EFIKASI KELAMBU BERINSEKTISIDA SETELAH PENCUCIAN
BERULANG TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI
EFFICACY OF LONG-LASTING INSECTICIDAL MOSQUITO NET
AFTER REPEATED WASHING ON AEDES AEGYPTI MOSQUITOES
Firmansyah 1, Isra Wahid 2, Arsunan Arsin 3 1
Malaria Center Kab. Halmahera Selatan,2Bagian Parasitologi FK Unhas,3Bagian Epidemiologi FKM Unhas
Alamat Korespondensi Firmansyah
Gedung Malaria Center, Jln. Kebun Karet Kec. Bacan Kab. Halmahera Selatan Hp. 081340073285
1 ABSTRAK
Kelambu berinsektisida digunakan dalam program pengendalian penyakit malaria, namun pencucian ulang dapat berpengaruh terhadap efikasi kelambu berinsektisida tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh frekuensi pencucuian ulang dengan jemur teduh dan jemur panas terhadap efikasi kelambu berinsektisida dalam kejadian knockdown dan mortalitas nyamuk uji.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni, dengan desain pretest postest dengan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan adalah kelambu berinsektisida yang telah dicuci ulang (jemur teduh dan jemur panas), sedangkan kelompok kontrol adalah kelambu biasa tanpa insektisida. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan nyamuk uji Aedes Aegypti yang disentuhkan pada kelambu selama 3 menit dalam cone bioassay test. Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS dan Stata. Hasil analisis korelasi menunjukkan ada hubungan antara frekuensi pencucian ulang dengan tingkat knock-down nyamuk uji pada kelambu jemur teduh (r = -0,8611, p-value = 0,0002) dan kelambu jemur panas (r = -0,9304, p-value = 0,0000), ada hubungan antara frekuensi pencucian ulang dengan tingkat mortality rate nyamuk uji pada kelambu jemur teduh (r = -0,8701, p-value = 0,0001) dan kelambu jemur panas (r = -0,9166, p-value = 0,0000). Dari hasil analisis probit didapatkan efikasi kelambu berinksektisida setelah pencucian ulang pada kelambu jemur teduh dengan probabilitas 0,50 akan dicapai pada frekuensi pencucian 16 kali, sedangkan pada kelambu jemur panas dengan probabilitas 0,50 akan dicapai pada frekuensi pencucian 13 kali.
Kata kunci: efikasi, kelambu berinsektisida, pencucian ulang, dan uji bioassay
ABSTRACT
Insectisicidal mosquitoes net used ini malaria control program, but repeated washing can deternine og efficacy long-lasting insecticidal net. This study aimed to determine effect of repeated washing frequency with shade drying and sun drying on the efficacy of insecticidal mosquito nets in knockdown and mortality of tested mosquitoes. The research used pure experiment with pretest posttest design to control group. Treatment group was repeated washed insecticidal mosquito nets consisting of two types, i.e. shade drying and sun drying, while control group was casual mosquito nets made of polyester material without insecticide. The research was conducted in Entomology Laboratory, Faculty of Medicine, Hasanuddin University. The subjects were Aedes aegypti tested mosquitoes touched on mosquito nets for three minutes in cone bioassay test. The data were analyzed using SPSS and Stata software. The results of the research indicate that there is an influence of repeated washing frequency with knockdown level of tested mosquitoes on the shade drying mosquito nets (r = -0.8611, p-value = 0.0002) and sun drying mosquito nets (r = -0.9304, p-value = 0.0000); there is an influence of repeated washing frequency with tested mosquito mortality on shade drying mosquito nets (r = -0.8701, p-value = 0.0001) and sun drying mosquito nets (r = -0.9166 , p-value = 0.0000). Based on the result of probit analysis, it is obtained that the efficacy of insecticidal mosquito nets after repeated washing on shade drying mosquito nets with the probability of 0.50 would be achieved at the frequency of 16 time washing, while the one on sun drying mosquito nets with the probability of 0.50 would be achieved at the frequency of 13 time washing. The insecticidal mosquito nets with shade drying are more effective than th ones with sun drying on the efficacy of insecticidal mosquito nets.
2 PENDAHULUAN
Salah satu upaya dalam pengendalian malaria adalah melaksanakan kegiatan pengendalian vektor untuk memutuskan rantai penularan malaria. Pengendalian vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dan kelambu berinsektisida dengan menggunakan insektisida), membunuh jentik (kegiatan anti larva) dan menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan. Penyemprotan rumah dan pemakaian kelambu berinsektisida pada prinsipnya memperpendek umur nyamuk sehingga penyebaran dan penularan penyakit dapat terputus (Sucipto, 2011).
Menurut WHO penggunaan kelambu berinsektisida di beberapa negara di Afrika telah berhasil menurunkan angka kesakitan malaria rata-rata 50%, menurunkan angka kelahiran bayi dengan berat badan kurang rata-rata 23%, menurunkan angka keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat sebesar 33%, menurunkan angka parasitemia pada plasenta dari seluruh kehamilan sebesar 23%. Penggunaan kelambu berinsektisida menurut Kemenkes, (2012) efektif mencegah penularan malaria bila di dukung oleh perawatan yang baik terhadap kelambu berinsektisida yakni pencucian ulang setiap 3 bulan sekali sampai 20 kali pencucian. Pencucian kelambu berinsektisida dapat menghilangkan insektisida dari permukaan kelambu berinsektisida, tetapi akan diisi kembali dari waktu ke waktu oleh migrasi dari dalam serat kelambu tersebut (WHO, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Gimnig et al., (2005) untuk mengetahui efikasi kelambu berinsektisida setelah pencucian ulang dengan hasil efikasi kelambu berinsektisida berkurang setelah pencucian berulang 20 kali dimana hasil uji bioassay tingkat kematian Anopheles gambiae >50% dan konsentrasi insektisida berkurang >50%. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Jaramillo et al., (2011) dengan hasil setelah 20 kali pencucian ulang, efikasi kelambu berinsektisida berkurang dengan tingkat kematian Anopheles albimanus 60% dan knockdown 80%.
Penelitian yang dilakukan oleh Atieli et al., (2010) dengan hasil kelambu berinsektisida yang dijemur teduh dengan tingkat mortalitas terhadap nyamuk lebih tinggi dibanding yang dijemur panas. Dengan hasil penelitian ini berarti kelambu berinsektisida setelah dicuci ulang dan dijemur teduh dapat mempertahankan efikasi kelambu berinsetisida.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucuian ulang dengan jemur teduh dan jemur panas terhadap efikasi kelambu berinsektisida dalam kejadian knockdown dan mortalitas nyamuk uji..
3 BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian dan Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 13 Agustus sampai 18 Desember 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni (true experimental), dengan desain prestest postest dengan kelompok kontrol (pretest-posttest with control group) yaitu dengan melakukan perlakukan bioassay test terhadap kelambu yang dijemur teduh dan kelambu yang dijemur setelah pencucian ulang serta kelambu tanpa insektisida (kontreol), dan mengamati kejadian knockdown 1 jam dan mortalitas 24 jam nyamuk uji (Notoatmodjo, 2010).
Sampel
Sampel pada penelitian ini terbagi 2 yakni sampel eksperimen dan sampel kontrol. Sampel eksperimen adalah kelambu berinsektisida baru (dalam kemasan) berbahan polyester yang mengandung Deltametrin dan sampel kontrol adalah kelambu biasa berbahan polyester yang tidak mengandung insektisida. Sampel eksperimen dilakukan perlakukan berupa pencucian ulang dan penjemuran sedangkan sampel kontrol tidak dilakukan pencucian ulang dan penjemuran.
Prosedur Eksperimen Laboratorium
Penelitian dilakukan dengan tahapan yaitu pencucian ulang kelambu berinsektisida, penjemuran kelambu berinsektisida dan bioassay test. Sampel kelambu berinsektisida dibuka dari kemasannya dan diangin-anginkan selama 24 jam. Sebelum pencucian maka dilakukan terlebih dahulu bioassay test, kemudian bioassay test selanjutnya dilakukan setelah pencucian 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 15 dan 20 kali pencucian. Setiap selesai pencucian ulang kelambu berinsektisida, sebagian kelambu di jemur teduh (tidak terkena sinar matahari langsung) selama 10-15 menit sampai kering dan sebagian lainnya dijemur panas (terkena sinar matahari langsung) selama 20-25 menit sampai kering.
Kelambu berinsektisida (telah dicuci ulang dan dijemur) dan kelambu biasa dipasangi cone bioassay test, sebanyak 5 nyamuk uji dimasukkan kedalam cone bioassay test selama 3 menit, dengan pengulangan sebanyak 20 kali. Nyamuk uji dikeluarkan dari cone dan dimasukkan ke dalam paper cup. Nyamuk uji yang ada dalam paper cup diamati yakni knockdown dalam 1 jam dan kematian nyamuk dalam 24 jam.
Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu uji pendahuluan karena pelaksanaan uji efikasi dengan bioassay terhadap kelambu berinsektisida biasanya nyamuk uji yang dipergunakan adalah nyamuk Anopheles sp. Namun pada penelitian ini nyamuk uji yang
4 dipergunakan adalah nyamuk Aedes aegypti. Pertimbangan memilih Aedes aegypti sebagai nyamuk uji karena mudah dikembangbiakan di laboratorium. Namun sebelum nyamuk Aedes aegypti digunakan sebagai nyamuk uji dilakukan uji pendahuluan untuk membandingkan tingkat knockdown dan mortalitas nyamuk Anopheles sp dan Aedes aegypti.
Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung di laboratorium terhadap setiap uji bioassay yang dilakukan, dengan mengamati kejadian knockdown dalam 1 jam pada nyamuk uji, dan kematian nyamuk uji dalam 24 jam. Hasil pengamatan dicatat di dalam format observasi.
Analisis Data
Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dengan program SPSS dan Stata.Analisis data yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan uji korelasi Pearson dan uji regresi probit.
HASIL
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan uji pendahuluan untuk menentukan nyamuk uji yang akan dipergunakan dalam uji bioassay, dengan membandingkan nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk Anopheles subpictus. Dari uji pendahuluan diketahui bahwa dari 63 nyamuk Aedes aegypti yang diuji sebanyak 59 (93,7%) yang mengalami knockdown dalam 60 menit dan 63 (100%) setelah 24 jam dinyatakan mati. Sedangkan nyamuk Anopheles subpictus dari 31 nyamuk yang diuji sebanyak 31 (100%) yang mengalami knockdown dalam 60 menit dan 31 (100%) setelah 24 jam dinyatakan mati. Dari hasil uji pendahuluan tersebut maka diputuskan nyamuk Aedes aegypti dapat digunakan dalam penelitian ini.
Jarak antara pencucian ulang kelambu berinsektisida ditentukan dari hasil uji waktu regenerasi. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat efektifitas insektisida pada kelambu setelah dicuci akan stabil mulai hari ketiga, dengan tingkat knockdown sebesar 70% dan mortality rate sebesar 76,3%. Dengan demikian maka jarak antara pencucian satu ke pencucian berikutnya dalam penelitian ini adalah tiga hari.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat penurunan persentase nyamuk knockdown 1 jam setelah kelambu berinsektisida dicuci ulang hingga 20 kali baik, pada kelambu dengan jemur teduh knockdown rate menjadi 44%, dan pada kelambu dengan jemur panas menjadi 41%.3 Sedangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat penurunan persentase nyamuk mati dalam 24 jam setelah kelambu berinsektisida dicuci ulang hingga 20 kali, pada kelambu
5 dengan jemur teduh mortalitas menjadi 45%, dan pada kelambu dengan jemur panas menjadi 38%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh frekuensi pencucian ulang kelambu berinsektisida terhadap efikasi kelambu berinsektisida, dengan nilai r pada kelambu jemur teduh sebesar 0,8611 dan kelambu jemur panas sebesar 0,9304 terhadap knockdown nyamuk uji yang berarti terdapat perbedaan antara kelambu berinsektisida yang dijemur teduh dan jemur panas yakni kelambu berinsektisida yang jemur teduh lebih efektif dibanding jemur panas dalam menimbulkan kejadian knockdown nyamuk uji. Sedangkan untuk mortalitas nyamuk uji pada kelambu jemur teduh dengan nilai r sebesar 0,8701 dan kelambu jemur panas nilai r sebesar 0,9166 yang berarti terdapat perbedaan antara kelambu berinsektisida yang dijemur teduh dan panas yakni kelambu berinsektisida yang jemur teduh lebih efektif dibanding jemur panas dalam menimbulkan kejadian mortalitas nyamuk uji.
Tabel 4 menunjukkan bahwa probabilitas dengan nilai 0,50 yang berarti nyamuk uji akan mengalami penurunan knockdown mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 16 kali, dan penurunan mortalitas mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 16 kali. Sedangkan tabel 5 menujukkan bahwa probabilitas dengan nilai 0,50 yang berarti nyamuk uji akan mengalami penurunan knockdown mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 13 kali, dan penurunan mortalitas mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 13 kali.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa antara ada pengaruh kelambu berinsektisida yang dijemur teduh dan kelambu berinsektisida yang dijemur panas terhadap efikasi kelambu berinsektisida dilihat dari knockdown dan mortalitas nyamuk uji.
Hasil analisis statistik menunjukkan r pada knockdown kelambu jemur teduh dan jemur panas masing-masing sebesar -0,8611 dan -0,9304 berarti ada korelasi yang bersifat negatif. Nilai r 0,8611 dan 0,9304 tersebut berada pada interval 0,80-1,000 maka dinyatakan tingkat hubungan atau korelasi sangat kuat baik pada kelambu jemur teduh maupun kelambu jemur panas.
Deltametrin yang terdapat pada kelambu berinsektisida termasuk dalam golongan piretroid. Piretroid memiliki sejumlah karakteristik penting diantaranya yaitu bekerja cepat pada serangga (knockdown dan flushing), residu panjang dimana dapat bertahan hingga 60 hari atau lebih. Cara masuk insektisida (mode of entry) ini pada serangga melalui kontak kulit dan pencernaan dengan cepat. Menurut Kayedi et al., (2009) melalui kontak kulit ini dapat melumpuhkan sistem saraf serangga dan memberikan efek knockdown yang cepat,
6 menimbulkan integument serangga (kutikula), trachea atau kelenjar sensorik dan organ lain yang terhubung dengan kutikula. Sedangkan mode of action pada kelambu berinsektisida dengan mempengaruhi suatu titik tangkap (target site) spesifik pada serangga yang biasanya berupa enzim atau protein. Piretroid adalah racun axonik, yaitu beracun terhadap serabut saraf. Mereka terikat pada suatu protein dalam saraf yang dikenal sebagai voltage-gated sodium channel. Hal ini yang mengakibatkan tremor dan inkoordinasi pada serangga yang dikenal dengan efek knockdown (Sigit et al., 2006).
Berdasarkan hasil analisa probit bahwa knockdown 1 jam nyamuk uji pada kelambu jemur teduh dengan nilai mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 16 kali sedangkan pada kelambu jemur panas dengan nilai mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 13 kali. Hal ini menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida yang dijemur panas setelah dicuci ulang lebih cepat penurunan tingkat knockdown dibanding kelambu berinsektisida yang dijemur teduh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Atieli et al., (2010) mengatakan pada kelambu dengan jenis Permanet tingkat knockdown setelah pencucian ulang 20 kali menjadi 50% pada nyamuk uji An. gambiae.
Mortalitas nyamuk uji diamati dalam 24 jam setelah nyamuk uji dikeluarkan dari cone bioassay test. Kematian nyamuk uji akibat terpapar insektisida umumnya nyamuk yang telah mengalami knockdown sebelumnya. Nyamuk yang mengalami knockdown mengakibatkan kerusakan permanen pada sistem saraf akibat keracunan lebih dari beberapa jam yang terjadi melalui penetrasi kutikula sehingga mengakibatkan kematian nyamuk (ETN, 1996).
Berdasarkan hasil analisa statistik menunjukkan nilai r pada mortalitas kelambu jemur teduh = 0,8701 maka 0,8701 > 0,553 yang berarti Ho ditolak, dan nilai r pada mortalitas kelambu jemur panas = 0,9166 maka 0,9166 > 0,553 yang berarti Ho ditolak, artinya ada pengaruh antara frekuensi pencucian ulang kelambu berinsektisida dengan mortalitas 24 jam nyamuk baik pada kelambu jemur teduh dan kelambu jemur panas.
Hasil analisis korelasi juga menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi pencucian ulang dengan mortalitas nyamuk uji, yang ditunjukkan dengan nilai r sebesar -0,8701 pada kelambu jemur teduh dan r sebesar -0,9166 pada kelambu jemur panas dengan hubungan korelasi negatif dan tingkat hubungan yang sangat kuat yang berarti peningkatan frekuensi pencucian ulang berkorelasi dengan penurunan mortalitas nyamuk uji.
Menurut Lah (2011) insektisida deltamethrin yang terdapat pada kelambu berinsektisida merupakan senyawa lipophillic dimana deltametrin tidak larut dalam air sehingga sangat stabil dalam lingkungan fisik . Tidak seperti banyak piretroid, deltametrin juga stabil di udara
7 dan sinar matahar. Bila terkena, tidak akan terlalu menurunkan konsentrasi insektisida, bahkan setelah waktu dua tahun pada 40°C.
Penelitian yang dilakukan oleh Atieli et al., (2010) yang mengatakan bahwa setelah pencucian ulang memberikan pengaruh terhadap aktifitas insektisida yang terdapat kelambu berinsektisida, dimana kelambu berinsektisida jenis Permanet setelah pencucian 20 kali pada jemur teduh dengan tingkat mortalitas sebesar 60% dan mortalitas pada jemur panas sebesar 28%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan dimana mortalitas pada kelambu jemur teduh sebesar 45% dan pada kelambu jemur panas mortalitas sebesar 38%.
Menurunnya tingkat mortalitas nyamuk setelah pencucian ulang disebabkan oleh berkurangya residu insektisida yang terdapat pada kelambu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Atieli et al., (2010) persentase residu insektisida pada kelambu jenis Permanet setelah 20 kali pencucian sebesar 27,5%. Penelian yang sama juga dilakukan oleh Gimnig et al., (2005) efikasi kelambu berinsektisida berkurang setelah pencucian berulang 20 kali dimana hasil uji bioassay tingkat kematian Anopheles gambiae >50% dan konsentrasi insektisida berkurang >50%.
Penelitian yang dilakukan oleh Barodji et al., (2004) di Bukit Menoreh dengan uji bioassay kelambu PermaNet hasilnya persentase tingkat kematian An. aconitus < 70% setelah kelambu digunakan selama kurang lebih satu tahun, dan kelambu berinsektisida baru PermaNet dapat mematikan nyamuk An. aconitus 90,00%. Hasil penelitian Jaramillo et al., (2011) menunjukkan bahwa efikasi kelambu berinsektisida berkurang dengan tingkat kematian Anopheles albimanus 60% dan knockdown 80%. Sedangkan Prakash et al., (2009) mendapatkan pencucian ulang menurunkan efikasi kelambu dengan ingkat mortalitas nyamuk uji rata-rata 72,5%
Penelitian yang dilakukan oleh Prakash et al., (2009) menunjukkan pencucian ulang menurunkan efikasi kelambu dengan tingkat mortalitas rata-rata 72,5% pada Anopheles minimus dan pada pencucian 11-15 kali menurunkan tingkat mortalitas secara cepat dibandingkan pada pencucian sampai 10 kali. Hasil inipun sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pada pencucian 10-20 kali terlihat penurunan mortalitas nyamuk uji baik pada kelambu jemur panas maupun pada kelambu jemur teduh. Sedangkan pada penelitian Rafinejad et al., (2008) efikasi kelambu berinsektisida menurun, setelah 6 kali pencucian tingkat mortalitas 78%.
Berdasarkan hasil analisa probit bahwa mortalitas 24 jam nyamuk uji pada kelambu jemur teduh dengan nilai mencapai 50% jika frekuensi pencucian sebanyak 16 kali sedangkan pada kelambu jemur panas dengan nilai mencapai 50% jika frekuensi pencucian
8 sebanyak 13 kali. Hal ini menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida yang dijemur panas setelah dicuci ulang lebih cepat penurunan mortalitasnya dibanding kelambu berinsektisida yang dijemur teduh.
Sinar matahari langsung berbahaya bagi insektisida golongan piretroid, karena sinar ultraviolet memecah molekul piretrin sehingga dapat mengubah tingkat efikasi insektisida. Hal ini menurut Atieli et al., (2010) dimaksudkan untuk memfasilitasi migrasi insektisida ke permukaan tetapi tetap terlindungi dari sinar matahari. Sedangkan menurut Vatandoost et al., (2009) bahwa residu insektisida dalam kelambu berkurang karena sinar ultraviolet, debu, kondisi cuaca, metode pencucian dan jenis insektisida yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Atieli et al., (2010) dengan hasil kelambu berinsektisida yang dijemur teduh dengan tingkat mortalitas sebesar 62,5% dan kelambu yang dijemur panas dengan tingkat mortalitas sebesar 58,8%. Hal ini menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida yang dijemur teduh setelah dicuci ulang lebih efektif daripada kelambu berinsektisida jemur panas.
Berdasar hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kelambu berinsektisida yang jemur teduh lebih baik daripada kelambu berinsektisida jemur panas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan ada dda hubungan antara frekuensi pencucian ulang kelambu berinsektisida dengan knockdown nyamuk uji baik pada kelambu jemur teduh (r= 0,8611, p-value= 0,0002) dan kelambu jemur panas (r= 0,9304, p-value= 0,0000). Disamping itu, ada pengaruh frekuensi pencucian ulang kelambu berinsektisida dengan mortalitas nyamuk uji baik pada kelambu jemur teduh (r= 0,8701, p-value= 0,0001) dan kelambu jemur panas (r= 0,9166, p-value= 0,0000). Efikasi kelambu berinksektisida setelah pencucian ulang pada kelambu jemur teduh dengan probabilitas 0,50 akan dicapai pada frekuensi pencucian 16 kali, sedangkan pada kelambu jemur panas dengan probabilitas 0,50 akan dicapai pada frekuensi pencucian 13 kali. Penelitian ini menyarankan agar Dinas Kesehatan melakukan pemantauan penggunaan kelambu berinsektisida yang telah didistribusikan ke masyarakat dan masyarakat penerima kelambu berinsektisida melakukan perawatan kelambu berinsektisida dengan pencucian ulang secara teratur setiap 3 bulan dan penjemuran kelambu dilakukan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari langsung).
9 DAFTAR PUSTAKA
Atieli et al. (2010). The effect of repeated washing of long-lasting insecticide-treated nets (LLINs) on the feeding success and survival rates of Anopheles gambiae. Malaria Journal 2010, 9:304. Diakses tanggal 21 Mei 2013. Available from: http://www.malariajournal.com/content/9/1/304
Atieli et al. (2010). Wash durability and optimal drying regimen of four brands of long-lasting insecticide-treated nets after repeated washing under tropical conditions. Malaria Journal 2010, 9:248. Diakses tanggal 21 Mei 2013. Available from: http://www.malariajournal.com/content/9/1/248
Barodji et al. (2004). Efikasi Kelambu Berinsektisida Permanet “Vestergaard - Frandsen ” Yang Digunakan Untuk Pemberantasan Malaria Di Darah Endemis Bukit Manoreh. Jurnal Vektora Vol. 1 No. 1 hal 13-22
ETN (Extension Toxicology Network). (1996). Pesticide Information Profiles; Deltamethrin.
Diakses tanggal 26 Januari 2014. Available from:
http://extoxnet.orst.edu/pips/deltamet.htm
Jaramillo, Gloria I et al. (2011). Comparison of the efficacy of long-lasting insecticidal nets PermaNet® 2.0 and Olyset® against Anopheles albimanus under laboratory conditions. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 106(5): 606-612
Gimnig, John E et al. (2005). Laboratory wash resistance of long-lasting insecticidal nets. Journal of Tropical Medicine and International Health. volume 10 no 10 pp 1022– 1029
Kayedi et al. (2009). The effects of different drying methods and sun exposure on the concentrations of deltamethrin in nets treated with K-O Tab tablets. Annals of Tropical Medicine and Parasitology Journal. Diakses tanggal 26 Januari 2014. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19173779
Kemenkes RI. (2012). Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor. Jakarta: Kemenkes RI
Lah, Katarina. (2011). Deltamethrin. Toxipedia. Diakses tanggal 25 Januari 2014. Available from: http://www.toxipedia.org/display/toxipedia/Deltamethrin
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Prakash, Anil et al. (2009). Evaluation Of Permanet® 2.0 Mosquito Bednets Against
Mosquitoes, Including Anopheles Minimus S.L., India. Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health . Vol 40 No. 3 May 2009
Rafinejad J. (2008). Effect of washing on the bioefficacy of insecticide treated nets (ITNs) and long-lasting insecticidal nets (LLINs) against main malaria vector Anopheles stephensi by three bioassay methods. Journal Vector Borne Disease 45, June 2008, pp. 143–150
Sigit et al. (2006). Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: IPB Press
Sucipto, Cecep Dani. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Vatandoost et al. (2009). Stability and Wash Resistance of Local Made Mosquito Bednets and Detergents Treated with Pyrethroids against. Iranian Journal Arthropod-Borne Diseases, (2009), 3(1): 19-28. Diakses tanggal 26 Januari 2014. Available from http://jad.tums.ac.ir/index.php/jad/article/view/49/49
WHO. (2013). Guidelines for Laboratory and Field Testing of Long Lasting Insecticidal Nets. Geneva: WHO
10 Lampiran
Tabel 1. Persentase Nyamuk Knockdown 1 jam pada Kelambu Berinsektisida Jemur Teduh dan Jemur Panas
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 1 Jemur Teduh 109 81 83 81 76 77 62 72 62 72 64 62 53 44 2 Jemur panas 108 81 81 74 65 67 57 61 59 63 56 56 51 41,2 No Ke lambu
Rata-rata Pe rse ntase Nyamuk Knockdown padaFre kue nsi Pe ncucian Ulang
Rata-rata Jumlah Nyamuk
Uji
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 2. Persentase Mortalitas 24 jam Nyamuk Uji pada Kelambu Berinsektisida Jemur Teduh dan Jemur Panas
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 1 Jemur Teduh 109 90 95 87 82 78 74 69 59 76 66 64 56 45 2 Jemur panas 108 90 94 81 81 71 60 64 60 68 61 58 56 38,3 No Ke lambu
Rata-rata Pe rse ntas e Nyamuk Mati pada Fre kue ns i Pe ncucian Ulang
Rata-rata Jumlah Nyamuk
Uji
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 3. Pengaruh Frekuensi Pencucian Ulang dengan Knockdown dan Mortalitas pada Kelambu Jemur Teduh dan Jemur Panas
No Pengaruh Frekuensi Pencucian Ulang r p-value Arah korelasi Tingkat korelasi Kesimpulan 1 Knockdown Kelambu Jemur Teduh
-0,8611 0,0002 Negatif Sangat Kuat Bermakna
2 Knockdown
Kelambu Jemur Panas
-0,9304 0,0000 Negatif Sangat Kuat Bermakna
3 Mortalitas
Kelambu Jemur Teduh
-0,8701 0,0001 Negatif Sangat Kuat Bermakna
4 Mortalitas
Kelambu Jemur Panas
-0,9166 0,0000 Negatif Sangat Kuat Bermakna
11 Tabel 4. Analisis Probit antara Frekuensi Pencucian Ulang dengan Knockdown
dan Mortalitas pada Kelambu Jemur Teduh
No Knockdown dan Mortalitas
pada Nyamuk
Probabilitas Frekuensi Cuci
1 Knockdown 0,50 16,71340
0,45 19.22531
2 Mortalitas 0,50 16,37538
0,40 20.12742
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 5. Analisis Probit antara Frekuensi Pencucian Ulang dengan Knockdown dan Mortalitas pada Kelambu Jemur Panas
No Knockdown dan Mortalitas
pada Nyamuk
Probabilitas Frekuensi Cuci
1 Knockdown 0,50 13.18395
0,35 20.88358
2 Mortalitas 0,50 13.89813
0,35 19.60468