• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA GEOTEKNIK KEGEMPAAN DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TAHAN GEMPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA GEOTEKNIK KEGEMPAAN DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TAHAN GEMPA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

M a j e l i s G u r u B e s a r

I n s t i t u t T e k n o l o g i B a n d u n g

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

27 Maret 2010

Balai Pertemuan Ilmiah ITB

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA

GEOTEKNIK KEGEMPAAN DI INDONESIA

DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

TAHAN GEMPA

(2)

Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

27 Maret 2010

Profesor Masyhur Irsyam

PERAN DAN PENGEMBANGAN

REKAYASA GEOTEKNIK KEGEMPAAN

DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN

(3)

PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA GEOTEKNIK KEGEMPAAN DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TAHAN GEMPA

Disampaikan pada sidang terbuka Majelis Guru Besar ITB, tanggal 27 Maret 2010.

Judul:

PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA GEOTEKNIK KEGEMPAAN DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TAHAN GEMPA

Disunting oleh Masyhur Irsyam Hak Cipta ada pada penulis Data katalog dalam terbitan

Bandung: Majelis Guru Besar ITB, 2010 vi+80 h., 17,5 x 25 cm

1. Teknik 1. Masyhur Irsyam

ISBN 978-602-8468-10-7

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

7 (tujuh)

tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

5

(lima) tahun Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Masyhur Irsyam

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada penulis selama ini. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyampaikan orasi pada hari ini, Sabtu tanggal 27 Maret 2010.

Sesuai dengan bidang keilmuan yang penulis dalami saat ini, orasi yang mengambil judul

akan membahas tentang perkembangan dan peran rekayasa geoteknik dalam mendukung pembangunan infrastruktur tahan gempa di Indonesia. Dalam orasi ini juga akan disampaikan kontribusi penulis dalam memajukan bidang geoteknik kegempaan didalam kegiatan pendidikan, penelitian serta aplikasinya dalam dunia industri konstruksi. Selanjutnya akan dipaparkan tentang rencana berbagai kegiatan untuk pengem-bangan bidang rekayasa kegempaan dimasa mendatang.

Besar harapan penulis, kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman ini dapat memberikan gambaran dan dapat menjadi pendorong pengembangan bidang yang penulis tekuni. Semoga apa yang penulis lakukan selama ini dapat memberikan sedikit kontribusi bagi masyarakat banyak.

“Peran dan Pengembangan Rekayasa Geoteknik Kegempaan di Indonesia dalam Pembangunan Infrastruktur Tahan Gempa”

(4)

PENGANTAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. KERUSAKAN-KERUSAKAN AKIBAT GEMPA ... 4

III. KONDISI KEGEMPAAN DAN PERKEMBANGAN PETA GEMPA INDONESIA ... 11

IV. REVISI PETA GEMPA INDONESIA ... 17

ANALISIS PENGARUH KONDISI TANAH LOKAL ... ... 32

UCAPAN TERIMA KASIH ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 52

CURRICULUM VITAE ... 61

DAFTAR ISI ... v

V. VI. MIKROZONASI ... 40

VII. PENELITIAN-PENELITIAN KEDEPAN ... 42

VIII. KESIMPULAN ... 47

(SITE SPECIFIC ANALYSIS) .

(5)

PERAN DAN PENGEMBANGAN REKAYASA GEOTEKNIK

KEGEMPAAN DI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR TAHAN GEMPA

I. PENDAHULUAN

Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia (Gambar 1) dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah

yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson ., 1992). Tingginya

aktifitas kegempaan ini terlihat dari hasil pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari 14.000 kejadian gempa

dengan magnitude M 5.0. Sedangkan kejadian gempa-gempa utama

saja dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2. Dalam enam tahun terakhir saja telah tercatat berbagai aktifitas gempa besar di Indonesia: Gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw=9,2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw=8,7), Gempa Jogya tahun 2006 (Mw=6,3), Gempa Tasik tahun 2009 (Mw=7,4) dan terakhir Gempa Padang tahun 2009 (Mw=7,6). Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan hilangnya ribuan jiwa, runtuh dan rusaknya ribuan infrastruktur dan bangunan, serta keluarnya dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

et al

(main shocks)

(6)

Gambar 1: Peta tektonik kepulauan Indonesia dan sekitarnya (Bocket al., 2003)

Gambar 2: Data episenter gempa utama di Indonesia

untuk magnitude, M > 5.0 (1900-2009)

Permasalahan utama dari peristiwa-peristiwa gempa adalah: 1) sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar 2) merupakan kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan dan diperkirakan secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudanya, 3) gempa tidak dapat dicegah. Karena tidak dapat dicegah dan tidak bisa diperkirakan secara akurat, usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah: (a)

menghindari wilayah dimana terdapat , kemungkinan

tsunami, besar dan (b) bangunan sipil harus direncanakan dan

“dibuat” tahan gempa. Respon dan ketahanan bangunan sipil terhadap gempa secara garis besar dipengaruhi oleh: (a) pergerakan tanah permukaan dan (b) sistem serta karakteristik material dan elemen struktur bangunan termasuk sistem pondasinya.

Mengingat dampak gempa terhadap infrastruktur serta keseim-bangan dan kelangsungan kehidupan wilayah Indonesia yang begitu luas serta ketidakpastiannya, diperlukan usaha mitigasi bencana kegempaan melalui studi yang terarah dan mendalam untuk menghasilkan kebijakan atau pedoman dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Rekayasa

Geoteknik Kegempaan ( atau

) merupakan bagian dari ilmu geoteknik yang memfokuskan pada identifikasi dan mitigasi hazard/bencana kegempaan yang memegang peranan vital dalam usaha mitigasi bencana kegempaan ini.

Makalah ini memperkenalkan peran-peran vital Rekayasa Geoteknik

Kegempaan dalam mitigasi bencana

fault rupture landslide

earthquake geotechnical engineering earthquake geotechnique

(7)

gempa di Indonesia dan kemungkinan penelitian-penelitian serta pengembangannya di masa depan. Keterlibatan penulis dalam pengem-bangan Geoteknik Kegempaan yang telah dilakukan maupun rencana-rencana penelitian untuk masa depan, sesuai dengan road map yang telah ditetapkan oleh KK Geoteknik FTSL-ITB.

Pengalaman membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kerugian yang terjadi akibat gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur. Kerusakan akibat gempa dapat dibagi dalam 2 jenis: (1) kerusakan tidak langsung pada tanah yang menyebabkan

terjadinya likuifaksi, , kelongsoran lereng,

keretakan tanah, , dan deformasi yang berlebihan, serta (2)

kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang diterima bangunan selama goncangan.

Kerusakan infrastruktur secara tidak langsung akibat gempa umum-nya disebabkan oleh kegagalan pada tanah pendukung. Gempa Niigata di Jepang pada tahun 1964 yang telah menyebabkan kerusakan pada tanah

dan bangunan akibat likuifaksi telah menjadi pentingnya

analisis untuk prediksi terjadinya likuifaksi (Ishihara, 2004). Likuifasi adalah proses hilangnya kekuatan geser tanah pasir jenuh, sehingga

berperilaku seperti atau cair, akibat kenaikan tekanan pori air tanah

yang disebabkan getaran gempa. Contoh-contoh kasus likuifaksi di

II. KERUSAKAN-KERUSAKAN AKIBAT GEMPA

cyclic mobility, lateral spreading subsidence

milestone

liquid

Indonesia dapat ditemui pada Gempa Flores (1992) dan Gempa Padang (2010) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gempa juga dapat menyebabkan kerusakan tanah dalam skala besar

akibat terjadinya . Gempa Kobe (1995) di Jepang menjadi

momen pertama dimana pulau buatan manusia mengalami kerusakan

yang katastrofik akibat yang menyebabkan bergeraknya

massa tanah dan dinding penahan ke arah laut (Ishihara, 2004). Kasus dan keretakan tanah di Indonesia banyak ditemui sepanjang pantai Padang (Gambar 4).

Goncangan gempa menghasilkan gaya inersia horizontal yang dapat menyebabkan kelongsoran pada lereng. Kasus kelongsoran lereng paling mutakhir di Indonesia banyak ditemui akibat Gempa Padang, mulai dari skala kelongsoran kecil sampai skala besar, misalnya di daerah Lubuk Laweh dan Kabupaten Pariaman (Gambar 5). Gempa Wenchuan (2008) di China dengan Ms 8.0 memberikan contoh kelongsoran lereng dalam skala yang lebih besar (Gambar 6).

lateral spreading

lateral spreading

Lateral spreading

(8)

Likuifaksi di Maumere (1992)

Kelongsoran Lubuk Laweh (HATTI, et al., 2009)

Lateral spreadingdi Kobe (1995)

Likuifaksi di Padang (2009)

Kelongsoran jalan (Bintek)

Keretakan Tanah di Padang (2009)

Gambar 3: Kerusakan akibat likuifaksi

Gambar 5: Kelongsoran akibat Gempa Padang 2009

Gambar 4: Lateral spreading dan keretakan tanah

Gambar 6: Kelongsoran besar akibat Gempa Wenchuan 2008 (Yifan, 2008)

Pengaruh Kondisi Tanah Terhadap Kerusakan Infrastruktur

Kerusakan pada infrastruktur/bangunan gedung akibat gempa secara langsung sangat bervariasi dan ditentukan oleh: (1) parameter bangunan

(9)

dan (2) parameter pergerakan tanah. Parameter bangunan meliputi sistem serta karakteristik material dan elemen struktur bangunan termasuk sistem fondasinya, sedangkan parameter pergerakan tanah tergantung dari magnituda, jarak, mekanisme, dan kondisi tanah lokal. Gambar 7 menampilkan contoh-contoh kerusakan bangunan akibat beberapa gempa terakhir di Indonesia.

Pengaruh tanah lokal pada besarnya gerakan gempa di permukaan tanah telah ditunjukkan oleh Seed et al. (1976a dan 1976b) dan Seed et al. (1989) pada gempa Mexico (1985). Seed et al. (1989) membuktikan bahwa pergerakan tanah dapat mengalami amplifikasi atau kenaikan amplitudo pergerakan di permukaan tanah dibandingkan pergerakan di batuan dasar dengan rasio kenaikan bervariasi antara 3 sampai 20 pada perioda (T) disekitar 2 detik. Faktor amplifikasi yang besar ini telah menyebabkan kerusakan fatal pada gedung bertingkat di Meksiko City dengan perioda natural sekitar 2 detik (Gambar 8).

Pencegahan kerusakan struktur akibat kegagalan tanah pendukung tidak mudah untuk dituangkan dalam proses perencanaan. Pencegahan kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia akibat gerakan tanah dapat dilakukan melalui proses perencanaan dengan memperhitungkan suatu tingkat beban gempa rencana. Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa, analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk mendapatkan beban gempa rencana.

Kerusakan bangunan akibat Gempa Aceh 2004

Kerusakan bangunan akibat Gempa Yogya 2006

Kerusakan bangunan akibat Gempa Padang 2009

(10)

D a m a ge In te nsi ty -per c e n t Respon spektra percepatan di permukaan tanah S p e c tr al A c ce le ra ti o n -g 5 % Damping 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5

Perioda natural bangunan, detik

4 8 12 16 20 24 28

Jumlah lantai bangunan

Intensitas kerusakan pada daerah dengan kerusakan paling parah akibat Gempa Mexico City, 1985

Gambar 9: Kerusakan bangunan akibat gempa di Mexico City (1985) Gambar 8: Lokasi kerusakan katastrofik di Mexico City dan

hubungannya dengan kondisi tanah serta repon spektra (Seed, 1989)

III. KONDISI KEGEMPAAN DAN PERKEMBANGAN PETA GEMPA INDONESIA

Tatanan Tektonik Indonesia

Berdasarkan lokasi dan sifatnya, tatanan tektonik di Indonesia dibagi menjadi beberapa kelompok. Tektonik Indonesia bagian Barat didominasi oleh konvergensi Lempeng India-Australia dengan Lempeng Eurasia (Gambar 1). Pada sepanjang barat Sumatra, arah konvergensi membentuk penunjaman yang relatif menyerong terhadap arah kelurusan palung, sedangkan di sepanjang selatan Jawa, arah penunjaman lempeng hampir tegak lurus.

Sementara itu, tektonik Indonesia bagian Timur tampak lebih rumit, seperti adanya dua lempeng yang menunjam di bawah Laut Banda yaitu dari selatan di Palung Timor dan Aru dan dari utara di Palung Seram. Keduanya dipisahkan oleh Sesar Tarera-Aiduna (Bock et al., 2003). Model tektonik yang rumit di Indonesia bagian Timur juga terbentuk oleh jalur

tubrukan antara Lempeng Benua Australia dan Lempeng

Samudra Pasifik yang menghasilkan persesaran yang sangat intensif dan meluas di Pulau Papua.

Kegempaan Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya beberapa sesar yang berpotensi aktif sebagai sumber gempa-gempa dangkal dan tersebar di wilayah Indonesia sebagaimana terlihat dalam Gambar 10.

(11)

Gambar 10: Kondisi tektonik utama Indonesia

Parameter Pergerakan Tanah untuk Perencanaan

Secara umum, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa, terdapat beberapa jenis metoda analisis dengan tingkat kesulitan dan akurasi yang bervariasi. Sesuai dengan metoda analisis yang digunakan, parameter pergerakan tanah yang diperlukan untuk perhitungan dapat diwakili oleh:

1. Percepatan tanah maksimum

2. Respon spektra gempa

3. Riwayat waktu percepatan gempa

Percepatan tanah maksimum hanya memberikan informasi kekuatan puncak gempa. Respon spektra gempa memberikan informasi tambahan mengenai frekuensi gempa serta kemungkinan efek amplifikasinya.

(time histories)

Riwayat waktu percepatan gempa memberikan informasi terlengkap yaitu berupa variasi besarnya beban gempa untuk setiap waktu selama durasi gempa. Semakin sederhana suatu metoda analisis berarti semakin sedikit parameter gempa yang diperlukan. Tetapi, umumnya semakin banyak parameter yang diperlukan akan menghasilkan perkiraan hasil yang semakin akurat.

Peta percepatan maksimum gempa di batuan dasar untuk Indonesia pada tahun 1983 mulai digunakan untuk peraturan perencanaan melalui PPTI-UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) - 1983. Peta gempa ini merupakan hasil studi oleh Beca Carter dalam kerjasama bilateral Indonesia-New Zealand (Beca Carter Hollings and Ferner, 1978). Peta gempa ini membagi Indonesia menjadi 6 zona gempa. Dari peta ini dapat dipilih respon spektra di permukaan tanah dengan memperhitungkan kondisi tanah lokal. Dalam PPTI-UG ini, kondisi tanah lokal dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tanah

keras dan lunak .

Perkembangan Peta Hazard Gempa Indonesia

(12)

PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Peraturan yang baru ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997. Pada SNI 2002 tersebut, penentuan beban gempa rencana dilakukan dengan menggunakan peta gempa. Pada peta gempa yang ada di SNI 2002 tersebut, percepatan maksimum gerakan gempa di batuan dasar (SB) disusun berdasarkan probabilitas terlampaui 10% untuk masa layan bangunan 50 tahun atau bersesuaian dengan perioda ulang gempa 475 tahun.

Peta ini merupakan kompilasi dari empat (4) peta gempa hasil analisis probabilistik dari empat (4) tim peneliti yang berbeda yang salah satunya adalah penulis (Firmansyah dan Irsyam, 1999). Riset penulis tersebut didanai oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Hibah Tim Perguruan Tinggi Batch IV tahun 1998-2000.

Nilai percepatan maksimum dan spektra percepatan di permukaan tanah, dari SNI ini, ditentukan berdasarkan lokasi dan kondisi tanah lokal. Berbeda dengan peta sebelumnya, kondisi tanah dalam SNI ini

dikelom-pokkan menjadi 3 kategori: keras , sedang dan lunak

mengikuti UBC 1997 yang didasarkan atas parameter dinamis tanah hingga kedalaman tertentu yang umumnya diambil 30 m di bawah permukaan.

(hard) (medium) (soft)

Gambar 11: Peta percepatanmaksimumgempa Indonesia dalam PPTI-UG 1983

Gambar 12: Peta percepatan di batuan dasar (S ) Indonesia

dalam SNI 03-1726-2002 B maksimum gempa WILAYAH GEMPA-1 2 WILAYAH GEMPA-WILAYAH GEMPA-3 4 WILAYAH GEMPA-WILAYAH GEMPA-5 6 WILAYAH GEMPA-Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah : 0,03 g : 0,10 g : 0,15 g : 0,20 g : 0,25 g : 0,30 g 1 2 3 4 5 6 10° 8° 6° 4° 2° 0° 2° 4° 6° 8° 10° 12° 14° 16° 10° 8° 6° 4° 2° 0° 2° 4° 6° 8° 10° 12° 14° 16° 94° 96° 98° 100° 102° 104° 1 6°0 108° 110° 112° 114° 116° 118° 120° 122° 124° 126° 128° 130° 132° 134° 136° 138° 140° 94° 96° 98° 100° 102° 104° 1 6°0 108° 110° 112° 114° 116° 118° 120° 122° 124° 126° 128° 130° 132° 134° 136° 138° 140° Kilometer 080 200 400

(13)

Kebutuhan Revisi Peta Gempa Indonesia

Sejak diterbitkannya SNI 03-1726-2002, telah terjadi beberapa kejadian gempa besar di Indonesia yang memiliki magnituda yang lebih besar dari magnituda maksimum yang diperkirakan sebelumnya, seperti Gempa Aceh (2004) dan Gempa Nias (2005). Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah peta gempa ini masih relevan atau mendesak untuk segera diupdate? Disamping itu, pada beberapa tahun terakhir telah dikembang-kan metoda analisis baru yang bisa mengakomodasi model atenuasi sumber gempa 3-dimensi (3-D). Hal tersebut bisa menggambarkan atenuasi penjalaran gelombang secara lebih baik dibandingkan dengan model 2-D yang digunakan untuk penyusunan peta gempa SNI 03-1726-2002. Selanjutnya penelitian-penelitian yang intensif tentang fungsi atenuasi akhir-akhir ini dan studi-studi terbaru tentang sesar aktif di Indonesia semakin menguatkan kebutuhan untuk memperbaiki peta gempa Indonesia yang berlaku pada saat ini.

Usaha formal untuk merevisi peta gempa Indonesia dimulai sejak tahun 2006. Usaha ini diinisiasi oleh Departemen Pekerjaan Umum bekerja sama dengan akademisi, asosiasi profesi, maupun instansi pemerintah lainnya. Telah disepakati bersama bahwa peta gempa Indonesia yang baru akan disusun berdasarkan data-data seismisitas paling up to date, hasil-hasil riset-riset terbaru tentang kondisi seismo-tektonik di Indonesia dan menggunakan analisis dengan model 3-D dengan merujuk pada International Building Code 2000 (IBC 2000). IBC

2009 menggunakan probabilitas terlampaui 2% untuk masa layan bangunan 50 tahun (perioda ulang gempa 2475 tahun) sebagai dasar untuk menentukan gempa disain.

Untuk keperluan penyusunan revisi peta gempa Indonesia SNI 03-1726-2002, penulis dan peneliti-peneliti lainnya telah melakukan studi sejak tahun 2006 dengan hasil-hasil publikasi diantaranya adalah Irsyam et al. (2007, 2008, 2009, 2010). Untuk penulis, penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berkelanjutan dalam bidang Geoteknik Kegempaan yang dimulai sejak Riset Unggulan Terpadu 1994 (Merati, et. al., 1996) dilanjutkan dengan Hibah Tim Perguruan Tinggi III dan IV (Irsyam et al., 1998 dan 2000), Hibah Bersaing (Irsyam, et al., 2003), dan penelitian-penelitian lainnya dengan dengan industri konstruksi. Berbagai disiplin ilmu seperti Geoteknik, Geologi, Seismologi, Geofisika dan Rekayasa Struktur telah dilibatkan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan komprehensif dalam menghasilkan revisi peta. Penelitian juga telah melibatkan berbagai institusi seperti: ITB, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, USGS, LIPI, PU, dan Ristek.

Hasil analisis hazard/bencana kegempaan ( /

SHA) dapat berupa: percepatan maksimum, respon spektra, dan

time-IV. REVISI PETA GEMPA INDONESIA Seismic Hazard Analysis

(14)

histories. Ada dua metoda yang biasa digunakan dalam SHA, yaitu:

deterministik ( /DSHA) dan

probabilistik ( / PSHA).

Secara umum metoda DSHA dapat dibagi menjadi 4 tahap. Tahap pertama adalah identifikasi sumber-sumber gempa yang meliputi lokasi sumber-sumber gempa, geometri sumber, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan seperti magnitude maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa. Tahap kedua adalah untuk setiap sumber gempa yang berada di sekitar lokasi studi ditentukan (diskenariokan) parameter gempa yang akan menghasilkan dampak di lokasi studi seperti magnituda yang maksimum dan lokasi kejadian yang terdekat ke lokasi studi. Tahap ketiga adalah menghubung kan parameter sumber gempa dengan parameter pergerakan tanah di lokasi studi dengan menggunakan persamaan atenuasi. Tahap keempat adalah menentukan parameter gempa disain berdasarkan skenario yang menghasilkan parameter pergerakan tanah yang umumnya terbesar

.

Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa untuk konstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) (Irsyam et al., 1999), bendungan besar, serta konstruksi yang dekat

dengan sesar aktif dan untuk keperluan . Kelebihan

metoda ini adalah mudah digunakan untuk memprediksi gerakan gempa Deterministic Seismic Hazard Analysis

Probabilistic Seismic Hazard Analysis

-(worst case scenario)

emergency response

pada skenario terburuk. Sedangkan kelemahannya, metoda ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa dan pengaruh berbagai ketidakpastian yang terkait dalam analisis (Kramer, 1996).

Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik dengan berbagai macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang menghasilkan pergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan DSHA dan PSHA adalah: pada pendekatan probabilistik (PSHA), frekuensi untuk setiap skenario pergerakan tanah yang akan terjadi juga diperhitungkan. Dengan demikian, pendekatan PSHA juga bisa digunakan untuk memprediksi seberapa besar probabilitas kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metoda ini memungkinkan untuk memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dalam analisis seperti ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini memberikan kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi, diperkirakan, kemudian digabungkan dengan metode pendekatan yang rasional untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa.

Analisis DSHA dan PSHA pada kenyataannya saling melengkapi. Hasil DSHA dapat diverifikasi dengan analisis probabilistik (PSHA) untuk memastikan bahwa kejadian tersebut masih realistik (mungkin terjadi). Sebaliknya, hasil analisis probabilistik dapat diverifikasi oleh hasil analisis DSHA untuk memastikan bahwa hasil analisis tersebut masih rasional. Lebih jauh, McGuire (2001) menyampaikan bahwa DSHA

(15)

Magnitude, M Log No. E ar thqua kes = M Pea k Acce ler a ti on Distance Acceleration P robabi li ty o f E x ceed ance Area source SITE Fault

dan PSHA akan saling melengkapi tetapi dengan tetap memberikan penekanan pada salah satu hasil. Untuk keperluan disain infrastruktur tahan gempa, umumnya digunakan PSHA dengan tingkatan gempa atau probabilitas terlampaui mengikuti SEAOC (1997).

PSHA yang dikembangkan oleh Cornell (1968) dan EERI

(EERI, 1989) memiliki empat tahap (Gambar 13), yaitu: (a) identifikasi sumber gempa, (b) karakterisasi sumber gempa, (b) pemilihan fungsi atenuasi dan (d) perhitungan hazard gempa.

Committee on Seismic Risk

Identifikasi Sumber Gempa

Identifikasi sumber gempa didasarkan atas data seismotektonik dan data spasial sejarah kegempaan di sekitar lokasi studi. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk pemodelan sumber gempa yang meliputi: dimensi, orientasi dan mekanisme sumber gempa. Untuk keperluan karakterisasi, diperlukan parameter-parameter kegempaan dari sumber

gempa: lokasi dan koordinat, geometri, mekanisme pergerakan, ,

dan magnituda maksimum dari setiap sumber gempa. Parameter-parameter tersebut didapatkan dari para ahli geologi, seismologi dan geofisika.

Berdasarkan mekanismenya, sumber-sumber gempa di Indonesia

dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) sumber gempa , (2)

sumber gempa subduksi dan (3) sumber gempa (Irsyam et al.,

2009, 2010). Sumber gempa digunakan untuk memodelkan

sesar-sesar yang sudah teridentifikasi di Indonesia secara baik.

Sesuai dengan kedalaman dan mekanismenya, sumber gempa subduksi pada daerah pertemuan antar lempeng dibagi ke dalam zona

dan zona . Batas kedalaman dari

zona Megathrust ini rata-rata sekitar 50 km. Untuk daerah yang

kedalamannya >50 km, beberapa publikasi terakhir (Peterson et al., 2004

dan 2007) memodelkan zona ini dengan mengikuti

Frankel (1995) yang juga disebut sebagai .

Sumber gempa digunakan untuk daerah yang ada

slip-rate

fault background

fault

Megathrust (interface) Benioff (intra-slab)

intra-slab

gridded seismicity deep background

shallow background Gambar 13: PSHA untuk mendapatkan pergerakan tanah di batuan dasar

1. Identifikasi sumber gempa

•Lokasi: Geometri: Mekanisme:

koord. sumber gempa arah strike, sudut dip, kedalaman maksimum • subduksi patahan

normal, reverse •

1. Karakterisasi sumber gempa

• • • Frekuensi kejadian Slip rate Magnitude maksimum

(16)

kejadian gempanya tetapi belum lengkap data -nya.

Kejadian-kejadian gempa di daerah biasanya adalah gempa-gempa kecil

sampai sedang dengan kedalaman tidak lebih dari 50 km dan model yang

digunakan adalah model .

seismogenic background

gridded seismicity

Gambar 14: Klasifikasi gempa utama berdasarkan jenis sumber gempa

(Irsyam et al., 2009, 2010)

Karakterisasi Sumber Gempa

Salah satu input yang diperlukan dalam analisis probabilitas adalah frekuensi kejadian gempa untuk setiap magnituda dari masing-masing sumber gempa. Frekuensi ini didapat dari kejadian gempa historik yang pernah terjadi dalam masing-masing daerah sumber gempa. Data historik

untuk seluruh wilayah Indonesia dikumpulkan dari berbagai institusi seperti Nasional Earthquake Information Center - U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, maupun beberapa katalog perorangan.

Dalam analisis kegempaan, frekuensi kejadian gempa diperlukan untuk mendapatkan karakteristik sumber gempa yang direpresentasikan dalam parameter sumber gempa. Parameter sumber gempa tersebut meliputi nilai magnituda maksimum dan parameter a-b, yaitu parameter yang menggambarkan frekuensi kejadian gempa dalam satu tahun untuk suatu nilai magnituda. Dalam penelitian-penelitiannya, penulis

menggu-nakan dua model matematik yaitu dan

(Gambar 15), untuk mendapatkan parameter a-b (Irsyam et al., 2009, 2010). truncated exponential characteristic

Gambar 15: Pemodelan untuk distribusi magnituda untuk masing-masing tipe

(17)

Fungsi Atenuasi Untuk Memodelkan Perambatan Gelombang Gempa

Fungsi atenuasi merupakan persamaan matematika sederhana yang menghubungkan antara parameter kegempaan di lokasi pusat gempa (Magnituda M dan jarak R) dengan parameter pergerakan tanah (spektra percepatan) di lokasi yang ditinjau (Campbell, 2001). Fungsi atenuasi cenderung spesifik untuk setiap wilayah dan untuk suatu tipe patahan,

misalnya atenuasi untuk berbeda dengan untuk atau

. (Finn et al., 2004).

Salah satu data yang digunakan untuk menurunkan fungsi atenuasi

adalah data yang didapatkan dari hasil pencatatan alat

saat kejadian gempa. Karena minimnya data pencatatan di Indonesia, maka pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan dari negara lain tidak dapat dihindari. Pemilihan fungsi atenuasi didasarkan pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah dimana rumus atenuasi itu dibuat.

Fungsi atenuasi dari publikasi-publikasi terkini seperti NGA dari Boore dan Atkinson (2008), Campbell dan Bozorgnia (2008), and Chiou dan Young (2008) telah digunakan penulis. Model NGA dikembangkan berdasarkan basis data yang meliputi 1557 catatan dari 143 gempa sejak tahun 1935 di beberapa wilayah tektonik aktif, seperti Turki, Taiwan, Mexico, Yunani, Iran, Italia, dan Amerika Serikat. Fungsi atenuasi NGA diturunkan dengan telah memperhitung kan detil kondisi geologi/seismologinya.

strike-slip reverse thrust faults time histories accelerograph time histories (Next Generation Attenuation)

-Peta Hazard Gempa Dengan Model Sumber Gempa 3-Dimensi

Penentuan besarnya percepatan maksimum di batuan dasar akibat

gempa dengan (PSHA) melibatkan

beberapa ketidakpastian yang dapat dikelompokkan menjadi dua; yaitu

ketidakpastian dan . Ketidakpastian timbul

karena proses/kejadian alamiah yang variasinya tidak bisa diprediksi.

Contoh dari ketidakpastian adalah: lokasi gempa, magnituda dan

karakteristiknya serta detil proses pecahnya fault.

Ketidakpastian timbul karena masih kurangnya penge

tahuan tentang mekanika proses gempa dan masih kurangnya data.

Beberapa ketidakpastian penting yang berhubungan dengan

parameter kegempaan, yaitu dalam penentuan: lokasi dan batas/luasan sumber gempa, distribusi gempa dan magnituda maksimum, seismisitas dan variasi karakteristik ground motion dalam rumus

atenuasi (McGuire, 2004). Dalam aplikasinya, ketidakpastian ini

diatasi dengan menggunakan dalam bentuk

(Tavakoli, 2002).

Analisis identifikasi, karakterisasi sumber gempa, pemilihan fungsi atenuasi, dan ketidakpastian yang timbul digunakan untuk perhitungan gempa untuk mendapatkan besarnya gerakan tanah (percepatan maksimum atau spektra percepatan) pada berbagai probabilitas terlampaui. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Teorema Probabilitas Total dalam 3 Dimensi yang dapat dinyatakan sebagai berikut (McGuire, 2005):

Probabilistic Seismic Hazard Analysis

aleatory epistemic aleatory

aleatory

epistemic

-epistemic

(activity rate)

epistemic

expert judgment logic-tree

(18)

Pada saat ini praktis hanya ada 2 alternatif software yang umum

digunakan secara internasional untuk perhitungan kegempaan

dengan model sumber gempa 3-D, yaitu: software EZFRISK dan software USGS. Melalui mahasiswa program Doktor yang penulis bimbing, telah

dihasilkan software yang dapat menghitung dengan model 3-D

(Makruf, 2009).

Sampai dengan penyusunan makalah ini, penulis telah berhasil mempublikasikan beberapa paper hasil analisis dengan metoda PSHA, seperti peta percepatan maksimum di batuan dasar untuk Pulau Sumatera untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun (Irsyam et al., 2008a). Peta yang ditampilkan pada Gambar 16 ini merupakan hasil studi dari hasil kerjasama penelitian penulis dengan USGS.

hazard

hazard

Gambar 16: Peta percepatan gempa

maksimum di batuan dasar untuk Sumatera untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun. (Irsyam et al., 2008a)

Selain peta percepatan maksimum, penulis dalam pembimbingan program Doktor (Asrurifak) telah menghasilkan peta spektra percepatan di batuan dasar untuk T = 0.2 dan 1.0 sec untuk seluruh wilayah Indonesia untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 17 (Irsyam et al., 2009). Sedangkan untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun telah dipresentasikan dalam seminar internasional (Gambar 18).

Hasil studi ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada nilai hazard gempa dibandingkan peta gempa SNI 03-1726-2002 terutama pada daerah di sekitar sesar aktif dan daerah di dekat subduksi. Alasan dari kenaikan ini meliputi: pengaruh permodelan sumber gempa 3-D,

nilai magnituda maksimum (M ) yang lebih besar dibanding M yang

digunakan dalam peta SNI 2002, adanya sumber gempa

, dan adanya kenaikan dari beberapa patahan aktif di

Indonesia.

Hasil studi Petersen et al. (2004), USGS NEIC (2008), dan Sengara et al. (2009) untuk Pulau Sumatera juga menunjukkan kenaikan nilai hazard yang besar di sekitar sesar Semangko dan di dekat subduksi Sumatera. Beberapa gempa besar akhir-akhir ini, seperti gempa Kobe (1995), gempa Wenchuan (2008), gempa Haiti (2010) dan gempa Chile (2010) menunjukkan bahwa nilai pergerakan tanah umumnya jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan untuk lokasi yang berada di dekat sesar aktif.

max max

shallow

(19)

Spektra percepatan di T=0.2 detik

Gambar 18: Peta percepatan maksimum di batuan dasar Indonesia

untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (Irsyam et al., 2010) Percepatan maksimum

Spektra percepatan di T = 1.0 detik

Gambar 17: Peta spektra percepatan di batuan dasar Indonesia

(20)

Untuk menindaklanjuti Workshop tahun 2008 dalam rangka penyusunan revisi gempa, Departemen Pekerjaan Umum membentuk Tim Revisi Peta Gempa SNI 03-1726-2002 pada bulan Desember 2009. Penulis diberikan kepercayaan menjadi ketua tim dengan didukung oleh pakar-pakar dari ITB (Sengara, Widiyantoro, Triyoso, dan Meilano), LIPI (Natawidjaja), Departemen Pekerjaan Umum (Aldiamar, Ridwan), Pusat Survey Geologi (Kertapati), BMKG (Soehardjono), dan mahasiswa program Doktor bimbingan penulis (Asrurifak). Tim telah melakukan review dan updating terhadap parameter-parameter gempa yang telah dipakai sebelumnya oleh Irsyam et al. (2009 dan 2010) dan Sengara et al. (2009) (Gambar 19). Peta yang telah dihasilkan oleh tim ini (Gambar 20 dan Gambar 21) selanjutnya akan disosialisasikan kepada umum untuk mendapatkan masukan guna penyempurnaan.

Gambar 20: Peta spektra percepatan di batuan dasar Indonesia untuk

probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun

(Tim Revisi Peta Gempa Indonesia SNI 03-1726-2002, 2010)

Gambar 19: Parameter kegempaan yang dipakai untuk revisi peta gempa

Indonesia (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia SNI 03-1726-2002, 2010)

Gambar 21: Peta spektra percepatan di batuan dasar Indonesia

untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia SNI 03-1726-2002, 2010)

(21)

Hasil analisis terbaru ini menunjukkan bahwa /bencana yang diperoleh umumnya lebih besar, terutama pada daerah di sekitar sesar

dan daerah sukduksi. Peningkatan nilai yang signifikan akan

berakibat kepada biaya konstruksi, kiranya seluruh komponen dalam dunia industri konstruksi dan penentu kebijakan perlu duduk bersama untuk memecahkan masalah ini.

Tim juga menyiapkan peta gempa untuk perioda ulang yang berbeda-beda untuk keperluan selain bangunan gedung, misalnya dam, jembatan, timbunan jalan maupun bangunan-bangunan yang lebih sederhana.

Untuk konstruksi tertentu yang spesial, seperti PLTN, PLTU, dam, jembatan bentang panjang, anjungan lepas pantai dan gedung-gedung tinggi diperlukan prediksi gerakan tanah di permukaan yang lebih akurat khusus di lokasi rencana konstruksinya. Prediksi spesifik ini bisa diper-oleh melalui analisis perambatan gelombang gempa dari batuan dasar ke

permukaan, yang biasa disebut dengan /SSA. SSA

dilakukan melalui empat tahap (Gambar 22) yaitu; (1) pemilihan atau pembuatan gerakan tanah di batuan dasar, (2) karakterisasi tanah setempat untuk mendapatkan profil parameter dinamis tanah, (3) analisis perambatan gelombang geser dari batuan dasar ke permukaan dan (4) penentuan spektra untuk disain.

hazard

hazard

Site Specific Analysis

V. ANALISIS PENGARUH KONDISI TANAH LOKAL

Site Specific Analysis

(SITE SPECIFIC ANALYSIS)

Gambar 22: Tahapan dalam site spesific analysis

Pemilihan dan Pengembangan Time Histories

Dalam analisis perambatan gelombang, diperlukan data pergerakan

tanah di batuan dasar yang umumnya berupa riwayat

percepatan terhadap waktu . Apabila pada lokasi

yang ditinjau tidak memiliki data sendiri, maka dapat digunakan dua

alternatif, yaitu; 1) menggunakan data (TH) dari lokasi lain

dengan kondisi geologi dan seismologi (termasuk Magnituda M dan jarak R) yang sesuai atau mirip dengan kondisi lokasi yang ditinjau atau 2)

mengembangkan yang disesuaikan dengan kondisi

geologi, seismologi, serta kriteria hasil PSHA. Kondisi geologi dan (ground motion)

(acceleration time histories)

time-histories

(22)

seismologi ini tercermin dari parameter-paramater gerakan tanah yaitu: nilai gerakan maksimum, kandungan frekuensi, dan durasi gerakan gempa.

Alternatif-1 relatif sulit dilaksanakan karena tidak mudah untuk mencari data TH dari negara lain dengan kondisi geologi, seismologi, M, dan R yang sesuai dengan kondisi di lokasi yang ditinjau di Indonesia. Karena itu, Alternatif-2 lebih sering dipilih untuk mendapatkan data TH

di batuan dasar. Pengembangan pada Alternatif-2

umumnya dilakukan dengan memodifikasi TH dari lokasi lain agar

spektranya mendekati spektra target melalui analisis dan

. Dengan cara ini dihasilkan TH yang dapat memenuhi kriteria probabilitas yang diinginkan dengan tetap mempertahankan kemiripan kondisi geologi dan seismologi.

Untuk keperluan perencanaan bangunan gedung tinggi dan SSA, penulis (Irsyam et al., 2008) telah mengembangkan TH untuk kota Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia lainnya untuk perioda ulang 475 tahun.

Parameter dinamis tanah yang paling utama dalam mempengaruhi gerakan gempa di permukaan adalah modulus geser dan damping. Modulus geser tanah dan damping ratio tanah menunjukkan perilaku non linier yang sangat tergantung kepada besarnya regangan geser

sebagai-artificial time-histories

deagregasi spectral matching

Karakterisasi Tanah

mana terlihat dalam Gambar 23. Perilaku non linier ini pada kenyataannya sangat mempengaruhi amplifikasi dan kandungan frekuensi gelombang yang sampai di permukaan tanah.

Pengukuran modulus geser umumnya dilakukan pada kondisi regangan kecil sehingga nilai yang diperoleh adalah modulus geser maksimum untuk digunakan sebagai referensi dalam menentukan modulus geser pada berbagai regangan.

Nilai modulus geser (maksimum) dapat diperoleh melalui: a) pengujian lapangan, b) pengujian laboratorium dan c) pendekatan dengan rumus empirik. Pengujian lapangan umumnya dilakukan dengan mengukur langsung kecepatan gelombang geser di lapangan. Pengujian-pengujian lapangan yang biasa dikerjakan untuk mendapatkan parameter

dinamis tanah: dan

. Apabila pengujian-pengujian lapangan ini sulit dilakukan, maka parameternya didekati dengan menggunakan korelasi geophysic seismic downhole, seismic cross hole test, spectral analysis of surface waves

Gambar 23: Perilaku nonlinier modulus geser dan damping ratio tanah

(23)

terhadap pengujian lapangan lainnya yang sudah umum digunakan,

seperti: (SPT) dan Sondir (CPT). Pengukuran

modulus geser di laboratorium juga bisa dilakukan, misalnya dengan

menggunakan: uji kolom resonansi , triaxial siklis,

ataupun .

Modulus geser dinamik juga bisa didekati dengan menggunakan rumus empirik. Rumus-rumus empiris yang telah ada sebelumnya adalah untuk pasir saja, seperti: Hardin dan Richart (1963), Shibata dan Soelarno (1975), Iwasaki et al. (1978), Yu dan Richart (1984), dan Kokusho (1980), atau untuk lempung saja, seperti: Hardin dan Black (1968), Marcuson dan Wahls (1972), Zen et al., (1978), dan Kokusho (1982). Dengan menggu-nakan alat kolom resonansi, penulis melalui penelitian dari Hibah Tim (Irsyam et al., 2000) dan Hibah Bersaing (Irsyam et al., 2003) dalam pembimbingan program Doktor (Munirwansyah, 2002) telah berhasil menurunkan rumus empiris modulus geser maksimum tanah pasir-lempung dengan hasil sebagai berikut:

Standard Penetration Test

(resonance column test) simple shear test, torsional shear test, bender element

Perambatan Gelombang Gempa dari Batuan Dasar ke Permukaan Tanah

Analisis perambatan gelombang gempa dari batuan dasar ke permu-kaan tanah didasarkan atas model perambatan vertikal dari gelombang geser melewati suatu media viskoelastik. Untuk memperhitungkan

pengaruh non-lonier modulus geser dan damping terhadap regangan, analisis ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan

pendekatan linier ekivalen atau menggunakan metode

nonlinier.

Dalam pemodelan linier ekivalen, perilaku nonlinier tanah didekati dengan karakterisasi linier ekivalen (Seed and Idriss, 1970). Perhitungan perambatan gelombang dilakukan dengan mengaplikasikan solusi persamaan gelombang geser pada gelombang transien melalui algoritma (FFT). Metoda ini memodelkan variasi non linier modulus geser dan damping sebagai fungsi regangan dengan modulus

ekivalen dan linier ekivalen. Pendekatan ini lebih

banyak digunakan karena lebih cepat dan mudah. Meskipun demikian,

karena menggunakan konsep tegangan total maka

pengaruh tegangan air pori tanah saat gempa tidak diperhitungkan. Dalam pemodelan nonlinier, perambatan gelombang geser didekati dengan menggunakan integrasi numerik langsung dalam domain waktu. Pada saat ini, tersedia berbagai model tanah mulai dari yang sederhana seperti Ramberg-Osgood (1943), Vucecit (1990), dan Salvati et al. (2001) sampai model konkstitutif canggih yang melibatkan

dan seperti Wang (1990) dan Biscontin et al. (2001).

Pemodelan non linier ini menggunakan konsep tegangan efektif sehingga bisa memperhitungkan kenaikan, redistribusi dan dissipasi tegangan air pori akibat gempa dan bisa menghindari adanya amplifikasi yang tinggi

yang kadang diperoleh dari hasil pendekatan (Kramer,

(equivalent linear)

Fast Fourier Transform

(total stress analysis)

yield surfaces, hardening laws flow rules

linier

linier ekivalen. damping ratio

(24)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 2 4 6 8 10 Period (sec) Pacitan (Medium to Stiff)

SNI- medium SNI- soft

Suralaya (Medium to stiff) Teluk Naga (Soft)

Gambar 24: Beberapa gedung tinggi di Jakarta dan

jembatan bentang panjang yang telah di analisis site specific

1996).

Dari analisis perambatan gelombang ini, pada akhirnya diperoleh gerakan gempa di permukaan tanah. Output dari analisis SSA adalah TH di permukaan tanah yang digunakan untuk analisis dinamik struktur dan untuk mendapatkan respon spektra disain. Penulis telah mengaplikasikan prosedur pembuatan SSA ini guna perencanaan bangunan tahan gempa untuk gedung-gedung tinggi di Jakarta dan kota-kota lain sebagaimana terlihat dalam Gambar 24, beberapa PLTU, anjungan lepas pantai, fasilitas pengolahan tambang, tangki LNG, dan jembatan bentang panjang seperti Jembatan Suramadu (Irsyam et al., 2005).

Contoh hasil analisis berupa desain spektra pada beberapa PLTU di Wilayah 4 dalam peta gempa SNI 2002 dapat dilihat dalam Gambar 25. Hasil analisis menunjukkan bahwa umumnya pada periode rendah spektra desain hasil SSA lebih besar dibandingkan spektra desain SNI 2002, sedangkan pada periode tinggi berlaku sebaliknya.

Gambar 25: Hasil analisis beberapa PLTU di Indonesia site specific

The City Tower The Pakubuwono View Menara Empat Lima

The City Center Batavia Nifarro @ Kalibata Menara Kompas

Jembatan Suramadu

Spectral

Acceleration

(25)

VI. MIKROZONASI

Analisis yang dilakukan pada beberapa titik dalam suatu

daerah akan memberikan gambaran spasial tentang efek dari kegempaan. Proses ini biasa disebut analisis mikrozonasi. Output dari analisis ini adalah peta mikrozonasi yang menggambarkan kontur spektra percepatan gempa di permukaan tanah, zona potensi likuifaksi, zona potensi kelongsoran dan analisis spasial lainnya yang berkaitan dengan dampak bencana kegempaan. Peta mikrozonasi tersebut sangat berguna untuk perencanaan infrastruktur tahan gempa, managemen tata guna lahan, estimasi potensi likuifaksi, estimasi kerusakan bangunan, estimasi korban jiwa dan untuk estimasi kerugian secara ekonomi akibat gempa

pada masa yang akan datang (Finn ., 2004).

Analisis mikrozonasi untuk Banda Aceh telah dilakukan oleh penulis bersama rekan-rekan lainya (Gitamandalaksana, 2009). Peta mikrozonasi tersebut dikembangkan untuk keperluan evaluasi terhadap Peta Penggunaan Lahan Tahun 2005 serta Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja Sementara Badan Rekosntruksi dan Rehabilitasi (SKS-BRR). Gambar 28 menunjukkan peta yang terdiri atas lokasi penyelidikan tanah, peta zonasi faktor ampilifikasi dan peta potensi likuifaksi. Mengingat potensi gempa-gempa di masa depan, penulis sangat yakin Pemerintah Pusat maupun Daerah perlu membuat mikrozonasi untuk beberapa kota besar di Indonesia termasuk

peta zonasi tsunami untuk .

site specific

et al

emergency plan

Gambar 26: Penyelidikan lapangan untuk studi mikrozonasi Banda Aceh

(Irsyam et al., 2010)

Gambar 27: Peta amplifikasi gempa kota Banda Aceh dan Sekitarnya

(26)

Gambar 28: Peta mikrozonasi potensi likuifaksi Banda Aceh (Irsyam et al., 2010)

VII. PENELITIAN-PENELITIAN KEDEPAN

Infrastruktur tahan gempa melibatkan bukan hanya Bidang Keilmuan Rekayasa Geoteknik, tetapi juga berbagai bidang keilmuan dan program studi yang lainnya. ITB selama ini telah berperan besar dalam pemba-ngunan infrastruktur tahan gempa di Indonesia. Secara tradisi, dosen-dosen ITB telah berperan aktif dalam penyusunan berbagai

di bidang infrastruktur tahan gempa. Dosen-dosen ITB, khusus-nya dari program studi Teknik Sipil, Teknik Geofisika, dan Geologi telah memiliki jejaring yang kuat dengan cluster industri yang terkait infra-struktur tahan gempa, baik dari kalangan pemerintah maupun swasta.

“code of practice”

ITB telah memiliki beberapa modal dasar untuk memimpin dalam bidang ini, yaitu: 1) Peneliti-peneliti senior yang memiliki latar belakang rekam jejak dan jejaring yang relevan, 2) “Physical resources” yang dapat mendukung seperti laboratorium riset dan perpustakaan, 3) Riset agenda yang sudah berjalan di beberapa KK di ITB memiliki irisan dengan tema yang sejalan dengan konstruksi tahan gempa, dan 4) Mahasiswa-mahasiswa pasca sarjana yang memiliki potensi dan minat yang relevan dalam bidang konstruksi tahan gempa. Dosen-dosen ITB bersama dengan Pusat Penelitian Infrastruktur Tahan Gempa dan Pusat Mitigasi Bencana dapat selalu menjadi ujung tombak penelitian yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur tahan gempa terutama di Indonesia maupun di Asia Tenggara.

Khusus untuk Geoteknik Kegempaan, berdasarkan pengalaman penulis melalui riset-riset yang sudah dan sedang dikerjakan pada saat ini serta hasil diskusi dalam seminar dan konferensi baik dalam skala nasional maupun internasional, maka penulis menyimpulkan bahwa topik-topik penelitian yang sangat diperlukan untuk Indonesia maupun yang diperkirakan akan menjadi topik-topik utama kedepan pada bidang Geoteknik Kegempaan adalah sebagai berikut:

Mengingat saat ini masih belum ada fungsi atenuasi untuk Indonesia, maka mutlak diperlukan studi untuk menurunkan fungsi atenuasi yang sesuai dengan kondisi tektonik di Indonesia. Peran pemerintah

(27)

dalam memasang jaringan sangat diharapkan.

Mengingat sangat langkanya ground motion yang bisa digunakan untuk keperluan analisis dinamik infrastruktur dan SSA

, maka perlu dilakukan studi guna mengembangkan untuk beberapa kota-kota di Indonesia.

Untuk keperluan manajemen tata guna lahan, estimasi potensi likuifaksi, estimasi kerusakan bangunan, estimasi korban jiwa dan estimasi kerugian secara ekonomi akibat kejadian-kejadian gempa

dimasa datang, perlu dilakukan studi mikrozonasi kegempaan

(termasuk tsunami) untuk kota-kota yang padat penduduknya.

Beberapa penelitian yang diperkirakan akan banyak diteliti di masa mendatang sehubungan dengan analisis perambatan gelombang dari batuan dasar kepermukaan tanah adalah dengan mengakomodir

berbagai model konstitutif, mempertimbangkan , dan

meninjau kondisi topografi.

Kerjasama antara rekayasa geoteknik dan rekayasa struktur akan strong-motion accelerometer (site specific analysis) artificial ground-motion hazard basin effect 2. 3. 4. 5.

Pengembangan ground motion untuk kota-kota di Indonesia

Mikrozonasi untuk kota-kota di indonesia

Analisis respons dinamis menggunakan model constitutive dan boundary condition yang lebih sesuai

Interaksi Tanah-Struktur selama gempa

semakin diperlukan guna memperoleh prediksi perilaku bangunan yang lebih akurat dengan mempertimbangkan adanya interaksi tanah-struktur pada fondasi atau basement serta memasukan

pengaruh perilaku non linier dan tanah.

Mengingat hazard yang dihadapi Indonesia umumnya lebih besar dari yang diperkirakan semula, maka dibutuhkan adanya inovasi serta kearifan lokal untuk diterapkan dalam industri konstruksi. Sebagai contohnya adalah konstruksi cerucuk matras bambu yang murah dan sangat berpotensi untuk mencegah terjadinya

dan keretakan tanah saat gempa (Gambar 29).

Penulis telah banyak mengaplikasikan cerucuk matras bambu ini pada berbagai jenis konstruksi.

Penelitian mendatang dalam bidang likuifaksi diperkirakan akan terkonsentrasi kepada: a) perbaikan metoda prediksi potensi likuifaksi, b) studi perilaku tanah (kuat geser dan kekakuan) pada saat likuifaksi dan c) studi perilaku tanah setelah likuifaksi

.

Beberapa alat baru telah dikembangkan untuk karakterisasi frequency dependent

lateral spreading

(post-liquefaction)

6. Pengembangan metoda dan teknologi inovatif yang lebih sesuai

dengan kondisi Indonesia

7.

8.

Prediksi potensi likuifaksi pasir dan perilakunya

Pengembangan karakterisasi tanah dinamik dengan peralatan dan metoda baru

(28)

perlapisan tanah, seperti VisCPT yang bisa secara langsung

merekam dan memvisualisasikan perlapisan tanah dibawah per-mukaan (Rasckhe and Hryciw, 1995). Dengan peralatan baru ini dan digabungkan dengan metoda baru yang dikembangkan oleh Susila (2005) dan Hryciw et al. (2008), perlapisan tanah akan bisa dikarak-terisasi dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dan detail.

(real time)

Gambar 29: Konstruksi cerucuk matras-bambu untuk perkuatan tanah lunak

dibawah timbunan/reklamasi

VIII. KESIMPULAN

Wilayah Indonesia terletak pada zona tektonik yang sangat aktif sehingga sangat rawan terhadap gempa bumi. Permasalahannya gempa merupakan kejadian alam yang tidak bisa dihindari. Sampai saat ini perhitungan maupun prediksi waktu, tempat, dan magnituda dari kejadian gempa belum bisa dilakukan secara baik. Peran Geoteknik Kegempaan menjadi sangat penting dalam memberikan prediksi parameter pergerakan tanah baik di batuan dasar maupun di permukaan untuk perencanaan infrastruktur tahan gempa.

Perlunya melakukan revisi Peta Gempa SNI 03-1726-2002 menjadi mendesak dengan terjadinya gempa-gempa besar di Indonesia beberapa tahun terakhir, perkembangan teknik analisis yang bisa memodelkan atenuasi perambatan gelombang gempa secara 3-D, maupun adanya informasi seismologi terbaru hasil penelitian terakhir. Peta hazard hasil

(29)

penelitian penulis maupun draft revisi peta gempa Indonesia untuk perencanaan struktur tahan gempa yang disusun Tim Revisi Peta Gempa Indonesia SNI 03-1726-2002, dimana penulis diberi kepercayaan sebagai ketua, menunjukkan nilai hazard yang relatif lebih besar daripada peta gempa yang sekarang sedang berlaku terutama pada daerah di sekitar sesar dan daerah sukduksi. Hasil ini apabila diaplikasikan dalam peraturan bisa berimplikasi signifikan, karena: (1) perlu melakukan evaluasi terhadap keamanan bangunan/infrastruktur yang sudah dibangun dan kemungkinan perkuatan yang diperlukan dan (2) adanya potensi peningkatan biaya konstruksi untuk bangunan/infrastruktur baru. Untuk mengatasi permasalahan bersama ini, maka seluruh komponen yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur tahan gempa perlu duduk bersama. Kearifan lokal maupun inovasi-inovasi baru yang sesuai dengan kondisi Indonesia sangat diperlukan untuk mendapatkan perencanaan bangunan/infrastruktur tahan gempa yang lebih optimal.

Mengingat potensi gempa-gempa di masa depan, Pemerintah perlu membuat mikrozonasi untuk kota-kota di Indonesia terutama yang padat penduduknya. Peta mikrozonasi tersebut sangat berguna untuk perencanaan infrastruktur tahan gempa, managemen tata guna lahan, estimasi kerusakan bangunan dan korban jiwa estimasi korban jiwa.

Penulis juga telah mengaplikasikan SSA untuk

konstruksi-konstruksi khusus seperti gedung-gedung tinggi di Jakarta, (Site Specific Analysis)

beberapa PLTU yang tersebar di hampir seluruh Indonesia, jembatan bentang panjang, anjungan lepas pantai, serta beberapa fasilitas pengolahan tambang di Indonesia. Secara umum, hasil hitungan spektra menunjukkan adanya perbedaan yang tidak kecil antara SSA dengan peraturan gempa yang berlaku (SNI 03-1726-2002). Sehingga konstruksi-konstruksi khusus, SSAmemang sangat diperlukan.

Dengan rekam jejak maupun modal dasar yang dipunyai, ITB diharapkan menjadi ujung tombak dalam pengembangan penelitian di masa depan maupun penyelesaian permasalahan-permasalahan bangsa dalam pembangunan infrastruktur tahan gempa.

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih, syukur alhamdullilah kepada ALLAH SWT atas izin, kasih dan sayang, rahmat serta taufik hidayah Nya yang telah membawa penulis kepada jabatan guru besar Institut Teknologi Bandung.

Selanjutnya kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima-kasih kepada pimpinan dan anggota Majelis Guru Besar ITB atas kehormatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyampaikan orasi dihadapan hadirin sekalian.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kami sampaikan kepada Prof. Wiranto Arismunandar (ITB), Prof. Hang Tuah Salim (ITB),

²

(30)

Prof. Soedarto Notosiswoyo (ITB), Prof. Ofyar Z. Tamin (ITB), Prof. Paulus Rahardjo (UNPAR), dan Prof. Roman D. Hryciw (University of Michigan, USA) yang telah bersedia mempromosikan kami untuk maju ke jenjang guru besar dan selalu memberi semangat kepada kami.

Terimakasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada Prof. Azis Jayaputra atas dukungan, bimbingan, dan kerjasama yang sangat baik sejak kami menjadi mahasiswa ITB dan yang sudah kami anggap sebagai orang tua kami sendiri.

Secara khusus ucapan terimakasih kami sampaikan kepada seluruh staf KK Rekayasa Geoteknik yaitu; Dr. Endra Susila, Dr. FX Toha, Dr. Hasbullah Nawir, Dr. Bigman Hutapea, Dr. Wayan Sengara, Ir. Andi Kartawiria, MT., dan rekan rekan lainnya serta Drs. Asep Achadiat atas kerjasama dan persaudaraan yang sangat baik selama ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh kolega di Jalan Ganesha 15C yaitu; Ir. Arifin Soedarto, Ir. Agus Himawan, Dr. Hendriyawan, Ir. Andri Nugroho MT., Dr. Awal Surono, dll.

Terima kasih dan penghargaan kami tujukan kepada Dekan FTSL, Dr.Ir.Puti Farida Tamin yang telah mendukung kami untuk maju menjadi guru besar, Prof. Widiadnyana Merati yang selalu mendorong kami untuk melakukan penelitian dalam geoteknik kegempaan, dimulai sejak Gempa Folres tahun 1992 dan Riset Unggulan Terpadu tahun 1994, Prof. Bambang Budiono dan Dr. Dradjad Hoedajanto yang selalu memberikan masukan yang sangat bermanfaat, Dr. Mark Petersen dari USGS atas kerjasama dan

supportnya, seluruh anggota

atas kerjasama dan persaudaraannya, dan Prof. Joetata Ha hardaja dan Prof. S.P.R. Wardani atas dukungannya selama ini.

Kontribusi dalam bidang rekayasa geoteknik kegempaan tidaklah terlepas dari sumbangsih para mahasiswa dan mantan mahasiswa dan bimbingan, seperti Ir. M. Asrurifak, MT., Ir. Donny T. Dangkua, MT., Prof. Munirwansyah, Dr. Lalu Makruf, Dr. Luthfi Hasan, Dr. Roesjanto dan yang lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu.

Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan dari HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia), HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia), Tim Jembatan Suramadu, PT. PP, PT. WIKA serta dari dunia industri konstruksi yang tidak bisa kami sebut satu persatu.

Terimakasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada orangtua kami yang semasa hidupnya selalu bangun malam mendoakan kami; Kyai Irsyam (alm), Rng. Mukdjidah Irsyam (alm), kepada mertua kami; Samodra Sanyoto (alm) dan juga Sutarlin yang selalu setia mendoakan kami sekeluarga. Terima kasih yang tinggi kami sampaikan kepada kakak kami Ir. Mahsun Irsyam atas segala bantuan yang diberikan semasa kami menyelesaikan kuliah di ITB. Juga kakak kami, Ir. Masrur Irsyam. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada kakak dan adik dari kedua keluarga, juga kepada tiga keponakan kami, Dwipa, Fira, dan Lala Irsyam, yang setia bersama kami sejak ditinggal bapaknya menghadap Yang Maha Kasih.

Tim Revisi Peta Gempa Indonesia SNI

(31)

Secara khusus terimakasih kami sampaikan kepada isteri tercinta: Erni Nusaeni, yang telah mendampingi hidup kami dengan penuh kesabaran, pengertian dan cinta-kasih yang tulus. Juga kepada kedua anak tersayang: Ayu Amalia Irsyam dan Surya Ibrahim Irsyam yang selalu menjadi pelita dalam menerangi dan membimbing kehidupan, memberi kebahagiaan, dan semangat.

1. Badan Standarisasi Nasional, (2002)

. 2. Beca Carter Hollings & Ferner LTD, (1978)

, New Zealand Bilateral Assistance Programme to Indonesia.

3. Boore, D.M., Atkinson, G.M. (2008),

, Earthquake Spectra, Vol. 24, no. 1.

4. Bird, P., (2003)

, Geophysics, Geosystems, v. 4, no. 3, 1027. 5. Biscontin, G, Pestana, J.M., Nadim, F., Anderson, K., (2001)

, Proc. 4th Int. Conf. Recent Advances in Geotech. Eqk. Eng. Soil Dyn., Paper 5.32.

6. Bock, Y., Prawirodirdjo, L., Genrich, J.F., Stevens, C.W., McCaffrey, R., Subarya, C., Puntodewo, S.S.O., Calais, E., (2003)

DAFTAR PUSTAKA

“Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002”

“Indonesian Earthquake Study”

“Ground-motion Prediction Equations for the Average Horizontal Component of PGA, PGV, and 5%-damped PSA at Spectral Periods between 0.01 s and 10.0 s”

“An Updated Digital Model of Plate Boundaries: Geochemistry”

“Seismic Response of Normally Consolidated Cohesive Soils in Gently Inclined Submerged Slopes”

“Crustal Motion in

Indonesia from Global Positioning System Measurements”,

“Hybrid Empirical Model for Estimating Strong Ground Motion in Regions of Limited Strong-Motion Recordings”

“Ground Motion Model for the Geometric Mean Horizontal Component of PGA, PGV, PGD and 5%-damped Linear Elastic Response Spectra for Periods Ranging from 0.01 to 10.0 s”

“A NGA Model for the Average Horizontal Component of Peak Ground Motion and Response Spectra”,

“Engineering Seismic Risk Analysis”

“Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung”

“The Basics of Seismic Risk Analysis”

“Microzonation: Developments and Applications”

“Development of Seismic Hazard Map J. Geophys. Res., Vol. 108, no. B8, 2367, doi:10.1029/ 2001JB000324.

7. Campbell, K.W., (2001)

, Proc. OECD/NEA Workshop on the Engineering Characterization of Seismic Input, Brookhaven National Laboratory, Upton, New York, NEA/CSNI/R (2000)2, Vol. 1, Nuclear Energy Agency, Paris: 315–332.

8. Campbell, K.W., Bozorgnia, Y., (2008)

, Earthquake Spectra, Vol. 24, no. 1, 2. 9. Chiou, B., Youngs, R., (2008)

Earthquake Spectra, Vol. 24, no. 1.

10. Cornel, C.A., (1968) , Bulletin of the

Seismological Society of America, Vol 58, No. 5: 1583-1606.

11. Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya, Direktorat Masalah Bangunan, (1983)

.

12. EERI Committee on Seismic Risk, (1989) , Earthquake Spectra, 5(4), 675-702.

13. Finn, W.D.L., Onur, T., Ventura, C.E., (2004)

, In: Ansal, A ed, Recent Advances in Earthquake Geotechnical Engineering and Microzonation, Netherlands: Kluwer Academic Publisher, 3-26.

(32)

for Indonesia”

“Mapping Seismic Hazard in the Central and Eastern United States”

“Final Report: Identification of Seismic Source’s Zone and Tsunami Hazard Probability As Considerations in Development Policy of Banda Aceh City, Nanggroe Aceh Darussalam Province (Package-1)”

”Elastic Wave Velocities in Granular Soils”

”Vibrations on Modulus of Normally Consolidated Clays”

“Sumatra Earthquake: Preliminary Geotechnical Assessment Report”

“International Building Code”. “International Building Code”.

“Uniform Building Code”,

“Analisis Seismisitas Untuk Semenanjung Muria”

-- -- -, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan di Indonesia, ITB, Indonesia.

15. Frankel, A., (1995)

, Seismological Research Letters, Vol. 66, no.4, pp. 8-21. 16. Gitamandalaksana Consultant, (2009)

, Banda Aceh. 17. Hardin, B. O., Richart, F. E, Jr., (1963)

, J. Soil Mech. Found. Div., Am. Soc. Civ. Eng. Vol.89, No.SM1, Feb. 1963, pp. 33-65.

18. Hardin, B. O., Black, W. L., (1968)

, J. Soil Mech. Found. Div., Am. Soc. Civ. Eng. 94(SM-2), 353-369.

19. HATTI-ITB-PSG-P2K-UNPAR-USGS-EERI, (2009)

, Open File Report, December.

20. International Code Council, Inc., (2000) 21. International Code Council, Inc., (2009)

22. International Conference of Building Officials, (1997) Volume 2.

23. Irsyam. M., Subki, B., Himawan A., Suntoko, H., (1999)

, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Gempa, Pemanfaatan Perkembangan Rekayasa Kegempaan dalam Rangka Penyempurnaan Peraturan dan Peningkatan Kepeduli an Masyarakat Terhadap Bencana Gempa di Indonesia, hal VI 9 VI 20.

24. Irsyam, M., Jayaputra, A.A., Soegondo, T., Hassan, L., (1998)

, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, University Research for Graduate Education (URGE) Project, Hibah Tim Perguruan Tinggi Batch III Tahun 1996 – 1998.

25. Irsyam, M., Jayaputra, A.A., Munirwansyah, (2000)

, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, University Research for Graduate Education (URGE) Project, Hibah Tim Perguruan Tinggi Batch IV Tahun 1998 – 2000.

26. Irsyam, M., Jayaputra, A.A., Munirwansyah, (2003)

, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003, Hibah Bersaing Tahun 2001 – 2003.

27. Irsyam, M., Dangkua, D.T., Kertapati, E., Budiono, B., Kusumastuti,

D., (2005) , Research

Report Submitted to Consortium of Indonesian Contractor, December. 28. Irsyam, M., Hendriyawan, Dangkua, D.T., Kertapati, E.K., Hoedajanto, D., Hutapea, B.M., Boen, T., Petersen, M.D., (2007)

Prosiding Kolokium Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Puslitbang Air, Bandung.

29. Irsyam, M, Dangkua, D.T., Hendriyawan, Hoedajanto, D., Hutapea, B.M., Kertapati, E.K., Boen, T., Petersen, M.D., (2008a)

”Studi Analisis dan Eksperimental Skala Penuh Untuk Stabilisasi Lereng In-Situ Dengan Menggunakan Sistem Geosintetik Diangkur”

“Development of Earthquake Microzonation and Site Specific Response Spectra to Obtain More Accurate Seismic Base Shear Coefficient”

“Penentuan Perilaku Dinamik Pasir Berlempung Dengan Kolom Resonansi Untuk Analisis Kegempaan dan Pondasi di Indonesia”

“Seismic Design Criteria for Suramadu Bridge”

“Usulan Revisi Peta Bencana Kegempaan Wilayah Indonesia Untuk Pulau Jawa“,

“Proposed Seismic Hazard Maps of Sumatra and Java Islands and Microzonation Study

(33)

of Jakarta City, Indonesia”

“Usulan Ground Motion Untuk Batuan Dasar Kota Jakarta Dengan Periode Ulang Gempa 500 Tahun Untuk Analisis Site Specific Response Spectra“

“Development of Spectral Hazard Map for Indonesia Using Probabilistic Method by Considering Difference Values of Mmax for Shallow Background Sources”

“Seismic Hazard Map of Indonesia and Geotechnical and Tsunami Hazard Assessment for Banda Aceh”

“Introduction Role of Geotechnics in Earthquake Engineering”

"Shear Modulus of Sands Under Cyclic Torsional Shear Loading",

“Geotechnical Earthquake Engineering“ , Journal of Earth System Science.

30. Irsyam, M., Hendriyawan, Dangkua, D.T., Kertapati, E.K., Hutapea, B.M., Sukamta, D., (2008b)

, Prosiding Konferensi HAKI, Jakarta 19-20 Agustus.

31. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono, B., Triyoso, W., Merati, W., Sengara, I., Firmanti, A., (2009)

, The 1 International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing Countries, November 2-3, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.

32. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Latif, H., Razali, N., Firmanti, A., (2010)

, International Conference on Geotechnics/Earthquake Geotechnics Towards Global Sustainability, Januari 12-14, Kyoto Sustainability Initiative, Kyoto University, Kyoto, Japan.

33. Ishihara, K., (2004)

, Recent Advances in Earthquake Geotechnical Engineering and Microzonation, Geotechnical, Geological, and Earthquake Engineering, Kluwer Academic Publishers.

34. Iwasaki, T., Tatsuoka, F., Takagi, Y., (1978)

Soils and Foundations, JSSMFE, Vol. 18, No. 1, Mar, pp. 39-56.

35. Kramer, S.L., (1996) , New Jersey:

st

Prentice-Hall.

36. Kramer, S.L., Stewart, J.P., (2004)

, In: Bozorgnia and Bertero ed. Earthquake Engineering: From Engineering Seismology to Performance-Based Engineering, United States: CRC Press.

37. Kokusho, T., (1980)

, Soils and Foundations, JSSMFE, Vol. 20, No. 2, June, pp. 45-60.

38. Kokusho, T., Yoshida, Y., Esashi, Y., (1982)

, Soil and Foundation, 22, 1-18. 39. Makruf, L.L., (2009)

, Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung. 40. Marcuson, W. F. III, Wahls, H. E., (1972)

, J. Geotechn. Eng. Div., Proc. ASCE, Vol. 98, No. SM12, pp. 1359-1373.

41. McGuire, R.K., (2001)

, Risk Engineering Inc.: Publication Paper.

42. McGuire, R.K., (2004) , Oakland,

California: EERI.

43. McGuire, R.K., (2005) Risk Engineering

Inc.

44. Merati, W., Surahman, A., Sidi, I.J., Irsyam, M., (1996)

, Riset Unggulan Terpadu Tahun 1994-1996.

“Geotechnical Aspects of Seismic Hazards“

"Cyclic Triaxial Test of Dynamic Soil Properties for Wide Strain Range"

“Dynamic Properties of Soft Clay for Wide Strain Range”

“Pengembangan Peta Deagregasi Hazard untuk Indonesia Melalui Pembuatan Software Dengan Pemodelan Sumber Gempa 3-Dimensi”

"Time Effects on Dynamic Shear Modulus of Clays"

”Deterministic vs. Probabilistic Earthquake Hazards and Risk“

“Seismic Hazard and Risk Analysis”

“EZ Frisk Version 7 Manual”,

”Identifikasi dan Evaluasi Parameter Gempabumi Serta Mitigasinya Melalui Pembuatan Perarturan Perencanaan Bangunan Tahan Gempa di Indonesia”

(34)

45. Milsom, J., Masson, D., Nichols, G., Sikumbang, N., Dwiyanto, B., Parson, L., Kallagher, H., (1992)

, Tectonics, 11, 145– 153. 46. Munirwansyah, (2002)

, Disertasi Program Doktor, ITB.

47. Petersen, M.D., Dewey, J., Hartzell, S., Mueller, C., Harmsen, S., Frankel, A.D., Rukstakels, (2004)

, Tectonophys. 390 141–158.

48. Petersen and others, (2007)

, in press. 49. Pitilakis, K., (2004)

, Netherlands: Kluwer Academic Publisher. 3-26.

50. Ramberg, W., Osgood, W.R., (1943)

, Tech. Note 906, Nat. Advisory Commitee for Aeronautics, Washington DC.

51. Salvati, L. A., Lok, M.-H., Pestana, J.M., (2001)

, Proc. 4th Int. Conf. Recent Advances in Geotech. Eqk. Eng. Soil Dyn., Paper 3.30.

52. SEAOC Vision 2000 Committee, (1977)

, Structural Engineers Association of California, California.

53. Seed, H.B., Murarka, R., Lysmer, J., Idriss, I.M., (1976a)

“The Manokwari Trough and The Western End of The New Guinea Trench”

“Penentuan Modulus Geser Pasir-Berlempung untuk Kondisi Regangan Kecil dengan Uji Kolom Resonansi”

“Probabilistic Seismic Hazard Analysis for Sumatra, Indonesia and Across the Malaysian Peninsula”

“Preliminary Documentation for The 2007 Update of The United States National Seismic Hazard Maps”

“Site Effects. In: Ansal, A ed. Recent Advances in Earthquake Geotechnical Engineering and Microzonation“

“Description of Stress-Strain Cutves by Three Parameters”

“Seismic Response of Deep Stiff Granular Soil Deposits”

“Performance Based Seismic Engineering”

“Relationships between Maximum Acceleration, Maximum Velocity, Distance from Source

and Local Site Conditions for Moderately Strong Earthquakes“

“Site-Dependent Spectra for Earthquake-Resistant Design”

“Implications of Site Effects in the Mexico City Earthquake of Sept. 19, 1985 for Earthquake-Resistance Design Criteria in the San francisco Bay Area of California”

“Pengembangan Peta Zonasi Gempa Indonesia dan Rekomendasi Parameter Desain Sesimik Dengan Analisis Bahaya Gempa Probabilistik Terintegrasi (Pula Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara)”

"Stress Strain Characteristic of Sands Under Cyclic Loading"

“Sensitivity of Seismic Hazard Evaluation to Uncertainties Determined from Seismic Source Characterization”

“Rapat dan Diskusi Teknis”

“Cyclic Threshold Shear Strain in Soils”

, Bulletin of the Seismological Society of America. Vol. 66: 1323-1342.

54. Seed, H.B., Ugas, C., Lysmer, J., (1976b)

, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 66: 221-243.

55. Seed, H.B., Sun, J.I., (1989)

, Earthquake Engineering research Center, Report No. UCB/EERC-89/03, March 1989, University of California at Berkeley.

56. Sengara, I.W., Merati, W., Irsyam, M., Natawidjaja, D.N., Kertapati, E., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Meilano, I., (2009)

, Workshop: Peta Zonasi Gempa Indonesia Terpadu Dalam Membangun Kesiapsiagaan Masyarakat, 21 Juli, Jakarta.

57. Shibata, T., Soelarno, D. S., (1975)

, Proc. Japanese Society of Civ. Eng., 239, pp. 57-65.

58. Tavakoli, B., (2002)

, J. Seismology, 6 525-545.

59. Tim Revisi Peta Gempa SNI 03-1726-2002, (2010) , Februari.

60. Vucetic, M., (1994) , Journal of

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan dan petunjuk-Nya, tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Ekonomi Sosial dan Demografi

Dari hasil analisis regresi faktor-faktor produksi pada usahatani padi sawah di desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, penggunaan pupuk

Terlebih dahulu penulis berasumsi kita semua telah mengerti dalam membuat DB dengan access, jadi copy file Database pada folder Bin project yang didownload dan paste

Variabel utama diturunkan dalam 7 indikator, yaitu: Kode Etik (bobot 0,301), Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM (bobot 0,212), Peningkatan Transparansi dalam

Sistem BHS non- DOL merupakan program implementasi pengerjaan kegiatan panen yang terkonsentrasi pada satu seksi yang harus diselesaikan dalam satu hari dimana

10.1 Masing-masing pihak wajib menjaga, dan harus memastikan agar pejabat dan karyawannya menjaga kerahasiaan persyaratan dan ketentuan serta data terkait dengan Perjanjian ini

Dengan pengujian hipotesis menggunakan uji signifikansi secara bersama-sama ( Uji-F) dan uji signifikansi secara parsial (Uji-t) serta koefisien Determinasi (R²). Hasil penelitian

Pengendalian gulma secara kimia dilakukan di dua tempat yaitu pada gawangan dan piringan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM). Secara umum organisasi