• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN KONSENTRASI SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KACANG KAPRI (Pisum Sativum L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN KONSENTRASI SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KACANG KAPRI (Pisum Sativum L."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

74

KONSENTRASI SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI TANAMAN KACANG KAPRI

(Pisum Sativum L.)

KIRNOPRASETYO I ¹), RAHAYU JULI¹) , AUGUSTA MARIA SARMENTO¹)

¹) Wisnuwardhana University

Kacang Kapri ( PisumsativumL.) merupakan salah satu jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat dunia sebagai sumber protein nabati untuk pemenuhan kebutuhan gizi. Kacang kapri di Indonesia mempunyai prospek yang sangat cerah. Sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi, permintaan kacang kapri terus akan meningkat dan tidak terpenuhi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kacang kapri adalah dengan menggunakan pupuk kandang sapi dan sitokinin (ZPT).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang sapi dan konsentrasi sitokinin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang kapri (Pisum sativum L.). Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga pupuk kandang sapi dan sitokinin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang kapri.

Pengamatan yang dilakukan mulai tanaman berumur 10 hst dengan interval 7 hari. Parameter yang diamati meliputi jumlah daun per tanaman, jumlah cabang per tanaman, umur berbunga, jumlah polong per tanaman, dan berat kering polong per tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dan konsentrasi sitokinin terhadap semua parameter pengamatan. Perlakuan konsentrasi sitokinin K secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun per tanaman umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanaman), luas daun per tanaman umur 38, HST (Hari Setelah Tanaman), jumlah cabang per tanaman umur 24, 38 dan 45 HST (Hari Setelah Tanaman), umur berbunga, jumlah polong per tanaman dan berat kering polong per tanaman. Sedangkan perlakuan dosis pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan.

Kata kunci : Kacang Kapri, Pupuk Kandang Sapi dan Sitokinin

.

Pengembangan hortikultura merupakan salah satu aspek dalam pembangunan pertanian. Laju peningkatan hasil komoditi hortikultura akhir–akhir ini cukup menggembirakan, walaupun masih belum mengimbangi peningkatan produksi palawija. Peningkatan produksi tanaman pangan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya pertambahan penduduk, perbaikan pendapatan masyarakat dan perkembangan kesadaran masyarakat akan gizi.

Sumbangan Komoditi hortikultura terhadap masyarakat cukup besar, antara lain dapat memperbaiki gizi masyarakat, meningkatkan devisa negara,

(2)

memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya petani di pedesaan. Komoditi hortikultura tersebut meliputi sayur-sayuran, buah–buahan, dan tanaman hias.

Kacang kapri merupakan salah satu jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat dunia, sehingga permintaan terhadap komoditi ini cukup besar. Kapri atau kacang kapri (Pisum sativum L.) suku polong-polongan atau

(Fabaceae) adalah sejenis tumbuhan sayur yang mudah dijumpai di

pasar-pasar tradisional Indonesia. Masakan yang menggunakan kapri kebanyakan adalah makanan ala Tiongkok, seperti nasi goreng dan capcay. Kacang kapri juga dapat ditumis atau menjadi salah satu bahan dari sup (Rukmana, 1994).

Sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk, kenaikan taraf hidup masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi, permintaan kacang kapri akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Sejak tahun 1990, pemanfaatan kacang kapri mulai popular di masyarakat. Produksi nasional rata-rata sebanyak 92,4 ton, sedangkan rata-rata permintaan yang mencapai sebanyak 150 – 400 kg per hari sering tidak terpenuhi sehingga didatangkan dari Malaysia dan Thailand (Anonymus, 2002).

Tinjauan pasar sayuran dari berbagai segi menunjukkan bahwa kacang kapri di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah. Pengembangan budidaya kacang kapri, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi, akan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, yaitu memberikan kesempatan kerja yang luas, memberikan penghasilan bagi masyarakat pada setiap rantai agribisnis (produsen benih, petani dan lembaga pemasaran) dan meningkatkan perbaikan gizi masyarakat. Pengembangan budidaya kacang kapri di Indonesia didukung oleh keadaan agroklimatologi dan agroekologi wilayah Indonesia yang sesuai (Cahyono, 2002).

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kacang kapri adalah dengan melakukan intensifikasi budidaya antara lain menggunakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan pupuk kandang. Konsep zat pengatur tumbuh diawalidengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis terutama tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman, juga proses-proses lain seperti pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan (Abidin, 2006).

Umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan mempengaruhi pembelahan sel, perpanjangan sel, dan differensiasi sel. Beberapa hormon juga memberikan respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan terhadap stimulus lingkungan. Setiap hormon, mempunyai efek ganda; tergantung pada : tempat kegiatannya, konsentrasinya,dan stadia perkembangan tumbuhannya. Pengaruh dari suatu Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksiZat

(3)

Pengatur Tumbuh (ZPT) pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Satu Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Abidin, 2006).

Salah satu Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah sitokinin. Sitokinin merupakan zat atau bahan yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Cara kerja sitokinin adalah dengan mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum, mendorong perkecambahan, dan menunda penuaan (Abidin,2006).

Selain pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), pemberian pupuk kandang sapi juga akan meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk kandang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi sayuran. Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk organik yang lengkap kandungan haranya karenanya sangat penting keberadaannya untuk membentuk bagian-bagian tanaman pada masa petumbuhan vegetatif maupun generatif (Rukmana,1994).

Pemberian pupuk kandang sapi dan sitokinin secara tepat akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Interaksi sitokinin dan pupuk kandang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan dan hasil tanaman kacang kapri.

METODE PENELITIAN

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, tali, meteran, penggaris, timbangan, sprayer, kantong plastik (polibag) ukuran 10 kg. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah benih kacang kapri, pupuk kandang sapi, ZPT golongan sitokinin dan polybag dengan ukuran 30 x 30 cm.

Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dan terdiri dari dua faktor. Faktor pertamaadalah dosis pupuk kandang sapi (D) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

D0 = Tanpa pupuk kandang sapi

D1 = Pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/Ha D2 = Pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/Ha D3 = Pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/Ha

Faktor kedua adalah konsentrasi sitokinin (K) yang terdiri 4 taraf yaitu :

K0 = Tanpa sitokinin

K1 = Sitokinin dengan konsentrasi 1 ml/liter air K2 = Sitokinin dengan konsentrasi 2 ml/liter air K3 = Sitokinin dengan konsentrasi 3 ml/liter air Dari kedua faktor tersebut diperoleh 16 perlakuan kombinasi : D0K0= Tanpa pupuk kandang sapi dan tanpa sitokinin.

(4)

D1K0 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/Ha tanpa Sitokinin.

D2K0 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/Ha tanpa Sitokinin.

D3K0 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/Ha tanpa Sitokinin.

D0K1 = Tanpa pupuk kandang sapi dan konsentrasi sitokinin 1 ml/liter air.

D1K1 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

1ml/liter air.

D2K1 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

1ml/liter air.

D3K1 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

1ml/liter air.

D0K2 = Tanpa pupuk kandang sapi dan konsentrasi sitokinin 2 ml/liter air.

D1K2 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

2 ml/liter air.

D2K2 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

2 ml/liter air.

D3K2 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

2 ml/liter air.

D0K3 = Tanpa pupuk kandang sapi dan konsentrasi sitokinin 3 ml/liter air.

D1K3 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

3 ml/liter air.

D2K3 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

3 ml/liter air.

D3K3 = Pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/Ha dan konsentrasi sitokinin

3 ml/liter air. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan

Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsetrasi sitokinin (K) terhadap jumlah daun pada berbagai umur pengamatan (Lampiran 2).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanam), sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanam).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2ml/l pada umur 17 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah daun tertinggi (28,5 helai) dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3ml/l (26,5 helai), perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 1ml/l (26,5 helai) dan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 0 ml/l (23,1 helai). Sedangkan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3ml/l pada umur 31 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah daun tertinggi (40,0 helai), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin 1 ml/l (36,7 helai) dan 2 ml/l (38,0 helai) (Tabel 1).

(5)

Perlakuan pupuk kandang sapi 20 ton/ha pada umur 17 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah daun terimggi (35,7 helai) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi 10 ton/ha (34,4 helai), 5 ton/ha (34,3 helai) dan 0 ton/ha (33,8 helai). Sedangkan perlakuan pupuk sapi 10 ton/ha pada umur 31 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah daun tertinggi (28,8 helai) dan tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang 5 ton/ha (28,7 helai), 0 ton/ha (27,9) dan 20 ton/ha (27,2 helai) (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata Jumlah Daun (Helai) per Tanaman, pada Berbagai Umur Pengamatan.

Perlakuan

Jumlah Daun Pada Umur 17 HST

Jumlah Daun Pada Umur 31 HST Sitokinin 0 ml/l 23.1 a 35.4 a Sitokinin 1 ml/l 26.5 b 36.7 b Sitokinin 2 ml/l 28.5 c 38.0 c Sitokinin 3 ml/l 26.5 b 40.0 b BNJ 5% 2.8 2.8

Pupuk Kandang 0 ton/ha 33.8 a 27.9 a

Pupuk Kandang 5 ton/ha 34.3 a 28.7 a

Pupuk Kandang 10 ton/ha 34.4 a 28.8 ab Pupuk Kandang 20 ton/ha 35.7 ab 27.2 a BNJ 5% 2.9 2.8

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ taraf 5%.

Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin terhadap luas daun pada berbagai umur pengamatan (Lampiran 2).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap luas daun umur 38 HST (Hari Setelah Tanam), sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap luas daun umur 38 HST (Hari Setelah Tanam).

Perlakuan konsentrasi Sitokinin (K) 3 ml/l pada umur 38 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan luas daun terlebar (119,8 cm2), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2 ml/l (118,1 cm2) dan 1 ml/l (101,1 cm2) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 0 ML/L (98,0 CM2) (Tabel 2).

Perlakuan pupuk kandang sapi (D) dosis 5 ton/ha pada umur 38 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan luas daun terlebar (87,8 cm2), berturut-turut pupuk kandang sapi 10 ton/ha (81,7 cm2), 20 ton/ha (81,2 cm2) dan 0 ton/ha (76,9 cm2) (Tabel 2).

(6)

Tabel 2. Rata-rata Luas Daun (cm2) per Tanaman Umur 38 (hst) Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K)

Perlakuan Rata-rata Luas Daun (Cm2) Pada Umur 38 hst Sitokinin 0 ml/l 98.0 a Sitokinin 1 ml/l 101.1 ab Sitokinin 2 ml/l 118.1 b Sitokinin 3 ml/l 119.8 b BNJ 5% 10.9

Pupuk Kandang 0 ton/ha 76.9 a

Pupuk Kandang 5 ton/ha 87.8 ab

Pupuk Kandang 10 ton/ha 81.7 a

Pupuk Kandang 20 ton/ha 81.2 a

BNJ 5% 11.8

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruh yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ 5%.

Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) terhadap jumlah cabang pada berbagai umur pengamatan (Lampiran 2 dan 3).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang umur 24, 38 dan 45 HST (Hari Setelah Tanam), sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada umur 24, 38, dan 45 HST (Hari Setelah Tanam).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K)3 ml/l pada umur 24 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah cabang terbanyak (2,0 batang) dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin 2 ml.l (1,0 batang), 1 ml/l (1,0 batang) dan 0 ml/l (0.8 batang) (TABEL 3).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3 ml/l pada umur 38 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah cabang terbanyak (3,0 batang) dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2 ml/l (2,8 batang) tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi sitokinin (K) 1 ml/l (2,4 batang) dan 2 ml/l (2,0 batang) (Tabel 3).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3 ml/l pada umur 45 HST (Hari Setelah Tanam) menunjukkan jumlah cabang terbanyak (3,2 batang) dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2 ml/l (3,0 batang) dan 1 ml/l (2,9 batang) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi (K) 0 ml/l (2,6 batang) (Tabel 3).

Perlakuan pupouk kandang sapi (D)10 ton/ha pada berbagai umur pengamatan menunjukkan jumlah cabang tertinggi, berturut-turut pupuk kandang sapi (D) 5 ton/ha, 20 ton/ha dan 0 ton/ha. Perlakuan pupuk kandang

(7)

sapi (D) 10ton/ha pada umur 24 HST (Hari Setelah Tanam) tidak berbeda nyata denganperlakuan pupuk kandang sapi (D) 5 ton/ha, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandangsapi (D) 20 ton/ha dan 0 ton/ha (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Jumlah Cabang (batang) per Tanaman Pengaruh perlakuan

Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K).

Perlakuan Umur 24 HST Umur 38 HST Umur 45 HST

Sitokinin 0 ml/l 0.8 a 2.0 a 2.6 a

Sitokinin 1 ml/l 1.0 a 2.4 a 2.9 ab

Sitokinin 2 ml/l 1.0 a 2.8 ab 3.0 ab

Sitokinin 3 ml/l 2.0 b 3.0 b 3.2 b

BNJ 5% 1.1 1.0 0.6

Pupuk Kandang 0 ton/ha 0.4 a 1.5 a 1.8 a

Pupuk Kandang 5 ton/ha 1.1 ab 2 ab 2.3 ab

Pupuk Kandang 10 ton/ha 1.3 ab 2.2 ab 2.4 ab

Pupuk Kandang 20 ton/ha 0.7 a 1.9 a 2.1 a

BNJ 5% 1.1 1.1 0.8

Keterangan : Angka=-angka yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ 5%.

Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) terhadap umur berbunga (Lampiran 2).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap umur berbunga, sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap umur berbunga.

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 0 ml/l menunjukkan umur berbunga terlama (41,3 hari), tudak berbeda nyata dengan perlakuan sitokinin (K)3 ml/l (39,2 hari) dan 1 ml/l (38,1 hari), tetapi tidak berbeda nyata dengan 2 ml/l (35,8 hari) (Tabel 4).

Perlakuan pupuk kandang sapi (D) 0 ton/ha menunjukkan umur berbunga terlama (52,3 hari), berturut-turut perlakuan pupuk kadang sapi 5 ton/ha (52,1 hari), 10 ton/ha (51,2 h ari) dan 20 ton/ha (50,4 hari) (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata Umur Berbungan (hari) Pengaruh Perlakuan Dosis Pupuk

Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K).

Perlakuan Umur Berbunga (Hari)

Sitokinin 0 ml/l 41.3 b

Sitokinin 1 ml/l 38.1 ab

Sitokinin 2 ml/l 35.8 a

Sitokinin 3 ml/l 39.2 b

BNJ 5% 2.9

(8)

Pupuk Kandang 5 ton/ha 52.1 ab

Pupuk Kandang 10 ton/ha 51.2 a

Pupuk Kandang 20 ton/ha 50.4 a

BNJ 5% 2.8

Keterangan : Angka-angka sekolom yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ 5%.

Analisi ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) terhadap jumlah polong per tanaman (Lampiran 2).

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong per tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman.

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3 ml/l menunjukkan jumlah polong per tanaman tertinggi (47,7 buah), tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2ml/l (46,7 buah) dan 1 ml/l (46,7 buah), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 0 ml/l (Tabel 5).

Perlakuan pupuk kandang sapi (D) 10 ton/ha menunjukkan jumlah polong terbanyak (35,6 buah), berturut-turut perlakuan pupuk kandang sapi 20 ton/ha (35,2 buah), 5 ton/ha (34,9 buah) dan 0 ton/ha (34,5 buah) (Tabel 5). Tabel 5. Rata-rata Jumlah Polong (buah) per Tanaman Pengaruh Perlakuan

Dosis Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K).

Perlakuan Umur Polong per Tanaman

Sitokinin 0 ml/l 45.8 a

Sitokinin 1 ml/l 46.7 ab

Sitokinin 2 ml/l 46.7 ab

Sitokinin 3 ml/l 47.7 b

BNJ 5% 1.8

Pupuk Kandang 0 ton/ha 34.5 a

Pupuk Kandang 5 ton/ha 34.9 a

Pupuk Kandang 10 ton/ha 35.6 ab

Pupuk Kandang 20 ton/ha 35.2 a

BNJ 5% 1.8

Keterangan : Angka-angka sekolom yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ 5%.

4.1.6 Berat Kering Polong per Tanaman

Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) terhadap berat kering polong per tanaman (Lampiran 3).

(9)

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap berat kering polong per tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (D) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap berat kering polong per tanaman.

Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 3 ml/l tidak menunjukkan Berat kering Polong per tanaman tertinngi (3,4 gr), berbeda nyata perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 2 ml/l (2,9 gr), 1 ml/l (2,8 gr), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) 0 ml/l (2,4 gr) (Tabel 6).

Perlakuan pupuk kandang sapi (D) 20 ton/ha menunjukkan Berat kering Poplong tertinggi (2,3 gr), berturut-turut perlakuan pupuk kandang sapi (D) 10 ton/ha (2,3 gr), 0 ton/ha (2,1 gr) dan 5 to/ha1,7 gr) Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata Berat Kering Polong (gram) per Tanaman Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K).

Perlakuan Berat Kering Polong per Tanaman( (grm) Sitokinin 0 ml/l 2.8 a Sitokinin 1 ml/l 2.9 ab Sitokinin 2 ml/l 2.4 a Sitokinin 3 ml/l 3.4 b BNJ 5% 0.8

Pupuk Kandang 0 ton/ha 2.1 a

Pupuk Kandang 5 ton/ha 1.7 a

Pupuk Kandang 10 ton/ha 2.3 a

Pupuk Kandang 20 ton/ha 2.3 a

BNJ 5% 1.4

Keterangan : Angka-angka sekolom yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNJ 5%.

Pembahasan

Analisis ragammenunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan (jumlah daun, luas daun, dan jumlah cabang per tanaman) dan parameter produksi (umur berbunga, jumlah polong, dan berat kering polong per tanaman) (Lampiran 1-3).

Tetapi perlakuan konsentrasi sitokinin (K) menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun per tanaman umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanam), luas daun per tanaman umur 38 HST (Hari Setelah Tanam), jumlah cabang per tanaman umur 24, 38 dan 45 HST (Hari Setelah Tanam), umur berbunga, jumlah polong per tanaman dan berat kering polong per tanaman (Tabel 1-6).

Hal menunjukkan bahwa pemberian ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dari golongan sitokinin mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman Kacang Kapri.

(10)

Peranan utama sitokinin dalam tubuh tanaman adalah mengatur dan menstimulasi pembelahan sel. Akibat adanya pembelahan sel yang terus menerus tanaman akan tumbuh lebih cepat dan mampu menghasilkan organ yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell (1996) yang menyatakan bahwa penambahan sitokinin dapat mendorong meningkatnya jumlah daun dan ukuran daun, memacu pembentangan, pembesaran dan pembelahan sel. Pembelahan sel yang dibantu oleh ketersediaan hara yang berasal dari pupuk kandang sapi menyebabkan tanaman tumbuh lebih subur, yang dapat dilihat dari jumlah daun, luas daun dan jumlah cabang. Tanpa pembelahan sel tanaman tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Hal yang sama juga di kemukakan oleh Hidayat (1995) yang menyatakan bahwa penambahan jumlah daun didugakarena meningkatnya pembelahan sel-sel primordia daun dan diferensiasi sel ujung batang akibat pemberian sitokinin. Daun sebagai alat fotosintesis akan dapat berperan secara optimal jika didukung oleh ketersediaan air, cahaya, dan unsur-unsur hara yang cukup (Salisbury dan Ross, 1995 dan Loveless, 1991). Dalam hal ini pemberian sitokinin merangsang pembelahan sel sehingga tanaman mampu menghasilkan lebih banyak daun dan cabang.

Peningkatan luas daun merupakan salah satu bentuk pertumbuhan tanaman yang merupakan hasil dari aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel. Pemberian sitokinin dalam konsentrasi yang optimum mampu mendorong pembelahan dan perkembangan sel daun. Perkembangan daun menjadi lebih meningkat dengan pemberian pupuik kandang sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rinsema (1993) yang menyatakan bahwa pupuk kandang tidak langsung dibutuhkan sebagai penyusun dari bahan organik tanaman, tetapi pupuk kandang mensuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemberian pupuk kandang sapi dalam dosis yang lebih tinggi (20 ton/ha) efektif dalam mencukupi kebutuhan hara tanaman, sehingga daun yang dihasilkan lebih banyak dan lebih luas. Hal ini didukung oleh pendapat Goldsworty dan fisher (1992) yang menyatakan bahwa pembelahan dan pemanjangan sel dipengaruhi oleh adanya peran hormon sitokinin yang bekerja pada sel dan berperan untuk mengatur pengembangan daun sesuai dengan kondisi tanah (ketersediaan air dan nitrogen yang termineralisasi).

Menurut Gunawan (1995) dalam Sofia(2008) menyatakan bahwa penggunaan sitokinin dengan konsentrasi tinggi dan masa yang panjang dapat menentukan kemampuan pembentukan jumlah tunas dan bentuk tunas. Pada konsentrasi sitokinin yang tinggi menyebabkan penampakan tunas abnormal dan menyebabkan penurunan jumlah renegerant yang diperoleh. Sedangkan Rismunandar (1992) dalam Sofia (2008) menyatakan bahwa keseimbangan antara auksin dengan sitokinin eksogen menentukan dalam pembentukan jumlah tunas. Menurut Rismunandar (1992) dalam Sofia (2008) selanjutnya pembentukan tunas pada kebanyakan tanaman dikotil memerlukan auksin dan sitokinin. Hal ini didukung

(11)

oleh Harjadi (2002) bahwa pada konsentrasi sitokinin yang rendah (0,2 ml/l)berpengaruh positif terhadap pembentukan tunas dan jumlah tunas.

Pemberian pupuk kandang sapi dalam penelitian ini efektif jika dikombinasikan dengan sitokinin. Tanaman mampu mengadakan pembelahan sel, tetapi jika nutrisi yang dibutuhkan tidak mencukupi, maka tanaman tidak dapat berkembang secara optimal. Perlakuan pupuk kandang sapi dosis 20 ton/ha memberikan rata-rata pengamatan tertinggi dibandingkan perlakuan pupuk kandang sapi dosis lebih rendah.hal ini disebabkan dari sifat dari pupuk kandang sebagai pupuk organik (pupuk pelengkap). Pemberian pupuk kandang mampu memberikan unsur hara yang lebih lengkap bagi tanaman, di samping itu pupuk kandang juga memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk kandang menyebabkan tanah jlebih gembur, sehingga memperlancar aerasi dan drainase akar tanaman dan menyebabkan tanaman mampu tumbuh dan berkembang secara optimal.

Perlakuan pupuk kandang sapi (D) 20 ton/ha dikombinasikan dengan perlakuian konsentrasi sitokinin (K) 2 ml/l berpengaruh positif terhadap produksi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah dan berat polong. Tanaman dengan perlakuan konsentrasi sitokinin (K) dan pupuk kandang sapi (D) berbunga lebih cepat daripada tanaman tanpa perlakuan konsentrasi sitokinin (K) dan pupuk kandang sapi (D). Hal ini disebabkan karena sitokinin mampu mendorong pembelahan sel yang menyebabkan daun dan cabang tanaman tumbuh lebih banyak. Banyaknya daun mempengaruhi luas daun, sehingga mempengaruhi proses fotosintesis tanaman. Semakin banyak jumlah daun berarti semakin luas daun yang berfotosintesis, sehingga semakin banyak fotosintat yang dihasilkan dan selanjutnya tanaman akan lebih cepat berkembang memasuki fase produksi. Tanaman yang berkembang secara optimal akan mampu menghasilkan produksi yang optimal juga. Hal initerlihat dari jumlah polong per tanaman dan berat kering polong per tanaman. Sitokinin membantu tanaman dalam proses pembelahan sel, sehingga sel tanaman mampu membentuk organ penyimpan (polong) dan biji yang lebih banyak. Akibatnya produktivitas tanaman lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat sofia (2008) yang menyatakan bahwa sitokinin pada konsentrasi 20 ppm berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah akar, berat akar dan berat total tanaman, sedangkan konsentrasi 40 ppm berpengaruh nyata terhadap persentase kalus dan jumlah daun.

Semakin tinggi dosis pupuk kandang yang di aplikasikan tanaman semakin subur dan menghasilkan produksi tinggi karena ketersediaan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terpenuhi. Hakim et.al (1986) menambahkan bahwa makin tinggi kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi juga kandungan hara yang ada dan meningkatkan total ruang pori tanah, sehingga dapat memperbaiki aerasi dan drainase dalam tanah dengan demikian aktivitas bintil akar efektif dan unsur Nitrogen untuk tanaman tercukupi. Selanjutnya meningkatkan pertumbuhan tanaman. Munir (1991) mengemukakan bahwa dengan aplikasi pupuk kandang

(12)

dapat meningkatkan unsur P bagi tanaman. Dengan meningkatkan unsur P, maka akan dapat mempercepat pembungaan dan meningkatkan jumlah serta berat kering polong per tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) terhadap semua parameter pengamatan. 2. Perlakuan konsentrasi sitokinin (K) secara terpisah berpengaruh

sangat nyata terhadap jumlah daun per tanaman pada umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanam), luas daun per tanaman, jumlah cabang per tanaman, pada umur 24,38, dan 45 HST (Hari Setelah Tanam), umur berbunga dan jumlah polong per tanaman, dan berat kering per tanaman.

3. Perlakuan dosis pupuk kandang sapi (D) secara terpisah tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun per tanaman pada umur 17 dan 31 HST (Hari Setelah Tanam), luas daun per tanaman, jumlah cabang per tanaman pada umur 24, 38 dan 45 HST (Hari Setelah Tanam), umur berbunga, jumlah polong per tanaman dan berat kering polong per tanaman.

Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini maka disarankan

1. Dosis pupuk kandang sapi berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi tanaman kacang kapri. Agar diperoleh produksi tinggi per satuan luas, maka sebelum pupuk ini digunakan, sebaiknya dilakukan analisis tanah, sehingga diketahui jumlah kandungan uunsur K (Kalium).

2. Pada penelitian selanjutnya disarankan utuk mengadakan penelitian lanjutan tentang dosis pupuk kandang agar diketahui berapa kebutuhan optimum tanaman kacang kapri dengan menggunakan pupuk kandang yang lain untuk melihat perbedaan pengaruhnya terhadap pertumbuhan maupun produksi tanaman.

DAFTAR RUJUKAN

Anonymous. 2002. Propek Komsoditi Sayuran di Indonesia. Jurnal Hortikultura. Malang : Balai Penelitian Tanaman Pangan

Abidin, 2006. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung :Angkasa.

Cahyono, 1994. Tekni pemupukan Penebar Suadaya. Jakarta.

(13)

Campbell, N.A.and J.B. Reece. 2002. Biology Sixth Edition Pearson Education. Inc. Sam Francisco.

Fatimah, 2009. Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Dalam Waktu Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan. di http://www.lib.unair.ac.id/.Diakses tanggal 14 Desember 2010.

Goldsworty dan fisher, 1992. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan Hasil Tanaman Kedelai. Universitas Muhamadiyah. Malang.

Gunawan, 1995. Kultur Jaringan Tanaman. PAU – IPB.Heddy, 1990. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali Jakarta.

Hidayat, 1995. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadja Mada. University Press, Yogyakarta.

Harjadi, S.S. 2002. Zat Pengatur Tumbuh. Penebar Swadaya Cimangis Bogor. Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna Jakarta. Loveless, 1991. Fisiologi Pertumbuhan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Lingga, P. 1994. Teknik Pemupukan Penebar. Swadaya. Jakarta.

Manurung, 2007. Pengaruh Dosis dan Interval Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau. Universitas Muhamadiyah. Malang. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami.

Muku, 2002. Pengaruh Jarak Tanam dalam barisan dan Pupuk Organik terhadap pertumbuhan Kacang Kapri (Pisum Sativum L.)

Nurhayati, 1996. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Rismunandar. 1992. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Pemupukan. Bhantara Karya Aksara. Jakarta. Rukmana. 1994. Bertanam Kacang Kapri. Yogyakarta : Kanisius Compton

Prinding Worbs. Aytilimled. New Delhi.

Sarief, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.

Salisbury dan Ross, 1995. The Flower Process. Pumaon Press, Oxfand London. Setyamidjaja. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta.

Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan Rineka Cipta. Jakarta.

Siswiarti, 2002. Pengaruh Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Sitokinin Pemecahan Dormasi dan Pertumbuhan Pucuk Tanaman The Skripsu Tidak di publikasikan. Fakultas Pertanian. Medan : USU.

Setiawan. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar Swadaya. Sofia, 2008. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine dan

Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max L. Merr.) Secara In Vitro. Fakultas Pertanian. Medan : USU

Widyastuty, Netty dan Donowati Tjokrokusumo, 2011. Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman pada Kultur in Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.

(14)

Gambar

Tabel  1.  Rata-rata  Jumlah  Daun  (Helai)  per  Tanaman,  pada  Berbagai  Umur  Pengamatan
Tabel  2.  Rata-rata  Luas  Daun  (cm 2 )  per  Tanaman  Umur  38  (hst)  Pengaruh  Dosis Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K)
Tabel  3.  Rata-rata  Jumlah  Cabang  (batang)  per  Tanaman  Pengaruh  perlakuan  Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K)
Tabel  5.  Rata-rata  Jumlah  Polong  (buah)  per  Tanaman  Pengaruh  Perlakuan  Dosis Pupuk Kandang Sapi (D) dan Konsentrasi Sitokinin (K)
+2

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwaTerdapat interaksi antara pemberian dosis pupuk kandang sapi dengan kedua varietas tanaman kacang tanah ini pada semua parameter

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam dan dosis pupuk kandang sapi serta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata

Perlakuan dosis pupuk kandang sapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah ginofor, jumlah cabang utama primer, jumlah polong berisi per

Diameter batang, panjang akar dan volume akar Konsentrasi zat pengatur tumbuh dan pupuk kandang sapi secara tunggal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter

Pemberian pupuk kandang sapi untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kacang panjang menunjukkan perbedaan yang nyata hanya pada parameter umur berbunga, yaitu dengan

Menunjukkan bahwa interaksi perlakuan P2M2 (pupuk kandang sapi 2 kg/plot dan pemberian mulsa organic jerami padi) memberikan hasil terbaik yang berbeda nyata dengan perlakuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan pemberian pupuk kandang sapi hingga 6 kg/plot berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga,

Interaksi antara pemberian pupuk hayati bioboost dan pupuk kandang sapi pada berbagai konsentrasi dan dosis berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah polong per petak,