• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

35 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Wilayah Penelitian

Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada posisi 1070 14‟-1080 21‟ Bujur Timur dan 600 40‟-700 83‟ Lintang Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang di sebelah Utara, Kabupaten Majalengka di sebelah Timur dan Kabupaten Garut di sebelah Tenggara serta Kabupaten Bandung di sebelah Barat dan Selatan. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki areal yang cukup luas yaitu + 15.222.000 Ha. Kondisi wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai potensi wilayah lahan basah yang luas, saat ini sebagian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sumedang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.242 mm per tahun, suhu udara 150-260 dan kelembaban sebesar 500 sampai 7003.

Wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai bentuk permukaan yang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai bergunung. Sedangkan ketinggian secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian 40-800 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rata-rata 43,73 persen dari keseluruhan wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 501 sampai 1000 meter di atas permukaan laut (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang).

Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 mempunyai jumlah penduduk 1.045.826 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 1.091.674 jiwa, yang terdiri dari 545.740 jiwa adalah laki-laki dan 545.934 jiwa perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,38 persen dengan membandingkan data tersebut diatas maka terjadi kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2008 sebanyak 45.848 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumedang sebagian besar terkonsentrasi dibidang pertanian sebanyak 199.664 atau 43.85 persen diikuti oleh sektor perdagangan besar atau kecil

3

Kabupaten Sumedang. 2010. Profil Kabupaten Sumedang.

(2)

36 sebanyak 89.718. sektor industri sebanyak 57.876 atau 17,10 persen (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang).

Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor di Barat daya, Kecamatan Cimanggu di Selatan, Kecamatan Pamulihan di Timur, Kecamatan Sukasari di barat laut serta wilayah Kabupaten Subang disebelah utara. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas wilayah + 3462 Ha, yang terdiri dari 12 Desa. Desa tersebut meliputi Cinanjung, Raharja, Gunung Manik, Marga Jaya, Tanjungsari, Jatisari, Kuotamandiri, Margaluyu, Gudang, Pasigaran, Kadaka Jaya, dan Cijambu (Kecamatan Tanjungsari).

Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa produk andalan. Salah satunya adalah sebagai daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pangalengan. Selain itu, daerah Tanjungsari sebelah utara (Desa Cijambu dan sekitarnya) merupakan daerah penghasil sayur-mayur. Buah-buahan dan umbi-umbian juga merupakan produk Tanjungsari yang cukup dikenal. Di kecamatan ini juga terdapat banyak tempat-tempat yang memiliki panorama indah. Tanjungsari berada didekat kawasan pendidikan Jatinangor.

5.2. Kependudukan dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk dalam Kecamatan Tanjungsari berdasarkan angka penduduk pada tahun 2009, yang terdiri dari 12 desa adalah sebanyak 71.017 orang. Terdiri dari 35.991 orang laki-laki dan 35.028 orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Tanjungsari adalah 20.097 dengan kepadatan 2.051 jiwa per Km persegi (Kecamatan Tanjungsari, 2009).

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tanjungsari beraneka ragam, yaitu sebagai petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS/TNI, wiraswasta, dan peternak. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat dalam Tabel 8.

(3)

37 Tabel 8. Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK) di Kecamatan

Tanjungsari Tahun 2009. No Kecamatan Petani Buruh

Tani

Pedagang Karyawan PNS Wiraswasta

1 Cijambu 122 2498 60 38 14 42 2 Kadakajaya 900 1500 20 12 31 218 3 Pasigaran 826 197 167 130 34 169 4 Margaluyu 1385 253 132 135 107 977 5 Tanjungsari 27 112 526 877 104 130 6 Gudang 496 253 80 560 110 49 7 Margajaya 491 735 347 392 392 148 8 Jatisari 41 - 196 281 398 150 9 Kutamandiri 2360 404 142 161 46 193 10 Gunungmanik 960 416 316 390 310 619 11 Cinanjung 1000 750 800 500 350 530 12 Raharja 485 9 307 427 127 347

Sumber: Kecamatan Tanjungsari 2009

5.3. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari yaitu, Desa Margajaya dan Desa Raharja. Pemilihan tempat penelitian didasarkan bahwa kedua desa tersebut merupakan daerah utama penghasil susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, pengalaman beternak, lama menjadi anggota kelompok ternak dan kepemilikan ternak. Karakteristik tersebut dianggap penting karena berpengaruh pada pelaksanaan usaha ternak sapi perah, terutama dalam melakukan teknis budidaya sapi perah yang akan mempengaruhi hasil peternak tersebut. Karakteristik responden untuk usaha sapi perah tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

(4)

38 Tabel 9. Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.

Karakteristik Responden Jumlah Petani Persentase (%) 1. Status Usaha a. Utama 33 91,67 b. Sampingan 3 8,33 Total 36 100 2. Umur (th) a. < 35 4 11,11 b. 35- 55 29 80,56 c. > 55 3 8,33 Total 36 100 3. Pendidikan a. Tidak Sekolah 3 8,11 b.SD 24 64,86 c.SLTP 7 18,92 d. SLTA 2 8,11 Total 36 100 4. Pengalaman Beternak (thn) a. < 10 4 11,11 b. 10-15 10 27,78 c. 16-20 14 38,89 d. 21-25 8 22,22 Total 36 100

5. Lama Manjadi Anggota Koperasi

a. < 10 5 13,89

b. 10-15 12 33,33

c. 16-20 13 36,11

d. 21-25 6 16,67

Total 36 100

6. Kepemilikan Ternak (ekor)

a. 1-3 12 33,33

b. 4-5 20 55,55

b. 6-7 4 11,11

Total 36 100

5.3.1. Status Usaha

Pekerjaan responden pada umumnya masih berada dalam batasan dunia pertanian dan peternakan. Hanya tiga dari 36 responden yang memiliki pekerjaan utama tidak berhubungan dengan peternakan yaitu pekerja swasta, buruh tani,

(5)

39 supir angkot dan berdagang sembako. Pekerjaan utama ditentukan dengan pendekatan tenaga kerja maupun waktu terbesar yang diluangkan oleh seseorang dalam bekerja untuk memperoleh pendapatan baik dalam bentuk uang maupun bentuk pendapatan lain seperti hasil pertanian maupun peternakan.

Tabel 9, menunjukan bahwa sebagian besar (91,67 persen) responden menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan utama. Sedangkan responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan tambahan yang memiliki pekerjaan sampingan hanya sebesar 8,33 persen. Besarnya persentase yang menjadikan usaha ternak sapi perah dijadikan mata pencaharian utama dikarenakan kontinuitas penerimaan tunai didapatkan responden setiap hari ketika sapi perah dalam masa laktasi.

5.3.2. Umur

Umur responden peternak sapi perah di daerah penelitian mayoritas berusia 35 sampai 55 tahun yaitu 80,56 persen. Selain itu, terdapat 11,11 persen responden yang berusia kurang dari 35 tahun dan 8,33 persen responden yang berusia lebih dari 55 tahun ke atas. Jadi secara keseluruhan responden terbanyak berusia 35 sampai 55 tahun. Hal ini disebabkan pada usia dewasa madya (35 sampai 55 tahun), responden telah memiliki kemantapan dalam berwirausaha di bidang peternakan ini. Sedikitnya responden yang memiliki usia kurang dari 35 tahun (dewasa awal) disebabkan seseorang pada usia ini masih dalam tahap pencarian bidang usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuan.

Responden usia 55 tahun ke atas tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan faktor usia yang sudah tidak sesuai untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pengelolaan ternak sapi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, responden pada usia ini sebagian besar telah melimpahkan atau mewariskan usaha ternaknya kepada anak atau kerabatnya sehingga responden pada usia ini cukup sedikit.

5.3.3. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh

(6)

40 responden tersebut masih rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 64,86 persen. Hanya sebagian kecil responden yang mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu 18,92 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu 8,11 persen, ada juga responden yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali yaitu sekitar 8,11 persen.

Tingkat pendidikan responden menjadi faktor utama dalam penerapan transformasi teknologi yang ada dalam usahaternak sapi perah tersebut. Pada umumnya tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi teknologi dan memahami Informasi, baik dalam hal budidaya maupun perlakuan pasca pemerahan.Tingkat pendidikan yang rendah ini diperngaruhi oleh pola pikir responden yang masih menganggap bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sudah turun-temurun dilakukan, sehingga mereka berpikir bahwa pendidikan bukan hal yang utama.

5.3.4. Pengalaman Beternak Sapi Perah

Pengalaman beternak sapi perah yang dialami oleh responden selain mendapatkan pengalaman beternak sapi perah dengan berusaha ternak sendiri, peternak juga mendapatkan pengalaman sejak membantu orang tua maupun keluarga yang memiliki usahaternak. Sebagian besar responden telah lama berprofesi sebagai peternak hewan khususnya sapi perah. Karakteristik ternak sapi perah ini yang bisa menghasilkan pendapatan tiap hari dari hasil penjualan susu dan relatif mudah dalam melakukan budidaya ternaknya, sehingga menjadikan usaha sapi perah ini sudah lama dibudidayakan oleh responden di daerah penelitian.

Tabel 9, menggambarkan karakteristik responden dari lama pengalaman beternak sapi perah. Sebagian besar peternak yang dijadikan responden memiliki pengalaman bertenak sapi perah selama 16-20 tahun dengan persentase 38,89 persen. Pengalaman berusaha ternak yang dimiliki oleh responden menunjukan lamanya responden berperan aktif dalam usahaternak sapi perah. Semakin lama pengalaman berusaha ternak sapi perah maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami teknik budidaya dalam kegiatan usahaternak yang dijalankan.

(7)

41 5.3.5. Lama Menjadi Anggota Koperasi

Sebagian responden telah lama menjadi anggota koperasi. Karakteristik koperasi ini memberikan pelayanan dan dukungan untuk responden dari mulai penyediaan pakan, kesehatan, obat-obatan, IB dan transportasi, sehingga membuat responden menjadi lebih mudah dalam membudidayakan usaha sapi perahnya.

Tabel 9, menunjukan bahwa responden dengan lama masuk menjadi anggota koperasi selama 16-20 tahun memiliki proposi paling besar yaitu 35,11 persen. Selain itu, terdapat 33,33 persen responden menjadi anggota koperasi dari 10-15 tahun dan responden yang menjadi anggota koperasi dari 21-25 tahun mendapat proporsi 16,67 persen. Sedangkan responden dengan lama menjadi anggota koperasi kurang dari 10 tahun memiliki proporsi paling rendah yaitu 13,89 persen.

Lama menjadi anggota koperasi menunjukan responden berperan aktif dalam kegiatan koperasi dan menggunakan fasilitas pendukung yang disediakan koperasi seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik, penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain. Semakin lama responden menjadi anggota koperasi maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami peraturan-peraturan yang diberikan dari koperasi.

5.3.6. Kepemilikan Ternak

Sapi perah yang dipelihara responden di Kecamatan Tanjungsari adalah sapi Fries Holland (FH). Populasi ternak responden di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah 148 ekor sapi perah laktasi. Sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Berdasarkan informasi dari responden sapi yang dipelihara berasal dari warisan dari orang tua responden, bantuan dari koperasi dan ada juga yang membeli sapi sendiri.

Jumlah kepemilikan ternak responden dilihat dari kriteria kepemilikan ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 9. Dari 36 responden jumlah terbesar (55,55) terdapat pada responden dengan kepemilikan ternak 4-5 ekor, jumlah ini disebabkan kemampuan daya beli responden akan sapi perah yang rendah. Menurut Soedono,(1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya ≥ 60 %.

(8)

42 Persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan.

5.4. Tatalaksana Usahaternak

5.4.1. Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah

Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh responden sapi perah di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah bangsa Fries Holland (FH) atau peranakan

Fries Holland hasil perkawinan silang dengan sapi lokal. Pengadaan bakalan sapi

perah didapatkan dari pembibitan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan juga diperoleh dari bakalan sapi perah (dara bunting) dari luar daerah seperti KPBSU Bandung, Lembang Bandung, dan KSU Tandangsari. Pemilihan bakalan sapi perah dilakukan dengan melihat kesehatan fisik, jenis atau turunan bakalan serta umur bakalan sapi perah. Pemilihan bakalan sapi perah tersebut diseleksi berdasarkan bentuk tubuh, genetik sapi, sifat-sifatnya dan kesehatannya.

Bentuk tubuh secara umum yaitu berbentuk pasak atau menyudut, sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan kuat, kulit halus dan mengkilat, mata bersinar, kapasitas tubuh yang besar sehingga memungkinkan sapi dapat menempung sejumlah makanan dari berbagai jenis makanan dengan volume tinggi yang diperlukan sebagai bahan baku pembentukan energi. Genetik sapi mempengaruhi kemampuan sapi dalam memproduksi susu, mutu air susu dan keteraturan beranak. Kualitas dan jumlah produktivitas susu yang mempunyai sifat menurun dapat diperbaiki melalui seleksi. Oleh karena itu perlu kecermatan dalam menentukan sapi yang akan dijadikan induk dengan mengetahui asal usul keturunannya.

Sifat-sifat sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Calon induk yang mempunyai sifat jinak dan tenang, menurut, nafsu makan tinggi sangat mudah dipelihara dan dikuasai. Sebaliknya, sapi dengan sifat yang gugup dan tidak dapat beradaptasi dengan cara-cara yang dipergunakan dalam pengelolaan dapat mengakibatkan kurangnya ketenangan dalam kelompok sehingga produktivitas susu secara keseluruhan menurun.

(9)

43 5.4.2. Kandang

Kandang merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Kecamatan Tanjungsari memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan pada lahan terbuka. Mereka tidak mengembalakan sapinya karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Kandang sapi perah di daerah tropis seharusnya disesuaikan dengan kondisi iklimnya. Tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher dengan tujuan agar sirkulasi udara kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Penggunaan asbes bertujuan untuk menjaga kesetabilan suhu dalam kandang. Perubahan suhu yang tiba-tiba akan menyebabkan sapi stres dan menurunkan produktivitasnya.

Lantai kandang peternakan responden di Kecamatan Tanjungsari dibuat dari kayu dan ada beberapa responden yang menggunakan lantai dari semen dengan tekstur miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat selokan atau parit agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum merupakan perlengkapan yang sangat penting. Responden membuat tempat makan dan minum menggunakan ember pelastik dan ada beberapa responden yang membuat tempat pakan dan air minum dari beton semen secara individual.

Lokasi kandang peternakan responden ditempatkan disamping atau dibelakang rumah. Responden membangun kandang peternakannya secara tradisional dengan bahan baku sebagian dari kayu hutan sehingga tempat makan, minum, dan pembuangan kotoran belum dibuat secara baik dan ada beberapa yang semi permanen yaitu lantai kandang disemen serta dibuat bak tempat pakan dan minum. Pada umumnya ukuran kandang yang digunakan responden berkisar 1.0 x 1,5 sampai 1,5 x 2.0 meter untuk satu ekor sapi dewasa, dengan lantai papan dan semen. Responden membersihkan kandangnya dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan sapi perah dan kebersihan susu yang dihasilkan.

(10)

44 5.4.3. Peralatan

Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh responden untuk menjalankan usaha ternaknya. Peralatan ini menunjang responden untuk bekerja dalam melakukan budidaya sapi mereka. Peralatan yang dimiliki responden sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh responden yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Peralatan yang digunakan responden di Kecamatan Tanjungsari antara lain :

a. Milk can, yaitu kaleng penampung susu yang terbuat dari almunium khusus tanpa sambungan. Ukuran rata-rata yang dipakai adalah 10 liter, 15 liter dan 20 liter.

b. Ember, digunakan untuk menampung air minum sapi, memandikan sapi, menampung pakan ransum dan untuk membersihkan kandang. Ukuran ember bervariasi dari 15 liter – 25 liter.

c. Sabit, digunakan untuk menyabit rumput dan membersihkan semak disekitar kandang.

d. Saringan, digunakan untuk menyaring susu sewaktu memasukan ke dalam

milk can.

e. Cangkul/ Sekop, digunakan untuk membersihkan kotoran sapi.

f. Gerobak, digunakan untuk mengangkut pakan atau milk can yang sudah di isi susu dan lain-lain.

g. Bak penampungan air, digunakan untuk menampung air yang akan dipakai untuk membersihkan kandang atau memandikan sapi. Hanya beberapa peternak yang memilikinya.

h. Selang air, dimiliki oleh peternak yang menggunakan pompa air (sanyo). Digunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan sapi dengan menyemprotkan air melalui selang.

Sebagian besar peralatan tersebut biasa di beli oleh responden di Koperasi Serba Usaha Tandangsari, dengan sistem pembayaran cash atau kredit, untuk pembelian dengan kredit pembayaran dilakukan dengan memotong hasil dari

(11)

45 penjualan susu. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.

Peralatan Jumlah Satuan Harga (Rp) Umur Teknis (bulan)

Millk Can (10 L) Satu buah 150.000 60

Millk Can (20 L) Satu buah 200.000 60

Millk Can (30 L) Satu buah 300.000 60

Ember Satu buah 15.000 6

Gayung Satu buah 6.000 6

Sabit/Arit Satu buah 20.000 60

Golok Satu buah 20.000 60

Cangkul/Sekop Satu buah 30.000 60

Gerobak Satu buah 200.000 60

Lap ambing Satu buah 2.500 1

Sosorong Satu buah 7.500 12

Sepatu Bot Satu pasang 40.000 12

5.4.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa ketenaga kerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Besar kecilnya akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan responden dalam pemeliharaan sapi perah.

Penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP) sebagai berikut, setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan

(12)

46 jumlah jam kerja delapan jam per hari dihitung dari jam 04.00 pagi hingga jam 07.00 pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam 14.00 hingga jam 19.00. Sedangkan untuk tenaga kerja memiliki perincian sebagai berikut; tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP) dan anak-anak (0,5 HKP).

Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan untuk memelihara ternak, sedangkan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Kegiatan tenaga kerja yang dilakukan untuk memelihara ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari adalah membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan dan pemberian pakan serta pencarian rumput. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Untuk tenaga kerja di luar keluarga responden harus mengeluarkan biaya secara langsung setiap bulan sebagai imbalan atas jasa yang mereka kerjakan, sedangkan untuk tenaga kerja dalam keluarga, responden tidak mengeluarkan biaya secara langsung sehingga bisa menutupi pengeluaran atas pemakaian tenaga kerja.

5.4.5. Pakan

Semua mahluk hidup membutuhkan makanan, termasuk sapi perah. Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernapas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memprosuksi susu saging sertauntuk pertumbuhan janin disalam kandungan (Girisonta,1995).

Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah dapat menyebabkan produktivitas menurun. Responden umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan oleh responden pada sapi perah, umumnya sama terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan pakan konsentrat yang mengandung serat kasar rendah.

Hijauan merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi perah karena kandungan karbohidratnya dan serat kasar yang tinggi. Makanan hijauan ini diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari

(13)

47 tegalan yang sengaja ditanam rumput-rumputan untuk makanan ternak dan sebagian lagi dari tempat lain yang terdapat rumput-rumputan, namun ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat seharga Rp 100 per kilogram atau sekitar Rp 5.000,00 per ikat (@ 50 kg). Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden bisa dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pemberian Pakan Hijauan pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010

Sumber : (Elim, 2010)

Ternak yang memperoleh makanan yang kurang baik akan berpengaruh pada berkurangnya produktivitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, makanan hijauan yang bisa diberikan kepada ternak berupa rumput gajah, rumput raja, rumput lapang, daun singkong, daun lamtorogung, dahan pisang, dan sebagainya. Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden tanpa takaran atau mengira-ngira jumlah pakan yang diberikan. Pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat.

Pemenuhan gizi yang cukup dapat dilakukan dengan pemberian makanan yang memiliki kandungan hayati yang cukup serta berimbang. Pemberian makanan hijauan saja pada ternak sapi tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan, maka diperlukan makanan tambahan berupa makanan konsentrat. Sapi laktasi membutuhkan makanan tambahan agar dapat menghasilkan susu yang sesuai dengan yang diharapkan. Makanan konsentrat ini terdiri dari pollard, bungkil kelapa, ongok dan lain-lain. Penyuluhan yang dilakukan petugas Koperasi

(14)

48 Tandangsari menyarankan pemberian pakan konsentrat dengan perbandingan 1 : 2, yang artinya pemberian satu kilogram konsentrat untuk setiap dua liter susu yang dihasilkan. Sehingga kandungan nutrisi didalamnya telah sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Pakan tambahan berupa konsentrat bisa dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pakan Tambahan Berupa Konsentrat pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010

Sumber : (Elim, 2010)

Pakan konsentrat diberikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Selain itu seluruh responden menambahkan pakan tambahan untuk ternak sapi yaitu dengan memberikan ampas tahu untuk pakan sapi laktasi agar jumlah produktivitas susunya meningkat. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu untuk responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan Tanjungsari 2009.

No Pakan Jumlah ( Kg/tahun)

1 Hijauan 80056,66667

2 Konsentrat 8591,22225

3 Ampas Tahu 2354,236111

5.4.6. Kesehatan Hewan dan Reproduksi

Obat-obatan diperlukan saat sapi mengalami penyakit. Biasanya sapi yang terkena penyakit langsung diperiksa oleh bagian kesehatan hewan yang ada di Kecamatan Tanjungsari sehingga untuk penanganan kasusnya dapat dilakukan

(15)

49 untuk mencegah timbulnya penyakit yang semakin berbahaya. Responden hanya melaporkan pada bagian kesehatan hewan (KESWAN), untuk mendapat pelayanan berupa obat-obatan dan vitamin sesuai dengan penyakit ternaknya. Penyakit yang biasanya menyerang pada sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari adalah diare, perut sapi kembung, mastitis, memar-memar yang mengakibatkan luka, serta Brucellosis (cacingan). Penanganan pertama yang dilakukan responden yaitu dengan cara melaporkan ke bagian medis kesehatan hewan yang ditangani oleh tenaga medis KSU Tandangsari atau dokter hewan.

Sapi-sapi pada responden hampir sepanjang hari berada didalam kandang sehingga kuku belakangnya menjadi lunak akibat sering tergenang air. Kondisi kuku semacam ini akan menyebabkan penyakit kuku busuk sehingga responden harus secara rutin memotongnya. Pemotongan kuku secara rutin akan mengembalikan bentuk kuku kedalam keadaan yang normal. Selain itu, pemotongan kuku akan membuat sapi merasa nyaman karena berat badannya akan terbagi merata pada keempat kakinya.

Pada umumnya sistem reproduksi sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Bagi responden, IB dinilai lebih menguntungkan dari pada perkawinan alami. Hal ini dikarenakan lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta mengurangi tingkat penyebaran penyakit oleh sapi jantan dan anak sapi (pedet) hasil inseminasi buatan keturunannya lebih bagus. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) sapi perah di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010.

(16)

50 Berdasarkan pengalaman peternak responden di Kecamatan Tanjungsari tidak semua sapi mengalami kebuntingan ketika pertama kali dilakukan IB. Hal ini akan membuat sapi perah kehilangan masa subur dan harus menunggu lagi selama 21 hari hingga masa sapi birahi kemudian dilakukan IB yang kedua kalinya. Pengaturan jarak perkawinan akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak dan mempengaruhi jarak kelahiran. Pengaturan jarak kelahiran pada responden di Kecamatan Tanjungsari tidak melebihi 365 hari.

Untuk melakukan Inseminasi Buatan dan pelayanan kesehatan, responden bisa menggunakan jasa petugas kesehatan hewan dari KSU Tandangsari. Biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Peraturan pemotongan hasil penjualan susu berlaku bagi setiap anggota koperasi baik yang ternaknya di IB dan terkena penyakit atau tidak tetap mendapatkan potongan.

5.4.7. Pemerahan

Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapat perhatian khusus karena akan mempengaruhi kuantitas susu yang dihasilkan. Responden sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya melakukan pemerahan susu dua kali dalam sehari yaitu pagi hari sekitar pukul 05.30 sampai 07.00 dan sore hari sekitar pukul 15.30 sampai 17.00. Teknis pemerahan susu sendiri masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan tangan pekerja.

Sebelum melakukan proses pemerahan, terlebih dahulu sapi dimandikan guna mencegah kontaminasi pada susu. Untuk merangsang agar susu sapi dapat keluar dengan baik, responden melakukan pembilasan kepada ambing sapi menggunakan kain lap dan air hangat. Setiap proses pemerahan dilakukan dengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut dan pelan, kemudian dilanjutkan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak stres. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu yang didalam ambingnya keluar habis dan setelah selesai pemerahan putingnya dicelup dengan desinfektan, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis pada sapi. Untuk lebih jelasnya proses pemerahan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 8.

(17)

51 Gambar 8. Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010

Sumber: (Komar,2010)

Untuk memudahkan dalam proses pemerahan biasanya responden menggunakan vaseline agar ambing sapi dalam keadaan licin. Hal ini dilakukan guna menghindari kegelisahaan dan rasa sakit sapi saat diperah. Penggunaan vaseline terbukti aman bagi kesehatan ambing sapi perah dan tidak mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan vaselin responden rata-rata selama satu tahun sebesar 9.027,777 gram. Vaselin yang digunakan untuk pemerahan sapi perah didapat dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari.

5.4.8. Produktivitas Susu

Produktivitas susu harian responden rata-rata di Kecamatan Tanjungsari berkisar antara delapan liter sampai sembilan liter per ekor. Perbedaan produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak, tatalaksana pemberian pakan dan pemerahan (Sudono, 1999). Produktivitas susu sapi perah di Indonesia pada umumnya rendah, dimana hasil rata-rata berkisar antara tiga sampai sepuluh liter per hari.

5.4.9. Pemasaran

Kemampuan pasar untuk menyerap produk susu sapi dengan harga jual yang tepat, maka akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak mampu menyerap produk susu sapi, maka usahaternak sapi perah yang dirintis akan mengalami kerugian. Pemasaran susu sapi responden dijual kepada Koperasi Serba Usaha Tandangsari dalam bentuk susu segar. Selain penjualan susu, sapi

(18)

52 laktasi afkir dan sapi pedet jantan dijual ke pasar hewan dan pengusaha penggemukan sapi potong.

5.5. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Penerimaan usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari terdiri dari penjualan susu dan penerimaan dari penjualan anak sapi (pedet) hasil budidaya usaha ternak sapi perah yang rata-rata berumur 3 sampai 4 bulan dengan harga Rp 3.000.000 per ekornya.

Harga susu segar yang diberikan koperasi berfluktuatif tergantung kualitas susu yang dihasilkan oleh peternak. Harga rata-rata susu segar sebesar Rp 2.847 per liter. Untuk lebih jelasnya sumber penerimaan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.

No Jenis Penerimaan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1 Penjualan susu ke koperasi(liter) 12.887,5 2.847,388 36.698.245,1 2 Pemberian susu pedet (liter) 745,694 2.847.388 2.123.940 3 Susu yang dikonsumsi (liter) 13,666 2.847.388 38.877,666 4 Penjualan pedet (ekor) 1,25 3.000.000 3.750.000

Total penerimaan 42.611.062,7

5.6. Biaya Usahatani

Pengeluaran usahaternak sapi perah dikelompokan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi (Soekartawi et al, 1986). Berikut ini adalah pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.

(19)

53 A. Biaya Tunai

Biaya tunai terdiri dari pembelian pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin, biaya kesehatan hewan (obat-obatan dan IB), tenaga kerja luar keluarga, pembayaran listrik, potongan koperasi dan biaya transportasi. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang dipeliharanya. Untuk biaya listrik merupakan biaya yang bersifat tetap yang harus dikeluarkan oleh responden. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. 1. Biaya untuk Pembelian Pakan

Biaya pakan yang dikeluarkan dalam usaha sapi perah responden yaitu pembelian hijauan, pembelian konsentrat dan pembelian ampas tahu. Responden mendapatkan pakan hijauan dengan mencari rumput di daerah sekitar dan juga ke luar daerah, namun ada juga responden yang membeli kepada penjual rumput yaitu sebesar Rp 100 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan hijauan responden sebesar Rp 2.924.055,556 per tahun. Pakan penguat konsentrat diperoleh dari KSU Tandangsari dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.450 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan konsentrat responden sebesar Rp 12.450.545,88 per tahun. Sedangkan pembelian ampas tahu harga rata-rata sebesar Rp 600 per kilogram, dengan rata-rata pengeluaran biaya pakan ampas tahu responden sebesar Rp 1.414.165,278 per tahun.

2. Biaya untuk Pembelian Vaselin

Vaselin merupakan salah satu pelumas atau pelicin untuk mempermudah proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak mendapatkan vaselin membeli dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari dengan harga rata-rata Rp 32.000 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pembelian vaselin responden sebesar Rp 291.555,556 per tahun.

3. Biaya Pembayaran Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga.

Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh peternak yang biasanya memiliki kegiatan di luar peternakan. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Upah tenaga kerja luar keluarga merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Rata-rata

(20)

54 pengeluaran biaya pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga responden sebesar Rp 248.402,7778 per tahun.

4. Biaya untuk Pembayaran Kesehatan (obat-obatan, IB, vitamin)

Biaya pembayaran kesehatan seperti biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Rata-rata pengeluaran biaya kesehatan (obat-obatan, IB, vitamin) responden sebesar Rp 5.799.388,75 per tahun.

5. Biaya Iuran ke Koperasi

Biaya iuran ke koperasi merupakan pengeluaran tetap responden yang harus dibayar setiap setiap tahun. Rata-rata pengeluaran biaya iuran responden sebesar Rp 218.875,3056 per tahun.

6. Biaya pembayaran listrik

Pembayaran listrik merupakan pengeluaran tetap peternak sapi perah. Rata-rata pembayaran penggunaan listrik yang digunakan untuk penerangan usaha sapi perah responden sebesar Rp 478.668,1 per tahun.

7. Biaya transportasi

Biaya transportasi merupakan biaya tunai karena merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Biaya tranportasi dihitung berdasarkan jumlah liter susu yang diangkut. Rata-rata biaya angkut peternak dipotong sebesar Rp 40 per liter susu yang diangkut. Peternak hanya menitipkan susu hasil perahan mereka pada pos kelompok ternak masing-masing, petugas koperasi kemudian mengangkut susu dari pos kelompok pengumpulan susu ke koperasi. Rata-rata pengeluaran pembayaran biaya transportasi responden sebesar Rp 515.501,2222 per tahun.

B. Biaya diperhitungkan

Biaya yang diperhitungkan ini untuk melihat bagaimana manjemen suatu usahatani. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, penyusutan alat-alat dan nilai ternak pada akhir tahun. 1. Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena kebanyakan responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan manfaat dari

(21)

55 menghitung pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu untuk mengetahui penerimaan usahaternak sapi perah responden yang sebenarnya. Pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga masuk dalam biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan merupakan biaya tidak tunai yang diukur atau dinilai berdasarkan perkiraan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata pengeluaran biaya upah tenaga kerja dalam keluarga responden sebesar Rp 5.525.694,444 per tahun.

2. Sewa Lahan

Sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan karena lahan untuk budidaya yang digunakan oleh responden keseluruhan merupakan lahan milik sendiri. Biaya rata-rata yang dikeluarkan responden untuk sewa tanah yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 500.000 per tahun untuk satu tumbaknya (14 m x 14 m). Rata-rata pengeluaran biaya sewa lahan responden sebesar Rp 286.458,3333 per tahun.

3. Penyusutan

Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk melakukan perawatan terhadap peralatan dan kandang. Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus yaitu harga beli dibagi dengan umur pakai. Rata-rata pengeluaran biaya penyusutan responden sebesar Rp 93.608,94442 per tahun. Perhitungan biaya penyusutan peralatan dan kandang dapat dilihat pada Lampiran 2.

4. Nilai Ternak pada Akhir Tahun

Nilai ternak pada akhir tahun adalah penurunan nilai ternak yang disebabkan oleh pemakaian ternak selama satu tahun. Nilai ternak pada akhir tahun menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan ternak selama satu tahun. Rata-rata pengeluaran biaya nilai ternak pada akhir tahun responden sebesar Rp 1.761.904,778 per tahun. Perhitungan komponen biaya responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13.

(22)

56 Tabel 13. Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Responden Selama

Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009

Keterangan Nilai (Rp) Persentase

(%) Biaya Tunai Hijauan 2.924.055,556 12,01 Konsentrat 12.450.545,88 51,15 Ampas Tahu 1.414.165,278 5,80 Vaselin 291.555,556 1.19 Tenaga Kerja Luar Keluarga 248.402,7778

1.02 Biaya (obat-obatan, IB, Vitamin) 5.799.388,75

23.82 Iuran-iuran ke Koperasi 218.875,3056 0,89 Transportasi 515.501,2222 2.11 Listrik 478.668,1 1.96

Total Biaya Tunai 24.341.158,43 100

Tenaga Kerja Dalam Keluarga 5.525.694,444 72,06

Sewa Lahan (milik sendiri) 286.458,3333 3,73

Penyusutan 93.608,94442 1,22

Nilai ternak pada akhir tahun 1.761.904,778 22,97 Total Biaya yang Diperhitungkan 7.667.666,5 100

Jumlah Total Biaya 32.008.824,93

5.7. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai responden dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 18.269.904,24 per tahun dan rata-rata pendapatan atas biaya total sebesar Rp 10.602.237,74 per tahun. Rata-rata hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,80. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,80, sedangkan rata-rata R/C rasio atas biaya total untuk peternak responden sebesar 1,34. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,34.

(23)

57 Untuk lebih jelasnya rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C rasio responden dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009

Komponen Nilai(Rp)

Penerimaan 42.611.062,68

Biaya Tunai 24.341.158,43

Biaya diperhitungkan 7.667.666,5

Biaya Total 32.008.824,93

Pendapatan atas biaya tunai 18.269.904,24

Pendapatan atas biaya Total 10.602.237,74

R/C atas biaya Tunai 1,80

R/C atas biaya Total 1,34

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat rata-rata nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total masing-masing yaitu 1,80 dan 1,34. Artinya bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu.

Gambar

Tabel  10.  Harga  rata-rata  peralatan    di  Koperasi  Serba    Usaha  Tandangsari  di  Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009
Gambar 5. Pemberian Pakan Hijauan pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari            Tahun 2010
Gambar 6. Pakan Tambahan Berupa Konsentrat pada Peternakan Responden di  Kecamatan Tanjungsari Tahun  2010
Gambar  7.  Pelayanan  Inseminasi  Buatan  (IB)  Sapi  Perah  di  Kecamatan  Tanjungsari Tahun 2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metematika realistik dalam implementasinya perlu dilakukan pembuatan perencanaan pembelajaran yang baik.

Pada proses pencampuran partikel keramik ke dalam matrik cair, partikel keramik SiC biasanya tidak terbasahi permukaannya oleh matrik cair atau wettability yang kurang, dan

Jenis data yang dikumpulkan yang berhubungan dengan variable/focus yang telah diamati dalam penelitian ini (yakni kebijakan pemungutan pajak restoran dan dampak

 Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa diagnosis tuberkulosis pada kehamilan mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala awalnya mungkin dianggap berasal dari

terkejut lagi ketika beberapa bulan setelah kejadian tersebut ada beberapa orang yang datang ke pasar simo untuk menawarkan penukaran uang logam tersebut dengan harga seratus

Daya juang: mengajarkan sikap berani dan sportif, ini terlihat ketika di dalam kelas siswa berani bahkan berebut untuk maju ke papan tulis menyelesaikan soal dan berani mengemukakan

Penelitian ini didukung Adeyeye (2013) dalam penelitiannya pada bank di kota Oyo, Nigeria yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan CRM dan kualitas

Penggunaan bahan tanam setek batang meningkatkan pertumbuhan bibit setek tanaman nilam yaitu pada persentase setek hidup, bobot basah tajuk dan bobot kering