• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN IAA, GULA TOTAL, DAN GULA REDUKSI DENGAN KEGAGALAN FRUIT-SET PADA TANAMAN SALAK GULA PASIR*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN IAA, GULA TOTAL, DAN GULA REDUKSI DENGAN KEGAGALAN FRUIT-SET PADA TANAMAN SALAK GULA PASIR*"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN IAA, GULA TOTAL, DAN GULA REDUKSI DENGAN KEGAGALAN FRUIT-SET PADA TANAMAN SALAK GULA PASIR*

Rai, I N**., C. G. A Semarajaya**, I W. Wiraatmaja**, dan K. Alit Astiari*** **) Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar ***) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, Denpasar

Abstrak

Salak Gula Pasir merupakan salah satu buah tropika asli Indonesia yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Permasalahan penting yang dihadapi petani salak Gula Pasir adalah belum terjaminnya kontinyuitas produksi dan tingginya fluktuasi produksi antar musim panen, karena kegagalan berkembangnya bunga menjadi buah (kegagalan fruit-set). Penelitian bertujuan untuk mengatahui hubungan antara kandungan IAA, gula total, dan gula reduksi dengan kegagalan fruit-set pada tiga musim pembungaan. Penelitian dilakukan di sentra produksi salak Gula Pasir (di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali) pada tiga musim pembungaan, yaitu musim pembungaan Sela I (April), Gadu (Juli), dan Sela II (Oktober), menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan dari tiga musim pembungaan yang diamati, tanaman salak Gula pasir berbunga dengan baik di ketiga musim pembungaan tersebut. Jumlah tandan bunga per tanaman berbeda tidak nyata antara musim pembungaan Sela I, Gadu dan Sela II (5,78; 5,36 dan 5,93 buah) tetapi jumlah tandan bunga yang dapat berkembang menjadi tandan buah berbeda sangat nyata sehingga memberikan persentase fruit-set berbeda sangat nyata. Fruit-set pada musim pembungaan Sela I, Gadu, dan Sela II masing-masing 54,16%, 47,00%, dan 70,10%. Persentase fruit-set yang rendah berhubungan dengan kandungan hormon IAA yang rendah, baik IAA pada daun maupun bunga. Pada musim pembungaan Gadu, kandungan IAA pada daun dan bunga yang rendah yaitu masing-masing 10,06 ppm dan 20,60 ppm menghasilkan persentase fruit-set terrendah (47,00%), sebaliknya pada musim pembungaan Sela II dengan kandungan IAA pada daun dan bunga yang nyata tertinggi yaitu masing-masing 29,67 ppm dan 52,56 pmm menghasilkan persentase fruit-set juga nyata tertinggi (70,10%). Persentase fruit-set yang rendah pada musim pembungaan Gadu berkorelasi dengan kandungan gula total dan gula reduksi daun yang juga rendah pada musim tersebut dengan nilai masing-masing 24,54% dan 6,56%, sebaliknya kandungan gula total dan gula reduksi daun yang lebih tinggi pada musim pembungaan sela I (35,22 ppm dan 15,59 ppm) dan Sela II (30,58 ppm dan 12,22 ppm) berkorelasi dengan lebih tingginya fruit-set pada kedua musim pembungaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, kegagalan fruit-set pada salak gula pasir berhubungan dengan rendahnya kandungan hormon IAA pada daun dan bunga, dan rendahnya kandungan karbohidrat daun yang dicerminkan oleh rendahnya gula total dan gula reduksi.

Key Words: karbohidrat, bunga, hormon, musim panen

PENDAHULUAN

Salak Gula Pasir merupakan salah satu varietas salak yang menghasilkan buah berkualitas dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 1994. Keunggulan salak Gula Pasir ialah buahnya sudah terasa manis sejak masih muda, daging buah tidak berasa sepat, tidak masir, tebal dan tidak melekat pada biji.

Panen buah salak Gula pasir bersifat musiman, ada musim raya yang diikuti dengan musim kecil atau tidak ada panen buah pada panen berikutnya sehingga terjadi fluktuasi produksi yang tinggi antar musim. Hal tersebut antara lain berhubungan dengan kegagalan fruit-set atau ketidakberhasilan berkembangnya bunga menjadi buah.

(3)

Keberhasilan mendapatkan buah pada tanaman buah-buahan tropika pada umumnya sangat ditentukan oleh terjadinya induksi bunga (Bernier et al., 1985; Rouse, 2002; Saleem et al., 2005; Thirugnanavel et al., 2007; Hanke, 2009), dengan kata lain keberhasilan upaya menginduksi bunga sangat menentukan tanaman dapat menghasilkan buah atau tidak. Namun berbeda dengan tanaman buah-buahan tropika lainnya, permasalahan pembuahan salak Gula Pasir tidak terletak pada proses induksi pembungaan, karena secara alami tanaman tersebut, seperti halnya kultivar salak Bali lainnya, berbunga empat kali dalam setahun. Mogea (1990) menyebutkan bahwa tanaman salak tergolong famili palmae yang dapat berbunga sepanjang tahun seperti halnya pohon kelapa. Dengan sifat berbunga seperti itu, upaya yang diperlukan untuk pembuahan pada tanaman salak Gula Pasir ialah membuat bunga pada setiap pembungaan dapat berkembang menjadi buah.

Rai at al. (2010) mendapatkan bahwa dari empat kali musim pembungaan salak Gula Pasir dalam setahun, yaitu pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober, hanya dua musim pembungaan yang bunganya dapat menghasilkan buah (musim pembungaan Oktober menghasilkan panen raya pada Januari-Pebruari dan musim pembungaan April menghasilkan panen Gadu pada Juli-Agustus). Menurut Bernier et al. (1985) pembungaan dan pembuhaan tanaman buah-buahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan tumbuh dan faktor endogen tanaman, seperti kandungan karbohidrat, hormon tumbuh, air internal, dan status nutrisi. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap fruit-set ialah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan intensitas cahaya (Ogaya dan Penuelas, 2007).

Secara fisiologis gugurnya bunga pada tanaman buah-buahan sangat ditentukan oleh kecukupan suplai fotosintat (Luis at al., 1995) dan regulasi hormonal khususnya kecukupan hormon IAA (Koshita at al., 1999; Bangerth, 2000). Rai (2007) mendapatkan bunga gugur pada tanaman manggis disebabkan oleh IAA rendah dan suplai fotosintat rendah. Suplai fotosintat rendah ditunjukkan oleh gula total daun pada pucuk yang bunganya gugur lebih rendah dibandingkan dengan gula total daun pada pucuk yang bunganya tidak gugur. Bangerth (2000) menghipotesiskan IAA tinggi pada bunga meningkatkan kemampuan organ tersebut untuk menarik asimilat, karena IAA merangsang aktivitas fotosintesis lebih cepat sehingga suplai asimilat meningkat. Ketidakcukupan suplai asimilat menyebabkan bunga gugur, dan hal itu disebabkan oleh terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi asimilat ke organ bunga rendah. Hal serupa dilaporkan oleh Baker et al. (1997) bahwa bunga kakao yang penyerbukannya “compatible” memiliki konsentrasi IAA endogen tinggi sehingga bunga tersebut tidak gugur, tetapi bunga yang penyerbukannya gagal (unpollinated flowers) atau bunga yang diserbuk tetapi tidak “compatible” (incompatible pollinations) mengalami gugur karena konsentrasi hormon IAA endogennya rendah. Beradasarkan perubahan konsentrasi hormon IAA endogen pada bunga gugur yang ditunjukkan dari hasil penelitian Baker et al. (1997) tersebut dapat diduga kegagalan fruit-set

(4)

pada salak Gula Pasir disebabkan oleh kandungan IAA endogen rendah. Hasil penelitain Aneja et al. (1999) membuktikan hal tersebut dimana dilaporkan bahwa kakao yang diperlakukan dengan hormon golongan auksin yaitu naphtalene acetic acid (NAA) dapat mencegah gugurnya bunga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara kandungan IAA, gula total, dan gula reduksi dengan kegagalan fruit-set pada tiga musim pembungaan salak Gula Pasir.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di sentra produksi salak Gula Pasir di Bali yaitu di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, mulai Pebruari sampai Desember 2011. Tanaman salak dipelihara sesuai dengan cara budidaya petani, yaitu tanaman tidak dipupuk dengan pupuk buatan (anorganik) dan pengairan hanya dari curah hujan. Pemeliharaan rutin hanya berupa pembersihan gulma di sekitar pohon dan pemangkasan pelepah daun tua yang sudah mengering. Pelepah daun pangkasan tersebut dibenamkan di sekeliling pohon sebagai pupuk organik.

Penelitian menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan satu faktor sebagai peubah tak bebas dan 15 kali ulangan. Faktor sebagai peubah tidak bebas tersebut ialah musim pembungaan, terdiri atas 3 (tiga) taraf yaitu: musim pembungaan Sela I (April), Gadu (Juli), dan Sela II (Oktober).

Variabel yang diamati meliputi kandungan IAA daun dan IAA bunga (metode Sandberg et al., 1987), kandungan gula total (metode Anthrone), gula pereduksi (metode Nelson-Somogyi), kandungan sukrosa (dihitung dengan cara kandungan gula total dikurangi gula pereduksi dikalikan 0,95), kandungan Air Relatif (KAR) daun (dihitung dengan rumus berat segar dikurangi berat kering dibagi berat turgid dikurangi berat kering dikalikan 100%), jumlah tandan bunga dan tandan buah pertanaman, persentase fruit-set (dihitung dengan cara membagi jumlah tandan buah pertanaman dengan jumlah tandan bunga pertanaman), dan berat buah per tanaman.

Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila uji F menunjukkan perbedaan perlakuan nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT. Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel, dilakukan uji korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kandungan IAA daun, IAA bunga, kandungan gula total daun dan gula reduksi daun, persentase fruit-set, kandungan air relatif daun, jumlah dan berat buah panen per tanaman berbeda nyata antara musim pembungaan Sela

(5)

I, Gadu dan Sela II, tetapi jumlah tandan bunga per tanaman dan kandungan sukrosa daun berbeda tidak nyata antar musim pembungaan.

Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap persentase fruit-set, jumlah tandan bunga dan tandan buah per tanaman, KAR Daun, serta jumlah dan berat buah panen pertanaman pada musim

pembungaan Sala I, Gadu dan Sela II Musim Pembungaan Persentase Fruit-set (%) Jumlah Tandan Bunga per Tanaman (buah) Jumlah Tandan Buah per Tanaman (buah) KAR Daun (%) Jumlah Buah Panen per Tanaman (buah) Berat Buah Panen per Tanaman (gram) Sela I (April) 54,16 b 5,78 a 3,16 b 86,01 b 29,17 b 1163,65 b Gadu (Juli) 47,00 c 5,36 a 2,38 c 67,80 c 43,38 a 1934,17 a Sela II (Oktober) 70,10 a 5,93 a 4,11 a 89,32 a 13,17 c 577,95 c BNT 5% 6,21 0,66 0,52 1,74 11,60 523,40

Ketrangan: Pada kolom yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%.

Tabel 2. Hasil analisis kandungan IAA daun dan bunga, kandungan gula total, gula pereduksi dan sukrosa pada musim pembungaan Sela I, Gadu dan Sela II Musim

Pembungaan

Kandungan IAA (ppm) Kandungan Karbohidrat Daun (%) IAA Daun IAA Bunga Gula Total Gula Reduksi Sukrosa

Sela I (April) 16,32 b 25,50 b 35,22 a 15,59 a 18,65 a

Gadu (Juli) 10,06 c 20,60 b 24,54 c 6,56 c 17,08 a

Sela II (Oktober) 29,67 a 52,46 a 30,58 b 12,22 b 17,44 a

BNT 5% 5,82 6,52 4,23 2,00 3,10

Ketrangan:Pada kolom yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan persentase fruit-set tertinggi diperoleh pada musim pembungaan Sela II yaitu 70, 10%, berbeda nyata dengan persentase fruit-set pada musim pembungaan Sela I dan Gadu dengan nilai masing-masing hanya 54,16% dan 47,00%. Fruit-set yang tertinggi pada musim pembungaan Sela II disebabkan oleh jumlah tandan bunga yang berkembang manghasilkan tandan buah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan musim Sela I dan Gadu. Pada musim pembungaan Sela I dari 5,78 tangkai tandan bunga, yang berkembang menghasilkan tandan buah hanya 3,16 buah. Demikian pula pada musim pembungaan Gadu dari 5,36 buah tandan bunga, yang berkembang maghasilkan tandan buah hanya 2,38 buah, sedangkan pada pembunggan musim sela II dari 5,93 buah tandan bunga, yang dapat berkembang manghasilkan tandan buah mencapai 4,119 buah.

Persentase fruit-set berkorelasi positip nyata dengan kandungan air relatif (KAR) daun (r =0,93**) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan air ralatif daun semakin tinggi fruit-set yang terjadi. Tabel 1 memperlihatkan bahwa KAR daun pada musim pembungaan Gadu yang terrendah (67,80%) menghasilkan persentase fruit-set juga paling rendah yaitu hanya 47,00%, sebaliknya KAR daun pada musim pembungaan Sela II tertinggi (89,32%) menghasilkan persentase fruit-set tertinggi yaitu 70,10%. Hal tersebut

(6)

menunjukkan bahwa kandungan air tananam memegang peranan sangat penting dalam menentukan keberhasilan perkembangan bunga menjadi buah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kowalska (2008) pada tanaman bunga matahari dan Chauhan et al. (2006) pada tanaman apel.

Persentase fruit-set yang rendah berkaitan dengan kandungan IAA yang rendah, baik IAA pada daun maupun bunga. Pada musim pembungaan Gadu, kandungan IAA pada daun dan bunga yang rendah yaitu masing-masing 10,06 ppm dan 20,60 ppm menghasilkan persentase fruit-set terrendah yaitu hanya 47,00%, sebaliknya pada musim pembungaan Sela II dengan kandungan IAA pada daun dan bunga yang nyata tertinggi yaitu masing-masing 29,67 ppm dan 52,56 pmm (Tabel 2) menghasilkan persentase fruit-set juga nyata tertinggi yaitu 70,10%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan IAA pada tanaman salak Gula Pasir berperanan sangat penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya persentase fruit-set yang terjadi. Menurut Bangerth (2000), bunga yang polinasi dan fertilisasinya berhasil, sintesis auksinnya (IAA) meningkat sehingga tidak mengalami absisi. Aneja et al. (1999) melaporkan bahwa auksin yang terlibat dalam menstimulasi fruit-set kakao bisa berasal dari polen setelah terjadi polinasi dan bisa juga tebentuk di ovari dan fruit-set dapat diinduksi dengan pemberian auksin eksogen sebagai pengganti penyerbukan. Rai (2007) mendapatkan gugurnya bunga dan buah pada tanaman manggis terjadi karena menurunnya kandungan IAA dan meningkatnya kandungan ABA. Sedangkan Baker et al. (1997) melaporkan bahwa bunga kakao yang penyerbukannya “compatible” memiliki konsentrasi IAA endogen tinggi sehingga bunga tersebut tidak gugur, tetapi bunga yang tidak diserbuk (unpollinated flowers) dan bunga yang diserbuk tetapi tidak “compatible” (incompatible pollinations) konsentrasi hormon endogennya yang tinggi adalah ABA dan etilen dan bunga-bunga tersebut mengalami keguguran. Persentase absisi yang rendah pada bunga-bunga yang penyerbukannya “compatible” dicerminkan oleh taraf ABA dan etilen rendah tetapi IAA tinggi. Beradasarkan perbedaan kandungan IAA endogen pada daun maupun bunga antara musim pebungaan Gadu dan Sela II dan hal tersebut mempengaruhi perbedaan fruit-set maka sangat memungkinkan untuk mencegah kegagalan fruit-set pada tanaman salak Gula Pasir dengan aplikasi IAA sintetik untuk meningkatkan kandungan IAA endogen.

Tinggi rendahnya persentase fruit-set pada salak Gula Pasir disamping dipengaruhi oleh kandungan IAA pada daun dan bunga, juga berkaitan dengan kandungan gula total dan gula reduksi pada daun. Persentase fruit-set yang rendah pada musim pembungaan Gadu (47,00%) berkorelasi dengan kandungan gula total dan gula reduksi daun yang rendah. Tabel 2 memperlihatkan kandungan gula total dan gula reduksi daun pada musim pembungaan Gadu nyata terendah dengan nilai masing-masing 24,54% dan 6,56%. Kandungan gula total dan gula reduksi daun yang lebih tinggi pada musim pembungaan sela I dan Sela II berkorelasi dengan lebih tingginya fruit-set pada kedua musim

(7)

pembungaan tersebut. Hasil serupa didapatkan oleh Rai (2007) bahwa pada tanaman manggis, kandungan gula total daun pada pucuk yang bunganya gugur nyata lebih rendah dibandingkan dengan gula total daun pada pucuk yang bunganya tidak gugur. Hal ini menunjukkan bahwa persentase fruit-set yang rendah pada tanaman salak Gula Pasir atau gugurnya bunga pada tanaman manggis berkaitan dengan rendahnya suplai fotosintat oleh daun. Kandungan gula total dan gula reduksi daun yang rendah menunjukkan kemampuan daun tersebut untuk menyokong perkembangan bunga kurang optimal sehingga menyebabkan bunga gugur atau gagal mengalami fruit-set. Bangerth (2000) melaporkan bahwa ketidakcukupan suplai asimilat menyebabkan buah gugur, dan hal itu disebabkan oleh terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi asimilat ke buah rendah. Namun demikian Bonghi et al. (2000) menyatakan bahwa ketidakcukupan asimilat tidak secara langsung menentukan absisi bunga, karena hal tersebut juga sangat ditentukan oleh tingkat persaingan antar “sink” buah atau antar buah dengan pucuk serta kedekatan letak antara “sink” dengan “source” (aproximity).

Rendahnya fruit-set pada musim pembungaan Gadu kemungkinan disebabkan oleh tingginya kompetisi dalam memperebutkan hasil fotosintesis antar berbagai organ yang ada, sehingga kandungan karbohidrat di daun menjadi rendah yang ditunjukkan oleh rendahnya kandungan gula total dan gula reduksi. Dari data yang didapat, pada musim Gadu tanaman dibebani oleh jumlah buah yang banyak yang berasal dari pembungaan Sela I, tandan bunga yang gagal mengalami fruit-set yang tetap dibiarkan oleh petani/tidak dipangkas, dan tandan bunga yang baru tumbuh. Rai (2007) mendapatkan bahwa bunga manggis yang berlokasi dipangkal pohon dan pangkal cabang lebih peka mengalami gugur dari pada bunga yang tumbuh pada bagian tengah dan atas pohon atau cabang. Hal tersebut terjadi karena bunga yang tumbuh pada bagian pangkal pohon dan cabang merupakan bunga yang didukung oleh daun-daun ternaungi. Daun-daun ternaungi merupakan daun “parasit” sehingga fungsinya sebagai “source” untuk mensuplai kebutuhan “sink” bunga rendah. Dalam keadaan tersebut terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kekuatan meminta “sink” (sink strenght) yang tinggi disatu pihak dengan kualitas “source” (source activity) yang rendah dilain pihak sehingga kemampuannya mesuplai fotosintat terbatas. Peranan “sink” buah sebagai “sink” yang kuat tergambar dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh Luis et al. (1995) bahwa buah jeruk yang dipetik saat masih muda menyebabkan meningkatnya kandungan pati dan gula non-reduksi (non-reducing sugars) di daun dan di cabang. Peningkatan tertinggi didaun terjadi 7 hari sejak buah dipetik, sedangkan di cabang pada hari ke 17 sejak buah dipetik. Dilain pihak daun-daun yang buahnya dibiarkan tumbuh terus sampai matang ternyata kandungan pati dan gula non-reduksinya lebih rendah dari daun-daun yang buahnya dipetik. Stoy (1972) menyatakan bahwa “sink” dalam keadaan normal memproduksi sejumlah hormon tertentu kemudian

(8)

ditranslokasikan ke daun dan disana menyebabkan laju fotosintesis daun meningkat. Bila “sink” terganggu maka jumlah hormon yang ditranslokasikan menurun sehingga laju fotosintesis juga turun.

Hasil penelitian ini menunjukkan, dari tiga musim pembungaan yang diamati (Sela I, Gadu, dan Sela II), panen buah salak Gula pasir terbanyak diperoleh pada musim Gadu yaitu 1.934,17 g per tanaman. Panen buah yang relatif tinggi pada musim Gadu diisebabkan persentase fruit-set yang relatif tinggi pada musim pembungaan Sela I. Diduga bahwa panen buah pada Musim Raya (Januari) akan besar karena jumlah tandan buah yang dihasilkan pada pembungaan Sela II (Oktober) tinggi dengan fruit-set yang paling besar (bunga yang tumbuh pada pembungaan sela II buahnya dipanen pada musim pembungaan Raya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase fruit-set rendah pada salak Gula Pasir berhubungan dengan kandungan IAA daun dan IAA bunga rendah, kandungan karbohidrat (gula total dan gula reduksi daun) rendah dan kandungan air internal tanaman rendah.

2. Persentase fruit-set berkorelasi positif dengan produksi salak Gula Pasir, semakin tinggi persentase fruit-set, hasil/berat buah panen pertanaman semakin tinggi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian pemberian air irigasi dan pemberian IAA eskogen untuk meningkatkan persentase fruit-set agar setiap pembungaan bunganya dapat berkembang menghasilkan buah panen.

DAFTAR PUSTAKA

Aneja, M., t. Gianfagna, N. Adward. 1999. The roles of abscisic acid and ethylene in the abscission and senescence of cocoa flowers. Plant Growth Regulation 27:149-155. Baker, R.P., K.H. Hasenstein, M.S. Zavada. 1997. Hormonal changes after compatible and

incompatible pollination in Theobroma cacao L. Hort. Science 32(7):1231-1234. Bangerth, F. 2000. Abscission and thinning of young fruit and their regulation by plant

hormones and bioregulators. Plant Growth Regulation 31:43-59.

Bernier, G.B., J.M. Kinet, R.M. Sachs. 1985. The Initiation of Flowering. In The Physiology of Flowering. Volume I. Florida: CRC Press, Inc. hlm. 3-116.

(9)

Bonghi, C., P. Tontti, A. Ramina. 2000. Biochemical and molecular aspects of fruitlet abscission. Plant Growth Regulation 31:35-42.

Chauhan, H., G. Sharma, K.K. Jindal. 2006. Studies on Flowering, Pollination and Fruit-set in Some Apple Cultivars. Indian Journal of Agricultural Sciences 75(10):667-669. Hanke, M.V., H. Flachowsky, A. Peil, and C. Hattasch. 2009. No Flower No Fruit-Genetic

Potentials to Trigger Flowering in Fruit Trees. Genes, Genomes and Genomics 1(1):1-20.

Koshita Y, Takahara T, Ogata T, Goto A. 1999. Involvement of endogenous plant hormones (IAA, ABA, GAs) in leaves and flower bud formation of Satsuma Mandarin (Citrus unshiu Marc.). Scientia Horticulturae 79:185-194.

Kowalska, G. 2008. Flowering Biology of Eggplant and Procedures Intensifying Fruit-set. Acta Scientiarum Polonorum, Hortorum Cultus 7(4):63-76.

Luis, A.G., F. Fornes, J.L. Guardiola. 1995. Leaf Carbohydrate and Flower Formation in Citrus. Journal American Society Horticulture Science 120(2):222-227.

Mogea, J.P. 1990. Pollination in Salacca edulis. Principles 22(2):56-63.

Ogaya, R., J. Penuelas. 2007. Drought Effects on Flower and Fruit Production in a Mediterranean Oak Forest. An International Journal of Forest Research 80(3):351-357.

Rai, I. N. 2007. Bunga dan Buah Gugur pada Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Asal Biji dan Sambungan. AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol.26, No.2, 2007. ISSN : 0215 8620, Hal. 66-73.

Rai, I.N., C.G.A. Semarajaya, I W. Wiraatmaja. 2010. Studi Fenofisiologi Pembungaan Salak Gula Pasir untuk Produksi Buah di Luar Musim. J. Hort. 20(3):216-222.

Rouse, R.E. 2002. High Temperatures During Bloom Affect Fruit Set in Peach. Acta Horticulture 115:96-97.

Saleem, B.A., K. Ziaf, M. Farooq, and W. Ahmed. 2005. Fruit-set and Drop Patterns as Affected by Type and Dose of Fertilizaer Application in Mandarin Cultivars (Citrus reticulata Blanco). International Journal af Agriculture and Biology 7(6):962-965. Sandberg, G., A. Crozier, A. Ernsteen, B. Sundberg. 1987. High performance liquid

chromatography and the analysis of indole-3-acetic-acid, and some of its decarboxylated catabolites in Scots Pine (Pinus sylvestris L.). In. Lisnkens HF, Jackson JF. (Eds.). High performance liquid chromatography in plant sciences. London: Springer-Verlag.

Stoy, V. 1972. Interrelationships among Photosunthesis, respiration and movement of carbon in developing crops. In. RC. Dinauer (eds.): Physiological aspects of crop yield. p. 185-206.

Thirugnanavel, A., R. Amutha, W.B. Rani, K. Indira, P. Mareeswari, S. Muthulaksmi, and S. Parthiban. 2007. Studies on Regulation of Flowering in Acid Lime (Citrus aurantifolia swingle.). Research Journal of Agriculture and Biological Sciences 3(4): 239-241.

Gambar

Tabel 1.  Hasil pengamatan terhadap persentase fruit-set, jumlah tandan bunga dan tandan buah per tanaman, KAR Daun, serta jumlah dan berat buah panen pertanaman pada musim

Referensi

Dokumen terkait

Begitulah yang dirasakan David Kim (John Cho) ketika mencari tahu keberadaan putrinya, Margot, yang menghilang dengan menelusuri jejak digital. Ia yang semula menganggap

Class yang dikompilasi adalah TestScoope.java karena dalam script TestScoope.java merupakan awal dari pendefinisian class TestScoope.java dan terdapat metode main untuk

i) Meningkatkan kualiti Sekolah Kebangsaan sebagai sekolah pilihan bagi semua pelajar (tanpa mengira kaum dan agama) dari segi kecemerlangan dalam pengajaran dan

Selanjutnya, hasil pengolahan juga memperlihatkan bahwa dengan pendekatan output oriented , diketahui bahwa jika pada tahun 2019 seluruh sampel usahatani jagung di

Jadi persamaan dispersi yang dihasilkan sama dengan persamaan dispersi dari teori gelombang linier pada amplitudo gelombang yang sangat kecil..

Berdasar uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diteliti seperti berikut: 1) Keefektifan dan efisiensi penggunaan TI untuk mendukung pencapaian kualitas