PERILAKU TANAH GAMBUT BERSERAT YANG DISTABILISASI DENGAN
CAMPURAN KAPUR DAN ABU TERBANG
Yulianto, F.E.1, Harwadi, F2.
1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Madura, Jl.Raya Panglegur, Km. 3,5 Pamekasan
Email: femi_281298@yahoo.com
2Jurusan Teknik Sipil, Universitas Borneo, Jl. Amal Lama Kampung Enam No.1, Tarakan
Email: fuhar_71@yahoo.com
ABSTRAK
Tanah gambut merupakan tanah organik (>75%) dengan daya dukung rendah dan kemampuan yang besar. Beberapa metode perbaikan seperti pemberian beban awal, kolom pasir, galar kayu telah diterapkan untuk meningkatkan sifat fisik dan teknisnya. Namun, metode tersebut ternyata tidak ramah lingkungan karena memerlukan material tanah urug dan kayu dalam jumlah besar, untuk itu, metode stabilisasi dikembangkan. Bahan stabilisasi yang digunakan berupa campuran kapur dengan abu terbang dengan presentase campuran 30% kapur dan 70% abu terbang dengan jumlah bahan stabilisasi yg diberikan adalah 10% dari berat volume gambut berserat initial. Pemeraman dilakukan selama 1, 10, 20, dan 30 hari untuk mengetahui perubahan parameter gambut berserat yang distabilisasi. Hasil uji laboratorium menunjukkan kadar air dan angka pori mengalami penurunan sedangkan berat volume, keasaman dan berat jenis meningkat dibandingkan kondisi awal. Parameter teknis juga menunjukkan perilaku yang lebih baik dimana pemampatan lebih kecil dan daya dukungnya meningkat sebesar 28%.
Kata Kunci : tanah gambut, kapur, abu terbang, stabilisasi
1.
PENDAHULUAN
Tanah gambut merupakan tanah organik yang terbentuk dari pelapukan tumbuh-tumbuhan dengan usia sekitar 18.000 tahun. Di Indonesia lahan gambut mempunyai luas lebih dari 20,1 juta hektar (Litbang Prasarana Transportasi, 2001) yang sebagian besar tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua, namun luas areal tanah gambut semakin tahun semakin berkurang sebagai akibat pengembangan wilayah pemukiman, bahkan pada tahun 2008 luas gambut indonesia turun menjadi 18,1 juta hektar (Agus, 2008)
Tanah gambut mempunyai sifat yang mudah mampat dengan daya dukung rendah, sehingga diperlukan suatu metode perbaikan tanah agar mampu mendukung beban yang bekerja diatasnya. Metode perbaikan tanah yang banyak diaplikasikan pada tanah gambut antara lain metode pengelupasan, cerucuk kayu dan galar kayu, pembebanan awal serta stabilisasi tanah. Tetapi metode tersebut (selain stabilisasi tanah) ternyata dapat merusak lingkungan karena kebutuhan bahan urugan maupun kayu yang sangat besar dan dapat merusak tempat galian maupun hutan.
Metode lainnya yang terus dikembangkan adalah stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah yang banyak diterapkan saat ini adalah stabilisasi kapur pada tanah lempung yang dapat menghasilkan sifat fisik dan teknis yang sangat baik dalam mendukung beban yang bekerja diatasnya. Namun stabilisasi kapur pada tanah gambut tidak dapat menghasilkan sifat fisik dan teknis seperti pada tanah lempung karena gambut tidak mempunyai kandungan silica yang menyebabkan gel kalsium silica hydrates tidak berbentuk; hal ini telah dibuktikan pada penelitian laboratorium (Ilyas, T, 2008; Said, 2009) maupun aplikasi di lapangan (Keller, 2002 dan Souliman, 2011).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka penelitian laboratorium dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan material stabilisasi tanah gambut yang mampu menghasilkan sifat fisik dan teknis yang baik, lebih ramah lingkungan dan murah dalam pelaksanaannya. Makalah ini akan mendiskusikan pengaruh penambahan campuran kapur dan abu terbang terhadap sifat fisik dan sifat teknis tanah gambut yang telah di stabilisasi, yaitu:
1. Perubahan sifat fisik dan teknis tanah gambut akibat penambahan material stabilisasi. 2. Pengaruh masa peram terhadap sifat fisik dan teknis tanah gambut yang distabilisasi.
2.
MATERIAL STABILISASI
Material stabilisasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan produk samping dari PLTU Paiton berupa abu terbang dan produk samping dari PT. Petrokimia Gresik berupa kapur CaCO3, hasil pengujian kimia yang dilakukan
di Laboratorium Kimia MIPA-ITS Surabaya oleh Harwadi, F dan Mochtar, N. E, (2010), menunjukkan bahwa kandungan silica (SiO2) pada abu terbang mencapai 43,1% sedangkan kandungan CaCO3 dari kapur adalah 71,37%
dan senyawa lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Komposisi Kimia Kapur CaCO3.
Parameter Hasil (%) CaCO3 71.37 CaSO42H2O 18.76 (NH)2CO3 1.33 (NH4)2CO3 0 NH3 bebas 0 H2O 18.10
(Sumber : Harwadi, F dan Mochtar, N.E, 2010)
Tabel 2. Komposisi Kimia Abu Terbang
Parameter Hasil (%) SiO2 43.1 Al2O3 18.0 Fe2O3 20.8 CaO 13.4 K2O 14.6
(Sumber : Harwadi, F dan Mochtar, N.E, 2010)
Harwadi, F dan Mochtar, N.E (2010), juga menytakan bahwa prosentase campuran kapur dan abur terbang yang dijadikan bahan stabilisasi adalah 30% kapur dan 70% abu terbang berdasarkan pengujian laboratorium terhadap sifat fisik dan teknisnya. Selain itu berdasarkan pengujian laboratorium terhadap beberapa prosentase admixture yang diberikan pada tanah gambut diketahui bahwa penggunaan 10% bahan stabilisasi memberikan hasil yang paling optimal dibandingkan prosentase lainnya.
3.
GAMBUT INITIAL
Sifat Fisik Gambut Initial
Sampel tanah gambut diambil di daerah Bareng bengkel-Palangkaraya Kalimantan Tengah. Pengujian sifat fisik gambut berserat dilakukan di dua tempat di lapangan berupa test keasaman menggunakan pH meter dan berat volume gambut berserat dengan metode kerucut pasir. Sedangkan pengujian laboratorium meliputi uji berat spesifik, kadar serat, kandungan organik, kadar air dikerjakan berdasarkan Peat Testing Manual ASTM-1984 yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Prodi Teknik Sipil ITS Surabaya. Hasil pengujian terhadap sifat fisik gambut intial (Tabel 3) menunjukkan bahwa tanah gambut Palangkaraya merupakan tanah gambut berserat karena kandungan seratnya > 20% (MacFarlane, 1959).
Tabel 3. Sifat Fisik Gambu Initial
Soil Parameter Unit Tanah Gambut Yang Diteliti Hasil Peneliti Lainnya
Berat Jenis - 1.49 1.4 - 1.7 Angka Pori - 9.7 6.89 - 11.09 Berat Volume t/m3 1,044 0.9 - 1.25 Keasaman - 3.1 3 - 7 Kadar Air % 649.78 450 - 1500 Kadar Organik % 97.0 62.5 - 98 Kadar Abu % 3.0 2 – 37.5 Kadar Serat % 52.1 39.5 - 61.3
Sifat fisik gambut initial hasil pengujian (Tabel 3) menunjukkan besaran yang masih dalam rentang nilai pengujian yang dilakukan peneliti sebelumnya (Hanrahan, 1954; MacFarlane and Radforth, 1965; MacFarlane, 1959; Mochtar, NE. Et all, 1998; 1999; 2001; 2002; dan Pasmar, 2000) sehingga gambut berserat Palangkaraya dapat diklasifikasikan sebagai tanah gambut Hemic dengan kadar abu rendah dan keasaman yang tinggi (ASTM D-4427, 1992).
Sifat Teknis Gambut Initial
Pengujian kuat geser gambut berserat initial dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengujian di lapangan dilakukan melalui uji vane shear di tiga titik pengujian yang berbeda. Hasil uji vane shear di tiga titik menunjukkan nilai yang berbeda-beda yaitu, 6 kPa, 10 kPa dan 13 kPa dengan nilai rata-rata kuat gesernya sebesar 9.67 kPa. Perbedaan nilai kuat geser di tiga titik pengujian tersebut disebabkan kondisi sebaran serat yang berbeda-beda di tiga titik pengujian. Ukuran serat yang bervariasi juga sangat berpengaruh pada hasil pengujian vane shear.
Nilai kuat geser gambut berserat initial juga diketahui dari uji geser langsung di laboratorium dengan hasil sudut geser dalam sebesar 26o, 36o dan 41o serta nilai kohesi sebesar ±0.5 kPa. Nilai sudut geser yang berubah ubah
diakibatkan oleh pengaruh distribusi dari serat gambut pada sampel yang diujikan berbeda. Dari hasil uji geser langsung di laboratorium diketahui nilai kuat geser gambut berserat setelah mengalami pembebanan sebesar 50 kPa (sesuai dengan beban urugan dan lalu lintas di lapangan) adalah 26.85 kPa. Hal ini menunjukkan bahwa beban yang bekerja di atas tanah gambut dapat menaikkan nilai kuat gesernya, kondisi ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Landva, (1982) dan Hanrahan, (1954).
Pengujian konsolidasi pada gambut berserat initial dilakukan dengan metode pembebanan 1 tahap (Gibson & Lo, 1961) dengan beban besar adalah 50 kPa. Pengujian dengan metode ini dilakukan karena metode Terzhagi, (1925) tidak mampu memprediksi perilaku konsolidasi pada tanah gambut berserat seperti yang disampaikan oleh Lea & Bawner, (1959). Hasil uji pemampatan tanah gambut berserat intial ditunjukkan pada Gambar 1. Grafik pemampatan tanah gambut menunjukkan 4 tahap konsolidasi, yaitu : pemampatan segera (ɛi), pemampatan primer (ɛp), Pemampatan sekunder (ɛs) serta pemampatan tersier (ɛt).
Gambar 1. Grafik konsolidasi gambut berserat initial dengan beban 50 kPa.
Waktu pemampatan yang terjadi juga bervariasi. Pemampatan segera terjadi sangat cepat dan diikuti oleh pemampatan primer pada rentang waktu 0,1 detik sampai dengan 4 menit. Pemampatan sekunder terjadi cukup lama yaitu berlangsung sekitar 400 menit dan diikuti oleh pemampatan tersier sampai waktu 14000 menit. Dari Gambar 2 juga diketahui bahwa perilaku pemampatan gambut berserat tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhowian dan Edil, (1980).
4.
TANAH GAMBUT YANG DISTABILISASI
Sifat Fisik Tanah yang Distabilisasi
Stabilisasi tanah gambut dilakukan dengan mencampurkan 10% bahan stabilisasi (10% dari berat volume tanah gambut berserat) kedalam tanah gambut berserat dan diperam selama 1 hari, 10 hari, 20 hari dan 30 hari dengan tujuan untuk mengetahui perilaku perubahan sifat fisik gambut berserat yang distabilisasi terhadap usia stabilisasi.
Pengaruh penambahan bahan stabilisasi dan masa peram terhadap perilaku sifat fisik gambut berserat yang distabilisasi diberikan pada Tabel 4 dan Gambar 3 sampai dengan Gambar 7.
Tabel 4. Sifat Fisik Tanah Gambut yang Distabilisasi Berasarkan Usia Peram
Parameter Fisik Usia Peram (hari)
1 10 20 30
Berat Jenis (Gs) - 1.94 2.09 2.20 2.28 Kadar Air (wc) % 396.51 326.53 303.35 257.80 Angka Pori (e) - 7.68 7.01 6.86 5.34 Berat Volume Tanah (t) gr/cm3. 1.11 1.113 1.129 1.146
Keasaman (pH) - 5.95 6.50 7.29 -
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa parameter sifat fisik gambut berserat stabilisasi menunjukkan nilai yang lebih baik jika dibandingkan kondisi awalnya. Nilai Gs dan berat volume tanah gambut berserat yang distabilisasi mengalami peningkatan. Angka pori dan kadar air gambut berserat setelah distabilisasi menurun sedangkan keasaman menuju ke nilai netral (pH = 7). Perubahan parameter fisik gambut berserat setelah distabilisasi disebabkan oleh reaksi kimia yang dihasilkan oleh CaCO3 pada kapur dengan SiO2 pada abu terbang serta air yang
ada dalam pori gambut. Reaksi kimia tersebut menghasilkan gel kalsium silica hydrates (CaSiO3) yang mampu
mengisi ruang pori dan membungkus serat gambut seperti yang ditunjukkan oleh foto Scaning Elektron Mikroscope (SEM) pada gambut berserat yang distabilisasi dengan pembesaran 100 kali (Gambar 2). Hasil foto SEM menunjukkan bahwa butiran gel yang terbentuk dapat mengisi ruang pori gambut tersebut.
Gambar 2. Foto SEM gambut yang distabilisasi dengan 10% admixture dengan pembesaran 1000x
Pengaruh Masa Peran terhadap Sifat Fisik Gambut yang distabilisasi
Pengaruh usia peram pada perubahan nilai specific gravity (Gs) dan kadar air (wc) dapat diketahui pada Gambar 3 dan Gambar 4. Nilai Gs semakin meningkat dengan semakin lamanya usia stabilisasi, bahkan pada usia 30 hari nilai Gs telah melewati nilai 2 yang berarti gambut telah terkontaminasi mineral lain seperti yang disampaikan oleh MacFarlane (1959).
Pembentukan gel CaSiO3 berakibat pula pada turunnya kadar air gambut berserat yang distabilisasi secara drastis
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Penurunan nilai kadar air seiring dengan bertambahnya usia peran dari gambut berserat yang distabilisasi, hal ini membuktikan bahwa reaksi kimia untuk membentuk gel CaSiO3 terus
berlangsung meskipun usia stabilisasi gambut telah mencapai 30 hari.
Gambar 4. Pengaruh usia peram terhadap kadar air tanah gambut berserat yang distabilisasi
Terbentuknya gel CaSiO3 juga menyebabkan nilai pori gambut stabilisasi terus menurun sampai usia 30 hari seperti
terlihat pada Gambar 5. Perubahan nilai angka pori cukup besar jika dibandingkan kondisi awalnya yaitu dari 9.7 menjadi 6.3 pada usia peram 30 hari yang berarti gel telah mampu mengisi ruang pori dan membungkus serat gambut yang distabilisasi.
Gambar 5. Pengaruh usia peram terhadap nilai angka pori tanah gambut berserat yang distabilisasi
Perubahan berat volume tanah (ᵞt) gambut berserat yang distabilisasi ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai ᵞt terus menigkat seiring usia peramnya. Nilai ᵞt naik menjadi 1.145 gr/cm3 dari kondisi intial sebesar 1.044 gr/cm3 setelah
usia stabilisasi berumur 30 hari, yang berari gel CaSiO3 secara perlahan berubah menjadi kristal sehingga berat
gambut bertambah.
Penambahan bahan stabilisasi pada gambut berserat juga dapat menaikkan nilai keasaman gambut intial bahkan nilai keasaman pada usia 30 hari melebihi nilai pH 7 (Gambar 7). Hal ini disebabkan campuran kapur+abu terbang mempunyai nilai keasaman diatas 7 sehingga ketika bereaksi dengan gambut yang mempunyai nilai keasaman rendah (pH 3) nilai keasaman naik di sekitar normal.
Gambar 7. Pengaruh usia peram terhadap keasaman tanah gambut berserat yang distabilisasi
SIFAT TEKNIS TANAH GAMBUT YANG DISTABILISASI
Nilai kuat geser gambut berserat initial hasil uji lapangan dengan vane shear adalah 9.67 Kpa sedangkan hasil uji laboratorium dengan beban vertikal sebesar 50 kPa menunjukkan nilai kuar geser yang meningkat yaitu sebesar 26.85 kPa; pengaruh masa peram pada kuat geser gambut yang distabilisasi ditunjukkan pada Gambar 8, secara umum nilai kuat geser meningkat seiring dengan bertambahnya waktu masa peram, meskipun nilai kuat geser pada usia 1 hari lebih tinggi dari kuat geser pada usia stabilisasi 10 hari, hal ini mungkin disebabkan oleh belum sempurnanya pembentuk gel kalsium sicila hydrates sehingga pengaruh serat pada gambut masih cukup besar.
Gambar 8. Pengaruh usia peram terhadap kuat geser tanah gambut berserat yang distabilisasi
Pada usia stabilisasi 10 hari ketika gel yang terbentuk mulai mengeras pengaruh serat mulai hilang sebagai akibat serat telah terbungkus gel dan pori pada gambut juga mulai terisi dan tertutupi oleh gel yang terbentuk tersebut. Pada usia stabilisasi telah mencapai 30 hari nilai kuat geser meningkat menjadi 39.4 kPa yang berarti penambahan bahan stabilisasi sebesar 10% telah mampu meningkatkan nilai kuat geser tanah gambut berserat yang distabilisasi mencapai 44.5% dari nilai kuat geser awal.
Grafik pemampatan gambut berserat yang distabilisasi dengan 10% bahan stabilisasi ditunjukkan pada Gambar 9. Dari Gambar 9 diketahui bahwa semakin lama usia stabilisasi maka pemapatan yang terjadi semakin kecil , hal ini sesuai dengan perubahan pori gambut berserat setelah distabilisasi yang juga semakin kecil, akan tetapi penambahan 10% admixture masih memungkinkan terjadinya dekomposisi serat gambut, hal ini diketahui dari bentuk grafik pemampatan yang masih terdiri atas 4 tipe kurva pemampatan. Penambahan 10% admixture juga mempengaruhi waktu pemampatan yang terjadi (Gambar 9), dari grafik pemampatan diketahui bahwa semakin lama usia peram
waktu konsolidasi primer semakin cepat dan singkat sedangkan konsolidasi sekunder yang terjadi semakin lama yang diikuti konsolidasi tersier.
Gambar 9. Grafik pemampatan gambut berserat yang distabilisasi 10% admixture dengan masa peram yang berbeda
5.
KESIMPULAN
Dari data dan penjelasan yang diberikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambut yang diteliti merupakan gambut berserat hemic dengan kadar abu rendah dan keasaman yang tinggi. 2. Penambahan 10% admixture mampu meningkatkan sifat fisik dan teknis gambut berserat.
3. Masa peram sangat berpengaruh pada perubahan fisik gambut berserat yang distabilisasi dimana kadar air dan kadar organik semakin turun, nilai Gs, ᵞt, dan pH menignkat.
4. Nilai kuat geser meningkat sebesar 44.5% dari kondisi awal pada usia stabilisasi 30 hari.
5. Perilaku pemampatan masih sama dengan kondisi awal akan tetapi penambahan masa peram dapat memperkecil besar pemampatan yang terjadi serta mempengaruhi waktu konsolidasi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F, dan Made Subiksa, I.G, (2008). Lahan Gambut : Potensi Untuk Pertanian dan Aspek LingkunganI, Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Bogor.
ASTM Annual Book, (1992). Standard Classification of Peat Samples by Laboratory Teasting (D4427-92), ASTM, Section 4, Volume 04.08 Soil and Rock, Philadelphia.
Adam, J.I, (1965). “The Engineering Behavior of a canadian Muskeg”, Procedding Sixth International Conference
on Soil Mechanics and Foundation Engineering. Vol. 1, pp 3-7.
Dhowian, A,W and T.B Edil, Consolidation Behavior of Peat, (1980). “Geatechnical Testing Journal, Vol. 3. No. 3.
Pp 105-144.
Gibson, R.W., Lo, K.Y, (1961). A Theory of Consoliadtion of Soils Exhibiting Secondary Compression, Acta Polytecnica Scandinavia.
Harwadi, F. And Mochtar, N.E., (2010). “Compression Behavior of Peat Soil Stabilized with Environmentally Friendly Stabilizer, Proceedings of the Makssar International Conference on Civil Engineering (MICCE
2010), March 9-10).
Hanrahan, E.T., (1954). “An Investigation of Some Physical Properties of Peat”. Geotechnique, Vol. 4, No 3. Ilyas, T, Rahayu, W dan Arifin, D. S, (2008). “Studi Perilaku Kekuatan Tanah Gambut Kalimantan yang
Distabilisasi dengan Semen Portland”, JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 1 Tahun XXI, 1-8 ISSN 0215-1685. Keller Ground Engineering Pty Ltd, (2002). Lime Cement Dry Soil Mixing, PO. Box. 7974 baulkham Hills NSW
Landva, A.O., E.O. Korpijaakko, P.E. Pheeney, and P.M. Jarret., (1982). Geotechnical Classification Compression
of Peats and Organic Soils., Testing of Peats and Organic Soils, ASTM, STP 820.
Lea, N.D and C.O. Brawner (1959). “Foundation and Pavement Design for Highway on Peat”, Proceeding Fortieth
Convention Ca. Good roads Assoc., Ottawa, pp. 106-114.
MacFarlane, I.C, (1959). Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto Press, Toronto, Canada.
MacFarlane, I.C. dan Radforth, N.W, (1965). “A Study of Physical Behavior of Peat Derivatives Under Compression”. Proceeding of The Tenth Mskeg, Research Council of Canada, Technical Memorandun No 85. Mochtar, N. E. Dan Mochtar, Indrasurya B, (2001). Studi tentang Sifat Phisik dan Sifat Teknis Tanah Gambut
Banjarmasin dan Palangkaraya Serta Alternatif Cara Penanganannya untuk Konstruksi Jalan, Dipublikasi
sebagai hasil penelitian BBI dengan dana dari DIKTI Jakarta.
Mochtar, N.E, et al., (1998) “Koefisien Tekanan Tanah ke Samping At Rest (Ko) Tanah Gambut Berserat serta Pengaruh Overcosolidation Ratio (OCR) Terhadap harga Ko”, jurnal Teknik Sipi,l ITB, Vol. 5 No. 4.
Mochtar, N.E, et al., (1999). “Aplikasi Model Gibson & Lo untuk Tanah Gambut Berserat di Indonesia, Jurnal
Teknik Sipil, ITB, Vol. 6 No. 1.
Mochtar, N. E., (2002)., Tinjauan Teknis Tanah Gambut Dan Prospek Pengembangan Lahan Gambut yang
Berkelanjutan., Pidato Pengukuhan Guru Besar ITS Surabaya.
Pasmari. Dasyri., (2000). Penyempurnaan Faktor Koreksi dari Parameter Pemanfaatan pada Model Gibson & Lo
(1961), dan Stinnette (1998) untuk Memprakirakan Pemampatan Tanah Gambut Berserat di Lampung, Thesis
S-2 Program Studi Geoteknik, Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi (2001). Panduan Geoteknik 1, WSP Internasional, Bogor.
Said, J.M and TaibS. N. L., (2009), “Peat Stabilization with Carbide Lime”, UNIMAS E-Journal of Civil
Engineering, Vol. 1 : issue1.
Souliman, M. I. And Zapata , C., (2011). “International Case Studies of Peat Stabilization by Deep Mixing Method”,
Jordan Journal of Civil Engineering, Volume 5, no. 3.