• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN PILIH-PILIH MAKANAN (PICKY EATERS) PADA BALITA DI BANTUL YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN PILIH-PILIH MAKANAN (PICKY EATERS) PADA BALITA DI BANTUL YOGYAKARTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN PILIH-PILIH MAKANAN (PICKY EATERS) PADA BALITA DI BANTUL

YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

RISKA APRILIYADANI HARYANSYAH 20130320065

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017

(2)
(3)

1

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN

PILIH-PILIH MAKANAN (PICKY EATERS) PADA BALITA DI

BANTUL YOGYAKARTA

Riska Apriliyadani Haryansyah1, Titih Huriah2

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

2

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY E-mail: riska.aprily@gmail.com

ABSTRAK

Picky eaters atau perilaku pemilih makanan adalah suatu keadaan dimana anak tidak bersedia atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Perilaku picky eaters dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah tekanan untuk makan, faktor kepribadian dan praktik orang tua atau gaya makan, termasuk kontrol orang tua dan pengaruh sosial serta faktor-faktor lainnya seperti tidak adanya ASI eksklusif, pengenalan makanan pelengkap sebelum 6 bulan dan pengenalan terakhir tentang makanan yang lembut. Pola makan dan penanganan yang salah dari orang tua menjadi salah satu penyumbang terbesar terjadinya kasus status gizi kurang atau status gizi buruk pada anak. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini yaitu stratified random sampling, dengan jumlah sampel 108 responden. Penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juli 2017 di 10 posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 69 orang tua melakukan pola asuh yang baik memiliki anak tidak mengalami picky eaters sebanyak 40 anak dan 29 anak mengalami picky eaters. Sedangkan 39 orang tua melakukan pola asuh yang tidak baik memiliki anak yang picky eaters sebanyak 16 anak dan tidak mengalami picky eaters sebanyak 23 anak. Hasil uji chi square diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,919 (p>0,05). Tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kejadian pilih-pilih makanan (picky eaters) pada balita.

Kata Kunci: Pola Asuh, Pilih-pilih makanan (picky eaters), Balita

ABSTRACT

Backgrounds: Picky eaters is a situation where children is not willing or reject for eating and have difficulty for consume foods and drinks. Picky eaters behaviour influenced by some factors including pressure for eat, child personality, parenting patterns or eating habits, parenting control, social influence and other factors like the absence of breast feeding, introduction of complementary foods before 6 months and the last introduction of mushy food. Dietary and incorrect handling from parents become one of the biggest contribution to the occurency of less nutritional status or malnutrition status in children. This research aims to know the relation of parenting and picky eaters behavior in children under five Bantul Yogyakarta. This research is a quantitative with cross sectional design. Sampling technic that used in this research is stratified random sampling, with 108 total sampel of respondens. This research implemented from May until July 2017 in 10 clinic in Piyungan sub-district. Data collection using questionnaire and the data analysis using chi square test. This research results indicated that 69 parents do the right parenting patterns have children nonpicky eaters as much as 40 children and 29 children are picky eaters. While 39 parents do the wrong parenting patterns have children picky eaters as much as 16 children and nonpicky eaters are 23 children. The results of chi square test obtained

(4)

2

significant value 0,919. (P>0,05). There’s no relation between parenting and picky eaters at children under five in Bantul Yogyakarta.

Keywords: parenting patterns, picky eaters, children under five.

Pendahuluan

Balita atau yang biasa disebut dengan bayi dibawah usia lima tahun merupakan seorang anak yang memasuki usia diatas satu tahun atau anak dengan usia 12-59 bulan (Infodatin, 2015). Usia balita merupakan periode penting dalam masa tumbuh kembang anak yang sering disebut dengan istilah “golden age

period” atau masa emas, artinya

perkembangan fisik, psikologi dan sosial seorang anak dimulai sangat cepat dan tidak dapat terulang kembali (Anggraini, 2014). Pada masa ini, anak akan menunjukkan perkembangan seperti senang mencoba hal baru dan mulai menirukan perilaku dari orang terdekatnya namun masih bergantung pada

pengasuh untuk menyediakan semua

kebutuhan dasarnya (Mascola et al, 2010).

Proses perkembangan dan pertumbuhan pada masa balita ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi setiap hari. Pemberian asupan gizi

yang sesuai dengan kebutuhan akan

menghasilkan tumbuh kembang yang baik. Gizi yang seimbang didapat dari asupan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi anak yang dilihat dari usia dan kegiatan agar tercapai berat badan normal. Balita membutuhkan asupan karbohidrat sekitar 75-90%, protein 10-20% dan lemak sekitar 15-20% (Sutomo dan Anggraini, 2010).

Status gizi menjadi indikator ke-tiga dalam menentukan derajat kesehatan anak setelah angka kematian bayi dan angka kesakitan bayi. Gizi yang cukup dapat menjaga tubuh dari segala penyakit serta dapat mendeteksi secara dini jika terjadi masalah kesehatan.

Pemantauan gizi harus dilakukan untuk merencanakan perbaikan status kesehatan anak (Hidayat, 2008). Bayi dan balita menjadi perhatian khusus dalam masalah ini. Data UNICEF tahun 2015 menunjukkan di daerah Asia Tenggara terdapat sekitar 26,3% anak dibawah usia 5 tahun mengalami kegagalan tumbuh baik fisik maupun kognitif (kerdil) dan malnutrisi akut sekitar 9,2%.

Salah satu penyebab terjadinya masalah kesehatan pada balita adalah picky eaters. Picky eaters atau perilaku pemilih makanan adalah suatu keadaan dimana anak tidak bersedia atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Picky eaters biasanya terjadi pada anak usia 1-3 tahun sehingga menyebabkan anak memiliki resiko dua kali lebih besar terjadinya berat badan rendah pada usia 4,5 tahun daripada anak yang tidak mengalami picky eaters (Dovey, 2008; Wright, 2007; Judarwanti, 2006).

Orang tua banyak mempengaruhi dalam perkembangan dan pola makan anak (Yuliani, 2015). Pola makan dan penanganan yang salah dari orang tua menjadi salah satu penyumbang terbesar terjadinya kasus status gizi kurang atau status gizi buruk pada anak (Kurniasih, 2010). Para orang tua terutama ibu biasanya menggunakan berbagai cara agar anaknya mau makan bahkan sering kali sampai memaksa anak. Hal ini menyebabkan anak beranggapan bahwa proses makan menjadi saat yang tidak menyenangkan sehingga dapat menimbulkan anak anti terhadap makanan (Khasanah, 2014). Pola asuh makan pada anak juga dipengaruhi

(5)

3

oleh budaya, unsur budaya biasanya akan

menurunkan kebiasaan makan dalam

masyarakat kepada seluruh anggota

keluarganya yang terkadang menimbulkan pertentangan pada prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 2003 dalam Priyanti, 2013).

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di 10 posyandu

Wilayah Puskesmas Piyungan. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu stratified random

sampling, dengan jumlah sampel 108

responden. Analisa data menggunakan uji chi square. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner pola asuh diadopsi dari penelitian Natasya Ayu dan kuesioner picky eater diadopsi dari penelitian Ristyadita.

Hasil Penelitian

Gambaran karakteristik responden

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 108 ibu balita di Posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1, dimana nilai rata-rata usia ibu dalam penelitian ini adalah 31,16

yang dibulatkan menjadi 31 tahun.

Karakteristik responden didominasi oleh anak usia 24-59 bulan sejumlah 75 anak (64,4%). Jenis kelamin balita perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebanyak 56 perempuan (51,9%). Tingkat pendidikan ibu mayoritas tinggi (SMA-Sarjana) sebesar 99 orang (91,7%) dengan tingkat pendapatan keluarga rendah sebanyak 58 orang (53,7%) yang diterima setiap bulan. Perilaku sebanyak 45 anak menpunyai perilaku picky eaters, hal ini dihitung berdasarkan nilai scoring kuesioner diagnosa picky eaters.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan (n=108)

Karakteristik F % Usia Anak  12-23 tahun  24-59 tahun 33 75 30,6 64,4 Jenis Kelamin  Laki-laki  Perempuan 52 56 48,1 51,9 Tingkat Pendidikan Ibu

 Rendah (SD-SMP)  Tinggi(SMA-Sarjana) 9 99 8,3 91,7 Tingkat Pendapatan  Rendah (≤Rp 1.000.000,00)  Tinggi (>Rp 1.000.000,00) 58 50 53,7 46,3

Diagnosa Picky Eaters

Nonpicky Eaters Picky Eaters 63 45 58,3 41,7 Usia ibu ( ̅ ± SD) 31,16 ± 39.90

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 108 ibu balita terdapat 69 ibu (63,9%) melakukan pola asuh yang baik pada anaknya.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Keseluruhan di Posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan (n=108)

Pola Asuh F %

Tidak Baik 39 36,1

Baik 69 63,9

Total 108 100

Berdasarkan tabel 3, sebanyak 65 anak (60,2%) usia 24-59 bulan memiliki pola makan yang baik. Pada tabel pola asuh kesehatan dan pola asuh diri sudah terlihat sangat baik.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan, Pola Asuh Kesehatan dan Pola Asuh diri di Posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan (n=108)

Karakteristik Baik Tidak Baik

F % F %

Pola Asuh Makan

Usia 12-23 bulan 31 28,7 2 1,9

Usia 24-59 bulan 65 60,2 10 9,3

Pola Asuh Kesehatan 106 98,1 2 1,9

Pola Asuh Diri 105 97,2 3 2,8

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 40 anak (37,0%) yang mendapatkan pola asuh baik dari orangtua tidak mempunyai perilaku

(6)

4

picky eater sedangkan 29 anak (26,9%) yang mendapatkan pola asuh yang baik memiliki perilaku picky eater. Sedangkan yang mendapatkan pola asuh tidak baik memiliki perilaku picky eaters 16 anak (14,8%) dan yang tidak memiliki perilaku picky eaters 23 anak (21,3%). Hasil analisis bivariat menggunakan Uji Chi-Square antara pola asuh orang tua dengan picky eaters diperoleh nilai p sebesar 0,919 (>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh dengan perilaku picky eaters.

Tabel 4. Analisis Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan

Picky eaters (n=108) Pola Asuh Picky Eaters Total P Nonpicky eaters Picky eaters F % F % F % Baik 40 37,0 29 26,9 69 63,9 0,919 Tidak Baik 23 21,3 16 14,8 39 36,1 Jumlah 63 94,4 45 41,7 108 100 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil usia ibu rata-rata adalah 31 tahun. Usia 31 tahun merupakan usia yang matang bagi seorang ibu dalam melakukan pengasuhan pada anak. Hal ini didukung oleh penelitian dari Perdani (2016) usia orang tua yang paling banyak yaitu dewasa awal (26-31 tahun) sebanyak 38 responden (49,9%). Semakin bertambahnya usia maka akan semakin bertambah pengalaman dalam mengasuh dan penentu pemberian makanan pada anak (Kusumawardhani, 2013).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (SMA-Sarjana) yaitu 99 orang (91,7%). Pendidikan merupakan bekal untuk seorang ibu dalam melakukan pengasuhan pada anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin baik pula orang tua dalam merawat anak termasuk dalam hal praktik pemberian makanan (Perdani, Hasan, Nurhasanah, 2017). Hal ini dibuktikan oleh penelitian dari Perdani (2017)

menyatakan bahwa sebanyak 65 responden

(84,4%) berpendidikan rendah yang

mengakibatkan orang tua melakukan

pemberian makan pada anak kurang optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mayoritas keluarga responden memiliki pendapatan yang rendah sebanyak 58 orang (53,7%). Pendapatan keluarga juga akan mempengaruhi konsumsi makanan setiap harinya. Pendapatan keluarga yang cukup akan berdampak pada pemberian menu makanan yang sehat, bergizi, dan bervariasi sehingga akan mengurangi rasa bosan anak terhadap makanan (Kusumawardhani, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian Perdani (2017) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden berada di tingkat ekonomi yang rendah sebanyak 35 orang (56,8%). Hasil penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2014) yang mengatakan bahwa mayoritas penghasilan keluarga dalam golongan rendah sebanyak 11 orang (52,4%) karena mayoritas keluarga bekerja sebagai buruh sehingga menyebabkan keluarga tidak mampu untuk membeli bahan makanan dengan kualitas yang baik dan akhirnya akan berdampak pada pemenuhan gizi anak menjadi terganggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 56 anak perempuan (51,9%) dan 52 anak laki-laki (48,1%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Horst dkk (2016) tahun yang menyatakan bahwa sekitar 136 anak laki-laki (53,2%) lebih picky eaters daripada anak perempuan yang berjumlah 105 anak (45,8%). Didukung dengan penenlitian Li dkk (2017) didominasi oleh anak laki-laki yang mengalami picky eaters berjumlah 167 (49,6%) sedangkan anak perempuan hanya 162 anak (48,1%).

Berdasarkan hasil penelitian usia terbanyak yaitu 24-59 bulan sejumlah 75 anak (64,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian Horst dkk (2016) yang menyebutkan bahwa sekitar 180 anak (9,9%) mengalami picky eaters pada usia

(7)

5

24 sampai 47,9 bulan. Sedangkan usia 12 sampai 23,9 bulan sebesar 61 anak (2,9%) mengalami picky eaters. Hal ini disebabkan karena perilaku picky eaters umumnya terjadi pada anak usia yang sudah tua, lahir anak pertama dan tidak pernah diberikan ASI.

Pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Pola asuh makan

Dari hasil penelitian didapatkan data pola asuh makan anak usia 24-59 bulan lebih baik daripada pola makan usia 12-23 bulan. Sekitar 65 anak (60,2%) usia 24-59 bulan memiliki pola makan yang baik dan hanya 31 anak (28,7%) usia 12-23 bulan yang memiliki pola asuh yang baik.

Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anaknya mayoritas termasuk dalam kategori baik. Pola makan yang baik terdiri dari makanan yang berkualitas yaitu mengkonsumsi makanan yang sehat, bervariasi serta menerapkan perilaku makan yang benar (Sari, Lubis, Edison, 2016). Hal ini ditunjukkan dengan ibu memberikan ASI pada anak sampai usia 2 tahun, ibu memberikan makan pada anak 3 kali dalam sehari ditambah dengan makanan selingan yang bergizi seperti buah-buahan, ibu juga selalu menyediakan makanan yang bervariasi setiap harinya pada anak, ibu juga berusaha membujuk anaknya ketika anak tidak mau makan sayur.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Ningrum (2016) yang menyatakan bahwa pola asuh makan anak usia 24-59 bulan mayoritas tidak baik yaitu sekitar 15 anak sedangkan yang pola asuh makan baik hanya 12 anak. Begitu juga dengan usia 12-23 bulan. Sebanyak 9 anak memiliki pola makan yang tidak baik dan pola asuh makan yang baik sejumlah 5 anak. Pola asuh makan yang diterapkan sudah cukup baik dengan tidak melakukan penekanan pada anak

ketika makan. Adanya tekanan dalam pemberian makan akan menyebabkan anak menjadi trauma. Trauma yang dimaksud adalah anak menjadi tidak menyukai pada suatu makanan. Sikap orangtua seperti membentak, berkata kasar, memaksa anak untuk makan makanan yang disediakan akan berakibat pada psikologis anak (Muharyani, 2015). Judarwanto (2006) mengatakan orangtua yang selalu menunjukkan kasih sayang pada anak seperti memberikan pujian ketika anak mengkonsumsi makanan sehat akan membuat anak berada dalam kondisi

yang nyaman sehingga akan

mempengaruhi perkembangan perilaku makan yang baik pada anak.

b. Pola asuh kesehatan

Dari hasil penelitian didapatkan pola asuh kesehatan mayoritas baik. Hal ini

dibuktikan dengan ibu selalu

memperhatikan kesehatan balita seperti selalu membawa balita ke posyandu untuk

dilakukan penimbangan maupun

imunisasi. Ibu juga selalu memantau berbagai jenis makanan yang dikonsumsi balita serta selalu mencuci tangan ketika akan memberikan makanan kepada balita. Selain itu, apabila anak sakit, ibu langsung membawa anak ke pusat kesehatan terdekat.

Hal ini berbanding terbalik dengan

penelitian Ningrum (2016) yang

menyatakan bahwa sekitar 34 anak (64,2%) tidak memiliki pola kesehatan yang baik dan 19 anak (35,8%) memiliki pola asuh kesehatan yang baik. Kesehatan balita menjadi perhatian khusus bagi orang tua. Masa balita merupakan masa yang rawan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Apabila anak sakit, penyerapan nutrisi akan terhambat sehingga akan berdampak pada status gizi anak ( Soetjiningsih, 1995 dalam Pratiwi, 2016).

(8)

6

c. Pola asuh diri

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh baik. Hal ini dibuktikan dengan tindakan ibu yang selalu memperhatikan personal hygine anak seperti selalu mandi 2 kali sehari, memotong kuku balita ketika panjang dan selalu langsung membersihkan anak ketika anak bermain tanah serta mencuci

tangan dengan sabun setelah

membersihkan BAB anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Ningrum (2016) yang menyatakan bahwa sebanyak 30 anak (56,6%) memiliki pola asuh diri yang baik sedangkan yang tidak baik sejumlah 23 anak (43,4%).

Sulistijani dalam Anas 2013 mengatakan bahwa untuk menciptakan lingkungan yang sehat perlu adanya usaha dan kebiasaan yang dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Lingkungan sehat yaitu selalu menjaga kebersihan, rapi dan teratur. Maka dari itu anak perlu diberikan pengetahuan tentang perilaku-perilaku yang menunjukkan untuk selalu menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit infeksi. Infeksi yang terjadi pada balita dapat disebabkan oleh sanitasi dan hygine yang buruk.

Hubungan pola asuh dengan picky eaters Berdasarkan analisis data yang didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian pilih-pilih makanan (picky eaters). Hal ini dibuktikan dengan nilai P>0,05 yaitu 0,919. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 posyandu di wilayah Desa Sitimulyo memiliki pola asuh yang baik dan juga anak tidak mengalami perilaku picky eaters. Hal ini didukung dengan data yang menyebutkan bahwa sekitar 40 anak (37,0%) yang berpola asuh baik tidak mengalami picky eaters dan sejumlah 29 anak mengalamai picky eaters. Sedangkan sekitar 16 anak (14,8%) yang berpola asuh tidak baik mengalami picky

eaters dan sejumlah 23 anak (21,3%) tidak mengalami picky eaters. Picky eaters dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perilaku makan orang tua. Dari hasil penelitian priyanti (2013) mengatakan perilaku makan orang tua yang memilih-milih makanan beresiko memiliki anak dengan perilaku picky eaters 10 kali lebih besar daripada orang tua yang tidak memilih-milih makanan karena kebiasaan makan orang tua

yang dipengaruhi oleh budaya akan

mempengaruhi sikap suka atau tidaknya anak

terhadap suatu makanan. Anak yang

dibesarkan oleh keluarga yang malas makan akan menumbuhkan perilaku malas makan juga (Sulistyoningsih, 2012).

Selain itu, perilaku picky eaters juga dipengaruhi oleh interaksi antara ibu dan anak. Interaksi ibu kepada anak sangat penting untuk menumbuhkan nafsu makan pada anak. Interaksi yang negatif seperti memaksa, membujuk dan mengancam untuk makan dapat mempengaruhi psikologis anak yang akan berpengaruh pada nafsu makannya (Claude, 2006). Hal ini dibuktikan oleh penelitian dari Kusumawardhani (2013) yang mengatakan bahwa sebanyak 29 orang tua (54,7%) yang interaksi antara ibu dan anak kurang baik memiliki anak dengan perilaku picky eaters, hal ini disebabkan karena kebanyakan ibu bekerja dan menghabiskan waktunya untuk bekerja meskipun ibu sudah meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan anak namun waktu ibu bersama anak tidak sebanyak ibu yang tidak bekerja yang memiliki waktu yang lebih banyak untuk berinterkasi dengan anak.

Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Judarwanto (2006) Orang tua yang tidak

mengasuh dan mengajari anak untuk

mengonsumsi makanan yang bervariasi atau hanya menyediakan makanan yang tetap dapat membuat anak tidak belajar mengenal rasa dan jenis makanan yang beragam. Hal ini yang mengakibatkan anak menjadi pilih-pilih makanan (picky eaters) (Judarwanto, 2006

(9)

7

dalam Kusumawardhani, 2013). Selain itu, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Anggraini (2014) yang mengatakan bahwa sekitar 18 anak (72%) mengalami picky eater karena pola asuh orang tua yang kurang baik seperti memperhatikan jadwal makanan dan kecukupan gizi yang terkandung dalam makanan. Orang tua memberikan pengaruh yang besar dalam mengatur dan memberikan makanan pada anak.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua terhadap kejadian pilih-pilih makan (picky eaters) pada balita di Bantul Yogyakarta dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian pilih-pilih makanan (picky eaters) pada balita di Bantul Yogyakarta.

Saran

Peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor yang berhubungan dengan kejadian pilih-pilih makanan pada balita

Referensi

Anggraini, I. R. (2014). Perilaku Makan Orang Tua dengan Kejadian Picky Eater Pada Anak Usia Toddler. Jurnal Keperawatan, 154-162..

Claude, Anne and Bernard Bonning, 2006. Fedding problem of onfants and toddler. Canadian Family Physician, Vol. 52, No. 6, p. 1247-1251.

Dovey, T. M., Staples, P. A., Gibson, E. L., & Halford, J. C., 2008. Food neophobia and „picky/fussy‟ eating in children: a review Appetite, 50, 181-193.

Hidayat, A.A.A, 2008. Pengantar Ilmu

kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Horst, et all., 2016. Picky Eating: Associations with Child Eating Characteristics and Food Intake. Appetite 103 (286-293).

Kemenkes, RI. 2015. Petunjuk Teknis Penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan dan JICA (Japan International Cooperation Agency).

Khasanah, N.A., 2014. Hubungan Sikap Ibu Tentang kesulitan makan dengan Status Gizi Anak usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di Desa Wonosari Ngoro Mojokerto. Hospital Majapahit vol. 6 (1).

Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S . 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia. Kusumawardhani, et al., 2013. Determinan

“Picky Eater” (Pilih-Pilih Makanan) pada Anak Usia 1-3 Tahun (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Jabon Sidoarjo). Hospital Majapahit, vol. 5 (2).

Li, et all., 2017. Perceptions of Food Intake and Weight Status Among Parents of Picky Eatering Infants and Toddlers in China: A Cross-sectional Study. Appetite 108 (456-463).

Mascola, A. J., Bryson, S. W., & Agras, W. S. (2010). Picky eating during childhood: a longitudinal study to age 11 years. Eating Behaviors, 11(4), 253-257.

Ningrum, N.A., 2016. Hubungan Pola Asuh dan Tindakan Pola Asuh Orangtua dan Status Gizi Terhadap Tumbuh Kembang Balita Usia 1-59 Bulan dengan Acuan Denver II. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nugroho, B. F. D., Endah, S., dan Ernawati, Y. 2014. Karakteristik Perilaku Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Usia 1-3 tahun

(10)

8

di Posyandu Kuncup Melati Puskesmas Depok III Sleman Yogyakarta.

Perdani, Z. P., Hasan, R., dan Nurhasanah, 2016. Hubungan Praktik Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 tahun di Pos Gizi Desa Tegal Kunir Lor Mauk. JKFT No 2 (17).

Priyanti S., 2013. Pengaruh Perilaku Makan Orang Tua Terhadap kejadian Picky Eater (Pilih-Pilih Makanan) Pada Anak Toddler di Desa karang jeruk kecamatan jatirejo Mojokerto. Medica Majapahit, 5 (2).

Sulistyoningsih. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu Sutomo, B. & Anggraini, D.Y., 2010. Menu

Sehat Alami Untuk Batita & Balita. Jakarta: Demedia.

UNICEF, WHO, World Bank Group, Joint Child Malnutrition Estimate. 2016. Levels and Trends in Child Malnutrition.

Wright, C. M., Parkinson, K. N., Shipton, D., & Drewett, R. F. (2007). How do toddler eating problrms relate to their eating behavior, food preferences, and growth? Pediatrics, 120, e1069-1075.

Yuliani, D.I.A., 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap terjadinya Picky eater (Pilih-Pilih Makanan) Pada Anak usia 3-6 Tahun di RA Tarbiyatush Sibyan Desa

Gayaman Kecamatan Mojoanyar

(11)

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di  Posyandu Wilayah Puskesmas Piyungan (n=108)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa panjang badan, tinggi badan, tinggi panggul dan dalam dada merupakan penciri utama sapi taro, dan dari analisis keragaman genetik

Dukungan penataan udara ruangan, kelapangan lokasi antrian, dukungan hiburan di tempat antrian(audio- video) adalah hal yang perlu diperhatikan. Memudahkan tenaga

Setiap Peserta Munasus mempunyai hak 1 (satu) suara. Peninjau tidak mempunyai hak suara. Setiap Peserta Munassus wajib menjaga ketertiban dan kelancaran Munassus dengan mematuhi

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang terjadi adalah bagaimana menentukan tindakan perawatan yang optimal agar mesin forklift berjalan

menunjukkan protein ikan gabus asap menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, namun pada kualitas awal ikan yaitu pada hari pertama setelah pengasapan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan (dana alokasi umum,

Kadar COD dalam air limbah pada karbon aktif mempunyai suatu gaya gabung dengan bahan organik, hal tersebut dapat digunakan untuk meremoval bahan kontaminan organik dari

Dalam penelitian ini akan dipelajari karakteristik dari bahan kelongsong AlMg2 yang digunakan di dalam reaktor yaitu laju korosinya setelah dilakukan pemanasan