• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Deagregasi Hazard Gempa Indonesia u

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peta Deagregasi Hazard Gempa Indonesia u"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PETA DEAGREGASI HAZARD GEMPA INDONESIA UNTUK PERIODE

ULANG GEMPA 2475 TAHUN

M. Asrurifak1), Masyhur Irsyam1), Bigman M Hutapea1), R. Pandhu Mahesworo2), M. Ridwan3) dan Fahmi Aldiamar3)

Abstrak

Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh peta deagregasi hazard gempa untuk

memperkirakan gempa penentu dari suatu wilayah yang ditinjau. Peta deagregasi

hazard gempa ini meliputi peta mean-source magnitude (M) dan mean-source distance

(R) untuk gempa dengan probablitisa terlampaui 2% dalam 50 tahun atau gempa

dengan periode ulang 2475 tahun. Proses studi diawali dengan Analisis hazard gempa

probabilistik (PSHA) dengan data dan parameter sumber gempa yang digunakan untuk

mendapatkan hasil PSHA ini adalah dari catalog gempa terbaru dan informasi sesar

aktif terkini yang didapat dari referensi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010.

Pemodelan sumber gempa yang digunakan meliputi sumber gempa subduksi, sesar

(fault) dan gridded seismicity (background). Sumber gempa subduksi dan sesar

menggunakan model tiga dimensi (3D), sedangkan sumber gempa gridded seismicity

dan subduksi intraslab menggunakan model smoothed gridded seismicity. Fungsi

atenuasi yang digunakan termasuk Next Generation Attenuation (NGA), dimana fungsi

atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data). Hasil

analisis dari studi ini menampilkan peta deagregasi M & R pada level hazard 2% dalam

50 tahun yang menggambarkan satu kejadian gempa manakah (gempa penentu)

sebagai fungsi dari magnitude M dan jarak hiposenter R yang memberikan kontribusi

terbesar terhadap percepatan puncak yang dihasilkan. Peta deagregasi ini selanjutnya

bisa digunakan sebagai informasi untuk pemilihan data ground motion yang sesuai

untuk wilayah tersebut.

Kata kunci: deagregasi, analisis hazard, ground motion

1)Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB-ITB)

2)Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) 3)Puslitbang Kementrian Pekerjaan Umum

(2)

1. PENDAHULUAN

Peta Gempa Indonesia yang baru tahun 2010, berupa peta PGA dan spektra percepatan untuk perioda pendek (0.2 detik) dan perioda 1.0 detik dengan menampilkan berbagai periode ulang gempa yang mewakili berbagai level hazard (potensi bahaya) gempa. Konsep dasar pembuatan peta tersebut adalah Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) yang menghitung ancaman gempa bedasarkan pada kumpulan hasil dari semua kejadian gempa dan ground motion yang mungkin dapat terjadi dimasa datang. Hasil analisis dari masing-masing level hazard ditampilkan dalam bentuk kontur nilai percepatan gempa PGA, spektra 0.2 dan 1.0 detik di batuan dasar. Peta Gempa Indonesia 2010 ini digunakan sebagai acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI-03-1726-2002).

Dalam PSHA, analisis dengan kemungkinan ′′magnitude (M) dan jarak (R) dari site ke

sumber gempa′′ yang mana, yang akan memberikan kontribusi hazard terbesar pada

site tidak terlihat dengan jelas. Dengan kondisi ini maka PSHA menjadi kurang lengkap memberi informasi tentang M dan R yang dominan dan tunggal dalam desain gempa.

Untuk ini, studi pembuatan peta deagregasi diharapkan akan memberi gambaran kemungkinan magnitude (M) dan jarak (R) yang memberikan kontribusi hazard terbesar pada site ditinjau menjadi lebih jelas.

2. METODOLOGI

Metodologi dan proses analisis untuk mendapatkan peta deagregasi ini diawali dengan analisis seismic hazard probabilistic yang meliputi:

a. Studi literatur tentang kondisi geologi dan tektonik untuk mengidentifikasi aktifitas gempa wilayah Indonesia dan inventarisasi sumber-sumber gempa berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang sudah dipublikasi maupun dari peneliti Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010.

b. Mengidentifikasi dan mengkwantifikasi sumber-sumber gempa seluruh wilayah

Indonesia, baik sumber gempa subduksi, sesar maupun background sehingga parameter-parameter sumber gempa tersebut bisa digunakan untuk pembuatan model sumber gempa.

(3)

- Menghimpun data katalog gempa dari berbagai sumber yang dapat dipercaya,

baik nasional maupun internasional.

- Menyamakan skala magnitude dari data-data katalog gempa, karena biasanya

data-data dari berbagai sumber tersebut menggunakan skala magnitude yang berbeda-beda.

- Memilih gempa-gempa yang independen dengan melakukan pemisahan

antara gempa utama (main shock) dan gempa ikutan (foreshock dan aftershock)

- Melakukan analisis kelengkapan data gempa.

- Melakukan analisis a dan b value dari data gempa yang sudah diolah.

d. Pembuatan model zona sumber gempa dari informasi kondisi geologi dan

tektonik, serta data kejadian gempa yang terekam di seluruh wilayah Indonesia yang dipergunakan untuk analisis seismik hazard.

e. Menentukan fungsi atenuasi yang sesuai untuk wilayah Indonesia yang akan digunakan untuk analisis hazard. Fungsi atenuasi yang digunakan termasuk Next Generation Attenuation (NGA), dimana fungsi atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data)

f. Mengelola treatment ketidakpastian dengan logic-tree dalam pengelolaan data untuk analisis hazard. Dengan adanya model treatment ini data, parameter sumber gempa serta model atenuasi yang digunakan dapat diakomodir dengan bobot sesuai dengan kepastiannya.

g. Analisis seismic hazard dengan menggunakan pendekatan probabilistik pada periode ulang gempa 2500 tahun untuk PGA.

Berdasarkan spektra percepatan puncak di batuan dasar hasil PSHA untuk setiap probabitas terlampaui dan periode spektral, selanjutnya dilakukan analisa deagregasi untuk mengetahui satu kejadian gempa manakah (gempa penentu) sebagai fungsi dari magnitude M dan jarak hiposenter R yang memberikan kontribusi terbesar terhadap percepatan puncak yang dihasilkan. Hasil analisa deagregasi berupa gempa penentu dengan magnitude M dan jarak R rata-rata (mean) untuk setiap probabilitas terlampaui dan periode spektral digambarkan dalam Peta Hazard Deagregasi Indonesia. Analisa deagregasi dapat dilakukan dengan bantuan program komputer USGS.

3. TEKNIK ANALISIS DEAGREGASI

(4)

terjadi di masa datang. Sedang analisis dengan kemungkinan ′′magnitude (M) dan jarak

(R) dari site ke sumber gempa′′ yang mana, yang akan memberikan kontribusi hazard

terbesar pada site tidak terlihat dengan jelas dalam PSHA. Dengan kondisi ini maka PSHA menjadi kurang lengkap memberi informasi tentang M dan R yang dominan dan tunggal dalam desain gempa.

Pada satu sisi, kondisi PSHA yang seperti itu sangat menguntungkan, karena berbagai asumsi tentang sumber gempa potensial dan keberulangan kejadian gempa diintegrasikan menjadi satu, dengan tiap-tiap asumsi memiliki kesempatan relatif untuk berpartisipasi dalam analisis. Disisi lain, diperlukan untuk selalu dapat

menyediakan gempa desain untuk tujuan membuat keputusan dalam memilih ground

motion (acceleration time history) yang tepat untuk analisis, yang didasarkan pada

spektra hazard seragam (uniform hazard spectra), dan kemudian menghitung

parameter seperti durasi gerak dan yang lain-lainnya.

Pasangan satu magnitude (M) dan jarak dari site ke sumber (R) yang dominan, hazard akibat gempa dapat diekspresikan dalam satu fungsi, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Konsep ini ditujukan pada deagregasi seismic (McGuire, 1995) yang dapat memberikan gambaran umum tentang magnitude gempa dan jarak untuk sumber gempa tertentu, yang kemungkinan berpengaruh besar terhadap site. Dalam proses deagregasi dibutuhkan rate rata-rata kejadian yang merupakan fungsi dari magnitude dan atau jarak. Deagregasi dapat dilakukan dengan memisah suku-suku yang berkaitan dengan magnitude dan jarak dari integrasi persamaan (1). Sebagai contoh laju tahunan rata-rata kejadian dapat diekspresikan sebagai fungsi magnitude saja seperti berikut (Kramer, 1996)

( )

( ) ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( ) ………. (1)

Serupa dengan itu, laju tahunan rata-rata kejadian dapat diekspresikan sebagai fungsi jarak dari site ke sumber saja seperti berikut :

( )( ) ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( ) ………..………. (2)

Kemudian laju tahunan rata-rata kejadian yang diekspresikan sebagai fungsi magnitude dan jarak dari site ke sumber adalah :

( )

( ) ( ) ( ) ( ) ……… (3)

Persamaan (1) sampai dengan (3) memberikan laju tahunan rata-rata kejadian untuk sumber i untuk magnitude ke-j dan jarak ke-k saja. Oleh karena itu, laju tahunan rata-rata untuk sumber ke-i menjadi:

( )( ) ∑ ( )

( )

(5)

Sedang laju tahunan rata-rata untuk semua sumber akan menjadi:

( )( ) ∑ ( )( ) ……… (5)

Deagregasi magnitude untuk sumber ke-i, M

D i

, merupakan penjumlahan dalam

rentang-j dari rasio antara laju tahunan rata-rata untuk magnitude ke-j dan laju

tahunan rata-rata untuk sumber ke-i dikalikan magnitude m

j seperti berikut:

∑ ( )( )( )( ) ……….. (6)

Deagregasi jarak untuk sumber ke-i, R D

i

, merupakan penjumlahan dalam rentang-k dari

rasio antara laju tahunan rata-rata untuk jarak ke-k dan laju tahunan rata-rata untuk sumber ke-i dikalikan jarak r

k seperti berikut:

∑ ( )( )( )( ) ……… (7)

Dengan cara serupa seperti menentukan deagregasi magnitude dan jarak untuk sumber ke-i, maka degaregasi magnitude dan jarak untuk semua sumber adalah sebagai berikut:

Deagregasi magnitude untuk semua sumber, M

D, adalah:

∑ ( )( )( )( ) ……….. (8)

Deagregasi jarak untuk semua sumber, R

D, adalah:

∑ ( )( )( )( ) ………. (9)

(6)

Gambar 1. Contoh hasil deaggregation M dan R pada PGA dari semua sumber gempa untuk periode ulang 500 tahun untuk single site.

4. HASIL ANALISIS DAN PETA DEAGREGASI

Dari analisis hazard gempa probabilistik di batuan dasar, selanjutnya dilakukan analisis deagregasi untuk mengetahui satu kejadian gempa manakah (gempa penentu) sebagai fungsi dari magnitude M dan jarak hiposenter R yang memberikan kontribusi terbesar terhadap percepatan puncak yang dihasilkan. Hasil analisis deagregasi berupa gempa penentu dengan magnitude M dan jarak R rata-rata (mean), Peta hazard deagregasi ini bisa dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 dibawah ini.

5. DISKUSI DAN KESIMPULAN

Studi ini menampilkan peta hazard deagregasi pada kondisi PGA dengan periode ulang gempa 2500 tahun di batuan dasar.

Sumber gempa yang digunakan untuk analisis hazard deagregasi adalah sepeperti yang digunakan oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010.

Peta deagregasi magnitude dan jarak tersebut menggambarkan nilai M & R yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hazard percepatan puncak yang dihasilkan sehingga dari nilai M & R yang dominan tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk mencari recorded groung motion yang sesuai untuk kondisi tersebut.

Peta deagregasi ini selanjutnya bisa digunakan sebagai informasi untuk pemilihan data ground motion yang sesuai untuk wilayah tersebut.

(7)
(8)
(9)

DAFTAR PUSTAKA

Asrurifak M., (2010), Peta Spektrum respons Indonesia untuk Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa Berdasarkan Model Sumber Gempa Tiga Dimensi dalam Analisis

Probabilitas, Disertasi Teknik Sipil ITB 2010.

Asrurifak M., Irsyam M., Budiono B., Triyoso W., dan Hendriyawan., (2010), Development of Spectral Hazard Map for Indonesia with a Return Period of 2500 Years using

Probabilistic Method, J. Civil Engineering Dimension, Vol. 12, No. 1, March 2010, 52-62 ISSN 1410-9530 print / ISSN 1979-570X online.

Atkinson, G.M., dan Boore, D.M., (2007), Erratum—Earthquake ground-motion prediction equations for eastern North America, Bulletin of the Seismological Society of America, v. 97, p. 1032.

Boore, D.M., dan Atkinson, G.M., (2008), Ground-motion prediction equations for the average horizontal component of PGA, PGV, and 5%-damped PSA at spectral periods between 0.01 s and 10.0 s: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1..

Campbell, K.W., dan Bozorgnia, Y., (2008), Ground motion model for the geometric mean horizontal component of PGA, PGV, PGD and 5% damped linear elastic response spectra for periods ranging from 0.01 to 10.0 s: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1.

Chiou, B., dan Youngs, R., (2008), A NGA model for the average horizontal component of peak ground motion and response spectra: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1.

Cornell, C.A., (1968), Engineering Seismic Risk Analysis, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 58.

Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya, Direktorat Masalah Bangunan, (1983),

Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung.

Frankel, A., (1995), Mapping seismichazard in the central and eastern United States,

Seismological Research Letters, v. 66, n.4 p. 8-21.

Frankel, A.D., Petersen, M.D., Mueller, C.S., Haller, K.M., Wheeler, R.L., Leyendecker, E.V., Wesson, R.L., Harmsen, S.C., Cramer, C.H., Perkins, D.M., dan Rukstales, K.S., (2002),

Documentation for the 2002 Update of the National Seismic Hazard Maps, U.S. Geological Survey Open-File Report 02-420.

Gardner, J.K., dan Knopoff L., (1974), Is the sequence of earthquakes in southern California, with aftershocks removed, Poissonian?, Bulletin of the Seismological Society of America, v. 64, p. 1363–1367.

Harmsen, S., (2007), USGS Software for Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), Draft Document, (unpublished).

Idriss, I.M. (1990), Response of Soft Soil Sites During Earthquake, in J.M. Duncan, ed.,

Proceedings, H. Bolton Seed Memorial Symposium, BiTech Publishers, Vancouver, British Columbia, Vol. 2.

Irsyam M., Asrurifak M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., dan Hutapea B., (2008), Usulan Revisi Peta Seismic Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Metode Probabilitas Dan Model Sumber Gempa Tiga Dimensi, Prosiding Seminar HATTI, 18-19 Nopember 2008, ISBN 978-979-96668-6-4.

(10)

Kijko, A. dan Sellevol, M.A., (1992), Estimation of Earthquake Hazard Parameters from

Incomplete Data Files Part II, Incorporation of Magnitude Heterogeinity, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 82, No. 1, pp. 120-134.

Kramer, S.L., (1996), Geotechnical Earthquake Engineering, New Jersey, Prentice Hall.

McGuire, R.K., (2001), Deterministic vs. Probabilistic Earthquake Hazards and Risk, Risk Engineering Inc, Publication Paper.

Milson, J., Masson D., Nichols G., Sikumbang N., Dwiyanto B., Parson L., dan Kallagher H., (1992),

The Manokwari Trough and The Western End of The New Guinea Trench, Tectonics, 11, 145-153.

Merz, H.A. dan Cornell, C.A (1973). Aftershocks in Engineering Seismic Risk Analysis. Report R73-25. Massachusetts: Department of Civil Engineering, MIT, Cambridge.

Natawidjaja D.H. dan Triyoso, W., (2007), The Sumatran Fault Zone - From Source To Hazard,

Journal of Earthquake and Tsunami, Vol. 1, No. 1 (2007) 21–47.

Nicolaou.A.S. (1998), A GIS Platform for Earthquake Risk Analysis. A dissertation submitted to the Faculty of the Graduate School of State University of New York at Buffalo USA in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Philosophy, August.

Petersen, Mark D., Mueller, Charles S., Frankel, Arthur D., Zeng, dan Yuehua, (2008) Spatial Seismicity Rates and Maximum Magnitudes for Background Earthquakes, USGS Open-File Report.

Rangin, C., Le Pichon, X., Mazzotti, S., Pubellier, M., Chamot-Rooke, N., Aurelio, M., Walpersdorf, A., dan Quebral, R., (1999), Plate convergence measured by GPS across the

Sundaland/Philippine Sea Plate deformed boundary-The Philippines and eastern Indonesia, Geophysical Journal International, v. 139, p. 296–316.

Risk Engineering, (2007), Software for Eartquake groundmotion estimation, user manual, background and theories, attenuation function, USGS.

Reiter, L. (1990), Earthquake Hazard Analysis: Issues and Insights. Columbia University Press, New York.

Sieh, K., dan Natawidjaja, D., (2000), Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia, J. Geophys. Res. 105, 28295–28326.

Silver, E.A., Reed, D., dan McCaffrey, R., (1983), Back Arc Thrusting in the Eastern Sunda Arc, Indonesia: A Consequence of Arc Continent Collisin, Journal of Geophysical Research, Vol. 88, No. B9, pp 7429-7448.

Standar Nasional Indonesia, (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Badan Standardisasi Nasional.

Stepp, J.C. (1973), Analysis of the Completeness of the Earthquake Hazard Sample in the Puget Sound Area, NOAA Technical Report, ERL 267-ESL 30, Boulder, CO.

Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, (2010), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Bandung I Juli 2010, Laporan Studi.

Gambar

Gambar 1. Contoh hasil deaggregation M dan R pada PGA dari semua sumber gempa untuk periode ulang 500 tahun untuk single site
Gambar 2. Peta deagregasi magnitude (M) pada PGA dengan 2% probabilitas terlampaui dalam 50 tahun (periode ulang gempa 2475
Gambar 3. Peta deagregasi jarak sumber gempa (R) pada PGA dengan 2% probabilitas terlampaui dalam 50 tahun (periode ulang

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat percepatan puncak batuan dasar (PBA) yang berhu- bungan dengan berbagai periode ulang beserta kontribusi zona sumber gempa terhadap percepatan probabilitas

Hasil akhir yang diperoleh adalah peta spektral percepatan pada lapisan batuan dasar di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan respons spekra desain permukaan tanah dengan periode

Data intensitas guncangan di batuan dasar (Peta Zona Gempabumi respon spektra percepatan 1.0” di SB untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun) merupakan turunan dari

Sampai dengan penyusunan makalah ini, penulis telah berhasil mempublikasikan beberapa paper hasil analisis dengan metoda PSHA, seperti peta percepatan maksimum di batuan dasar

Periode getaran seismik dan periode dominan tanah akan mempengaruhi nilai percepatan batuan pada lapisan batuan dasar (baserock) dan pada permukaan (ground surface).. Sedangkan

1762-2002 Respon spectra design ditentukan berdasarkan wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun edngan wilayah

Hasil akhir yang diperoleh adalah peta spektral percepatan pada lapisan batuan dasar di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan respons spekra desain permukaan tanah dengan periode

28 Gambar 2.11 Peta Respon Spektra Percepatan 0,2 detik di Batuan Dasar PGA Untuk Probabilitas Terlampaui 7% dalam 75 Tahun .... 28 Gambar 2.12 Peta Respon Spektra Percepatan 1