• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO BENC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODOLOGI PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO BENC"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO BENCANA TAHUN 2015

A. INDEKS BAHAYA 1. Gempabumi

Bahaya Gempabumi dibuat dengan mengacu pada metodologi yang telah dikembangkan oleh JICA (2015) berdasarkan analisa intensitas guncangan di permukaan. Intensitas guncangan di permukaan diperoleh dari hasil penggabungan data intensitas guncangan di batuan dasar dan data faktor amplifikasi tanah. Data intensitas guncangan di batuan dasar (Peta Zona Gempabumi respon spektra percepatan 1.0” di SB untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun) merupakan turunan dari Peta Hazard Gempabumi Indonesia (Kementerian PU, 2010), sedangkan data faktor amplifikasi tanah diperoleh dari hasil perhitungan AVS30 (Average Shear-wave Velocity in the upper 30m) yang diestimasi berdasarkan pendekatan kelas topografi dengan menggunakan data raster DEM (Digital Elevation Model).

(2)

Indeks bahaya gempabumi dibuat berdasarkan hasil pengkelasan nilai intensitas guncangan di permukaan.

Tabel . Pengkelasan Nilai Intensitas Guncangan di Permukaan (JICA, 2015)

Kelas Nilai Indeks

Sebaran luasan wilayah terdampak (bahaya) tsunami diperoleh dari hasil perhitungan matematis yang dikembangkan oleh Berryman (2006) berdasarkan perhitungan kehilangan ketinggian tsunami per 1 m jarak inundasi (ketinggian genangan) berdasarkan harga jarak terhadap lereng dan kekasaran permukaan.

dimana: Hloss : kehilangan ketinggian tsunami per 1 m jarak inundasi n : koefisien kekasaran permukaan

H0 : ketinggian gelombang tsunami di garis pantai (m) S : besarnya lereng permukaan (derajat)

Parameter ketinggian gelombang tsunami di garis pantai mengacu pada hasil kajian BNPB yang merupakan lampiran dari Perka No. 2 BNPB Tahun 2012 yaitu Panduan Nasional Pengkajian Risiko Bencana Tsunami. Parameter kemiringan lereng dihasilkan dari data raster DEM dan koefisien kekasaran permukaan dihasilkan dari data tutupan lahan (landcover). Indeks bahaya tsunami dihitung berdasarkan pengkelasan inundasi sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012 menggunakan metode fuzzy logic.

Tabel . Nilai koefisien permukaan masing-masing jenis penutupan/penggunaan lahan

(3)

Kebun/Perkebunan 0.035 Lahan Kosong/Terbuka 0.015

Lahan Pertanian 0.025

Pemukiman/Lahan Terbangun 0.045

Mangrove 0.025

Tambak/Empang 0.010

Sumber: Dimodifikasi dari Berryman (2006)

Gambar . Transformasi ketinggian inundasi tsunami menjadi indeks bahaya tsunami dengan

fuzzy logic

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Tsunami

3. Letusan Gunungapi

(4)

Rawan Bencana) gunungapi. Masing-masing zona KRB (zona I, II, dan III) terdiri dari zona aliran dan zona jatuhan diberi nilai bobot yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kerawanannya.

Tabel . Indikator dan Bobot Penilaian Bahaya Letusan Gunungapi

Sumber: Draft Protap Analisis Risiko Bencana Gunungapi (PVMBG, 2011)

(5)

4. Cuaca Ekstrim

Bahaya cuaca ekstrim dalam hal ini bahaya angin puting beliung dibuat sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012 dengan menggunakan metode skoring terhadap parameter-parameter penyusunnya yaitu Keterbukaan Lahan (KL), Kemiringan Lereng (L), dan Curah Hujan Tahunan (CH).

Tabel . Nilai skor parameter keterbukaan lahan berdasarkan kelas penutupan/penggunaan lahan

Skor Keterbukaan Lahan

0.333 0.666 1.000

Hutan Kebun/Perkebunan Tegalan/Ladang, Sawah,

Permukiman, Lahan Terbuka, dll

(6)

5. Banjir

Bahaya banjir dibuat berdasarkan data daerah rawan banjir dengan memperhitungkan kedalaman genangan sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Daerah rawan banjir dapat dibuat dengan menggunakan data raster DEM berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Manfreda et al (2009) melalui indeks topografi modifikasi dengan persamaan:

Dimana TIm adalah indeks topografi modifikasi, adadalah daerah aliran per satuan panjang kontur (atau nilai akumulasi aliran berdasarkan analisis data DEM; nilai bergantung pada resolusi DEM), tan (β) adalah lereng (berdasarkan analisis data DEM), dan n merupakan nilai eksponensial. Nilai n dihitung dengan formula n = 0.016x0.46 , dimana x adalah resolusi DEM. Setelah dihasilkan peta indeks topografi, daerah rawan banjir dapat diidentifikasi melalui penggunaan nilai ambang batas (τ) dimana daerah rawan banjir adalah jika nilai indeks topografi lebih besar dari nilai ambang batas (TIm> τ ). Adapun nilai dari τ, yaitu τ = 10.89n + 2.282.

Indeks bahaya banjir diestimasi berdasarkan kemiringan lereng dan jarak dari sungai pada daerah rawan banjir tersebut dengan metode fuzzy logic.

(7)

6. Banjir Bandang

Bahaya banjir bandang dibuat berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian PU (2011) dan dilakukan modifikasi metodologi. Parameter penyusun bahaya banjir bandang terdiri dari daerah bahaya longsor di wilayah hulu (cakupan wilayah DAS), sungai utama yang berpotensi terbendung oleh material longsor, dan kondisi topografi (lereng) di sekitar aliran sungai. Penentuan indeks bahaya banjir bandang dilakukan berdasarkan pengklasifikasian kedalaman genangan dengan metode fuzzy logic.

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Banjir Bandang 7. Tanah Longsor

Bahaya tanah longsor dibuat berdasarkan pengklasifikasian zona kerentanan gerakan tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG dan dikoreksi dengan kemiringan lereng di atas 15%. Bagi wilayah kabupaten/kota yang belum memiliki zona kerentanan gerakan tanah, bahaya tanah longsor dibuat dengan mengacu pada RSNI Penyusunan dan Penentuan Zona Kerentanan Gerakan Tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG (2015).

(8)

Zona Kerentanan

Gerakan Tanah Nilai Kelas Indeks Bahaya

Sangat Rendah 1

Tabel . Parameter Penyusun Peta Bahaya Tanah Longsor dengan metode deterministik

NO DATA PARAMETER PENGKELASAN NILAI

KELAS SKOR BOBOT

4 Hidrologi 1 Komponen Hidrologi (Curah Hujan Tahunan)

<2000 mm 1 0.333 0.2 2000 - 3000 mm 2 0.667

>3000 mm 3 1.000

(9)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Tanah Longsor Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah

(10)

8. Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Bahaya gelombang ekstrim dan abrasi dibuat sesuai metode yang ada di dalam Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya gelombang ekstrim dan abrasi terdiri dari parameter tinggi gelombang, arus laut, tipologi pantai, tutupan vegetasi, dan bentuk garis pantai. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan kelas parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh/kepentingan masing-masing kelas menggunakan metode skoring.

Tabel . Parameter Penyusun dan Skoring Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Parameter Skor Bobot

0.333 0.666 1

Tinggi Gelombang <1m 1 - 2.5 m >2.5 m 30%

Arus <0.2 0.2 – 0.4 >0.4 30%

Tipologi Pantai Berbatu Karang Berbatu Pasir Berlumpur 10%

Tutupan Vegetasi >80% 40 - 80% <40% 15%

Bentuk Garis Pantai Berteluk Lurus-berteluk Lurus 15%

(11)

9. Kebakaran Hutan dan Lahan

Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dibuat sesuai metode yang ada di dalam Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya kebakaran hutan dan lahan terdiri dari parameter jenis hutan dan lahan, iklim, dan jenis tanah. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan kelas parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh/kepentingan masing-masing kelas menggunakan metode skoring.

Tabel . Parameter Penyusun dan Skoring Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan

Parameter Skor Bobot

0.333 0.666 1

(12)

10. Kekeringan

Bahaya kekeringan dibuat dengan pendekatan kekeringan meteorologis yang dianalisa dengan metode perhitungan Indeks Presipitasi Terstandarisasi atau Standized Precipitation Index (SPI) periode 3 bulanan. Tahapan dalam perhitungan nilai SPI adalah sebagai berikut: a) Data utama yang dianalisis adalah curah hujan bulanan pada masing-masing data titik

stasiun hujan yang mencakup wilayah kajian. Rentang waktu data dipersyaratkan dalam berbagai literatur adalah minimal 30 tahun.

b) Nilai curah hujan bulanan dalam rentang waktu data yang digunakan harus terisi penuh (tidak ada data yang kosong). Pengisian data kosong dapat dilakukan dengan berbagai

metode, salah satunya yaitu metode MNSC.

c)

Melakukan perhitungan

mean,

standar deviasi,

lambda,

alpha,

beta dan

frekuensi

untuk setiap bulannya

d) Melakukan perhitungan distribusi probabilitas cdf Gamma

e)

Melakukan perhitungan koreksi probabilitas kumulatif H(x) untuk menghindari nilai cdf Gamma tidak terdefinisi akibat adanya curah hujan bernilai 0 (nol)

f)

Transformasi probabilitas kumulatif H(x) menjadi variabel acak normal baku. Hasil

yang diperoleh adalah nilai SPI

Selanjutnya, untuk membuat peta bahaya kekeringan dapat dilakukan beberapa

tahapan sebagai berikut:

a)

Mengidentifikasi dalam setiap tahun data kejadian kekeringan di wilayah kajian

agar dapat dipilih bulan-bulan tertentu yang mengalami kekeringan saja.

b)

Melakukan interpolasi spasial titik stasiun hujan berdasarkan nilai SPI-3 pada

bulan yang terpilih di masing-masing tahun data dengan menggunakan metode

semivariogram kriging.

c) Mengkelaskan hasil interpolasi nilai SPI-3 menjadi 2 kelas yaitu nilai <-0.999 adalah kering (1) dan nilai >0.999 adalah tidak kering (0)

d) Hasil pengkelasan nilai SPI-3 dimasing-masing tahun data di-overlay secara keseluruhan (akumulasi semua tahun)

e) Menghitung frekuensi kelas kering (1) dengan minimum frekuensi 5 kali kejadian dalam rentang waktu data dijadikan sebagai acuan kejadian kekeringan terendah

f) Melakukan transformasi linear terhadap nilai frekuensi kekeringan menjadi nilai 0 – 1 sebagai indeks bahaya kekeringan

(13)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Kekeringan

11. Epidemi dan Wabah Penyakit

Bahaya epidemi dan wabah penyakit (EWP) dibuat sesuai metode yang ada di dalam Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya epidemi dan wabah penyakit terdiri dari parameter kepadatan penduduk, kepadatan penderita penyakit campak (KTC), kepadatan penderita penyakit demam berdarah (KTDB), kepadatan penderita penyakit malaria (KTM), dan kepadatan penderita penyakit HIV/AIDS (KTHIV). Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan kelas parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh/kepentingan masing-masing kelas menggunakan metode skoring. Nilai indeks bahaya diestimasi di dalam wilayah pemukiman. Indeks bahaya EWP dihitung berdasarkan persamaan berikut:

(14)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Epidemi dan Wabah Penyakit

12. Kegagalan Teknologi

Bahaya kegagalan teknologi dibuat sesuai metode yang ada di dalam Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya kegagalan teknologi terdiri dari parameter jenis industri dan kapasitas industri. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan kelas parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh/kepentingan masing-masing kelas menggunakan metode skoring.

Tabel . Parameter Penyusun dan Skoring Bahaya Kegagalan Teknologi

Parameter Skor Bobot

0.333 0.666 1

Jenis Industri - Industri Manufaktur (Logam)

Industri Kimia 60%

(15)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Kegagalan Teknologi

B. INDEKS KERENTANAN 1. Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial terdiri dari parameter kepadatan penduduk dan kelompok rentan. Kelompok rentan terdiri dari rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur rentan, rasio penduduk miskin, dan rasio penduduk cacat. Secara spasial, masing-masing nilai parameter didistribusikan di wilayah pemukiman per desa/kelurahan dalam bentuk grid raster (piksel) berdasarkan acuan data WorldPop atau metode dasimetrik yang telah berkembang. Setiap piksel merepresentasikan nilai parameter sosial (jumlah jiwa) di seluruh wilayah pemukiman. Pendistribusian nilai parameter sosial dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Khomaruddin et al, 2010):

Dimana:

Xd adalah jumlah populasi di dalam unit administrasi;

Pi adalah jumlah populasi di dalam pemukiman ke-i;

(16)

Masing-masing parameter dianalisis dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor kerentanan sosial.

Tabel . Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Sosial

Parameter Bobot

(%)

Kelas

Rendah Sedang Tinggi

Kepadatan Penduduk 60 <5 jiwa/ha 5 – 10 jiwa/ha >10 jiwa/ha

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Kerentanan Sosial

2. Kerentanan Fisik

(17)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Kerentanan Fisik

3. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi terdiri dari parameter konstribusi PDRB dan lahan produktif. Nilai rupiah lahan produktif dihitung berdasarkan nilai konstribusi PDRB pada sektor yang berhubungan dengan lahan produktif (seperti sektor pertanian) yang dapat diklasifikasikan berdasarkan data penggunaan lahan. Nilai rupiah untuk parameter ekonomi dihitung berdasarkan persamaan berikut:

(18)

Dimana:

RLPi adalah nilai rupiah lahan produktif kelas penggunaan lahan ke-i di tingkat Desa/Kelurahan

PLPtot-i adalah nilai total rupiah lahan produktif berdasarkan nilai rupiah sektor ke-i di tingkat Kabupaten/Kota

LLPtot-iadalah luas total lahan produktif ke-i di tingkat Kabupaten/Kota LLPdesa-iadalah luas lahan produktif ke-i di tingkat Desa/Kelurahan RPPdesa-iadalah nilai rupiah PDRB sektor di desa ke-i

RPPKKadalah nilai rupiah PDRB sektor di tingkat Kabupaten/Kota LKK adalah luas wilayah Kabupaten/Kota

LDi adalah luas Desa/Kelurahan ke-i

Tabel . Reklasfikasi kelas penutupan/penggunaan lahan menjadi kelas lahan produktif

Reklasifikasi

Penutupan/Penggunaan

Lahan

Lahan Produktif

Hutan Tanaman Industri (HTI) Kehutanan

Perkebunan Perkebunan

Pertanian Lahan Kering Tanaman Pangan

Sawah

Pertambangan Pertambangan

Lainnya Non Produktif

(19)

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Kerentanan Ekonomi

4. Kerentanan Lingkungan

(20)
(21)

5. Perhitungan Indeks Kerentanan

Indeks kerentanan diperoleh dari hasil penggabungan skor kerentanan sosial, fisik, ekonomi, dan lingkungan. Perhitungan indeks kerentanan masing-masing jenis bahaya dapat dengan menggunakan bobot masing-masing komponen kerentanan sebagai berikut.

Tabel . Bobot Parameter Kerentanan Untuk Perhitungan Indeks Kerentanan

JENIS BENCANA BOBOT PARAMETER KERENTANAN

SOSIAL FISIK EKONOMI LINGKUNGAN

GEMPABUMI 40% 30% 30% -

TSUNAMI 40% 25% 25% 10%

BANJIR 40% 25% 25% 10%

TANAH LONGSOR 40% 25% 25% 10%

LETUSAN GUNUNGAPI 40% 25% 25% 10%

CUACA EKSTRIM 40% 30% 30%

GELOMBANG EKSTRIM & ABRASI 40% 25% 25% 10%

KEBAKARAN HUTAN & LAHAN - - 40% 60%

KEKERINGAN 50% - 40% 10%

BANJIR BANDANG 40% 25% 25% 10%

EPIDEMI & WABAH PENYAKIT 100% - - -

KEGAGALAN TEKNOLOGI 60% 40% - -

C. INDEKS KAPASITAS

Penilaian komponen kapasitas dilakukan berdasarkan hasil survey dan wawancara di daerah yang terdiri dari survey ketahanan daerah (level kabupaten/kota) dan survey kesiapsiagaan masyarakat (level desa/kelurahan). Masing-masing parameter dianalisis dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor kapasitas.

D. INDEKS RISIKO DAN RISIKO MULTI BAHAYA

(22)

Gambar

Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Gempabumi
Tabel . Nilai koefisien permukaan masing-masing jenis penutupan/penggunaan lahan
Gambar . Transformasi ketinggian inundasi tsunami menjadi indeks bahaya tsunami dengan fuzzy logic
Gambar . Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Letusan Gunungapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peta percepatan puncak di batuan dasar (S B ) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun Peak Ground Acceleration (PGA) at Bedrock S B for 10% Probability of Exceedance in 50

Karena nilai probabilitas, yakni 0,004 lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan atau simultan, Manajemen Risiko dan

Berdasarkan analisis peta distribusi energi, percepatan tanah dan intensitas dapat diketahui bahwa daerah Bali paling berisiko besar terhadap dampak gempabumi adalah wilayah utara

(a) Peta percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Propinsi Sumatera Barat yang dibuat dalam studi ini,