• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI BAHAYA GUNCANGAN TANAH MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIK SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI DI PESISIR PROPINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI BAHAYA GUNCANGAN TANAH MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIK SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI DI PESISIR PROPINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI BAHAYA GUNCANGAN TANAH MENGGUNAKAN

METODE PROBABILISTIK SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI

DI PESISIR PROPINSI SUMATERA BARAT

Joko Prihantono1) ,Guntur Pasau2), Dini Purbani1), Lestari C. Dewi1) & Rikha Bramawanto1)

ABSTRAK

Studi bahaya guncangan tanah di pesisir Propinsi Sumatera Barat sangat penting dilakukan sebagai usaha mitigasi bahaya gempa bumi karena wilayah pesisir Propinsi Sumatera Barat rentan terhadap bahaya gempa bumi. Pada penelitian ini model percepatan tanah atau guncangan tanah di Propinsi Sumatera Barat telah berhasil dibuat dengan menggunakan metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) menggunakan perangkat lunak USGS-PSHA 2007. Hasil yang diperoleh adalah peta percepatan tanah maksimum di batuan dasar pada periode T=0 detik atau biasa juga disebut Peak Ground Acceleration (PGA) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun. Peta percepatan batuan dasar yang diperoleh dalam penelitian ini divalidasi dengan peta bahaya gempa bumi Indonesia 2010 yang dibuat oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa peta bahaya gempa bumi yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pola yang sama dengan peta bahaya gempa bumi Indonesia 2010 dengan resolusi yang lebih baik. Berdasarkan hasil pemodelan, nilai percepatan tanah di Sumatera Barat sekitar 0,1g – 1,2g, dengan nilai tertinggi berada di daerah yang dekat dengan jalur subduksi dan daerah yang dekat dengan jalur Sesar Semangko di Bukit Barisan, sedangkan di daerah pesisir memiliki nilai percepatan tanah sekitar 0,25 g – 1,2 g. Kabupaten Mentawai merupakan wilayah pesisir yang paling rentan terhadap bahaya gempa bumi dengan nilai PGA sekitar 0,5g – 1,2g.

Kata kunci: Peta Hazard Gempa Bumi, Probabilistik, Propinsi Sumatera Barat, guncangan tanah ABSTRACT

Ground shaking hazard studies in the coastal area of West Sumatera Province is very important for earthquake mitigation because coastal area of West Sumatera Province is vulnerable to earthquake. In this study, the ground shaking model in West Sumatera Province has been successfully created by using Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) method and USGS-PSHA 2007 software. The result is a map of the maximum ground acceleration at bedrock in the period T=0 second or usually called Peak Ground Acceleration (PGA) for the probability exceeded 10% in 50 years. The ground acceleration map thus obtained was compared to the earthquake hazard map Indonesia 2010 from The Ministry of Public Work and produced by Indonesian Earthquake Hazard Map Revision Team. The results indicate that the ground acceleration map obtained from this study shows similar pattern with the Indonesian earthquake hazard maps 2010 but having better resolution. Based on the result, The West Sumatera Province has ground acceleration values around 0.1 g-1.2 g with the high value near of subduction zone and near Semangko fault in Bukit Barisan Mountain, and also in coastal area has ground shaking value around 0.25 g – 1.2 g. Mentawai Regency is the most vulnerable coastal area in West Sumatera Province with ground shaking value around 0.5g – 1.2g.

Keywords: Earthquake Hazard Map, Probabilistic, West Sumatera Province, ground shaking 1)Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang-KP, KKP 2)Peneliti Pada Program Studi Fisika, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara

Diterima tanggal: 28 Februari 2013; Diterima setelah perbaikan: 30 Juli 2013; Disetujui terbit tanggal 21 Oktober 2013

PENDAHULUAN

Studi bahaya guncangan tanah di pesisir Propinsi Sumatera Barat sangat penting untuk dilakukan sebagai usaha mitigasi bahaya gempa bumi karena Propinsi Sumatera Barat terletak dekat jalur Sesar Besar Sumatera dan juga jalur penunjaman lempeng sepanjang Palung Sunda yang dapat memicu terjadinya gempa bumi. Dengan adanya studi bahaya guncangan tanah maka ada suatu dasar untuk membuat kebijakan tata ruang wilayah yang berbasis mitigasi bahaya gempa bumi.

Menurut catatan sejarah dan penelitian para ahli, di propinsi tersebut pernah dilanda gempa besar yang diikuti tsunami dan kemungkinan akan terulang kembali di waktu yang akan datang (Natawidjaja et al., 2006; Sieh et al., 2008). Salah satu upaya mitigasi terhadap bencana tsunami tersebut adalah dengan membuat bangunan vertikal yang tahan terhadap gempa dan juga terjangan tsunami yang berfungsi sebagai tempat penyelamatan sementara masyarakat di daerah pesisir ketika gempa besar terjadi dan berpotensi tsunami (Purbani et al., 2012). Pembuatan bangunan yang tahan gempa harus mempertimbangkan nilai percepatan tanah di daerah tersebut yang

(2)

diperoleh dari pengukuran nilai Peak Ground

Acceleration (PGA) menggunakan accelerometer.

Namun nilai PGA juga dapat diperkirakan dengan menggunakan metode deterministik ataupun juga metode probabilistik.

Peta bahaya (hazard) gempa bumi untuk Propinsi Sumatera Barat telah tersedia dalam banyak versi yang dibuat oleh beberapa instansi setempat. Namun kelemahannya tidak menyebutkan dasar atau metodologi pembuatan peta tersebut. Padahal metodologi dan dasar pembuatan peta juga mempengaruhi valid atau tidaknya peta yang dibuat.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang studi bahaya gempa dengan menghitung nilai PGA di Propinsi Sumatera Barat menggunakan metode probabilistik atau biasa disebut dengan Probabilistic

Seismic Hazard Analysis (PSHA) sebagai upaya

mitigasi bahaya gempa bumi untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan atau infrastruktur di pesisir Propinsi Sumatera Barat sehingga dapat mengurangi korban jiwa. Metode PSHA ini telah digunakan secara nasional di Indonesia, dan juga digunakan di Amerika Serikat oleh Badan Survey Geologi Amerika Serikat atau United States of Geological Surveys (USGS) (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, 2010, www.earthquake. usgs.gov)

Pada 2002, pemerintah telah mengeluarkan peta gempa di Indonesia untuk keperluan tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). Peta tersebut kemudian diganti dengan dikeluarkannya peta hazard gempa Indonesia 2010 sebagai acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa dengan menggunakan pendekatan probabilistik sehingga diperoleh peta PGA (Peak Ground Acceleration) dan spektra percepatan untuk perioda pendek (0,2 detik) dan perioda 1,0 detik dengan kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2%

dalam 50 tahun atau yang mewakili tiga level potensi bahaya gempa yaitu 500, 1.000 dan 2.500 tahun (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, 2010).

Meskipun metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan dalam menyusun Peta bahaya gempa 2010 yang dikeluarkan oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia dan KemenPU, peta bahaya gempa yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan peta yang dikeluarkan oleh KemenPU, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan tata wilayah berbasis mitigasi gempa bumi yang lebih akurat.

METODE PENELITIAN

... 1)

1. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini telah dipergunakan data gempa yang pernah terjadi di sekitar Pulau Sumatera dimulai dari Tahun 1963 hingga April 2012 dengan magnitudo (Mw) ≥ 5 dan dengan kedalaman sumber gempa maksimum 300 km. Data tersebut diperoleh dari katalog National Earthquake Information Centre (NEIC) - USGS, katalog Advanced National Seismic

System (ANSS), dan katalog gempa yang sudah

direlokasi dari Engdahl et al. (2007). Data katalog gempa tersebut berguna untuk mengontrol geometri subduksi (megathrust).

Data Sesar Semangko dan data subduksi di sebelah barat Sumatera juga digunakan dalam penelitian ini. Data Sesar Semangko meliputi informasi tentang dip, slip rate, mekanisme pergerakan (rake), panjang sesar, lebar sesar, kedalaman sesar, dan koordinat sesar. Sedangkan data subduksi (megathrust) di barat Sumatera meliputi informasi koordinat trace bagian atas dan bawah subduksi, magnitudo maksimum historic, a-b value (Harmsen, 2007; Bella, 2008; Fauzi, 2011; Pasau & Tanauma, 2011). Data Sesar Semangko diperoleh berdasarkan pada hasil penelitian Natawidjaja dalam Fauzi (2011).

2. Penyeragaman Skala Magnitudo

Data kejadian gempa yang telah dikumpulkan dari berbagai katalog gempa mempunyai skala magnitudo yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan penyeragaman skala magnitudo. Pada penelitian ini semua data gempa dikonversi ke dalam skala magnitudo momen (Mw). Magnitudo momen ini merupakan besaran magnitudo gempa yang konsisten dalam menunjukkan besar kekuatan gempa (Pasau & Tanauma, 2011). Konversi skala magnitudo gelombang permukaan (Ms) dan skala magnitudo gelombang body (Mb) ke dalam skala Magnitudo Momen menggunakan persamaan yang diusulkan oleh Scordilis (2006), seperti ditunjukkan oleh persamaan (1), (2), dan (3) berikut ini :

(3)

3. Pemisahan Kejadian Gempa Utama

Kejadian gempa ikutan (foreshock dan aftershock) harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum data kejadian gempa tersebut digunakan untuk menentukan tingkat bahaya gempa (Fauzi, 2011). Pada penelitian ini pemisahan kejadian gempa ikutan terhadap gempa utama (mainshock) dilakukan menurut kriteria rentang waktu dan rentang jarak menggunakan metode kriteria empiris yang diusulkan oleh Gardner & Knopoff (1974). Proses pemisahan kejadian gempa ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ZMAP (Wiemar, 2001).

4. Identifikasi dan Pemodelan Zona Sumber Gempa Bumi

Pemodelan sumber gempa dapat dilakukan dengan cara interpretasi terhadap kondisi geologi, geofisika, dan seismotektonik berdasarkan katalog kejadian gempa dan juga literatur penelitian sebelumnya (Fauzi, 2011). Pada penelitian ini identifikasi dan pemodelan sumber gempa dan mekanismenya meliputi lokasi, dimensi, jenis mekanisme sumber gempa dan tingkat aktifitasnya menurut data gempa dari katalog dan penelitian Natawidjaja dalam Fauzi (2011).

Model sumber gempa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber gempa sesar

b. Sumber gempa subduksi (megathrust) c. Sumber gempa background (gridded

seismicity)

5. Karakterisasi Sumber Gempa

Dalam analisis kegempaan, frekuensi kejadian gempa diperlukan untuk mendapatkan karakteristik sumber gempa yang direpresentasikan dalam parameter sumber gempa yang meliputi parameter a-b dan magnitudo maksimum (Fauzi, 2011). Pada penelitian ini penentuan parameter a-b ditentukan dari

Guttenberg Richter recurrence relationship dengan

menggunakan analisis Least Square. Nilai a dan b tersebut ditentukan menurut data yang dikelompokkan dari beberapa area ke dalam sekelompok data dengan analisa statistik model maximum likelihood. Estimasi parameter a dan b pada penelitian ini menggunakan analisa statistik model maximum likelihood karena memberikan hasil yang lebih stabil.

6. Penentuan Fungsi Atenuasi

Secara matematis atenuasi gerakan tanah adalah hubungan antara suatu parameter kegempaan di lokasi pusat gempa (magnitudo dan jarak) dengan parameter pergerakan tanah (spektra percepatan) di lokasi yang ditinjau (Campbell & Bozorgnia, 2008). Secara garis besar atenuasi gerakan tanah dikelompokkan menjadi dua yakni atenuasi gempa shallow crustal dan atenuasi gempa subduksi. Meski saat ini banyak persamaan atenuasi yang dihasilkan, namun Indonesia sampai saat ini belum memiliki data ground motions yang cukup baik untuk pembuatan fungsi atenuasi, sehingga dalam penelitian ini digunakan fungsi atenuasi dari wilayah lain yang memiliki kemiripan kondisi sumber-sumber gempa yang terjadi di Indonesia (Fauzi, 2011, Pasau & Tanauma, 2011).

7. Penggunaan Logic Tree

Logic tree merupakan suatu metode yang

dikembangkan oleh Kulkarni et al. (1984); Youngs & Coppersmith (1985) untuk memperhitungkan seluruh ketidakpastian dalam menentukan parameter-parameter dalam PSHA, yaitu pemilihan recurrence

model, fungsi atenuasi, recurrence rate, dan magnitudo

maksimum. Logic tree berguna untuk mengatasi ketidakpastian pada parameter yang digunakan ketika dilakukan perhitungan analisis seismik hazard, maka dalam perangkat lunak USGS PSHA 2007 dilakukan sistem pembobotan pada beberapa parameter. Model logic tree dari satu seri nodal (node) yang merepresentasikan titik di dalam model dispesifikasikan pada tiap nodal. Penjumlahan probabilitas dari semua cabang yang dihubungkan dengan satu nodal nilainya harus sama dengan satu.

8. Analisis Seismik Hazard

Analisis seismik hazard dalam penelitian ini menggunakan metode probabilistic seismic

hazard analysis (PSHA). PSHA pertama kali

dikembangkan oleh Cornell (1968) dan seiring dengan perkembangannya metode ini menjadi yang paling populer di antara metode analisis bahaya gempa bumi. Metode ini menghitung tingkat goncangan tanah di lokasi tertentu secara probabilistik, artinya metode ini ikut menghitung faktor ketidakpastian dalam analisis seperti ukuran, lokasi, dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini mengintegrasikan/menjumlahkan hazard dari suatu lokasi terhadap berbagai sumber data (Fauzi, 2011).

Menurut Reiter (1990), secara umum PSHA dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut : 1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa

yang berpotensi menghasilkan ground motion

(4)

yang signifikan. Dengan menggunakan distribusi ini lalu dikombinasikan dengan geometri sumber gempa untuk memperoleh distribusi probabilitas sumber ke jarak lokasi yang sesuai.

2. Karakterisasi seimisitas atau distribusi perulangan gempa dengan menggunakan suatu hubungan perulangan atau recurrence relationship, yaitu nilai rata-rata suatu kejadian gempa bumi dari beberapa besaran yang akan terjadi. Nilai ini akan digunakan untuk menandai seismisitas dari tiap zona sumber.

3. Penentuan parameter gerakan tanah atau

ground motion yang dihasilkan oleh segala

besaran gempa yang mungkin terjadi pada titik manapun yang mungkin pada setiap area sumber yang menggunakan hubungan prediksi dan memperhitungkan faktor ketidakpastian.

4. Penggabungan ketidakpastian lokasi gempa, besaran gempa, dan parameter ground motion menjadi probabilitas parameter ground motion yang terlampaui selama perioda waktu tertentu.

Menurut McGuire (2001) tahapan di atas diformulasikan dengan persamaan (4) sebagai berikut :

dengan :

= Probabilitas kondisional untuk

terjadinya gempa yang menyebabkan intensitas gerakan tanah setempat ,yang berkaitan dengan sumber

gempa titik dalam daerah sumber dengan magnitudo m dan jarak sumber r yang diketahui.

= fungsi probabilitas magnitudo = fungsi probabilitas jarak sumber PSHA pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak USGS-PSHA 2007 (Harmsen, 2007) yang grafik antar mukanya telah dikembangkan oleh Bella (2008).

9. Pembuatan Peta Bahaya Gempa

Hasil keluaran dari perangkat lunak USGS-PSHA 2007 diolah menjadi peta menggunakan bantuan perangkat lunak Surfer dan ArcGIS sehingga diperoleh peta yang berupa kontur percepatan maksimum atau pada periode T=0,0 detik di batuan dasar untuk probabilitas kemungkinan resiko terlampaui 10% dalam 50 tahun. Peta dibuat dengan jarak spasi titik

pengamatan 0,05o x 0,05o.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan sumber gempa keluaran dari perangkat lunak USGS-PSHA 2007 digunakan sebagai analisis bahaya gempa pada penelitian ini. Seperti dijelaskan sebelumnya, di dalam penelitian ini sumber gempa terdiri dari tiga, yaitu sumber gempa background, sumber gempa sesar dan sumber gempa subduksi (megathrust). Sumber gempa background pada penelitian ini dibagi menjadi dua yakni shallow

background dengan kedalaman hingga 50 km dan

deep background dengan kedalaman 50 km s.d 300 km. Sumber gempa subduksi (megathrust) yang digunakan pada penelitian ini hingga kedalaman 50 km, sedangkan kedalaman lebih dari 50 km diakomodasi oleh sumber gempa deep background. Sumber gempa subduksi yang ditinjau dalam studi ini berasal dari subduksi barat Sumatera. Sementara untuk sumber gempa sesar semangko yang digunakan pada penelitian ini hingga kedalaman 30 km.

Model Sumber Gempa Background

Analisis model sumber gempa shallow background maupun deep background untuk wilayah Sumatra tidak memberikan hasil yang signifikan, terutama Propinsi Sumatera Barat. Artinya kedua sumber gempa ini hampir tidak ada pengaruhnya untuk seluruh wilayah Sumatera pada umumnya dan Propinsi Sumatera Barat pada khususnya. Sumber gempa shallow background berasal dari gempa-gempa yang secara geologi belum teridentifikasi secara jelas namun mempunyai data gempa historik. Sedangkan sumber gempa deep

background untuk seluruh wilayah Sumatra juga

tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh subduksi lempeng Indo-Australia yang bergerak miring (oblique) terhadap lempeng Eurasia, memiliki sudut penunjaman yang landai (Natawidjaja, 2007) dan ada indikasi bahwa

slab litosfer di bawah Sumatera terputus (Widiyantoro

& Puspito, 1998) sehingga gempa-gempa yang terjadi lebih dominan gempa-gempa dangkal dibandingkan gempa-gempa dalam.

Model Sumber Gempa Subduksi

Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun akibat sumber gempa subduksi ditampilkan pada Gambar 1. Pada Gambar ini dapat dilihat bahwa peta percepatan puncak akibat sumber gempa subduksi (megathrust) memberikan nilai yang cukup signifikan pada daerah yang dekat dengan sumber, yaitu di daerah Kepulauan di Barat Sumatera dengan percepatan puncak maksimum (PGA) yang diakibatkan oleh sumber gempa subduksi ini adalah antara 0,05g – 0,95g (huruf g menunjukkan percepatan gravitasi bumi = 9,81 m/det2)

(5)

Model Sumber Gempa Sesar

Model gempa sesar yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Sesar Semangko yang membentang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan dan membentuk Pegunungan Bukit

Barisan di sepanjang Pulau Sumatera (id.wikipedia. org). Dari hasil pengolahan data Sesar Semangko, diperoleh percepatan puncak di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun adalah 0,05g – 1,35g seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun akibat sumber gempa subduksi di Barat Sumatera.

Gambar 1.

Peta percepatan puncak di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun akibat sumber gempa Patahan Sesar Semangko di Pulau Sumatera.

(6)

Model Sumber Gempa Gabungan

Peta percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun untuk Propinsi Sumatera Barat ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa daerah-daerah yang mempunyai nilai guncangan tanah cukup tinggi adalah daerah yang dekat dengan sumber gempa, yaitu di Kepulauan Mentawai yang dekat dengan subduksi, dan daerah-daerah yang dekat dengan Sesar Semangko. Nilai percepatan gempa di Propinsi Sumatera Barat sekitar 0,1g – 1,2g, menurut perhitungan analisis bahaya gempa secara probabilistik yang diperoleh.

Perbandingan Hasil yang Diperoleh dengan Peta

Hazard Gempa Indonesia 2010

Hasil peta percepatan yang dibuat pada penelitian ini memiliki pola dan nilai yang mirip dengan peta hazard gempa Tahun 2010 yang dibuat oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia dan KemenPU seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Jika terdapat perbedaan, mungkin dikarenakan pada penelitian ini menggunakan resolusi tinggi atau jarak antar titik yang cukup rapat, dan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data gempa yang lebih banyak dan termutakhir.

Analisis Guncangan Tanah di Wilayah Pesisir Propinsi Sumatera Barat

Setelah dilakukan validitas maka hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk menganalisis tingkat bahaya gempa bumi berdasarkan nilai guncangan tanah di wilayah pesisir Propinsi Sumatera Barat. Peta bahaya guncangan tanah untuk wilayah pesisir di Propinsi Sumatera Barat ditunjukkan pada Gambar 5.

Pembagian tingkat bahaya gempa bumi pada penelitian ini ditentukan oleh penulis dengan mengacu pada klasifikasi pembobotan faktor amplifikasi untuk PGA menurut Tim Revisi Peta Gempa Indonesia (2010) seperti yang disajikan dalam Tabel 1.

Pada Gambar 5 terlihat bahwa Propinsi Sumatera Barat memiliki nilai PGA berkisar anatara 0,25g - >0,6g. Dari Tabel 1 dapat dikatakan bahwa Propinsi Sumatera Barat terletak di zona bahaya gempa bumi dari agak rawan hingga sangat rawan.

Pada penelitian ini dibuat urutan tingkat kerawanan guncangan tanah akibat gempa untuk kabupaten pesisir di Propinsi Sumatera Barat dari yang paling rawan menuju yang kurang rawan yang ditunjukkan dalam Tabel 2. Urutan kerawanan tersebut ditentukan oleh penulis berdasarkan pada nilai PGA yang dominan di wilayah kabupaten pesisir.

Nilai guncangan tanah di wilayah pesisir Propinsi Sumatera Barat yang dinyatakan dalam PGA di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun.

(7)

Peta percepatan di batuan dasar di wilayah pesisir Propinsi Sumatera Barat untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun.

Gambar 5.

(a) Peta percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Propinsi Sumatera Barat yang dibuat dalam studi ini, dan (b) peta hazard gempa Indonesia 2010 oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia dan KemenPU.

(8)

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kabupaten Mentawai adalah wilayah pesisir yang mempunyai nilai guncangan tanah yang paling tinggi, kemudian disusul Kab. Agam, Kab. Pesisir Selatan, Kota Padang,Kab. Padang Pariaman, Kab. Pasaman dan Kota Pariaman.

Kabupaten Mentawai memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi karena letaknya yang dekat dengan subduksi. Kabupaten Agam memiliki tingkat bahaya agak rawan di wilayah pesisirnya dan juga memiliki tingkat bahaya sangat rawan di wilayah pegunungannya, sehingga kabupaten ini dimasukkan ke dalam urutan kedua. Kabupaten Pesisir Selatan masih terpengaruh oleh subduksi meskipun jaraknya relatif jauh dari zona subduksi. Pengaruh subduksi tersebut ditunjukkannya oleh adanya zona guncangan tanah 0,35g – 0,4g pada wilayah pesisirnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Selain itu Kabupaten Pesisir Selatan juga dipengaruhi oleh Sesar Semangko sehingga Kabupaten ini berada di urutan ketiga untuk tingkat bahaya kegempaannya.

Kabupaten/Kota pesisir lainnya mempunyai tingkat bahaya gempa agak rawan di dekat pantainya dan mempunyai tingkat bahaya gempa yang sangat rawan di daerah pegunungannya, namun zona sangat rawan tersebut tidak dominan. Kota Pariaman memiliki tingkat bahaya gempa cukup rawan karena letaknya yang cukup jauh dari subduksi dan Sesar Semangko.

KESIMPULAN

Peta guncangan tanah berdasarkan pada nilai PGA di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Propinsi Sumatera Barat dan

wilayah pesisirnya telah berhasil dibuat pada penelitian ini. Peta yang dihasilkan mempunyai pola dan nilai PGA yang mendekati peta bahaya gempa yang dibuat oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, dengan resolusi yang lebih baik.

Peta guncangan tanah yang dibuat menunjukkan bahwa Kabupaten pesisir di Propinsi Sumatera Barat mempunyai nilai PGA antara 0,25g – 1,2g yang berarti terletak di zona gempa bumi dari agak rawan hingga sangat rawan. Kabupaten Mentawai adalah kabupaten pesisir yang terletak pada zona sangat rawan gempa bumi.

Dari penelitian ini disarankan agar di Propinsi Sumatera Barat sangat perlu adanya upaya mitigasi gempa bumi baik daerah kepulauannya, daratannya, serta wilayah pesisirnya dengan melakukan perancangan dan perencanaan infrastruktur tahan gempa, dan pembuatan kebijakan yang berbasis mitigasi bencana gempa oleh Pemda setempat.

PERSANTUNAN

Terima kasih sebesar-besarnya diucapkan kepada Kepala Puslitbang Sumber Daya Laut dan Pesisir, Balitbang KP, KKP atas bantuan dan motivasinya selama penelitian ini dilaksanakan. Tidak lupa ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemda Propinsi Sumatera Barat, Bappeda Propinsi Sumatera Barat dan BPBD Propinsi Sumatera Barat atas data, informasi dan diskusi yang diberikan selama penelitian ini dilaksanakan.

Klasifikasi tingkat bahaya gempa bumi berdasarkan nilai pga di batuan dasar Tabel 1.

Percepatan Batuan Tingkat Bahaya Gempa

≤ 0,1g Tidak Rawan

0,2g Agak Rawan

0,3g Cukup Rawan

0,4g Rawan

≥ 0,5g Sangat Rawan

Urutan kerawanan guncangan tanah akibat gempa di kabupaten pesisir propinsi sumatera barat dari yang paling rawan menuju yang kurang rawan

Tabel 2.

No. Kota/Kabupaten Kisaran Nilai PGA Tingkat

Urut Pesisir Nilai PGA Dominan Bahaya Gempa

1 Mentawai 0,5g – 1,2g 0,6g – 1,2g Sangat Rawan

2 Agam 0,25g – 1,2g 0,25g – 1,2g Agak Rawan s.d Sangat Rawan

3 Pesisir Selatan 0,3g – 1,2g 0,3g – 0,4g Cukup Rawan s.d Sangat Rawan

4 Padang 0,3g – 1,2g 0,3g – 0,35g Cukup Rawan s.d Sangat Rawan

5 Padang Pariaman 0,25g – 1,2g 0,25g – 0,35g Agak Rawan s.d Sangat Rawan

6 Pasaman 0,25g – 1,2g 0,25g – 0,3g Agak Rawan s.d Sangat Rawan

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Bella, R.A. (2008). Pembuatan Program Interface

untuk Software USGS PSHA 2007 dengan Studi Kasus Pembuatan Peta Spectra Hazard di Wilayah Nusa Tenggara Timur. Thesis Magister

Teknik Sipil. Institut Teknologi Bandung.

Campbell, K.W., and Bozorgnia, Y., .(2008). Ground motion model for the geometric mean horizontal component of PGA, PGV, PGD and 5% damped linear elastic response spectra for periods ranging from 0.01 to 10.0 s. Earthquake Spectra, V. 24, no. 1.

Cornell, C.A., (1968). Engineering Seismic Risk Analysis, Bulletin of the Seismological Society of

America, Vol. 58.

Engdahl, E. R., Villasenor, A., DeShon, H. R & Thurber, C.H., (2007). Teleseismic relocation and

assessment of seismicity (1918-2005) in region of the 2004 Mw 9.0 Sumatra-Andaman and 2005 Mw 8.6 Nias island great earthqukes, Bulletin of

the Seismological Society of America, Vol. 97,

S43-S61.

Fauzi, U. J., (2011). Peta Deagregasi Indonesia

Berdasarkan Analisis Probabilitas Dengan Sumber Gempa Tiga Dimensi. Tesis Magister

Teknik Sipil. Institut Teknologi Bandung.

Gardner, J.K. & L. Knopoff. (1974). Is the sequence of earthquakes in southern California, with aftersocks removed, Poissonian?. Bulletin of the

Seimological Society of America, 64, 1363-1367.

Harmsen, S. (2007). USGS Software For Probabilistic

Seismic Hazard Analysis (PSHA). United States

of Geological Surveys (USGS). Buku Manual. Kulkarni, R.B., Youngs, R.R., & Coppersmith, K.J.,(1984).

Assessment of Confidence Interval for Results of Seismic Hazard Analysis. Proceedings, 8th World

Conference on Earthquake Engineering, San Fransisco, Vol. 1.

McGuire, R.K., .(2001). Deterministic vs. Probabilistic

Earthquake Hazards and Risk, Risk Engineering

Inc, Publication Paper.

Natawidjaja, D., Sieh, K., Chlieh, M., Galetzka, J., Suwargadi, B., Cheng, H., Edwards, R.L., Avouac, J.P., & Ward, S.,(2006).Source parameters of the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 inferred from coral microatolls. Journal

of Geophysical Research, VOL 111, B06403,

doi:10.1029/2005JB004025.

Natawidjaja, D. H., (2007). Gempa bumi dan Tsunami

di Sumatera dan Upaya untuk Mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman dari Bencana Alam,

http://geospasial.menlh.go.id/assets/Analisis/

DHNLaporanKLH2007finalv2sm.pdf, diakses

tanggal : 19 Nopember 2013.

Pasau, G. & Tanauma, A., (2011). Pemodelan Sumber Gempa di Wilayah Sulawesi Utara Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Gempa Bumi. Jurnal

Ilmiah Sains Vol. 11, No 2.

Purbani, D., Prihantono, J., Dewi, L.C., & Bramawanto, R.,.(2012). Kajian Kebijakan Penataan Wilayah

Pesisir Propinsi Sumatera Barat Berbasis Mitigasi Bencana. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian,

Puslitbang Sumber Daya Laut dan Pesisir, Balitbang KP, KKP.

Reiter, L. (1990). Earthquake Hazard Analysis Issues

and Insight. New York: Columbia University Press.

Scordilis, E.M. (2006). Empirical Global Relations Converting MS and Mb to Moment Magnitude.

Journal of Seismology, 10, 225-236.

Sieh, K., Natawidjaja,D. H., Meltzner, A.J., Shen, C-C., Cheng, H., Li, K-S., Suwargadi, B., Galetzka, J., Philibosian, B., & Edwards, R.L.,( 2008). Earthquake Supercycles Inferred from Sea-Level Changes Recorded in the Corals of West Sumatra, Science, Vol. 322. no. 1674,.DOI: 10.1126/science.1163589.

Tim Revisi Peta Gempa Indonesia. (2010). Peta hazard

gempa Indonesia 2010 sebagai acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa. Kementerian Pekerjaan Umum.

Wiemar, S. (2001). A software package to analyze seismicity: ZMAP. Seismological Research

Letters, 72(2), 373-382.

Widiyantoro, S. & Puspito, N. T., (1998). Tomografi Waktu Tempuh Gelombang S dan Struktur 3-D Zona Penunjaman di Bawah Busur Sunda. JMS Vol. 3 No. 2, hal 97 – 104.

www.earthquake.usgs.gov/hazards/about/, diakses tanggal 18 September 2013.

www.id.wikipedia.org/wiki/Patahan_Semangko, Diakses tanggal 18 September 2013.

Youngs, R.P. & Coppersmith, K.J., (1985). Implications of Fault Slip Rates and Earthquake Recurrence Models to Probabilistic Seismic Hazard Estimates,

(10)

Bulletin of the Seismological Society of America,

Referensi

Dokumen terkait

1) Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi pada kawasan ini. Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik

4.2 Hasil Perhitungan Dalam penelitian Pemetaan Tingkat Resiko Kerusakan Akibat Gempa Bumi Di Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Pola Percepatan Tanah Maksimum Dengan Metode

5.3 Analisis Risiko Bencana Gempa bumi di Kabupaten Tanah Datar Secara global, daratan di pulau sumatera, terutama pada daerah – daerah yang dilalui jalur patahan semangko

Dalam tesis ini penulis membahas tentang penyusunan peta bahaya, kerentanan, dan kapasitas gempa bumi di Kabupaten Lombok utara, yang kemudian dari ketiga peta tersebut

Hasil akhir yang diperoleh adalah peta spektral percepatan pada lapisan batuan dasar di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan respons spekra desain permukaan tanah dengan periode

Sumatera Barat merupakan daerah dilalui oleh dua patahan besar akibat pergerakan lempeng tektonik Eurasia dengan Indo-Ausralia Tumbukan kedua lempeng tersebut terjadi di

Pada saat batuan mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress (Gambar 1) yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang kita

Hasil akhir yang diperoleh adalah peta spektral percepatan pada lapisan batuan dasar di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan respons spekra desain permukaan tanah dengan periode