• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... viii. ABSTRACT.. ix RINGKASAN.. DAFTAR ISI... xiii.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... viii. ABSTRACT.. ix RINGKASAN.. DAFTAR ISI... xiii."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN…..………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH...……… vi

ABSTRAK..………. viii

ABSTRACT..……… ix

RINGKASAN……….. x

DAFTAR ISI..……… . xiii

DAFTAR TABEL……… xv

DAFTAR GAMBAR.………. . . xvi

DAFTAR LAMPIRAN.……… . . . xvii

BAB I PENDAHULUAN…..………..…... 1

1.1 Latar Belakang………..…………... 1

1.2 Rumusan Masalah..……….…... 6

1.3 Tujuan Penelitian..……….… ……… 6

1.4 Manfaat Penelitian..……….……… 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 8

2.1 Sapi Putih Taro……… 8

2.2 Populasi Sapi Putih Taro……… ……. 10

2.3 Keragaman Fenotif………... 11

2.4 Morfometrik Badan………. 12

2.5 Analisis Komponen Utama………. 15

2.6 Keragaman Genotif……….. 17

2.7 DNA Mikrosatelit………... 19

(2)

xiv

BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN.. 28

3.1 Kerangka Berpikir……….. 28

3.2 Konsep Penelitian………... 32

BAB IV METODE PENELITIAN………. 33

4.1 Rancangan Penelitian………... 33

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33

4.3 Penentuan Sumber Data.……… 34

4.4 Variabel Penelitian………. 34 4.5 Bahan Penelitian………. 37 4.6 Instrumen Penelitian……… . 38 4.7 Prosedur Penelitian……….. 38 4.8 Alur penelitian………. 42 4.9 Analisis Data………... 43

BAB V HASIL PENELITIAN………... 46

5.1 Karakteristik Morfometrik Sapi Putih Taro………... 46

5.2 Perbandingan Karakteristik Sapi Putih Taro antara Jantan dengan Betina.. . 47

5.3 Analisis Kompetensi Utama………. 49

5.4 Profil Genetik Sapi Putih Taro………. 50

BAB VI PEMBAHASAN……… 54

6.1 Karakteristik Morfometrik Sapi Putih Taro……… 54

6.2 Jumlah, Ukuran dan Frekuensi Alel Sapi Putih Taro..……… 58

6.3 Heterosigositas dan PIC Sapi Putih Taro ..……… 63

6.4 Indeks Fiksasi Sapi Putih Taro…….……… 66

6.5 Strategi Konservasi Sapi Putih Taro……… 68

6.6 Kebaharuan Penelitian ( Novelty)……… 70

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……….. 71

DAFTAR PUSTAKA.………. 73

(3)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman 5.1 Data Karakteristik Morfometrik Sapi Putih Taro……… 47 5.2 Perbandingan Morfometrik Sapi Putih Taro Jantan dan Betina………. 48 5.3 Komponen Utama, Keeragaman Total dan nilai Eigen ………. 49 5.4 Jumlah, Ukuran dan Frekuensi Alel…………... ……….. … 51 5.5 PIC, Indeks Fiksasi dan Heterozigositas Sapi Taro………... 52

(4)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sapi putih di Desa Taro, Tegalallang, Gianyar………. 10

3.1 Kerangka Konsep Penelitian……….. . 32

4.1 Ukuran-ukuran tubuh sapi……… 36

4.2 Alur Penelitian.………... 42

(5)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pewarnaan Perak (Silver Staining) ……… ………. …. 84

2. Analisis Statistik Data Morfometrik……… 86

3. Analisis PCA Sapi Putih Taro………... … 89

4. Analisis Genetik sapi Putih Taro……… 92

(6)

viii ABSTRAK

PROFIL FENOTIPE DAN GENETIK SAPI PUTIH TARO BERDASARKAN MARKA DNA MIKROSATELIT

Sapi putih taro merupakan kelompok sapi yang unik dengan jumlah populasi yang sangat kecil dan hidupnya terbatas di hutan Desa Taro, Tegallalang. Populasi sapi putih ini semakin menurun dan dalam kondisi kritis. Karakterisasi breed adalah langkah utama dalam merancang manajemen dan program konservasi yang tepat. Untuk mendukung upaya konservasi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai profil fenotipik dan molekuler sapi putih taro berdasarkan pengukuran tubuh dan marker DNA mikrosatelit.

Identifikasi profil morfometrik sapi putih taro dilakukan terhadap 24 ekor sapi putih taro dewasa, variabel yang diukur adalah panjang kepala, lebar kepala, tinggi badan, tinggi panggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, dan lebar panggul. . Sebanyak 18 sampel dan 4 pasang penanda DNA mikrosatelit (BM2113, BM1824, INRA023, dan ETH225) digunakan untuk mempelajari variasi genetik populasi sapi putih taro.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pengukuran morfometrik badan yaitu : 96,58±7,401cm (panjang badan), 111,96±8,405cm (tinggi badan), 27,38±3,132cm (lebar dada), 46,04±5,457cm (dalam dada), 121,17±15,139cm (lingkar dada), 108,33±8,671cm (tinggi panggul), 34,17±4,479cm (lebar panggul), 37,54±4,644cm (panjang kepala), dan 17,54±3,464cm (lebar kepala). Panjang badan, tinggi badan, lebar dada, lingkar dada, tinggi pinggul, panjang kepala dan lebar kepala berbeda secara nyata antara jantan dan betina. Sedangkan dalam dada dan lebar panggul antara jantan dan betina, menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata. Hasil analisis komponen utama (AKU) menunjukkan komponen utama pertama (ukuran) adalah panjang badan, tinggi badan dan tinggi panggul, sedangkan komponen utama kedua (bentuk) adalah dalam dada. Semua penanda mikrosatelit berhasil diamplifikasi dan jumlah alel yang berhasil diobservasi berkisar antara tiga (BM1824, INRA023 dan ETH225) sampai empat (BM2113) dengan jumlah 13 alel di trah ini. Nilai rataan heterosigositas dan PIC dan nilai indeks Fiksasi yaitu berturut 0,250; 0,536 dan 0,620, menunjukkan terjadinya penyimpangan terhadap keseimbangan Hardy-Weinberg (HWE) pada populasi sapi putih taro dan kemungkinan terjadinya perkawinan sedarah.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa panjang badan, tinggi badan, tinggi panggul dan dalam dada merupakan penciri utama sapi taro, dan dari analisis keragaman genetik menunjukkan terjadinya inbreeding sehingga perlu dikonservasi untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia.

Kata Kunci : Sapi putih taro, morfometrik, AKU, keragaman genetik, mikrosatelit.

(7)

ix ABSTRACT

PHENOTYPES AND GENETICS PROFILE OF THE TARO WHITE CATTLE BASED ON DNA MICROSATTELITE MARKER

The taro white cattle is a unique group with a very small number of population and only can be found at Taro forest at Tegallalang. The taro white cattle population was decreasing and,already in critical breed. Breed characterization is a primary step in designing appropriate management and conservation programs. To support the conservation effort, the objective of this study was to asses the phenotypic and molecular profiles of the taro white cattle based on the body measurement and microsatellite DNA markers.

Morphometric profiles identification of the taro white cattle was conducted on 24 adult taro white cattle, the variable measured were head length, head width, body height, chest depth, body length, chest width, chest circumference, and hip length. A total of 18 sample and 4 pairs of microsatellite DNA markers (BM2113, BM1824, INRA023, and ETH225) were used to study the population genetic variation of Taro wahite cattle.

The result showed the means for morphometrics row as follows : 96,58±7,401cm (body length), 111,96±8,405cm (body heigth), 27,38±3,132cm (chest width), 46,04±5,457cm (chest depth), 121,17±15,139cm (chest circumference), 108,33±8,671cm (hip height), 34,17±4,479cm (hip width), 37,54±4,644cm (head length), and 17,54±3,464cm (head width) respectively. Body length, body height, chest width, chest circumference, hip height, head length and head width significantly different between males and females. While for the chest depth and hip width between males and females, showed no significant differences. The potential component analysis test (PCA) showed that the first potential component (size) were long body size, height and hip height, while the second potential component (shape) was a chest depth. All the microsatellite markers were successfully amplified and observed number of alleles ranged from three (BM1824, INRA023 and ETH225) to four (BM2113) with total 13 alleles across this breeds. The overall heterozygosity and PIC and Fixation index values respectively were 0,250; 0,536 and 0,620 that indicating the deviation of Hardy-Weinberg equilibrium (HWE) revealed that the populations of taro white cattle and the likely occurrence of inbreeding.

In conclution, that the body length , body height , hip height and chest depth is the main identifier of the taro cattle, and the genetic diversity analysis showed the occurrence of inbreeding that need to be conserved in order to prevent the loss of biodiversity in Indonesia.

Key words : Taro white cattle, morphometric, PCA, genetic diversity, microsatelilte.

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sapi merupakan salah satu ternak yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Di Indonesia, sampai saat ini setidaknya terdapat beberapa bangsa sapi lokal yang telah diketahui karakteristik fenotipenya, salah satunya adalah sapi bali. Diperkirakan masih banyak lagi bangsa sapi lokal Indonesia yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian mungkin hampir punah atau jumlah populasinya sudah mendekati punah padahal kita belum sempat mengekplorasi potensi keragaman genetiknya untuk dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan mutu genetik sapi di Indonesia (Toelihere, 1992).

Di Bali, selain sapi bali yang sudah terkenal dan sudah banyak diteliti sebagai penelitian unggulan, terdapat pula suatu kelompok plasma nutfah yang unik dengan jumlah populasi yang sangat kecil yaitu 33 ekor dan hidupnya terbatas di hutan Desa Taro yang dikenal dengan sebutan sapi putih yang keberadaannya tidak banyak diketahui orang. Hal ini disebabkan karena, sapi putih ini hanya terdapat di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Keunikan sapi putih ini antara lain, warnanya putih, dianggap suci, dikeramatkan dan dihormati oleh masyarakat Desa Taro dan diberi sebutan Dayu Biang untuk induk dan Ida Bagus untuk yang jantan, serta dipergunakan Bahasa Bali halus apabila membicarakannya. Sapi putih ini dipelihara dan diperlakukan dengan sopan, serta tidak boleh ditelusuk hidungnya, tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, tidak diperjualbelikan

(9)

2

ataupun disembelih. Sapi putih ini hanya boleh dipergunakan untuk upacara keagamaan seperti memukur (Atma Wedana), Tri Buana dan Eka Dasa Rudra. Sapi putih ini sangat disakralkan oleh masyarakat Hindu di Bali (Bappeda Tk.I Bali, 1994).

Awalnya sapi putih ini dibiarkan berkembang biak secara bebas di hutan Desa Taro seluas ± 30 ha, dengan populasi berjumlah sekitar 150 ekor. Tetapi kemudian pada tahun 1967, terjadi konversi (pengalihfungsian) hutan menjadi lahan pertanian dengan membabat hutan yang merupakan habitat asli sapi putih, sedangkan sapi putih dibiarkan berkeliaran di kampung-kampung. Keadaan ini menyebabkan semakin lama populasi sapi putih ini semakin berkurang, bahkan dikatakan sudah dalam kondisi kritis (Bappeda Tk.I Bali, 1994). Dalam perjalanan konservasi sapi putih yang hidupnya lepas liar ini dirasakan ada kesulitan dalam hal manajemen pemeliharaan terutama kesehatan. Karena itu, oleh masyarakat desa Pekraman Taro dilakukan pemeliharaan dalam satu area penangkaran. Sejak tahun 2011 sampai sekarang sistem pemeliharaan sapi putih dilakukan dengan sistem kandang individu.

Sapi putih saat ini ditempatkan di dalam kandang dengan lahan berukuran sekitar 2,5 ha yang letaknya di ujung selatan Banjar Taro Kaja. Hasil penelitian pendataan populasi, menunjukkan bahwa populasi sapi putih sampai saat ini adalah 33 ekor. Populasi kecil ini akan mengakibatkan terjadinya kawin sekerabat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehilangan keragaman genetik. Akibatnya akan terjadi penurunan daya adaptasi terhadap

(10)

3

lingkungan. Mengacu pada batasan status risiko populasi maka sapi putih dikategorikan kritis (critical breed). FAO (2000) menyatakan bahwa suatu populasi yang jumlahnya di bawah 100 ekor dinyatakan berada pada daerah rawan untuk punah. Bila dibiarkan akan makin banyak kekayaan hayati yang tidak terurus sehingga kita akan kehilangan kekayaan genetik. Untuk mengantisipasi hilangnya keragaman hayati di Indonesia, khususnya sapi putih sebagai plasma nutfah, dan juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam upacara keagamaan bagi masyarakat Hindu di Bali, maka perlu dilakukan usaha konservasi terhadap sapi putih, dimana karakterisasi morfometrik dan genetik merupakan langkah awal dari program konservasi hewan.

Usaha konservasi ini terkait dengan komitmen dan program Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan percepatan pelaksanaan pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) sesuai Roadmap MDGs Bali, dimana salah satu tujuan dari delapan tujuan pembangunan milineum tersebut adalah memastikan kelestarian lingkungan hidup (Bappenas, 2010). Dengan demikian maka dukungan terhadap pelestarian sapi putih mutlak diperlukan. Salah satu fokus kegiatan pada aspek melestarikan lingkungan hidup adalah mengurangi kehilangan sumber daya hayati.

Informasi yang dikumpulkan oleh Food and Agriculture Organization mengindikasikan bahwa 33 persen dari hewan piaraan terancam punah (FAO, 1997). Kepunahan ini diakibatkan kurangnya usaha untuk konservasi pada hewan yang belum diketahui keistimewaannya. Dalam usaha konservasi

(11)

4

terlebih dahulu perlu diketahui karakteristik dari populasi, dimana analisis morfometrik dan karakterisasi genetik merupakan langkah awal di dalam program konservasi hewan (Lanari et al., 2003). Analisis morfometrik dan karakteristik genetik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman di dalam mengambil keputusan untuk menentukan keunikan dari bangsa hewan tersebut.

Dalam memahami karakter genetik suatu bangsa ternak dan keunikan karakter genetik dalam suatu populasi dapat ditentukan dengan memperkirakan jarak genetik satu populasi dengan populasi lainnya. Telah banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu bangsa. Identifikasi bisa didasarkan pada kesamaan secara morfologi, polimorfisme hasil produksi gen seperti enzym, golongan darah dan antigen leukosit digunakan untuk mengukur jarak genetik satu populasi dengan populasi lainnya. Jarak genetik dapat ditentukan dengan analisis molekuler khususnya pada DNA. DNA ada yang terdapat di nukleus (DNA inti), mitokondria (DNA mitokondria) dan kloroplas. DNA inti berbentuk linear dan berasosiasi dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular, tidak berasosiasi dengan protein histon dan hanya mewariskan sifat dari garis ibu. DNA inti mewarisi sifat-sifat dari kedua orang tuanya (Klug & Cummings, 1994; Raven & Johnson, 2002). Salah satu DNA inti tersebut adalah mikrosatelit, yang sekarang ini banyak digunakan untuk penelitian genetik. Mikrosatelit sangat baik digunakan untuk identifikasi suatu bangsa karena mikrosatelit tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Thilagam et al., 2006).

(12)

5

Canon et al. (2001) menggunakan 16 lokus mikrosatelit untuk mengetahui struktur dan keragaman genetik pada 18 kelompok sapi lokal Eropa, yang berasal dari Spanyol, Portugal dan Prancis, dan mampu membedakan kelompok sapi tersebut, dengan nilai heterosigositas antara 0,54 sampai 0,72 dan indeks fiksasi sebesar 0,07. MacHugh et al., (1998) melakukan penelitian menggunakan 20 mikrosatelit untuk menganalisis perbedaan antara sapi taurin dengan sapi zebu yang berasal dari Afrika, Eropa dan Asia, dengan rataan heterosigositas sebesar 0,551, dan keragaman genetik antara 0,432 sampai 0,652.

Selain analisis berbasis molekuler, analisis morfometrik juga masih digunakan untuk untuk penelitian genetik. Pengukuran dengan menggunakan data ukuran tubuh merupakan metode pengukuran yang murah dan sederhana (Brahmantyo et al., 2003). Beberapa penelitian pendugaan jarak genetik pada sapi lokal di Indonesia berdasarkan morfologis (analisis morfometrik) ternak telah dilakukan (Sarbaini, 2004; Abdullah, 2008).

Sampai saat ini belum ada data mengenai karakterisasi fenotipe dan genetik sapi putih taro dengan menggunakan marka DNA mikrosatelit. Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan penelitian yang secara umum bertujuan mengetahui karakteristik sapi putih taro berbasis keragaman morfologi dan variasi DNA mikrosatelit. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian pada sapi putih taro untuk mengidentifikasi profil fenotipe melalui pengukuran badan dan profil genetik menggunakan empat marka DNA mikrosatelit yaitu BM1824, BM2113, INRA023 dan ETH225. Data mengenai profil fenotipe dan genetik tersebut nantinya dapat dipakai untuk memperkirakan asal-usul serta

(13)

6

sebagai acuan dalam konservasi sapi putih taro sehingga plasma nutfah ini tetap terjaga keberadaannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil fenotipe sapi putih taro?

2. Bagaimanakah jumlah, ukuran dan frekuensi alel menggunakan lokus mikrosatelit berbeda untuk mendeskripsikan profil genetik sapi putih taro?

3. Bagaimanakah heterosigositas dan Polymorphism Information Content (PIC) sapi putih taro?

4. Bagaimanakah pola perkawinan sapi putih taro dilihat dari indeks fiksasinya (FIT)?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil fenotipe dan genetik berdasarkan DNA mikrosatelit sapi putih taro.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik fenotipe sapi putih taro

2. Mengidentifikasi profil genetik sapi putih taro berdasarkan jumlah, ukuran dan frekuensi alel menggunakan lokus mikrosatelit berbeda.

(14)

7

3. Mengetahui heterosigositas dan Polymorphism Information Content (PIC) sapi putih taro.

4. Mengetahui pola perkawinan sapi putih taro dilihat dari indeks fiksasinya (FIT).

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik

Data fenotipe dan keragaman struktur genetik yang diperoleh dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang susunan genetik khas dari sapi putih taro yang dapat membedakan dengan jenis sapi lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Dapat mengetahui profil fenotipe dan keragaman struktur genetik sapi putih taro.

2. Selama ini belum ada penelitian tentang profil fenotipe dan genetik sapi putih taro, sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk keperluan sertifikasi dan konservasi sapi putih taro.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini adalah diberitahu bahawa firma yang tercatat di ruangan (1) telah menamatkan perniagaan setelah penyerahan Sijil Pendaftaran Nama-Nama Perniagaan mulai tarikh

Bab ini akan menjelaskan analisis Sekolah Dasar IPEKA Tomang I yang dimulai dari analisis permasalahan yang terjadi dengan pendekatan ADDIE model, sampai pemecahan masalah yang

Analisis SEM yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel independen (Faktor Guru, Faktor Siswa, Faktor Lingkungan Dan Faktor Saran & Prasarana)

Grafik Pengaruh Banyak Partisi Waktu Ganjil dan Genap terhadap Harga Opsi Call Eropa menggunakan Metode Binomial CRR .... Grafik Pengaruh Banyak Partisi Waktu Ganjil dan

4.2.4 Pengaruh Kualitas Layanan Jasa Pendidikan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Serta Dampaknya Terhadap Citra Perguruan Tinggi Negeri Di Bandung.....

4.1.2.5 Pengalaman Wisatawan Domestik Berdasarkan Peringkat Aspek yang Menjadi Unggulan di Gelanggang Samudra Ancol

Koefisien Jalur Komponen Fisik Ruang Publik berupa Taman di Sekitar Sekolah (X 1 ) dan Komponen Non Fisik Ruang Publik berupa Taman di Sekitar Sekolah (X 2 ) terhadap Modal

Pencapaian kinerja dan dampak yang diharapkan dalam implementasi kebijakan pengarusutamaan gender dalam program di desa sasaran program belum tercapai secara optimal