Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA
/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
MUI, ULAMA DAN KEARIFAN OLEH: DUSKI SAMAD
Ketua Bidang Pendidikan MUI Sumatera Barat
Ketua MUI Kota Padang
A. Mejelis Ulama Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia disingkat dengan MUI adalah suatu organisasi umat yang berasaskan Islam bersifat keagamaan, kemasyarakatan, dan independen. Sesuai dengan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI, bahwa Majelis Ulama Indonesia itu dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diredhai oleh Allah swt, berperan sebagai :.
1. Sebagai pewaris tugas para Nabi ( waratusat al-anbiya )
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pewaris atau ahli waris tugas-tugas para nabi, yaitu menyebarkan ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana yang berdasarkan Islam, Sebagai pewaris tugas-tugas para nabi, Majelis Ulam Indonesia menjalankan fungsi profetik yakni memperjuangkan perubahan kehidupan agar berjalan sesuai dengan ajaran Islam, walaupun dengan konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya bertentangan dengan sebagian tradisi, budaya dan peradaban manusia.
2. Sebagai pemberi fatwa
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa Majelis Ulama Indonesia mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya.
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (ri’ayat wa khadim al-ummah ) Majelis Ulama
Indonesia berperan sebagai pelayan umat ( khadim al-ummah ) yakni melayani umat Islam dan masyarakat luas dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini, Majelis Ulama Indonesia senantiasa berikhtiar memenuhi permintaan umat Islam, baik
langsung maupun
tidak langsung, akan bimbinganb dan fatwa keagamaan. Begitu pula, Majelis Ulama Indonesia berusaha selalu tampil di depan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi umat Islam dan masyarakat luas dalam hubungannya dengan pemerintah.
4. Sebagai gerakan Ishlah wal Tjadid
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor Islah yaitu gerkana pembaharuan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh jalan
tajdid
yaitu gerakan pembaharuan pemkiarn Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapa menempuh jalan
taufiq
( kompromi ) dan
tarjih
( mencarai hukum yang lebih kuat ). Dengan demikian diharapkan tetap terpeliharanya semangat persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia.
5. Sebagai Penegak Amar Makruf dan Nahyi Munkar
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai wahana penegakan amar makruf nahyi munkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqamah. Dengan demikian, Majelis Ulama Indonesia juga merupakan wadah perhidmatan bagi pejuang dakwah (mujahid dakwah) yang senantiasa berusaha mengubah keadaan masyrakat dan bangsa dari kondisi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kebenaan universal (ajaran Islam) menjadi masyarakat dan bangsa yang berkualitas ( khairu ummah ).
6. Gerakan Pembaruan (Harakah al-Islah wal Tajdid)
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor Ishlah yaitu gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat di kalanagn umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh jalan tajdid yaitu gerakan pembaharuan pemikiran Islam.Apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh jalan al-jam’u wat taufiq (kompromi dan persesuaian) dan tajih (mencari hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpelihara semangat persaudaraan di kalangan umat Islam. Ada
1. Diniyah
Maksudnya, bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam. Karena Islam adalah agama yang berdasarkan pada prinsip tauhid dan mempunyai ajaran yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
2. Irsyadiyah
Maksudnya bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan dakwah wal irsyad, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar makruf nahi mungkar dalam arti seluas-luasnya. Setiap kegiatan Majelis Ulama Indonesia dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah.
3. Ijabiyah
Maksudnya adalah bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan ijabiyah yang senantiasa memberikan jawan positif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebajikan ( amal saleh ) dalam semangat kebaikan ( fastabiqul khairat )
4. Huriyyah
Maksudnya bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan independen yang bebas dan merdeka sereta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pendapat, pikiran dan pandangan.
Maksudnya, bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan dalam membela kaum dhu’afa untuk meningkatkan harkat dan martabat, sertas derjat klehidupan masyarakat. Se4mangat ini diulaksanakan atas dasar persaudaraan dikalangan seluruh lapisan golongan umat Islam. Ukhuwah Islamiyah ini merupakan landasan bagi Majelis Ulama Indonesia untuik mengembangkan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) sebagai bagian integral bangsa Indonesia dan memperkukuh persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyaraiyah) sebagai anggota masyarakat dunia .
6. Syuriyah
Maksudnya bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang
menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap barbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.
7. Tasamuh
Maksudnya bahwa Majelisa Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam melaksanakan kegiatannya dengan senantiasa menciptakan keseimbangan di antara berbagai arus pemikiran di kalangan masyarakat sesuai dengan syariat Islam.
8. Qudwah
Maksudnya bahwa Majelis Ulama merupakan wadah perkhidmatan yang mengdepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kebutuhan kemaslahatan umat. Majelis Ulama Indonesia dapat melakukan kegiatan secara operasional pada hal-hal yang merupakan penjabaran dari fungsi substansifnya.
B. MENGARIFI PERAN ULAMA.
Dalam kehidupan masyarakat istilah ulama tidaklah selalu dipahami sama. Ada bias dan kerancuan pengertian tentang istilah ulama. Sementara orang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah para cendikiawan dan zuama yang memiliki pengetahuan keagamaan memadai lalu kemudian mereka duduk dalam lembaga Majlis Ulama Indonesia. Namun, tidak sedikit pula yang berargumen bahwa ulama bukanlah pemilik oritas keilmuan Islam dalam artian sempit saja, tetapi mereka yang memiliki kemampuan lebih (mumpuni) dalam bidang-bidang keilmuan secara umum meskipun mereka tidak menjadi anggota Majlis Ulama Indonesia dalam berbagai tingkatannya.
Secara akademis, memperhatikan istilah ulama maka kata ulama merupakan bentuk jamak dari alim, yaitu orang yang memiliki kualitas ilmu yang mendalam dan luas. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan orang yang ahli atau memiliki pengetahuan tentang agama Islam dan ilmu pengetahuan kealaman, melalui pengetahuan tersebut, ia mempunyai rasa takwa, takut dan tunduk kepada allah.
Quraish Shihab, seorang ahli tafsir Indonesia berpendapat bahwa ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat allah swt., baik yang bersifat kauniyah (fenomena
alam) maupun q
ur’aniyah
(mengenai kandungan al-qur’an). Seiring dengan spesialisasi ilmu pengetahuan, istilah ulama dipakai untuk menunjukkan seorang yang ahli pengetahuan agama islam. Dengan demikian, sebutan ulama secara denotatif menunjuk pada komunitas orang yang secara khusus
menekuni pengetahuan dan urusan keagamaan, baik menafsirkan wahyu, mendefinisikan makna-makna
nash
(al-qur’an dan hadis) secara terperinci, maupun menggali hukum dengan bertitik tolak dari makna-makna itu.
Secara sosiologis konsep ulama memiliki akar berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dalam masyarakat minangkabau konsep ulama memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai dasar yang sejak dulu tetap dipertahankan dan dijalankan dengan baik. Nilai-nilai dasar tersebut meliputi tiga hal penting, yaitu agama, adat, dan pengetahuan.
Ketiga nilai-nilai dasar itu mempunyai kaitan yang erat satu sama lain. Ketiganya sering disebut dengan
didasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut.
Masing-masing nilai dasar itu dijalankan dan dikembangkan oleh pimpinan yang terdapat dalam masyarakat. Pimpinan dalam masalah agama adalah alim ulama, pimpinan dalam masalah adat adalah ninik mamak dan dalam pengetahuan adalah cerdik pandai. Ketiga pimpinan masyarakat ini dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, mereka dipandang sebagai tungku tigo sajarangan. Apabila salah satunya tidak berfungsi, maka masyarakat minangkabau akan mengalami kemunduran dan boleh jadi akan terjadi kerusakan moral dalam masyarakat tersebut.
Opini tentang melemahnya fungsi ulama atau adanya krisis ulama di tengah perubahan sosial saat ini perlu dikaji secara mendalam dengan kejernihan berfikir. Pernyataan miring bahwa terjadi kelangkaan ulama tidak sepenuhnya benar, karena ini terkait sekali dengan konsep yang dipakai dalam mendifinisikan apa itu ulama? Realitasnya, d
alam kehidupan masyarakat istilah ulama tidaklah selalu dipahami sama. Ada bias dan kerancuan pengertian tentang istilah ulama. Sementara orang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah para cendikiawan dan zuama yang memiliki pengetahuan keagamaan memadai lalu kemudian mereka duduk dalam lembaga Majlis Ulama Indonesia. Namun, tidak sedikit pula yang berargumen bahwa ulama bukanlah pemilik otoritas keilmuan Islam dalam artian sempit saja, tetapi mereka yang memiliki kemampuan lebih (mumpuni) dalam bidang-bidang keilmuan secara umum meskipun mereka tidak menjadi anggota Majlis Ulama Indonesia dalam berbagai tingkatannya.
Secara akademis, memperhatikan istilah ulama, kata ulama merupakan bentuk jamak dari ’alim
,
yaitu orang yang memiliki kualitas ilmu yang mendalam dan luas. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan orang yang ahli atau memiliki pengetahuan tentang agama Islam dan ilmu pengetahuan kealaman, melalui pengetahuan tersebut, ia mempunyai rasa takwa, takut dan tunduk kepada allah (QS. Al- Fathir, (35):28).
Quraish Shihab, seorang ahli tafsir Indonesia berpendapat bahwa ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat allah swt., baik yang bersifat kauniyah (fenomena
alam) maupun q
ur’aniyah
(mengenai kandungan al-qur’an). Seiring dengan spesialisasi ilmu pengetahuan, istilah ulama dipakai untuk menunjukkan seorang yang ahli pengetahuan agama Islam. Dengan demikian,
makna-makna
nash
(al-qur’an dan hadis) secara terperinci, maupun menggali hukum dengan bertitik tolak dari makna-makna itu.
Dalam literatur keislaman istilah ulama dikaitkan langsung dengan peran dan fungsi yang harus dilakukannya. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, meriwayatkan hadis al-‘ulama
waratul ambiya’
(ulama adalah pewaris para nabi). Ini berarti bahwa
ulama mempunyai fungsi penting dalam kehidupan umat, yakni sebagai penganti nabi dalam makna melanjutkan risalah nabi. Perwujudan risalah itu dapat muncul dalam bentuk fatwa dan nasehat (taushiyah) keagamaan.
Kedudukan ulama sebagai pewaris nabi lebih tegas diperkuat al-Qur’an bahwa ulama adalah menjadi hamba penjaga kelestarian agama Allah. (QS,35:28). Kapasitas takwa ulama diyakini melahirkan kemampuan keilmuan yang memadai. Nabi Adam A.S dipilih jadi khalifah adalah karena kompetensi ilmunya itu. [QS.2:31-2].
Membatasi konsep ulama pada makna kompetensi keilmuan dan kedalaman pengalaman hidup jelas akan memudahkan membuat kategorisasi siapakah sosok manusia yang dapat dikatakan sebagai ulama?. Pendifinisian ulama yang menekankan pada kapasitas keilmuan akan
memungkinkan luasnya cakupan siapa itu ulama. Pemaknaan ulama yang komperhensif memungkin konsep ulama dapat meluas pada pakar dalam bidang kauniyah dan ilmu sosial yang terus berkembang. Memberikan pengertian bahwa para ahli (
ekspert)
yang bergerak dalam bidang keilmuan dan teknologi apa saja, sesungguhnya dapat masuk dalam kategori ulama adalah sebuah bentuk penghargaan terhadap
’ijazul qur’an
.
Berkenaan dengan istilah ulama yang dipakai dalam sistim sosial masyarakat (sosiologis), maka pengertian terhadap ulama ada perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dalam masyarakat minangkabau konsep ulama memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai
dasar adat yang sejak dulu tetap
dipertahankan dan dijalankan dengan baik.
tali tigo sapilin
. Semua upaya membangun masyarakat minangkabau dari dulu sampai sekarang harus didasarkan pada tiga nilai-nilai dasar tersebut.
Masing-masing nilai dasar itu dijalankan dan dikembangkan oleh pimpinan yang terdapat dalam masyarakat. Pimpinan dalam masalah agama adalah alim ulama, pimpinan dalam masalah adat adalah ninik mamak dan dalam pengetahuan adalah cerdik pandai. Ketiga pimpinan masyarakat ini dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, mereka dipandang sebagai tungku tigo sajarangan. Apabila salah satunya tidak berfungsi, maka masyarakat minangkabau akan mengalami kemunduran dan boleh jadi akan terjadi kerusakan moral dalam masyarakat tersebut.
Peran sosial ulama yang sulit mengukurnya adalah ulama sebagai guru. Ribuan lembaga pendidikan, madrasah, Pesanteren, surau dan lembaga pendidikan umum yang dibidani
kelahirannya oleh ulama. Bahkan hidup, tumbuh dan berkembangnya pendidikan itu ditentukan oleh kepiawaian sang ulama. Kedudukan ulama yang begitu strategis ternyata telah membawa dampak yang cukup luas, khususnya posisi ulama sebagai uswat un hasanah
(teladan terbaik). 02122014.ambon1/4 Wisma Indah Siteba Padang.