berat sendiri beton diambil sebesar :
γ
beton = 25 kN/m3Beban Mati tambahan (SDL)
Yang dimaksud beban mati tambahan (SDL) tersebut adalah berat semua material non-struktural yang digunakan pada Jembatan seperti perkerasan (asphalt).
γ
asphalt = 22.4 kN/m3Efek Rangkak dan Susut (Creep and Shrinkage)
Efek rangkak dan susut dipertimbangkan pada perencanaan Jembatan yang menggunakan material beton. Efek ini harus diperhitungkan terutama untuk struktur-struktur yang terkekang dan juga movement bearing.
Dalam perencanaan rangkak dan susut diambil beberapa koefesien, yaitu : Ccu = 2 (ultimate creep coeffecient)
shu = 0.0005 (ultimate shrinkage strain)
sh = 0.0002 (shrinkage strain at first 28 days)Efek Prategang
Gaya prategang akan memberikan efek sekunder pada elemen struktur yang mengalami pengekangan dan struktur statis tak tentu.
Tekanan Tanah
Tekanan tanah aktif dipertimbangkan untuk perencanaan abutment. Gaya ini akan memberikan efek momen guling dan gaya geser pada system struktur abutment.
2.6.2. Beban Lalu Lintas
Berdasarkan arah bekerjanya beban, maka beban lalu lintas dapat dibagi menjadi tiga komponen :
1. Komponen Vertikal
2. Komponen Rem (arah longitudinal) 3. Komponen Sentrifugal (arah radial)
Beban lalu lintas untuk Rencana Jembatan Jalan Raya terdiri beban lajur “D” dan beban truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang eqivalen dengan
rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan
Beban truk “T” adalah berat kendaraan tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan pada berbagai posisi sembarang pada lajur lalu lintas. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat (trailer). Beban satu truk “T” ini hanya boleh ditempatkan per lajur lalu lintas rencana.
Pada umumnya beban lajur “D” akan memberikan effek yang lebih maksimum pada jembatan-jembatan bentang menengah dan panjang sehingga untuk analisis struktur jembatan bentang menengah dan panjang hanya akan memperhitungkan beban lajur “D”. Sedangkan untuk jembatan-jembatan bentang pendek dan system lantai dek, effek beban truk “T” akan lebih maksimum dibandingkan dengan effek beban lajur “D”.
Dengan demikian untuk perencanaan jembatan-jembatan bentang pendek dan system lantai dek hanya akan memperhitungkan beban truk “T”.
Beban Lajur “D”
Beban Lajur "D" terdiri dari Beban terbagi rata UDL (Uniform Distributed Load) dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang bentang yang dibebani total (L) sebagai berikut: 2 2 m / kN L 15 5 . 0 0 . 8 q ; m 30 L m / kN 0 . 8 q ; m 30 L
Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini L adalah jumlah dan panjang masing-masing beban terputus tersebut.
Beban lajur "D” ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas seperti ditunjukkan dalamGambar 2.1.
Selain beban merata UDL, beban lajur “D” juga termasuk beban garis KEL (Knife Edge Load) sebesar p kN/m, yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada pada arah lalu lintas.
P = 44.0 kN/m
Pada bentang menerus, beban garis KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum.
Gambar 2-1. Kedudukan Beban Lajur "D"
Beban Truk "T"
Beban tr uk "T” ditunjukan dalamGambar 2-2.
Gambar 2-2.Beban Truk "T"
Pada jembatan menerus posisi UDL dan KEL dikombinasikan sedemikian rupa untuk mendapatkan pengaruh maksimum. Untuk mendapatkan momen lentur positif maksimum pada bentang maka posisi KEL ditempatkan di tengah-tengah bentang bersamaan dengan UDL. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada pier maka ditempatkan KEL kedua yang identik pada bentang lainnya bersamaan dengan UDL. Sedangkan untuk mendapatkan gaya aksial maksimum pada pier maka KEL pada bentang kiri dan kanan pier ditempatkan pada ujung atas pier.
Kombinasi UDL KEL ini digunakan dalam perhitungan struktur baik akibat beban seimbang pada 2 jalur maupun akibat beban tidak seimbang pada 1 jalur.
Faktor Beban Dinamik
Faktor beban Dinamik (DLA) berlaku pada beban garis KEL lajur “D" dan beban truk "T" untuk simulasi kejut dan kendaraan bergerak pada Struktur jembatan. Faktor beban dinamik adalah sama untuk S.L.S. dan U.L.S. dan untuk semua bagian struktur sampai pondasi.
Untuk beban truk “T” nilai DLA adalah 0.3. Untuk beban garis KEL nilai DLA diberikan dalamTabel 2.2.
Tabel 2-2 Faktor Beban Dinamik untuk Beban garis KEL
BENTANG EKUIVALEN LE(m) DLA (untuk kedua keadaan batas)
LE
50 0.450
LE
90 0.525 – 0.0025 LELE
90 0.3Catatan :
Untuk bentang sederhana LE= panjang bentang aktual
Untuk bentang menerus LE= Lratarata
LmaksDengan :
Lrata-rata= panjang bentang rata-rata dari bentang-bentang menerus
Lmaks = panjang bentang maksimum dari bentang-bentang menerus
Gaya Rem
Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan dan diberikan dalam Tabel
Tabel 2-3 Gaya Rem
PANJANG STRUKTUR (m) GAYA REM S.L.S. (kN)
L 80 250
80 < L < 180 2.5 L + 50
L 180 500
Catatan : Gaya rem U.L.S. adalah 2.0 Gaya Rem S.L.S.
Karena bentang jembatan Citarum ini lebih kecil dari 80m maka gaya rem yang bekerja adalah 250 kN.
Gaya Sentrifugal
Untuk jembatan yang mempunyai kelengkungan pada a rah horizontal, maka akan timbul gaya centrifugal yang besarnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
R T V 006 . 0 T T 2 TR dimana :
TTR : gaya centrifugal pada suatu section jembatan
TT : beban kendaraan total yang berada pada section yang sama
V : kecepatan rencana (km/jam)
R : radius dari kelengkungan jembatan
Karena jembatan ini relatif lurus maka gaya centrifugal tidak diperhitungkan dalam perencanaan jembatan ini.
2.6.3. Beban Lingkungan A. Beban Angin
Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada:
a. Luas ekuivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus
Tabel 2-4Tekanan Angin Merata pada Bangunan Atas
Tabel 2-5 Beban Garis Merata pada Ketinggian Lantai kN/m
(akibat angin pada beban hidup)
B. Beban Temperatur
Akibat adanya perbedaan suhu dipermukaan dan di dalam maka akan timbul perbedaan tegangan pada komponen struktur sehingga akan mempengaruhi gaya dalam yang terjadi terutama untuk struktur yang terkekang seperti continuous beam.
Dalam hal ini beban temperature diambil berdasarkan perbedaan temperatur sebesar
Temp = 10o dengan gradien 17o – 27o.Selain itu, struktur continuous juga didesain terhadap rentang temperatur sebesar ± 100 C dari temperatur reference 270 C.
Perbandingan
Lebar / Tinggi PANTAI LUAR PANTAI
Bangunan Atas Padat (dalam batas 5 km dari pantai) (lebih dari 5 km terhadap pantai)
S.L.S 1.13 0.79 U.L.S 1.85 1.36 S.L.S 1.46 - 0.32b/d 1.46 - 0.32 b /d U.L.S 2.38 - 0.53b/d 1.75 - 0.39 b /d S.L.S 0.88 - 0.038 b/d 0.61 - 0.02 b /d U.L.S 1.43 - 0.06b/d 1.05 - 0.04b/d S.L.S 0.68 0.47 U.L.S 1.1 0.81 S.L.S 0.65 0.45 U.L.S 1.06 0.78 Jenis Keadaan Batas b /d £ 1.0
Tekanan Angin kPa
1.0 <b/d £ 2.0 2.0 <b/d £ 6.0 b /d > 6.0 Bangunan Atas Rangka (seluruhb/d)
b = Lebar bangunan atas antara permukaan luar tembok pengaman D = Tinggi bangunan atas (termasuk tembok pengaman padat)
PANTAI LUAR PANTAI
(dalam batas 5 km dari pantai) (lebih dari 5 km terhadap pantai)
S.L.S 1.3 0.9
U.L.S 2.12 1.56
KEADAAN BATAS
C. Beban Gempa
Berdasarkan peta kegempaan Indonesia, spektra percepatan di batuan dasar untuk wilayah Jawa Barat dimana lokasi jembatan Citarum berada adalah 0.2g. Langkah selanjutnya adalah penentuan faktor amplifikasi yang akan mengikuti prosedur seperti yang diatur pada UBC’97. Berdasarkan data hasil penyelidikan tanah, wilayah Karawang memiliki jenis tanah lunak
Gambar 2-3 Respon Spekra Jembatan Citarum
Untuk mengoptimalkan perencanaan, maka untuk perencanaan pier akan digunakan faktor reduksi (R) = 2.
Sedangkan untuk perencanaan pondasi akan digunakan faktor reduksi (R) =1 yang berarti pondasi 2 kali lebih kuat dari pada pier. Cara ini harus diaplikasikan pada perencanaan untuk mendorong terjadinya momen plastis pada pier yang diperkirakan mempu nyai nilai overstrength
o = 2.Berdasarkan grafik spektra rencana pada Gambar 2.3, koefisien gaya gempa static eqivalen merupakan fungsi dari perioda struktur. Ada dua cara untuk menentukan perioda struktur :
1. Cara Modal. Cara Modal bisa dilakukan dengan program finite elemen, misalnya dengan SAP2000
2. Cara simplikasi static eqivalen, yaitu dengan menggunakan formula-formula berikut: gK W 2 T t 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 2 4 6 8 10 S A T (dt)
Respon Spektrum
dimana :
T : perioda getar (detik)
g : percepatan gravitasi (9.8 m/detik 2) Wt : berat total K : kekakuan pier. K : 3 L EI 3
(untuk kondisi jepit-bebas)
K : 3
L EI 12
(untuk kondisi jepit-jepit)
Gaya gempa nominal static eqivalen ditentukan dengan persamaan :
t W . R I . C V dimana :
V : gaya geser gempa static eqivalen I : faktor keutamaan struktur (I = 1.2)
R : faktor reduksi (R = 4 untuk struktur atas; R = 2 untuk struktur bawah) Wt : Berat elemen struktur
C : Koefesien Gempa
Selain dari itu dalam penentuan koefesien gaya gempa (C) Berdasarkan IBC-2000 ditetapkan minimum koefisien gaya gempa diambil sebesar 0.11Ca I.
2.2 Kombinasi Pembebanan
Untuk mendapatkan respon struktur yang maksimum dan sesuai kondisi yang terjadi di lapangan, maka semua beban baik beban mati maupun beban kendaraan dan beban-beban sementara seperti beban gempa, dikombinasikan dengan suatu pola kombinasi pembebanan seperti yang dijelaskan pada BMS. Selain dari itu telah disepakati khususnya dalam kombinasi yang berkaitan dengan beban gempa yaitu massa struktur yang diperhitungkan untuk perencanaan gaya gempa adalah berat sendiri struktur dan beban mati tambahan (DL) ditambah dengan 25% beban hidup (LL) baik pada kondisi servis (SLS) maupun kondisi ultimit (ULS), sehingga kombinasi pembebanan yang harus digunakan dalam perencaan, yaitu :
Kondisi Operasional (Service): SLS 1 : DL + (LL + Rem)
SLS 2 : DL + 1/1.4 (0.25 LL + EQL+ 0.3 EQT)
Kondisi Ultimit: ULS 1 : 1.3 DL + 2 (LL + Rem) ULS 2 : 1.3 DL + 0.25 (LL) + EQL+ 0.3 EQT ULS 3 : 1.3 DL + 0.25 (LL) + 0.3 EQL+ EQT ULS 4 : 0.9 DL + EQL + 0.3 EQT ULS 5 : 0.9 DL + EQT + 0.3 EQL Dimana : DL : beban mati LL : beban hidup
EQL : Beban gempa statik eqivalen arah longitudinal (searah sumbu jembatan)
EQT : Beban gempa statik eqivalen arah transversal (tegak lurus sumbu jembatan)
2.3 Material
1. Beton
Mutu beton yang digunakan pada elemen struktur pada perencanaan jembatan ini, adalah sebagai berikut :
Bore Pile K500 Pilar K500 Pile Cap K500 Slab K300 I-girder K500 2. Baja Tulangan
Baja tulangan yang digunakan pada semua elemen struktur adalah baja dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tegangan leleh : diameter <10 mm : BJTP-24, fy = 240 MPa diameter > 10 mm : BJTD-40, fy = 400 MPa Modulus Young (Es) : 200000 Mpa
3. Post Tensioning Strand
Multri-strand Post-tensioning System Super strand 0.5”
Low Relaxation : 2.5% at 70% GUTS
Nominal Diameter : 12.7 mm
Nominal Area : 98.7 mm2
Tensile Strength : 1860 MPa
Yield Strength : 1670 MPa
2.4 Pemodelan Struktur
Software yang digunakan dalam pemodelan dan analisis struktur adalah program SAP 2000. Untuk memodelkan tahanan lateral yang merupakan sumbangan dari tanah, maka pada bore pile diberikan konstanta spring tanah yang mana nilainya didapatkan dari hasil kajian
geoteknik (terlampir).
Gambar 2-4 Model Struktur Jembatan
3. DESAIN STRUKTUR
3.1 Desain Slab
Perhitungan tulangan pada pelat slab Jembatan ini mencakup perhitungan tulangan pada daerah sambungan antar pelat (pada daerah integrated ) atau pada daerah tumpuan pelat dimana terjadi moment negatif, dan pada daerah lapangan (moment positif). Perencanaan slab jembatan ini menggunakan konsep desain beton bertulang.
Dari hasil analisis didapatkan nilai moment maksimun pada tengah bentang Mu =64,5 kNm /m dan moment maksimum pada bagian kantilever Mu = 71 kNm /m.
Cek kapasitas moment di tengah bentang pelat:
Tebal pelat 250 mm dengan cover 30 mm, digunakan tulangan longitudinal D16-150 ϕMn = 77 kNm /m
≥ 1
77
64,5 ≥ 1
1,19 ≥1
Cek kapasitas moment pada bagian kantilever pelat:
Tebal pelat 300 mm dengan cover 30 mm , digunakan tulangan longitudinal D16-150 ϕMn = 99 kNm /m
≥ 1
99
71 ≥ 1
1,39 ≥1
3.2 Perencanaan GirderSistem struktur atas jembatan Citarum, direncanakan dengan sistem struktur balok girder prategang yang ditumpu pada dua tumpuan sederhana ( simple support beam). Girder-girder
ini ditumpu pada pierhead pada kedua tumpuannya.
Gambar 3-1 Potongan girder jembatan
Gambar 3-2 Layout tendon I-girder
A. Beton
Kekuatan beton girder saat layan adalah 41,5 MPa. Kekuatan tekan beton pada waktu transfer prategang adalah 80% dari kuat tekan beton. Sedangkan mutu pelat adalah 25 MPa. Tegangan izin beton untuk komponen struktur lentur berdasarkan SNI 03-2847-2002, pasal 20.4, yaitu:
1 Tegangan pada beton sesudah transfer prategang (sebelum terjadinya time dependent losses) tidak melebihi:
a. Pada serat yang tertekan: '
6 , 0 f ci
b. Pada serat yang tertarik (kecuali (3)): 0,25 f ci'
c. Pada serat yang tertarik pada ujung balok yang ditumpu sederhana:0,50 f ci' 2 Tegangan pada beton saat kondisi layan (setelah semua diperhitungkan) tidak
b. Pada serat yang tertarik pada zona percompressed:
'
5 , 0 f c
3 Untuk tendon prategang, tegangan tarik pada tendon tidak melebihi: a. Akibat gaya penarikan: 0,94 f py dan 0,80 f pu
b. Segera setelah transfer prategang: 0,82 f pydan 0,70 f pu(untuk tendon pasca
tarik)
B. Post Tensioning Strand
Tipe strand : low relaxation
Diameter strand : 12,7 mm
Luas area strand : 98,71 mm2
Modulus Elastisitas : 200.000 MPa
UTS : 1860 MPa ( jacking force: 75%)
Yield stress : 1674 MPa (90% UTS)
C. Tulangan Baja
Baja Tulangan yang digunakan pada semua elemen struktur adalah baja dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tegangan leleh : diameter < 13 mm : BJTP – 24, fy = 240 MPa diameter ≥ 13 mm : BJTD – 40, fy = 400 MPa Modulus Elastisitas : E = 200000 Mpa
3.3 Perencanaan Angkur Perletakan (Dowels)
Koefisien friksi rubber sheet perletakan tidak mampu untuk memikul gaya horizontal akibat gempa. Sehingga untuk mentransfer gaya horizontal dari sistem slab on pile ke pierhead digunakan angkur (dowels). Sistem angkur perletakan untuk b entang simplebeam pada arah longitudinal adalah moved (bergerak) pada kedua sisinya, sehingga angkur hanya menahan gaya yang terjadi pada arah transfersal.
Material Properties: Fy = 400 MPa D = 50 mm A = 1963 mm2 Vn = A*0.6 fy = 471 kN
Dari hasil analisis struktur didapatkan reaksi-reaksi pada angkur.
Move : Fx = 0
Fy = 25,4 kN
Pengecekan kebutuhan angkur: Angkur Fix Vu = Fx + Fy = 2895 kN Kebutuhan angkur : n = Vu/ϕVn = 2895/0.75*471 = 8,2 buah Angkur Move Vu = Fx + Fy = 15 kN Kebutuhan angkur : n = Vu/ϕVn = 2895/0.75*15 = 1 buah
Gambar 3-3 Angkur Fix
3.4 Perencanaan Expansion Joint
ANGKUR FIX
displacement akibat beban gempa. Dengan mengakomodasi konsep balanced stiffness dimana pergerakan pier diharapkan mengalami pergerakan yang seragam sehingga terjadinya displacement yang besar akibat perbedaan arah pergerakan antara pier dapat dihindari maka displacement akibat gempa dapat tereduksi.
Perpindahan akibat shrinkage yang terjadi setelah instalasi expansion joint yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
shrink (mm) =
.
. Ltrib (1000mm/m)Dimana :
Ltrib : panjang tributary struktur (m)
: regangan shrinkage ultimit setelah instalasi diambil 0.0003
: faktor yang memperhitungkan efek kekangan oleh struktur yang dipasang sebelum pelat dicor. 0.0 (steel girder), 0.5 (precast prestressed concrete girder), 0.8 (concrete box girder dan T beams), 1.0 untuk flat slab.Perpindahan akibat temperatur dihitung dengan menggunakan nilai maksimum dan minimum temperatur yang mungkin terjadi pada deck jembatan.
temp (mm) =
. Ltrib .
T (1000mm/m)Dimana :
Ltrib : panjang tributary struktur (m)
: koefesien thermal 0.000011 m/m/oC
T : perbedaan temperatureoC, diambil sebesar 25oC (15 – 40)oCDalam hal ini expansion joint direncanakan akan menggunakan compression seal joint , kemampuan expansion joint jenis ini tergantung korelasi antara lebar joint saat konstruksi dan lebar desain joint. Maksimum dan minimum lebar seal tertekan adalah 85% dan 40% dari lebar seal tidak tertekan.
Beberapa ketentuan dalam perencanaan expansion joint dengan menggunakan compression seal joint , yaitu:
(thermal movement normal to joint ) (thermal movement parallel to joint )
( shrinkage movement normal to joint ) ( shrinkage movement parallel to joint )
45 . 0
) ( temp _ normal shrin k _ normal
W
) ( temp _ parall el shrin k _ parallel
W temp_normaltemp cos
temp_paraleltemp s in
shrink_paralelshrink s in
shrink_normalshrink cos
Dimana :
W : lebar expansion joint
: skew angleDisplacement akibat beban gempa yang terjadi adalah sebesar 2,3 cm. Perhitungan kebutuhan lebar compression seal (expansion joint ) untuk masing-masing bentang dapat dilihat pada lampiran.
3.5 Perencanaan Parapet
Parapet harus mampu memikul beban tumbukan dari kendaraan. Kriteria desain parapet adalah secara geometry dan kekuatan harus mampu menahan intial impact dari tumbukan dan menjaga kendaraan tetap dalam jalurnya. Kekuatan yang dibutuhkan oleh parapet tergantung dari volume truk dan kecepatan kendaraan. Berdasarkan SNI pembebanan untuk Jembatan penghalang lalu lintas harus didesain untuk menahan beban tumbukan rencana ultimit menyilang sebagai berikut:
= 100 ℎ ≤ 850
= 100 (1 + ℎ−850
450 ) ℎ > 850
Diman “h” adalah tinggi sumbu dari bagian atas palang lalu lintas (mm)
Dalam desain ini tinggi parapet rencana adalah 1150 mm, sehingga didapat beban P = 166.7 kN. Beban menyilang ini harus disebarkan dengan jarak memanjang 1.5 m pada bagian atas penghalang dan disebarkan dengan sudut 45
ke bawah pada lantai yang memikulnya(gambar 3.6.1). Digunakan tulangand13-125. Perhitungan tulangan terlampir.
Gambar 3-4 Penyebaran beban melintang
Tulangan lentur pada pierhead didesain sebagai tulangan tunggal untuk menahan momen baik momen negatif maupun momen positif. Untuk perencanaan tulangan lentur, digunakan
=0.8; dan Mn
Mu .Dari hasil analisis dengan program SAP2000 didapatkan gaya-gaya dalam pada pierhead:
Gambar 3-5 Gaya dalam pada pierhead (pier)
Mu (+) = 2647 kNm
Mu (-) = 4070 kNm
Gambar 3-6 Kurva Moment (-) Vs Curvature Pierhead Pier
Mu/ϕMn = 4070 kNm/0,8*9194 = 0,55...OK
Gambar 3-7 Kurva Moment (+) Vs Curvature Pierhead Pier
Mu/ϕMn = 2647 kNm/0,8*5593 = 0,59...OK M o m e n t (k N m ) Curvature (rad/km) Moment-Curvature -2000.0 -4000.0 -6000.0 -8000.0 -8000.0 -6000.0 -4000.0 -2000.0 0.0 -7.0 -14.0 -21.0 -28.0 -35.0 -42.0 0.0 M: -9194 kNm N: 7 kN M: -9194 kNm N: 7 kN M o m e n t (k N m ) Curvature (rad/km) Moment-Curvature 0.0 800.0 1600.0 2400.0 3200.0 4000.0 4800.0 0.0 9.0 18.0 27.0 36.0 45.0 54.0 M: 5593 kNm N: -4 kN M: 5593 kNm N: -4 kN
Gambar 3-8 Gaya dalam pierhead (abutment)
Mu (+) = 530 kNm
Mu (-) = 1260 kNm
V22 = 1136 kN
Gambar 3-9 Kurva Moment (+) Vs Curvature Pierhead Abutment
Mu/ϕMn = 530 kNm/0,8*5497 = 0,12...OK M o m e n t (k N m ) Curvature (rad/km) Moment-Curvature 0.0 800.0 1600.0 2400.0 3200.0 4000.0 4800.0 0.0 9.0 18.0 27.0 36.0 45.0 54.0 M: 5497 kNm N: 3 kN M: 5497 kNm N: 3 kN
Gambar 3-10 Kurva Moment (-) Vs Curvature Pierhead Abutment
Mu/ϕMn = 1260 kNm/0,8*7866 = 0,2...OK
Kuat geser nominal (Vn) didapatkan sebagai hasil penjumlahan dari kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton ditambah dengan kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk perencanaan tulangan geser, digunakan faktor reduksi
sebesar 0.75, dengan perencanaan geser harus memenuhi persamaan berikut :
Vn
Vu. Perencanaan penampang akibat geser didasarkan pada SNIVu ≤
Vn Vn = Vc + Vs Vc = f c
bw
d
6 ' Vs = s d fy Av Untuk perencanaan tulangan torsi, faktor reduksi yang digunakan ialah 0,75. Pada komponen struktur non-pratekan, tulangan puntir diperlukan jika:
' 12 c f Tu Acp Pcp
M o m e n t (k N m ) Curvature (rad/km) Moment-Curvature -2000.0 -4000.0 -6000.0 -6000.0 -4000.0 -2000.0 0.0 -10.0 -20.0 -30.0 -40.0 -50.0 -60.0 0.0 M: -7866 kNm N: 1 kNPcp = keliling penampang beton
Aoh = luas area di dalam tulangan sengkang tertutup Ph = keliling tulangan sengkang tertutup
Tulangan sengkang yang direncanakan ialah merupakan penjumlahan kebutuhan tulangan sengkang untuk memikul geser dan tulangan sengkang untuk memikul puntir. Selain tulangan sengkang, untuk memikul torsi juga mungkin dibutuhkan tulangan longitudinal yang perlu ditambahkan pada tulangan lentur untuk menahan torsi.
3.7 Desain Pier/Pile
Sebagai elemen struktur tekan, perencanaan pier harus memperhatikan efek kelangsingan (slenderness), yang didefinisikan sebagai :
r l . k u
Perbesaran momen dihitung pada kolom/pier langsing. Perhitungan pengaruh kelangsingan adalah sebagai berikut:
• Kolom yang ditahan terhadap goyangan, dengan M1b dan M2b adalah momen ujung kolom atas dan bawah. Faktor kelangsingan boleh diabaikan jika,
b b u M M r l k 2 1 12 34 .
• Untuk kolom tidak ditahan terhadap goyangan. Faktor kelangsingan boleh diabaikan jika, 22 . r l k u di mana k = faktor tekuk lu = panjang bebas r = jari-jari girasi =
I = inersia penampang kolom
A = luas penampang kolom
Jika faktor tekuk diperhitungkan, maka momen elastis yang digunakan untuk perhitungan tulangan lentur kolom adalah momen yang telah mengalami perbesaran dengan faktor perbesaran
b dan
s, yaitu faktor perbesaran untuk momen akibat beban vertikal dan lateral,yang dihitung dengan persamaan berikut :
1 1 c u b P P Cm
1 1 1
c u s P P dengan
=0.75 2 2 ) . ( u c L k EI P dimana:
b = faktor perbesaran momen untuk rangka yang tidak ditahan terhadapgoyangan ke samping akibat beban gravitasi terfaktor (beban mati dan beban hidup).
b = faktor perbesaran momen untuk rangka yang tidak ditahan terhadapgoyangan ke samping akibat beban lateral terfaktor.
Cm = 1 (struktur yang tidak ditahan terhadap goyangan ke samping)
Pu = beban aksial terfaktor
Pc = beban kritis
Pu dan
Pc = penjumlahan semua kolom dalam satu tingkat.Pc =
2 u 2 l x k EI x πEc = modulus elastisitas beton = 4700
f’c
d = rasio dari beban mati aksial terfaktor maksimum terhadap beban aksialterfaktor maksimum, dimana beban yang ditinjau hanya beban g ravitasi dalam menghitung Pc, atau rasio dari beban lateral terfaktor maksimum
yang bekerja terhadap beban lateral total terfaktor pada tingkat yang ditinjau dalam menghitung Pc
Gaya-gaya dalam yang terjadi pada pier dihitung menggunakan program SAP2000. Tabel lengkap gaya dalam tiap kombinasi dapat dilihat pada lampiran.
Gambar 3-12 M33 Pier
Tabel 3-1. Cek Kapasitas Pier
Pada saat terjadi gempa rencana struktur diharapkan dapat berperilaku inelastik untuk mendisipasi energi gempa. Element struktur yang diharapkan sebagai pendisipasi energi adalah pile, maka momen nominal untuk pierhead pada daerah perbatasan pier harus lebih besar dibandingkan dengan momen nominal pada pile .
Gambar 3-14 Momen Negatif Rencana untuk Pierhead Bagian Dalam Pier
Gambar 3-15 Momen Positif Rencana untuk Pierhead Bagian Dalam Pier
Md=Mkant+M pier Mkant M pier Md=Mkant-M pier Mkant M pier