• Tidak ada hasil yang ditemukan

Operasi Ekonomis Melalui Pengaturan Frekwensi Sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Operasi Ekonomis Melalui Pengaturan Frekwensi Sistem"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 Banda Aceh, Agustus 2013

Operasi Ekonomis Melalui Pengaturan Frekwensi Sistem

Joko Pitoyo

1)

; Haryo Pramita Sedewa

2)

; Ahmad Edy Syukral

3)

1) PLN INDONESIA email : pitoyo167@gmail.com 2) PLN INDONESIA email : hp_power@yahoo.co.id 3) PLN INDONESIA email : edy.syukral@gmail.com

ABSTRACT

Power System operation ideally should meet demand of security, quality and economic criteria. Economic criteria is use for decreasing financial loss or increasing benefit of energy sales. System frequency parameter is a balance indicator between power load and power generation that must be maintained stability. In general, power system supplied from a combination of low-cost power plant with high-cost power plant. This paper aims to studying how to operate system economically by dispatching system frequency in the grid code frequency allowable range between 49.8 Hz and 50.2 Hz, called Eco FPS (Economic Frequency Power System). This paper explain there is an economic opportunity when operating power system frequency above the nominal frequency or under the nominal frequency. This study of economic operation is general so that can be applied to electric power systems wherever located.

Kata kunci : Ekonomis, frekwensi, sistem

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengoperasian sistem tenaga listrik secara ideal harus memenuhi kriteria keamanan, mutu dan ekonomi. Keamanan adalah kemampuan sistem kelistrikan untuk menghadapi kejadian yang tidak direncanakan (gangguan), tanpa terjadi pemadaman. Mutu adalah kemampuan sistem kelistrikan untuk menjaga agar semua batasan operasi terpenuhi sesuai Aturan Jaringan

(Grid Code). Ekonomi adalah optimasi biaya pengoperasian tenaga listrik tanpa melanggar batasan keamanan dan mutu.

Sifat energy listrik tidak dapat disimpan sedangkan daya permintaan beban dapat berubah – ubah setiap saat. Untuk menjaga kontinyuitas pasokan tenaga listrik ke konsumen harus dilakukan pengendalian agar selalu terjadi keseimbangan antara daya permintaan beban/konsumen dan daya pasokan dari pembangkit. Frekwensi system harus dikendalikan tetap berada pada nilai yang diijinkan Grid Code yaitu 50 Hz + 0,2 Hz atau 49,8 Hz sd. 50,2 Hz.

1.2 Permasalahan

Secara umum sistem tenaga listrik dipasok dari pembagkit listrik berbiaya energi murah kombinasi dengan pembagkit listrik berbiaya energi mahal.

Daya nyata permintaan beban secara real time selalu berfluktuasi, sehingga pada kondisi tertentu, terjadi kelebihan daya pada pembangkit listrik berbiaya energi murah, yang apabila digunakan untuk memasok sistem, tentunya akan didapatkan tambahan laba operasi, walaupun terdapat konsekwensi terjadi kenaikan frekwensi sistem.

Pada kondisi lainya, apabila dilakukan pengurangan pembangkit berbiaya energi mahal, dengan konsekwensi penurunan frekwensi, akan didapatkan pengurangan kerugaian operasi.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah melakukan kajian penerapan pola operasi ekonomis dengan melakukan pengaturan frekwensi sistem secara bervariasi pada rentang yang diijinkan grid

code 49,80 Hz s.d 50,20 Hz, disebut Eco FPS (Economic Frequency Power System).

II

DASAR TEORI

2.1 Konversi Energi

Konversi energi primer menjadi energi listrik dapat diilustrasikan pada gambar 2.1. Energi primer diumpankan ke mesin penggerak mula (prime mover) melalui control valve CV. Prime mover menghasilkan daya mekanik untuk memutar poros generator G yang besarnya berbanding lurus terhadap volume energi primer yang dikendalikan oleh control valve CV.

ENERGI PRIMER PRIME MOVER CV debit Pm Pe PERALATAN LISTRIK ENERGI LAIN - LAIN G h < 100% h < 100% h < 100%

Gambar 2.1. Diagram blok konversi energi. Daya nyata keluaran generator Pe adalah daya nyata real time terukur yang besarnya berbanding lurus terhadap daya mekanik Pm yang diberikan prime mover

(2)

ke generator. Daya keluaran generator berupa daya listrik

Pe disaluran ke peralatan listrik untuk diubah menjadi energi lain – lain sesuai kehendak konsumen tenaga listrik.

Pada setiap tahapan konversi energi, selalu ada energi yang terbuang karena prime mover, generator G dan peralatan listrik memiliki efisiensi < 100 %.

2.2 Daya nyata Permintaan Beban dan

Daya nyata Diserap Beban

Pemahaman tentang daya nyata beban diuraikan menjadi dua yaitu daya nyata permintaan beban PL dan daya nyata diserap beban PO. Untuk melihat perbedaannya dapat dijelaskan melalui Gambar 2.2.

ENERGI PRIMER PRIME MOVER G CV debit BUS PO S PG M PUMP PL

Gambar 2.2. Daya nyata beban.

Daya nyata permintaan beban PL ditentukan pada saat perancangan peralatan listrik oleh pabrikan yang dituangkan dalam bentuk spesifikasi teknik pada name

plate atau pada manual book. Daya nyata permintaan

beban PL diakui keberadaannya oleh sistem apabila sudah tersambung ke sumber tenaga listrik melalui fasilitas saklar S.

Daya nyata diserap beban PO adalah daya nyata terukur yang dikonsumsi beban secara real time. Sesuai Hukum Kekekalan energi, maka daya nyata diserap beban PO akan selalu sama dengan daya nyata pembangkit PG yang besarnya dikendalikan oleh control

valve CV.

Karena daya nyata permintaan beban PL ditentukan oleh spesifikasi beban dan saklar S, sedangkan daya nyata diserap beban PO dikendalikan oleh control valve CV, maka daya nyata diserap beban

PO tidak selalu sama besar dengan daya nyata permintaan beban PL atau dapat dikatakan daya nyata pembangkit PG tidak selalu sama besar dengan daya nyata permintaan beban PL.

Dari uraian tersebut diperoleh korelasi antara frekwensi sistem terhadap keseimbangan daya nyata pembangkit dengan daya nyata beban yang dirangkum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Korelasi frekwensi sistem dengan keseimbangan daya nyata pembangkit dan beban.

FREKWENSI SISTEM KESEIMBANGAN DAYA NYATA f > 50 Hz PG = PO > PL f = 50 Hz PG = PO = PL f < 50 Hz PG = PO < PL

PG : Daya nyata pembangkit (keluar generator)

PO : Daya nyata diserap beban

PL : Daya nyata permintaan beban

2.3 Perubahan Frekwensi Sistem

Sistem tenaga listrik skala besar maupun skala kecil memiliki sifat yang sama yaitu frekwensi sistem dapat mengalami perubahan jika ada perubahan daya nyata permintaan beban atau perubahan volume energi primer yang dikonversikan menjadi energi listrik.

Untuk mempermudah pemahaman perubahan frekwensi sistem, dapat diamati pada sistem tenaga listrik sekala kecil seperti ditunjukan pada Gambar 2.3, terdiri dari satu unit Genset 750 kVA (pembangkit listrik) dan empat buah beban berupa pompa air masing – masing berkapasitas 125 Watt.

BBM CV Debit PG PO1 PO2 PO3 PO4 Beban Nominal PG = Watt dibangkitkan

PO = Watt dikonsumsi Beban

PL = Watt permintaan Beban

S1 S2 S3 S4 L P 1 L P 2 L P 3 L P 4 L P 4 3 2 1 O O O O O P P P P P    

Gambar 2.3. Sistem tenaga listrik skala kecil.

Perubahan daya nyata permintaan beban PL dilakukan dengan pengoperasian saklar S1...4. Semakin

banyak jumlah saklar yang ditutup berarti daya nyata permintaan beban PL semakin besar. Hal ini identik dengan yang terjadi pada sistem tenaga listrik skala besar yaitu pada saat pelanggan mengoperasikan peralatan listrik dengan cara menutup saklar peralatan listrik.

Perubahan volume energi primer dilakukan melalui perubahan posisi pembukaan control valve CV yang terdapat pada carburator. Hal ini edentik dengan pengaturan control valve yang terdapat pada pembangkit listrik skala besar.

Pada saat terjadi penambahan daya nyata permintaan beban PL dengan cara menambah jumlah penutupan saklar S1...4, maka berdampak pada

penurunan frekwensi sistem dan selanjutnya untuk menaikan frekwensi ke nilai nominal dilakukan penambahan posisi pembukaan control valve CV.

Dan sebaliknya pada saat terjadi pengurangan daya nyata permintaan beban PL dengan cara mengurangi jumlah penutupan saklar S1...4 maka berdampak pada

kenaikan frekwensi sistem dan selanjutnya untuk menurunkan frekwensi ke nilai nominal dilakukan pengurangan posisi pembukaan control valve CV.

2.4 Merit Order

Biaya operasi sistem tenaga listrik sebagian besar merupakan biaya bahan bakar atau biaya energi yang dinyatakan dalam satuan Rp/kWh. Untuk menekan biaya operasi, salah satunya adalah menggunakan metode merit order. Pada metode ini, daya energi listrik yang diminta oleh konsumen dipenuhi dengan sekala prioritas mulai dari pembangkit dengan biaya energi termurah.

Pada gambar 2.4. diperlihatkan diagram merit order dua pembangkit dengan biaya energi berbeda.

(3)

Pembangkit murah (biaya energi < harga jual) G1 dengan biaya energi Rp 400/kWh dapat dioperasikan secara layak memenuhi persyaratan operasi pada rentang 250 s.d 400 MW sedangkan pembangkit mahal (biaya energi > harga jual) G2 dengan biaya energi Rp 3.000/kWh dapat dioperasikan secara layak memenuhi persyaratan operasi pada rentang 30 s.d 150 MW. Daya nyata permintaan beban PL secara real time mengalami fluktuasi mulai dari 375 MW s.d 500 MW, dengan harga jual energi listrik sebesar Rp800/kWh.

P

L 375 – 500 MW Rp 800/kWh G1 G2 250 – 400 MW Rp 400/kWh 30 – 150 MW Rp 3.000/kWh

Gambar 2.4. Merit order dua unit pembangkit.

Pada gambar 2.5, diilustrasikan daya nyata permintaan beban PL pada saat posisi minimum sebesar 375 MW, maka untuk mendapatkan biaya energi mimimum dilakukan pengaturan pembebanan pembangkit mahal G2 pada batas bawah 30 MW dan sisanya 345 MW dipasok dari pembangkit murah G1.

P

L 375 MW Rp 800/kWh G1 G2 345 MW Rp 400/kWh 30 MW Rp 3.000/kWh

Gambar 2.5. Merit order untuk daya nyata permintaan beban PL posisi

minimum (375 MW).

Biaya energi secara sistem dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Dengan mengabaikan susut jaringan serta pemakaian sendiri diperlakukan sebagai penjualan, maka laba per jam dapat dihitung sebagai berikut :

Pada gambar 2.6, diilustrasikan daya nyata permintaan beban PL pada saat posisi maksimum sebesar 500 MW, maka untuk mendapatkan biaya energi mimimum dilakukan pengaturan pembebanan pembangnkit murah G1 pada batas atas 400 MW dan sisanya 100 MW dipasok dari pembangkit mahal G2.

P

L 500 MW Rp 800/kWh G1 G2 400 MW Rp 400/kWh 100 MW Rp 3.000/kWh

Gambar 2.6. Merit order untuk daya nyata permintaan beban PL posisi

maksimum (500 MW).

Biaya energi secara sistem dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Dengan mengabaikan susut jaringan serta pemakaian sendiri diperlakukan sebagai penjualan, maka rugi per jam dapat dihitung sebagai berikut :

2.5 Rasio Perubahan Daya nyata terhadap

Perubahan Frekwensi

Ketika terjadi pengurangan daya nyata pembangkit akibat trip salah satu unit pembangkit, sudah selazimnya diikuti penurunan frekwensi. Dan sebaliknya ketika terjadi pengurangan daya nyata diserap beban akibat trip salah satu penyulang, sudah selazimnya diikuti kenaikan frekwensi.

Hubungan antara prosentase perubahan frekuensi sistem terhadap prosentase perubahan daya nyata didefiniskan dengan faktor d, yaitu rasio perbandingan antara prosentase perubahan daya nyata terhadap prosentase perubahan frekwensi. Secara matematis didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut:

f L d    % % ... (1) Dan selanjutnya dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :

o o f f d P P   ... (2) (3.3)

d : rasio % perubahan beban terhadap % perubahan frekuensi

%∆L : prosentase penurunan daya nyata pembangkit /

beban (%)

%∆f : prosentase penurunan frekwensi (%)

∆P : penurunan daya nyata pembangkit / beban (MW) Po : Daya nyata pembangkit / diserap beban kondisi

awal

∆f : prosentase penurunan frekwensi fo : frekwensi awal

Faktor d dapat bervariasi dari 0,5 hingga 7[2], tergantung dari komposisi beban yang ada. Koefisien d bernilai 4 dapat diartikan 4% penurunan daya nyata pembangkit setara dengan penurunan frekuensi 1%.

III ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian pada sub bab 2.2, didapatkan pemahaman penyebab perubahan frekwensi sistem adalah adanya perubahan keseimbangan antara daya nyata pembangkit PG dengan daya nyata permintaan beban PL, sedangkan daya nyata diserap beban PO selalu sama dengan daya nyata pembangkit PG. Dari teori dasar tersebut maka berapa pun besarnya energi yang diproduksi oleh pembangkit selalu terserap beban atau terjual ke konsumen tidak terpengaruh perubahan frekwensi sistem.

Atas dasar pemahaman tersebut maka pola operasi ekonomis dapat dilakukan dengan pengaturan frekwensi sistem yang disebut Eco FPS (Economis Frequency

Power System) dengan uraian dibawah ini.

kWh Rp Energi Biaya 920, / ) 100 400 ( ) 000 . 3 100 ( ) 400 400 (              (800 920) (400 100) 1.000 60.000.000, /Jam Rp Rugi        (800 608) (345 30) 1.000 72.000.000, /Jam Rp LabakWh Rp Energi Biaya 608, / ) 30 345 ( ) 000 . 3 30 ( ) 400 345 (      

(4)

3.1 Operasi Ekonomis pada Frekwensi

50,20 Hz

Merujuk pada pembahasan merit order sub bab 2.4, pada saat daya nyata permintaan beban posisi minimum 375 MW ditunjukkan pada gambar 2.4, terdapat peluang untuk menaikkan laba penjualan dengan cara memperbesar daya nyata pembangkit murah G1 dengan konsekwensi terjadi kenaikan frekwensi. Dengan asumsi koefisien d sama dengan 4, dengan menaikan frekwensi mencapai batas atas Grid Code 50,2 Hz maka besarnya peluang untuk menaikan daya nyata pembangkit dapat dihitung menggunakan persamaan (2) sebagai berikut :

Dengan menaikan daya nyata pembangkit murah G1 sebesar 6 MW, dari 345 MW menjadi 351 MW, maka biaya energi mengalami penurunan dibanding kondisi awal dengan perhitungan sebagai berikut :

Laba per jam mengalami kenaikan dibanding dengan kondisi awal sebagai berikut :

Selisih kenaikan laba per jam dibanding dengan kondisi awal sebesar :

3.2 Operasi Ekonomis pada Frekwensi

49,8 Hz

Merujuk pada pembahasan merit order sub bab 2.4, pada saat daya nyata permintaan beban posisi maksimum 500 MW ditunjukkan pada gambar 2.6, terdapat peluang untuk menaikkan laba penjualan dengan cara memperkecil daya nyata pembangkit mahal G2 dengan konsekwensi terjadi penurunan frekwensi. Dengan asumsi koefisien d sama dengan 4, dengan menurunkan frekwensi mencapai batas bawah Grid Code 49,8 Hz maka besarnya peluang untuk mengurangi daya nyata pembangkit dapat dihitung dihitung menggunakan persamaan (2) sebagai berikut :

Dengan menurunkan daya nyata pembangkit mahal G2 sebesar -8 MW, dari 100 MW menjadi 92 MW, maka biaya energi mengalami penurunan dibanding kondisi awal dengan perhitungan sebagai berikut :

Kerugian per jam mengalami penurunan dibanding dengan kondisi awal sebagai berikut :

Selisih pengurangan rugi per jam dibanding dengan kondisi awal adalah sebesar :

3.3 Operasi Ekonomis Real Time 24 Jam

Dengan menggunakan prisip operasi ekonomis melalui pengaturan frekwensi sistem pada sub bab 3.1. dan 3.2, dapat digunakan untuk melakukan simulasi perhitungan potensi kenaikan laba operasi real time selama 24 jam.

Sebagai simulasi diasumsikan daya nyata permintaan beban berfluktuasi dari 375 MW s.d 500 MW seperti ditunjukan pada gambar 3.1. Sistem dipasok dari pembangkit murah (G1) dengan biaya energi Rp400/kWh dan pembangkit mahal (G2) dengan biaya energi Rp3000/kWh, dan diasumsi memiliki batasan kapasitas operasi pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kapasitas operasi pembangkit.

PEMBANGKIT Min (MW) Max (MW) Rp/kWh

G1 Murah 250 400 400

G2 Mahal 30 150 3000

G Total 280 550

Dengan asumsi harga jual rata – rata energi listrik sebesar Rp800/kWh, pemakaian sendiri 10% dan susut jaringan sebesar 10%, maka didapatkan potensi kenaikan laba ditambah penghematan per hari sebesar Rp126,5 Juta atau setara dengan Rp.3.8 Milyard per bulan, dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Simulasi perhitungan Eco FPS.

nilai satuan

PL Maksimum (demand) 500 MW

Harga jual rata rata 800 Rp/kwh

Pemakaian sendiri 10%

Susut Jaringan 10%

Koefisien d 4

Frekwensi Maksimum 50.2 Hz

Frekwensi Minimum 49.8 Hz

Laba / hari PG Normal (production) 1,245.9 juta Laba / hari PG Eco FPS (production) 1,372.4 juta Kenaikan total laba + saving / hari 126.5 juta Penambahan laba pada f > 50 / hari 29.2 juta Pengurangan rugi (saving) pada f < 50 / hari 97.2 juta Kenaikan laba + saving / bulan 3.8 milyard

URAIAN

Pada gambar 3.1 dapat dilihat pergeseran kurva beban harian dari penerapan Eco FPS. Kurva Normal menggambarkan kurva beban harian pada frekwensi sistem stabil pada nilai 50,0 Hz secara kontinyu yang berarti pembangkit selalu mamasok daya sesuai dengan daya permintaan beban. Kurva Eco FPS merupakan pergeseran kurva beban harian dari kondisi Normal akibat adanya penambahan maupun pengurangan daya dibangkitkan.

Pada saat kurva Normal berada dibawah garis Batas Ekonomis, kurva beban Eco FPS berada diatas kurva Normal yang berarti pembangkit memasok energi melebihi daya permintaan beban dan frekwensi sistem kWh Rp Energi Biaya 604,72/ ) 30 351 ( ) 000 . 3 30 ( ) 400 351 (             (800,00 604,72) (351 30) 1.000 74.400.000, /Jam Rp Laba  000 . 4000 . 2 000 . 000 . 72 000 . 400 . 74 /Jam Rp Rp Rp Laba Selisih     kWh Rp Energi Biaya 886,18/ ) 92 400 ( ) 000 . 3 92 ( ) 400 400 (              (800 886,18) (400 92) 1.000 42.400.000, /Jam Rp RugiMW P f f D P 500 8 50 2 . 0 4 0 0             000 . 6000 . 17 000 . 400 . 42 000 . 000 . 60 /Jam Rp Rp Rp Rugi Selisih     MW P f f D P 375 6 50 2 . 0 4 0 0          

(5)

bergeser ke posisi 50,2 Hz, dapat dilihat pada gambar 3.2.

Pada saat kurva Normal berada diatas garis Batas Ekonomis, kurva Eco FPS berada dibawah kurva Normal yang berarti pembangkit memasok energi lebih kecil dari daya permintaan beban dan frekwensi sistem bergeser ke posisi 49,8 Hz, dapat dilihat pada gambar 3.2.

350 370 390 410 430 450 470 490 510 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 MW JAM KURVA BEBAN HARIAN

Normal Eco FPS Batas Ekonomi

Gambar 3.1. Pergeseran kurva beban harian penerapan Eco FPS.

49.7 49.8 49.9 50.0 50.1 50.2 50.3 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Hz JAM FREKWENSI SISTEM

FREKWENSI NOMINAL FREKKWENSI Eco FPS

Gambar 3.2. Pergeseran profil frekwensi sistem penerapan Eco FPS.

4

KESIMPULAN

DAN

SARAN

1. Peluang operasi ekonomis dapat dilakukan pada frekwensi diatas nilai nominal maupun dibawah nilai nominal.

2. Dari simulasi implementasi Eco FPS pada system tenaga listrik dengan beban puncak 500 MW, didapatkan laba tambahan dan penghematan sebesar Rp 3,8 Milyard per bulan.

3. Berkaitan dengan kajian pada makalah ini, perlu dilakukan penelitian tentang efisiensi pembangkit saat diroperasikan pada frekwensi diatas dan dibawah nilai nominal.

DAFTAR

PUSTAKA

[1] Kundur, Prabha, “Power System Stability and Control” McGraw-Hill, Inc., New York

[2] Walter A. Elmore, “Protective Relaying Theory and Applications” Second edition, Revised and Expanded, Marcel Dekker, Inc. New York . [3] Gonen, Turan, “Modern Power System Analysis”

John Wiley & Sons. Incoporation Canada, 1988. [4] Cegrell, Torsten, ”Power System Control

Technology”, Prentice Hall International.

[5] Mismail, Budiono, Ir., ”Rangkaian Listrik” Jilid pertama, Penerbit ITB, Bandung, 1995.

[6] Keputusan Menteri Sumberdaya dan Mineral nomor 1150 K/30/MEM/2004 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Madura Bali.

JOKO PITOYO1)

 Lahir di Kediri - JATIM, tahun 1972, lulus dari Teknik Elektro, Politeknik Universitas Brawijaya, Malang Tahun 1994.

 Bergabung dengan PT PLN (Persero) mulai tahun 1995, ditugaskan di PT PLN (Persero) Wilayah I, D.I. Aceh.

 Tahun 2000 hingga sekarang bertugas di PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

 Tahun 2006 s.d. 2008 melaksanakan tugas belajar ke jenjang S1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang.

 Bidang tugas yang pernah diemban meliputi Perencanaan Distribusi, Analisa dan Evaluasi Proteksi Distribusi, Proteksi Transmisi dan Gardu Induk, serta Operasi Sistem Tenaga Listrik.

 Saat ini mengemban tugas di bidang Penyaluran Tenaga Listrik.

HARYO PRAMITA SEDEWA2)

 Lahir di Yogyakarta, tahun 1986, lulus dari Teknik Elektro, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Tahun 2009.

 Bergabung dengan PT PLN (Persero) mulai tahun 2009, ditugaskan di PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

 Pernah mengemban tugas dibidang Operasi Sistem Tenaga Listrik.

 Saat ini mengemban tugas di bidang Perencanaan Sistem Transmisi dan Gardu Induk.

AHMAD EDY SYUKRAL3)

 Lahir di Panyambungan - SUMUT, tahun 1985, lulus dari Teknik Elektro, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Tahun 2008.

 Tahun 2008 – 2009 bekerja di Industri

Pulp & Paper.

 Bergabung dengan PT PLN (Persero) mulai tahun 2009, ditugaskan di PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

 Saat ini mengemban tugas di bidang Operasi Sistem Tenaga Listrik.

Gambar

Gambar 2.1. Diagram blok konversi energi.
Tabel  2.1.  Korelasi  frekwensi  sistem  dengan  keseimbangan daya nyata pembangkit dan beban
Gambar 2.5. Merit order untuk daya nyata permintaan beban P L  posisi  minimum (375 MW)
Tabel 3.1. Kapasitas operasi pembangkit.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya sastra jawa, konsep kepemimpinan banyak dituangkan dalam bentuk ajaran salah satu diantaranya yaitu Nilai Kepemimpinan dalam SeratSastra Gendhing bahwa

Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System) untuk menentukan letak lokasi penelitian, bor tanah untuk mengambil sampel tanah,

Variabel dengan tipe data tunggal (skalar) hanya dapat digunakan untuk meyimpan sebuah nilai saja, sehingga untuk menyimpan beberapa nilai sekaligus dalam suatu variable

Ada beberapa jenis pembentukan organisasi pemerintahan desa seperti, pembentukan organisasi kepala desa , badan permusyawaratan desa (BPD), Sekertaris desa (sekdes)

Penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Elektroosmosis terhadap Tekanan Air Pori pada Tanah Lempung” ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh

Mengetahui pengaruh penambahan 4-metilbenzaldehid terhadap persentase hasil sintesis senyawa turunan 2(-p-klorofenil)kuinazolin- 4(3H)-on dibandingkan dengan penambahan

Penguatan Pendidikan Karakter berbasis budaya sekolah diupayakan melalui beberapa aspek yaitu aspek branding sekolah berkaitan dengan sekolah yang mempunyai keunikan

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah suatu tindak tutur yang disampaikan penutur kepada lawan tutur, baik itu berupa kalimat