1
PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) DI PERKEBUNAN RAKYAT DESA TAREAN KECAMATAN SILINDAK, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
(Estimation of Carbon Stock In Plant Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
in People Plantation Tarean Village, District Silindak,
Serdang Bedagai.)
Frans R Sipayung1, Muhdi2 dan Diana Sofia Hanafiah3
1Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl Tridarma Ujung
No.1 Kampus USU Medan 20155
(Penulis Korespondensi, Email: [email protected])
2Staf Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 3Staf Pengajar Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Global warming is causing an increase in temperature of the earth's atmosphere, climate change, resulting in the dry season and rising temperatures. Efforts to control global warming is with the plant the absorption of carbon. One of which is rubber plant that has a high potential carbon reserve. The purpose of this research want to know the carbon content in each section rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) and determine the potential of carbon reserves in the rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Age of 5 years in people plantation Serdang Bedagai. The method of estimaty carbon stocks done destructive and selection of plant samples carried out with purposive sampling. The carbon content in each section rubber trees (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) 5 years of age is different is stem 50.37%, 40.58% branches and leaves 21.68%. The results showed that allometric models for biomass and carbon has W = 3.425 DBH1.153 and C = 0.582 DBH 1.586 , respectively. The potential of biomass and carbon in smallholder rubber plantations Tarean Village, District Silindak, Serdang Bedagai were 2.71 tons / ha and 1.18 tons C / ha, respectively.
Keywords: Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg), carbon stocks, biomass measurement, allometric models.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pemanasan global atau yang sering disebut dengan global warming masih sering di perbincangkan oleh semua pihak, pemanasan global itu di akibatkan karena meningkatnya suhu rata-rata atmosfer,laut dan daratan bumi. Peningkatan rata-rata suhu global bumi di sebabkan oleh meningkatnya konsentasi gas-gas rumah kaca. Sebagian besar gas-gas rumah kaca di hasilkan oleh aktifitas manusia yaitu seperti penggunaan bahan bakar fosil oleh mesin dan kendaraan bermotor.
Pemanasan global merupakan peningkatan temperatur atmosfer bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca pada atmosfer bumi. Peningkatan efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca pada atmosfer bumi, diatas konsentrasi alamiah nya. Gas rumah kaca yang dimaksud adalah hidrogen dioksida (H2O),karbon dioksida(CO2), metane(CH4),
senyawa nitrogen oksida(N2O) dan gas-gas
buatan manusia seperti golongan chlorofluorocarbon (CFC) dan halogen. Dengan meningkatnya efek rumah kaca tersebut, radiasi sinar matahari yang terperangkap pada atmosfer bumi menjadi lebih besar dari alamiahnya sehingga memanaskan temperatur udara bumi (Sipayung, 2013).
Pemanasan global juga di ikuti perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan sehingga menimbulkan banjir dan erosi dan musim kering yang berkepanjangan akibat kenaikan suhu. Perubahan iklim memberikan dampak terhadap keberlanjutan mahluk hidup di muka bumi. Upaya mitigasi dan adaptasi
2
harus di lakukan untuk menjaga kestabilandan mengurangi emisi GRK, serta meminimalkan dampak dari perubahan iklim (Krisnawati dkk. 2012).
Menyadari akan masalah lingkungan yang terjadi, dunia internasional berupa menstabilkan konsentrasi gas-gas penyebab GRK melalui sebuah konvensi kerja tentang perubahan iklim yaitu United Nations for Climate Change Convention (UNFCCC). Program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) merupakan salah satu skema yang memungkinkan negara berkembang untuk menjaga lahan hijau nya dan mendapatkan insentif dari hasi penyerapan karbon atau berkurang nya emisi akibat kerusakan lahan hijau nya (Roswiniarti dkk. 2008).
Upaya penanggulangan efek gas rumah kaca adalah dengan adanya tanaman penyerap karbon. Potensi tanaman karet sebagai tanaman penyerap karbon mendapat perhatian terutama di sumatera utara, karena sumatera utara merupakan salah satu wilayah di indonesia yang memiliki perkebunan karet terluas. Kabupaten deli serdang merupakan salah satu wilayah di sumatera utara yang menghasilkan produksi karet yang cukup tinggi (BPS, 2015).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian tanaman karet umur 5 tahun di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
2. Mendapatkan potensi kandungan karbon pada konversi hutan menjadi perkebunan karet di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Hipotesis
Terdapat perbedaan kandungan massa pada setiap bagian tanaman karet (Havea brasiliensis Arg).
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah memberikan informasi kepada pihak yang memmbutuhkan mengenai kandungan karbon pada
perkebunan karet (Havea brasiliensis Arg) umur 5 tahun di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2014, dengan perincian bulan September 2014 adalah kegiatan pengumpulan data di lapangan dan bulan November 2014 adalah kegiatan menganalisis data. Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Karet Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan di Laboratorim Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutana Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw untuk penebangan, pita ukur untuk mengukur diameter, walking stick untuk mengukur tinggi total dan tinggi bebas cabang, tali rafia, kompas, timbangan untuk menimbang sampel tebang, oven untuk mengeringkan sampel tebang, kamera digital, kalkulator, alat tulis menulis, personal computer dan Software IBM SPSS statistic Version 20 for windows.
Bahan dalam penelitian ini adalah tanaman (Hevea brasiliensis Arg) di Perkebunan Rakyat Desa Langau Siperang, Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang berumur 5 tahun, data tanaman umur 5 dan 15 tahun, peta tutupan lahan Kabupaten Deli Serdang, bagian tanaman yang terdiri dari batang, cabang, ranting, daun. Bahan pendukung terdiri dari kantong plastik, label nama.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode destructive adalah metode yang melakukan pengerusakan/penebangan pada tegakan karet dan metode purposive sampling yang dalam hal ini digunakan
3
khusus untuk menduga cadangan karbon diPerkebunan Rakyat. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data A. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan berat basah masing-masing fraksi tegakan yang di tebang untuk selanjutnya dianalisis dan diperoleh model alometrik terbaik.
B. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya, maupun literatur pendukung lainnya yaitu peta administrasi Kabupaten Deli Serdang.
2. Analisis Data di Lapangan
A. Pengukuran Plot untuk Pengambilan sampel tanaman
1. Buat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m yang letaknya berselang-seling (random) dengan jalur utama berada tepat di tengah.
2. Setiap plot tanaman dilakukan inventarisasi untuk mengukur tinggi, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total untuk menduga keragaman populasi dari plot tersebut.
3. Data Inventarisasi disajikan dalam tally sheet.
4. Dengan jarak tanaman 7 m x 7 m, maka diperoleh banyaknya tegakan karet dalam 1 (satu) plot sebanyak 9 (sembilan) tanaman.
5. Setiap plot tanaman diambil satu tanaman sebagai sampel tebang (tanaman contoh terpilih). Jadi ada 3 (tiga) tanaman contoh berumur 10 tahun yang akan digunakan untuk analisa laboratorium.
6. Jumlah tanaman contoh untuk pemubuatan model alometrik yaitu sebanyak 9 (sembilan) tanaman yang
berasal dari data tanman kelas umur 5 tahun, 10 tahun (dalam penelitian ini), dan 15 tahun masing-masing 3 (tiga) tanaman contoh.
7. Sampel penebangan berasal dari tanaman yang sehat dan bebas hama dan penyakit serta memiliki tinggi bebas cabang diatas 1,3 m dan diameter 20 cm.
8. Penebangan dilakukan pada ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah. Pengukuran tinggi total tanman juga dilakukan setelah pohon contoh rebah. Tinggi total merupakan panjang total pohon contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk ditambah panjang tunggak yang tersisa di tanah.
9. Pengukuran tinggi bebas cabang juga dilakukan dengan mengukur panjang batang mulai dari tunggak hingga cabang pertama yang mempengaruhi diameter batang.
B. Pemilahan Bagian Pohon dan Penimbangan Berat Basah
1. Sebelum dilakukan pembagian fraksi tanman, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang daun, dan cabang.
2. Pembagian fraksi tanaman contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, ranting, dan daun yang bertujuan agar analisa laboratorium lebih terwakili.
3. Sampel batang diambil pada 1,3 m dimulai dari tunggak yang tersisa pada permukaan tanah. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan. Dimana tiap ulangan diambil sebanyak 200 gram.
4. Untuk cabang ranting diambil pada bagian ujung pangkal, tengah, dan ujung atas masing-masing sebanyak 200 gram.
5. Untuk sampel daun dibuat 1 ulangan saja sebanyak 200 gram.
6. Semua sampel yang telah ditimbang langsung dimasukkan ke dalam plastik sampel untuk menjaga pengaruh kadar air di sekitarnya, lalu diberi label sebagai penanda.
4
3. Pengumpulan Data di LaboratoriumA. Pengukuran Kadar Air
Contoh Uji kadar air batang dibuat dengan ukuran sampel 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun diambil dari masing-masing 200 gram. Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut:
1. Contoh uji ditimbang berat basahnya 2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur
suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat
konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya.
3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur adalah kadar air contoh uji.
Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % 100 Bkt Bkt -Ba (%) Ka Dimana :
Ka = Kadar air yang diukur (dalam persen terhadap berat kering tanur karet).
Ba = Berat awal contoh uji karet sebelum dikeringkan dalam tanur. Bkt = Berat contoh uji karet kering
tanur, yaitu berat konstan contoh uji karet setelah disimpan selama 15 menit dalam desikator.
Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
BK = Berat kering tanur (kg) BB = Berat basah (kg) Ka = Persen kadar air (%). B. Pengukuran Kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut
1. Penentuan Kadar Zat Terbang Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society For Testing Material (ASTM) 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Sampel dari tiap bagian batang dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill), d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan
alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupannya, dan ditimbang dengan timbangan Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 950oC selama 2 menit.
Kemudian langsung didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. g. Selisih berat awal dan akhir yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Rumus Penentuan Kadar abu :
Kadar zat terbang 100%
A B -A Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105oC
B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC
2. Penentuan Kadar Abu
Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society For Testing Material (ASTM) 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 900oC selama 6 jam.
5
b. Selanjutnya dimasukkan ke dalamdesikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Persentase Kadar abu dihitung dengan rumus:
3. Penentuan Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap bagian tanaman menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contohuji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:
Kadar karbon terikat arang (%) = 100% - kadar zat terbang arang (%) -kadar abu (%). Penyusunan Model Allometrik
Penelitian ini merupakan penelitian yang mebutuhkan data tanaman dari berbagai kelas umur yang berasal dari satu tim peneliti dalam menyusun model yang signifikan dan terbaik. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam menyusun persamaan alometrik yaitu sebanyak 9 (sembilan) tanaman tebang yang berasal dari kelas umur 5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun masing-masing sebanyak 3 (tiga) tanaman contoh.
Data tersebut akan digabung dan akan dibuat model persamaan alometrik penaksiran biomassa dan karbon tanman serta bagian-bagian tanaman satu atau lebih peubah dimensi tanaman berikut: Ŷ = βo + β1D + β2D2
Ŷ = βoD81
Ŷ = βo + β1D2H
Ŷ = βoDβ1 Hβ2
Keterangan :
Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon tanaman (kg/tanaman) D = Diameter tanman (dbh) (cm) H = Tinggi tanaman (m)
βo , β1,β2 = Konstanta (parameter) regresi
Pemilihan Model Alometrik Terbaik Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, yakni goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisa serta
pertimbangan kemudahan untuk pemakaian, Model akan diolah menggunakan software SPSS 16.0.
Analisis Statistik
Hasil pendugaan simpanan karbon yang telah diperoleh akan diuji secara statistik dengan rancangan percobaan yang sesuai. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan tersarang (nested design). Model Persamaan:
Yijk = µ+ Ti + βj(i) +
ɛ
ijk i= 1, 2,3,j = 1,2,3 k = 1,2,3 Dimana :
Yijk = Respon banyaknya kandungan
karbon perkebunan ke-i, vegetasi ke-j dan ulangan ke-k
µ = Rataan Umum
Ti = Pengaruh faktor perkebunan ke-i
terhdap respon
βj(i) = Pengaruh vegetasi ke-j yang
tersarang pada perkebunan ke-i Ԑ(ij)k = Pengaruh galat acak respon pada
perkebunan ke-i, vegetasi ke-j yang tersarang pada perkebunan ke-i dan ulangan ke-k
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah :
i. Analisis deskriptif dan penyajian dalam bentuk gambar (pie, diagram batang, dan scatter ).
ii. Analisis perbedaan kadar karbon pada bagaian-bagian pohon dilakukan analisis dengan uji lanjut
6
Tukey HSD. Parameter yang yangdigunakan adalah : Perbedaan kadar karbon rata-rata disetiap bagian tanaman.
1. Menentukan formulasi hipotesis Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman H1 : Ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman.
2. Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95%
3. Menentukan kriteria pengujian Ho diterima (H1 ditolak) Jika P > 0,05 Ho ditolak (H1 diterima) jika P < 0,05 Membuat kesimpulan, Ho diterima atau ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Terpilih.
Adapun hasil dari tanaman contoh yang dilakukan dengan metode purposive sampling menunjukkan bahwa tinggi bebas cabang terbesar adalah 36 cm sedangkan tinggi bebas cabang terendah adalah 31 cm. Adapun rata-rata bobot basah tanaman karet pada batang, cabang dan daun adalah berbeda-beda, pada batang terdapat 37.6 kg, pada cabang 21.6 kg dan pada daun terdapat 16.26 kg. rata-rata bobot basah yang paling tinggi terdapat pada batang yaitu 37.6 kg. data tersebut tersaji dalam Tabel 1.
Pada Tabel 1 menunjukkan bobot basah nya berbeda, ini di akibatkan karena bagian tanaman berbeda fungsi, bobot basah pada batang palin tinggi karena fungsinya sebagai tempat cadangan
makanan dan untuk menyokong tubuh tumbuhan, sedangkan pada daun paling rendah karena pada daun fungsinya untuk fotosintesis dan tempat terjadinya proses transpirasi
Gambar 1. Bobot basah sampel tebang berdasarkan bobot basah setiap bagian tanaman. Bobot basah yang di gunakan pada tanaman karet yaitu batang, cabang dan daun. Adapun rata-rata pada batang yaitu 37.6kg, cabang 21.6 kg dan daun 16.26 kg. Menurut Muhdi et al. (2014) bagian batang memiliki bobot basah yang paling tinggi disebabkan oleh ukurannya yang besar dan kemampuan menyimpan air yang juga tinggi, sedangkan daun hanya memiliki ukuran yang kecil dan mengandung lebih banyak bahan-bahan organik. Pada Gambar 1 dapat di ketahui bahwa bobot basah cabang lebih kecil di bandingkan bobot basah batang dan daun berdasarkan bobot basah nya dari ketiga pohon karet yaitu berbeda-beda bobot basah yang palin tinggi yaitu terdapat pada pohon yang pertama sedangkan bobot basah yang paling rendah yaitu terdapat pohon yang ketiga perbedaan ini di akibatkan karena perbedaan komponen antara bagian pohon dan kandungan bahan pengisinya.
B. Sifat Fisik dan Kimia Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
1. Kadar air
Kadar air adalah persentase kandungan air sutu bahan yang dapat dinyatakan yang daapat berdasarkan berat basah(wet basis) atau berdasarkan berat kering(dry basis) kadar air berat basah mempunyai basah maksimum teoritis sebesar 100
0 10 20 30 40 50
Batang Cabang Daun 40,2 23,2 16,3 35,3 19,5 14,5 37,3 22,1 18
7
persen,sedangkan kadar air berdasarkanberat kering dapat lebih dari 100 persen. Hasil Analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan bagian tanaman karet yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Variasi Rata-rata Kadar air Sampel tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
Kadar Air % No Sampel Tebang Batang Cabang Daun 1 1 71.17 77.69 152,44 2 2 65.41 86.59 171,97 3 3 89.18 72.55 136,81
Rataan 75.25 78.94 153.74
Bagian tanaman karet yang paling tinggi kadar airnya yaitu pada bagian daun dengan rata-rata sebesar 153.74%. Kadar air untuk bagian cabang memiliki rata-rata sebesar 78.94%. Kadar air terendah terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 75.25%. Hal ini sesuai dengan pendapat amira (2008) dimana daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang di isi oleh air dan unsur hara mineral.
2. Kadar zat terbang
Zat terbang merupakan kandungan zat yang mudah terbang dengan suhu 950
0C. Yang tersusun dari zat alifatik, terpena
dan fenolik. Rata-rata kadar zat terbang tanaman karet memiliki presentase rata-rata yang berbeda yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Variasi Rata-rata Kadar Zat
Terbang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
Zat Terbang % No Sampel
Tebang Batang Cabang Daun 1 1 44.48 55.87 73.55 2 2 49.55 60.41 74.26 3 3 47.52 55.21 72.33
Rataan 47.18 57.16 73.38
Dari hasil analisis laboratorium yang di sajikan dalam Tabel 3. Persentase zat terbang yang paling tinggi yaitu terdapat pada daun sebesar 73.38%, dan zat terbang paling rendah yaitu terdapat pada batang. ini di akibatkan karena perbandingan terbalik karena semakin tinggi kadar abu dan zat terbang maka kadar karbon semakin rendah. 3. Kadar abu
Seperti yang kita ketahui semakin tinggi kadar abu semakin rendah kadar zat terbang nya. Kadar abu adalah kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium,kalium dan magnesium. Variasi rata-rata kadar abu pada setiap bagian tanman karet disajikan dalam Tabel 4.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 4, kadar abu terbesar terdapat pada bagian daun dengan persentase rataan sebesar 4.91%. sedangkan persentase rataan kadar abu terkecil terdapat pada batang yaitu sebesar 2.08%. Pada penelitian ini, daun memiliki kadar abu terbesar karena daun mengandung lebih banyak bahan anorganik di bandingkan bagian anatomi lainnya. Jumlah persentase rataan kadar zat terbang dan kadar abu menjadikan kadar karbon pada batang menjadi lebih tinggi dibandingkan bagian anatomi lainnya 4. Kadar Karbon
Berdasarkan hasil perhitungan kadar karbon diketahui bahwa setiap bagian tanaman karet memiliki presentase rataan kadar karbon yang berbeda-beda seperti pada Tabel 5.
8
Batang memiliki kadar karbon yangterbesar karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif, tanaman karet menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis. Bagian tanaman yang mampu menyimpan lebih banyak adalah pada bagian batang, tinggi nya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon.
Menurut Limbong (2009) unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Dinding sel batang secara umum tersusun oleh selulosa, lignin, dan bahan ekstraktif yang sebagian besar tersusun atas unsur karbon.
Gambar 2. Presentase Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman, adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan umur tanaman dengan pertambahan kadar karbon. Rata-rata kadar karbon berdasarkan bagian-bagian tanaman memiliki kadar karbon yang bervariasi yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 50,37% dengan kisaran kadar karbon antara 52,24%-50,69% , sedangkan rata-rata karbon terkecil yaitu pada daun dengan kisaran rata-rata karbon 21,26%-22,24%. . Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Muhdi (2013) di areal
hutan alam tropika IUPHHK-HA PT Inhutani II, Malinau, Kalimantan Timur yang menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%.
Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman karet yang disajikan Pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Tukey Kadar Karbon Pada Setiap Bagian Tanaman Karet
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji berjarak Tukey
B = Batang ; C = Cabang ; D = Daun Uji tukey yang dilakukan yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan masing-masing bagian tanaman sehingga diketahui berpengaruh apa tidak. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat di ketahui bahwa masing-masing tanaman memiliki perbedaan kadar karbon. Hal ini ditunjukan dengan hasil uji perbedaan rata-rata karbon pada bagian tanaman menunjukan huruf yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor internal pertumbuhan bagian tanaman seperti kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Pada bagian yang sama dengan tanaman yang berbeda dapat kita lihat bahwa perbedaan kadar karbon tidak signifikan, hal ini diakibatkan oleh persamaan struktur masing-masing bagian tanaman dengan kelas umur yang sama. 5. Bobot Kering (Biomassa)
Daun karet memiliki persentasi kandungan biomassa terendah. Dengan merujuk pada data kadar air komponen Batang 45% Cabang 36% Daun 19%
Bagian Tanaman Rata-rata
B1 52.242 C B2 48.203 C B3 50.697 C C1 42.069 B C2 36.953 B C3 42.740 B D1 21.269 A D2 21.254 A D3 22.544 A
9
tanaman yang tersaji pada Tabel 7, dapatdinyatakan bahwa semakin tinggi kadar air akan menghasilkan persentasi biomassa yang semakin rendah atau dengan kata lain kadar air berbanding terbalik dengan persentasi biomassa.
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat hasil yang diperoleh untuk uji rata-rata kadar karbon pada setiap bagian tanaman karet memperlihatkan pada batang terdapat biomassa paling tingi yaitu sebesar 21.45kg sedangkan jumlah rataan biomassa cabang sebesar 12.32 kg dan daun paling rendah sebesar 6.47 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan massa karbon pada setiap tegakan. Sesuai dengan pernyataan Kusmana et al. (1992) yang menyatakan bahwa variasi biomassa juga di pengaruhi karena perbedaan faktor iklim seperti curah hujan dan suhu. Hal ini di sebabkan karena suhu dan cahaya merupakan faktor lingkungan yang berdampak bagi proses biologi tumbuhan dan pengambilan karbon oleh tanaman melalui proses fotosintesis.
6. Massa Karbon
Daun karet memiliki persentasi kandungan biomassa terendah. Dengan merujuk pada data kadar air komponen tanaman yang tersaji pada Tabel 8, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kadar air akan menghasilkan persentasi biomassa yang semakin rendah atau dengan kata lain kadar air berbanding terbalik dengan persentasi biomassa.
Tabel 8. Variasi Rata-rata Massa Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)
No Sampel Tebang
Massa Karbon (kg) Total Massa Karbon (kg) Batang Cabang Daun
1 1 12.14 5.73 1.37 19.24
2 2 10.30 3.87 1.13 15.3
3 3 10 5.48 1.71 17.19
Rataan 10.81 5.02 1.40 17.24 Dari Tabel 8, diperoleh jumlah
rata-rata massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 10.81 kg pada berbagai bagian tanaman karet. Hal ini dapat berarti bahwa dari total karbon yang dikandung oleh tanaman karet berumur 5 tahun, sisanya terdapat pada bagian cabang sebesar 5.02 kg dan daun 1.40 kg. Sehingga total rataan massa karbon tanaman karet yang ditebang sebesar 17.24 kg.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan massa karbon pada setiap bagian tegakan. Bagian batang tegakan kelapa sawit merupakan bagian yang paling tinggi massa karbonnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianti, dkk (2009) di agroekosistem kelapa sawit yaitu di kebun Meranti Paham dan Panai Jaya milik PTPN IV di daerah Negeri Lama, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, bahwa kandungan cadangan C biomassa tertinggi pada berbagai dimensi kelapa sawit adalah pada bagian batang.
Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Taret
Model alometrik merupakan model yang menghubungkan dimensi-dimensi dari pohon dengan nilai biomassa pohon. Pengambilan sampel tanaman karet dilakukan dengan menebang tanaman (destruktif) dari berbagai kelas umur dan membagi berbagai bagian dari tanaman karet menghasilkan persamaan alometrik. Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau massa karbon pada tiap bagian-bagian tanaman karet dengan diameter, tinggi bebas cabang, ataupun tinggi total tanaman karet.
Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan
10
persamaan-persamaan lain yangmenggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet. Untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet di perkebunan rakyat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Model Penduga Biomassa Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.) NO Hubungan Bentuk Persamaan R-sq (%)
1 Hbc – Biomassa W=39,54H0.268 bc 99,11 2 Biomassa H - W=0,540 H 1.882 99,99 3 Biomassa Dbh – W=3,425 DBH1.153 99,93* 4 Hbc - H - Biomassa W= 0,997 H,0,733 + H1,681bc- 94,01 5 Hbc - Dbh - Biomassa W= 1,024 Hbc0,633 + DBH1,256 50,04 6 Biomassa H- Dbh - W=0,946 H+ DBH-0,002 1,660 93,60 7 H- Hbc - Dbh - Biomassa W= 0,998 H -0,113 + Hbc1,857 + DBH-0,153 94,19 Keterangan : W = Biomassa (kg)
Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m)
H = Tinggi Total (m)
DBH = Diameter Setinggi Dada (cm) * = Model Terpilih
Model allometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet di Perkebunan desa Tarean, Serdang Bedagai Sumatera. Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pada tanaman karet di dapat dekat pendekatan parameter seperti tinggi bebas cabang, tinggi total dan diameter. Persamaan yang digunakan yaitu model persamaan dasar pangkat (power function). Yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dan metode kuadrat terkecil (least square). Model allometrik biomassa dibangun untuk melakukan penaksiran besar biomassa setiap bagian tanaman dan total biomassa dari setiap
bagian tanaman karet (hevea brasiliensis muell.). Model ini menghubungkan antara biomassa batang, cabang dan daun dengan dimensi tanaman seperti diameter (D), tinggi (H), dan tinggi bebas cabang (Hbc).
Pemilihan persamaan alometrik terbaik dapat dilakukan dengan menguji beberapa persamaan. Model alometrik penduga biomassa yang terbaik akan dipilih berdasarkan kriteria pemilhan secara statistik, yaitu dengan nilai R-sq tertinggi.
Berdasarkan Tabel 9 model penduga biomassa yang menggunakan satu peubah yaitu, tinggi bebas cabang dengan model alometrik W=39,54Hbc0.268 memiliki
R-sq sebesar 99,11%, sedangkan persamaan yang menggunakan peubah tinggi total dengan W=0,540 H 1.882 memiliki nilai R-sq
sebesar 99,99% dan model persamaan dengan menggunakan peubah diameter dengan persamaan W=3,425 DBH1.153
memiliki R-sq sebesar 99,93%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 50-94 persen.
Tingkat penyerapan karbon pada berbagai tutupan lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah iklim, topografi, karateristik lahan, umur, kerapatan vegetasi, komposisi serta kualitas tempat tumbuh (Aminudin, 2008). Pada Tabel 9, model penduga biomassa memiliki jumlah R-sq yang relatif besar. Hal ini dibuktikan dengan jumlah R-sq yaitu lebih dari 99%. Namun dalam hal ini model penduga alometrik dipilih yang cocok menjadi model penduga dengan R-sq tertinggi. Model umum W=3,425 DBH1.153 memiliki R-sq
sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter memiliki kriteria pemilihan model terbaik. Hal ini dikarenakan aspek kepraktisan dalam melakukan pengukuran.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 10, bahwa model alometrik terpilih sebagai penduga biomassa tanaman karet adalah W=3,425 DBH1.153 memiliki R-sq
sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter dapat dijelaskan melalui persamaan linear. Sisanya sebesar 0,07 % dijelaskan oleh hal-hal lain seperti tanah,iklim, dan perlakuan masing-masing tanama
11
Tabel 10.Model Penduga Massa KarbonTanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)
NO Bentuk Hubungan Persamaan R-sq (%) 1 HMassa bc – Karbon C = 18,603 Hbc 0,303 99,05 2 H - Massa Karbon C = 0,053 H 2,526 99,93 3 Dbh Massa – Karbon C = 0,582 DBH 1,586 99,81* 4 HMassa bc - H – Karbon C= 0,989 Hbc0,071 +H1,402 93,98 5 HMassa bc -Dbh – Karbon C= 0,995 Hbc0,357 + DBH1,152 45,26 6 H - Dbh – Massa Karbon C= 0,992 H1,853 + DBH -0,499 91,97 7 H– bc - HMassa -Dbh Karbon C=0,541 Hbc0,315 + H 2,483 + DBH -0,943 94,00 Keterangan : C = Massa Karbon (kg) Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m)
H = Tinggi Total (m)
DBH = Diameter Setinggi Dada (cm) * = Model Terpilih
Dari Tabel 10, dapat di lihat model penduga massa karbon dengan peubah tinggi total dengan persamaan C = 0,053 H
2,526 memiliki nilai R-sq tertinggi yaitu sebesar
99,93%, sedangkan model penduga C = 18,603 Hbc 0,303 dengan peubah tinggi bebas
cabang memiliki R-sq sebesar 99,05% dan model persamaan yaitu C = 0,582 DBH
1,586 dengan peubah bebas diameter setinggi
dada memiliki R-sq sebesar 99,81%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 45-94%.
Model penduga massa karbon yang berbentuk pangkat (power function) yaitu menggunakan peubah tinggi total memiliki nilai R-sq tertinggi dibandingkan model persamaan lain. Berdasarkan Tabel 10, dapat disimpulkan bahwa model alometrik
memiliki kemampuan terbaik untuk menjelaskan perhitungan massa karbon tanaman yaitu dengan menggunkan peubah bebas tinggi total. Model terbaik dalam perhitungan massa karbon adalah C = 0,582 DBH 1,586 dengan peubah bebas diameter
setinggi dada memiliki R-sq sebesar 99,81%.
Adriono (2009) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan pengukuran tinggi tanaman, yaitu:
1. Kesalahan melihat puncak tanaman dikarenakan kondisi tanaman yang rapat sehingga puncak tanaman tidak terlihat. 2. Tanaman yang akan diukur posisinya
miring atau condong. Kesalahan ini dapat diminimumkan dengan membuat garis tegak lurus terhadap arah condong dan melakukan pengukuran dari garis tersebut.
3. Jarak antara pengukur dengan tanaman yang di ukur tidak horizontal, biasanya terjadi pada kondisi lapangan yang miring >15%.
4. Tingkat keakuratan alat pengukuran, dimana tiap-tiap alat pengukuran tinggi memiliki keakuratan yang berbeda-beda.
Dalam penelitian ini, tinggi bebas cabang tanaman karet diukur dengan cara mengukur sebelum dan setelah tanaman di rebahkan ke tanah, sehingga kesalahan tersebut dapat di usahakan seminimal mungkin.
C. Potensi Biomassa dan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.
Tabel 11. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai. No Plot Total Biomassa (Ton/Ha)
Total Massa Karbon (Ton C/Ha) 1 0,64 0,28 2 1,02 0,44 3 1,05 0,46 Total 2,71 1,18 Rataan 0.90 0.39
12
Dari Tabel 11 diperoleh biomassatanaman karet pada perkebunan rakyat desa Tarean adalah sebesar 2,71 ton/ha, total cadangan karbon sebesar 1,18 ton/ha.Jika dibandingkan dengan hutan alam tingkat penyerapan CO2 antara perkebunan karet
dengan hutan, maka rata-rata hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi perkebunan. Hutan alam dapat menyimpan karbon berkisar antara 7,5-264 ton C/ha.
Potensi biomassa dan cadangan karbon dipengaruhi oleh faktor umur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saragih (2015) total biomassa dan massa karbon pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) umur 10 tahun masing-masing bernilai 40.54 ton/ha dan 20.58 ton C/ Ha.
Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2010) cadangan karbon diatas permukaan tanah pada hutan lindung sungai Wain, Kalimantan Timur adalah sebesar 211.86 ton C/ha, sementara pada hutan alam dipterokarpa adalah sebesar 204.92-264.70 ton C/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Berdasarkan uji statistik dengan taraf nyata selang kepercayaan 95 %, kandungan karbon pada setiap bagian tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.) umur 5 tahun , yaitu pada batang sebesar 50.37%, cabang 40.58% dan daun sebesar 21,68%. 2. Potensi biomassa dan cadangan
karbon pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.) umur 5 tahun di perkebunan rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai sebesar sebesar 2,71 ton/ha dan 1,18 ton/ha.
Saran
Kelestarian perkebunan rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai harus dijaga dan ditingkatkan dengan baik karena menyimpan cadangan karbon yang cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Aminudin, S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon pada Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi Kasus Hutan Tanaman Rakyat Desa Dengok, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul) [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Amira S.2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhyzopora Apiculata Bl. Di Hutan Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Anwar, C. 2006. Manajemen dan Tek-nologi Budidaya Karet. Pusat Pene-litian Karet Medan.
Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, Medan.
Anwar, C. 2011. Pusat Penelitian Karet. Medan.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015 Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai 2015.
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest : a primer. Rome: FAO Forestry Paper. Departemen Kehutanan. 2011. Penentuan
Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.
Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan), 2007. Indonesia Miliki Perkebunan
13
Dunia.http://www.kemenegpdt.go.id. [Diakses 26 Agustus 2014] Hadi, M. 2007. Pendugaan karbon di Atas
permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor:Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Hairiah, K. Dan Rahayu S.2007. Petunjuk
Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre,ICRAF Southeast Asia, Bogor.
Heru dan Andoko 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet Edisi Revisi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi
Aksara. Jakarta.
Janudianto dan Andi Prahmono, 2013. Panduan Budidaya Karet Untuk Petani Skala Kecil, Agroforestry dan Kehutanan. Sulawesi.
Krisnawati, H., W.C. Adinugroho, dan R. Imanuddin. 2012. Monograf : Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Marispatin, N.,Kirsfianti Ginoga.,Gustan Pari.
2010. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Bogor.
Muhdi. 2013. Meminimalkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon Melalui Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan di Hutan Alam Tropika, Kalimantan Timur. Prosiding. Peranan Pers Pada Pembangunan Pertanian
Muhdi, Iwan R., dan Eva S.B. 2014. Pendugaan Cadangan Biomassa Di Atas Permukaan Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Di Sumatera Utara. Prosiding. Seminar Nasional Biologi. 15 Februari 2014. Aula FMIPA USU. Roswiniarti, O., Solichin, dan Suwarsono.
2008. Potensi Pemanfaatan Data SPOT untuk Estimasi Cadangan dan Emisi Karbon di Hutan Rawa Gambut Merang, Sumatera Selatan. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVII.
Saragih, E. 2015. Pendugaan Cadangan Karbon Tanaman Karet. [skripsi]. Sipayung, T. 2013. Indonesia dan
Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global. USU Press. Medan
Suheriyanto, D. 2010. Pengaruh Konsentrasi Cupri Sulfat Terhadap Keawetan Kayu Karet. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. Semarang Sutaryo, D. 2009. Perhitungan biomassa,
Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor : Wetlands International Indonesia Programme.