• Tidak ada hasil yang ditemukan

PURA MAJAPAHIT (SEJARAH,STRUKTUT DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PURA MAJAPAHIT (SEJARAH,STRUKTUT DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PURA MAJAPAHIT (SEJARAH,STRUKTUT DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA)

Oleh: I Made Reynaldi Ambara Gita*,Ketut Sedana Arta, S.Pd, M.Pd..**, Dra. Desak Made Oka Purnawati M.Hum***

Email : reynaldi.3@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah terkait dengan tujuan penelitian: 1) Sejarah pendirian Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana, 2) Struktur/jajaran pelinggih Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana, 3) Aspek- aspek apa saja dari Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan menggunakan langkah-langkah: Heuristik (pengumpulan data) dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, studi dokumen, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa (1) Berdirinya Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana tidak dapat dipisahkan kaitanya dengan tiga buah kerajaan yaitu Kerajaan Mengwi, Jembrana dan Blambangan. Hubungan ketiga kerajaan inilah yang nantinya akan mendirikan tempat suci yang ada di Desa Baluk, Negara Jembrana (2) Struktur /jajaran pelinggih Pura Majapahit berjumlah sembilan pelinggihyakni , (1) Taksu (2) Manjang Seluang (3) Meru Tumpeng Tiga (4) Padmasana (5) Meru Tumpeng Lima (6) Gedong Bata (7) Panglurah (8) Bedogol (9) Papelik.(3) Pura Majapahit memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah.Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek Pura Majapahit.Dari setiap aspek-aspek Pura Majapahit dapat dimasukan dalam setiap kompetensi inti.PelinggihGedong Bata dan Meru Tumpeng Lima merupakan aspek yang paling menonjol yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah.

Kata Kunci : Sejarah, Struktur Pelinggih, Sumber Pembelajaran ABSTRACT

This research is aimed at solving problems related to the research objectives: 1) The history of the establishment of Pura Majapahit in Baluk Village, Negara, Bali, 2) Structural / range shrine temple Majapahit in Baluk Village, Negara, Bali, 3) any aspects of the Pura Majapahit in Baluk Village, Negara, Bali which can be used as a source of learning history. The method used in this research is the historical method by using these steps: Heuristics (data collection) by using observation, interview, study documents, source criticism, interpretation and historiography. From these results it can be seen that (1) The establishment of the temple Majapahit in Baluk Village, Negara, Bali inseparable relation to the three kingdoms of the Kingdom Mengwi, Jembrana and Blambangan. Third link kingdom is what will set up a shrine in the village Baluk, Negara, Bali (2) Structure / range pelinggih Pura Majapahit of nine pelinggih namely, (1) Taksu (2) Manjang Seluang (3) Meru Tumpeng Three (4) Padmasana (5) Meru Tumpeng Lima (6) Gedong Bata (7) Panglurah (8) Bedogol (9) Papelik. (3) Pura Majapahit has potential as a source of learning history. It can be seen from the aspects of Pura Majapahit. From every aspect Majapahit temple can be entered in each of its core competencies. Bricks and Meru Gedong shrine Tumpeng Lima is the most prominent aspect that can be used as a source of learning history.

(2)

PENDAHULUAN

Dalam upaya penguasaan daerah-daerah di Nusantara, dalam kerangka “Sumpah Palapa” Patih Gajah Mada menjalankan siasat untuk dapat menundukan Raja Bali.Pada tahun 1343 ekspedisi militer dilakukan oleh Gajah Mada dan akhirnya Bali dapat dikuasai.Dalam perkembangannya seiring dengan jatuhnya kekuasaan Majapahit, Bali kembali berkembang secara mandiri setelah Jawa dikuasai oleh kekuasaan kerajaan Islam samapai abad ke 18.Di Bali berkembang delapan kerajaan besar salah satunya Kerajaan Mengwi dan Jembrana.Kerajaan Mengwi menguwasai Blambangan. Ketiga hubungan kerajaan inilah yang nantinya akan mendirikan tempat suci. Tempat suci yang dimaksud adalah Pura Majapahit yang ada di Desa Baluk, Negara, Jembrana.

Pura Majapahit merupakan salah satu pura yang memiliki keunikan di dalam proses pelaksanaan ritualnya. Pura Majapahit tidak mengunakan daging babi pada saat melaksanakan upacara piodalan.Hal ini di karenakan pendirian Pura Majapahit ada kaitanya

dengan umat Islam yang ikut membantu membangun tempat suci.

Sejarah dan struktur Pura Majapahit ternyata banyak menyimpan pengetahuan dan juga nilai-nilai yang terkait dengan mata pelajaran sejarah di SMA.Hal ini dapat dikaitkan dengan materi silabus sejarah di SMA.Sejarah Pura Majapahit dapat dituangkan kedalam KI, KD dan Indikator di dalam silabus sejarah di SMA. Suksesnya proses belajar mengajar tidak dapat dilepaskan dari faktor guru dan siswa. Bertolak dari keunikan Pura Majapahit di Desa Baluk, penulis ingin mengkaji secara mendalam mengenai identifikasi Pura Majapahit (Sejarah, Struktur, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA).

Sehubunggan dengan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.Bagaimana sejarah pendirian Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana ?

2.Bagaimana struktur/jajaran pelinggihPura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana ?

(3)

3 Aspek-aspek apa saja dari Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah ?

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Untuk mengetahui bagaimana sejarah pendirian Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana.

2 Untuk mengetahui bagaimana struktur/jajaran pelinggih Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana.

3 Untuk mengetahui aspek- aspek apa saja dari Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah.

Adapun dalam penelitian ini, maanfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1 Manfaat Teoritis

1. Dapat memberikan wawasan akademis bagi seluruh mahasiswa tentang Pura Majapahit (Sejarah, Struktur, dan

Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA). 2. Dapat dijadikan sebagai bahan

acuan dan perbandingan dalam melaksanakan tugas penelitian selanjutnya.

2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan perbadingan untuk mengadakan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Pura Majapahit (Sejarah, Struktur, dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA).

2. Bagi Lembaga/Jurusan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbagan informasi yang berupa ilmu pengetahuan dan juga dapat dijadikan sebagai acuan didalam mengkaitkan mata pelajaran sejarah yang didapatkan di bangku perkuliahan yang membahas tentang Pura Majapahit (sejarah, struktur pura dan potensinya sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA)

(4)

LANDASAN TEORI

Kata pura adalah berasal dari kata Sanskerta yang berarti benteng, istana atau kota. Pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala prabhawa (manifestasiNya) dan Atman Siddha Dewata (roh suci leluhur ) (Departemen Agama, 2005 : 92).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata struktur artinya cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan (Tim Penyusun, 1990 : 840 ). Konsep pura merupakan refleksi dari Bhwana Agung (Suyasa, 1996 : 8 ). Jika kita lihat secara umum maka, fungsi pura dapat dikelompokan menjadi tiga yakni :

1. Fungsi Religius

Jika dilihat dari fungsi religiusnya, pura dijadikan sebagai tempat suci untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi serta prabawanya.

2. Fungsi Soial

Pura juga dapat di fungsikan sebagai tempat untuk menjalin hubungan sosial yang harmonis dengan umat agama.

3. Fungsi Pendidikan

Pendidikan yang didapatkan di pura adalah pendidikan yang mengarah kepada penanaman karakter dan moral.

(Djamarah, Syaiful, dkk, 1995 : 123) mengatakan sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Mengacu kepada fungsi pura sebagai media pendidikan, maka secara khusus pura juga dapat difungsikan sebagai sumber belajar, khususnya pelajaran sejarah.

METODE PENELITIAN

Di dalam melakukan sebuah penelitian, pengunan metode sangatlah penting untuk di lakukan. Metode penelitian merupakan cara atau jalan yang mengatur dan sekaligus menentukan langkah didalam menyelesaikan sebuah penelitian.untuk mengkaji suatu permasalahan tentang “ Pura Majapahit (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pembelajaran Sejarah di SMA)’’. digunakan beberapa metode untuk

(5)

mengkaji permasalahan Diantaranya adalah sebagai berikut :

Heuristik

Heuristik berasal dari kata yunani,

heuriskein, artinya

menemukan.Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data.maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

1. Teknik Observasi

Penulis akan melakukan observasi secara menyeluruh mengenai Pura Majapahit (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pembelajaran Sejarah di SMA) segala hasil yang penulis temukan akan penulis catat. Selain itu juga untuk memperkuat bukti penelitian ini, penulis akan mendokumentasikan segala apa yang ada didalam Pura Majapit itu.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertetu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Adapun

informan yang dimintai informasi mengenai permasalahan yang penulis teliti adalah, Jro Mangku Gede Wenen dan ketua paruman Wayan Suarem dan ketua pengemponPura Majapihit.

3. Teknik Studi Dokumen

Teknik studi dokumen ini penulis menggunakan beberpa dokumen seperti data statistik, peta atau denah desa, foto-foto yang terkait tentang Pura Majapahit yang berkaitan dengan struktur pelinggih, catatan-catatan dalam bentuk monografi Desa Baluk, sumber buku atau kepustakaan yang berkaitan dengan Pura Majapahit.

Kritik Sumber

Setelah selesai dilaksanakannya langkah pengumpulan sumber-sumber sejarah (heuristik) dalam bentuk dokumen-dokumen, maka yang harus dilaksanakan berikutnya adalah mengadakan kritik (verifikasi) sumber.

1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal ingin menguji otentisitas (keaslian) suatu sumber, agar diperoleh sumber yang sungguh-sungguh asli dan bukannya tiruan atau palsu.

(6)

2. Internal

Berbeda dengan kritik eksternal yang lebih menitikberatkan pada uji fisik suatu dokumen, maka kritik internal ingin menguji lebih jauh lagi mengenai isi dokumen.

Interpretasi

Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah, dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihu-bungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.

Historiografi

Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah.Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian.

PEMBAHASAN Sejarah Desa Baluk

Menurut penuturan para tetua yang ada di Desa Baluk yaitu I Negah Suenda bahwa sebelum bernama Desa Baluk tempat ini dulunya bernama Kali Jaya. Disebutkan pada suatu ketika terjadilah perkelahian sengit bertempat di antara dua sungai yang dikenal dengan nama Kali Kembar. Tempat terjadinya perkelahian ini akhirnya dinamakan Kali Jaya. Diantara penduduk Kali Jaya adalah seorang dukuh yang dikenal dengan panggilan Dukuh Baluk, sebelum meninggal beliau berpesan kepada penduduk Kali Jaya agar nantinya setelah beliau meninggal tempat ini diberi nama Desa Baluk.

Sejarah Pura Majapahit

Keberadaan Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana tidak dapat dipisahkan dengan tiga buah kerajaan, yaitu masing-masing kerajaan Mengwi, kerajaan Jembrana dan kerajaan Blambangan atau Malar-Kabat di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.Hubungan antara dua kerajaan yaitu kerajaan Mengwi dengan Kerajaan Jembrana dapat dikatakan

(7)

memiliki hubungan vertikal / kekerabatan yang sangat dekat. Sedangkan hubungan antara Kerajaan Megwi dengan Kerajaan Blambangan adalah suatu hubungan kekuasaan, karena Blambangan pada saat itu merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Mengwi.untuk mengawasi gerak gerik raja Blambangan yang telah menjadi daerah taklukam Kerajaan Mengwi, maka raja Mengwi Cokorda Alangkajeng menempatkan seorang patih yang bernama I Gusti Made Ngurah. Di Blambangan Gusti Made Ngurah bergelar Temenggung Ronggo Setoto.Kerajaan Blambangan atau yang sering disebut dengan kerajaan Macan Putih ini diperintah oleh seorang raja yang bernama Pangeran Mas Sepuh.

Dalam suatu musim kemarau yang sangat panjang yang terjadi di Blambangan, merebaklah permainan rakyat berupa adu jangkrik di Blambangan.Di dalam suatu pertandingan jangkrik tingkat ningrat (bangsawan pembesar kerajaan) beradulah jangkrik Raja Macan Putih (Mangku Ningrat) melawan jangkrik milik Patih Raden Tumenggung Ronggo Setoto.Dalam pertarungan

adu jangkrik kedua petinggi kerajaan ini berakhir dengan dikalahkannya jangkrik milik raja Macan Putih. Kalahnya jangkrik raja Macan Putih membuat ia marah dan mengutus Suta Wijaya dan pasukannya untuk menangkap Raden Tumenggung Ronggo Setoto dan menyiksanya hingga mati. Wong Agung Wilis selaku Purohita memberikan saran kepada raja Blambangan agar melaporkan peristiwa ini dan minta maaf kepada raja Mengwi.Namun hal ini tidak di hiraukan oleh raja Blambangan.Dan akhirnya Wong Agung Wilis di usir dari Blambangan.Kemudia Wong Agung Wilis pergi ke Mengwi untuk melaporkan hal yang menimpa Temenggung Ronggo Setoto.Dari berita yang diberikan Wong Agung Wilis kepada raja Mengwi membuat raja Mengwi menjadi marah dan murka kepada raja Blambangan. Atas dasar laporan Wong Agung Wilis, maka raja Mengwi mengutus pasukan untuk memanggil raja Blambangan untuk menghadap raja Mengwi dengan ancaman apa bila tidak memenuhi panggilan ini, maka akan diambil tindakan kekerasan. Raja Macan Putih menyadari kesalahannya dan beliau segera mempersiapkan diri untuk segera menghadap ke Mengwi.

(8)

Raja Blambangan mengajak seluruh anggota keluarganya untuk menghadap ke Mengwi.Sebelum samapai ke Mengwi raja Blambangan mampir ke Jembrana.Dan raja Blambangan meminta bantuan agar raja Jembrana mau mendampingi ke Mengwi. Namun raja Jembrana tidak bisa menolak ajakan raja Blambangan dan ia mengutus Pan Tabah untuk mendampingi raja Blambangan ke Mengwi. Sebelum raja Blambangan berangkat raja Jembrana bersumpah kepada raja Blambangan, jika terjadi apa dengan raja Blambangan maka raja Jembrana akan ikut mebelapati (mati). Tibalah raja Blambangan ke Mengwi.Setelah sesampai disana beliau langsung di vonis hukuman mati beserta seluruh keluarganya.Hukuman mati itu dilakukan di seseh.Akhirnya Pan Tabah kembali ke Jembrana dan melaporkan atas malapetaka yang menimpa raja Blambangan.Akhirnya Pan Tabah disuruh untuk membunuh raja Jembrana, karena sumpah dari raja Jembrana yang mebelepati dengan raja Blambangan.Akhirnya raja Jembrana meninggal dan akhirnya Pan Tabah pun ikut dibunuh oleh pasukan raja Jembrana yang tidak tau dari inti permasalahan yang

terjadi.Semua pasukan raja Blambangan kembali ke Blambangan.Namun sebelum samapai di Blambangan pasukan raja Macan Putih sempat berhenti di Desa Banyubiru dan melihat sumber air yang agak kebiru-biruan.Akhirnya pasukan Blambangan tidak melanjutkan niatnya untuk kembali ke Blambangan.Mereka kemudian sepakat untuk membangun tempat suci.Tempat suci yang di bagun oleh pasukan Blambangan adalah Pura Majapahit dan Masjid. Pembauatan Pura Majapahit di bantu oleh umat Islam. Pura yang di bagun itu diberi namaPura Majapahit.

Struktur Jajaran Pelinggih Pura Majapahit

Struktur Pura Majapahit tidak jauh berbeda dengan struktur-struktur pura lainya yang ada di Bali.Pura Majapahit memiliki tiga halaman/bagian yang disebut dengan Tri Loka yaitu bhur loka (bumi), bhuwah loka (langit) dan swah loka (swarga). Ada Sembilan jajaran pelinggih-pelingih yang ada di jeroan Pura Majapahit diantaranya adalah :

1. Pelinggih Taksu (Ida Sang Kala Raja)

(9)

Pelinggih Taksu terletak di sebelah barat pelinggih Manjang Seluang. Dalam kehidupan umat Hindu, kekuatan (taksu) merupakan susuatu yang diharapkan hadir sebagai karunia. Kekuatan (taksu) akan memberikan nilai hidup terhadap dirinya, terhadap apa yang dikerjakan yang menghasilkan sesuatu berupa barang/benda atau sejenis keterampilan seperti seni tari, seni suara, seni drama dan sebagainya.

2. Pelinggih Manjang Seluang (Panca Rsi)

Pelinggih Manjang Sekeluang ( Seluang ) adalah pelinggih untuk menghormati jasa-jasa Mpu Kuturan di Bali. Mpu Kuturan ialah seorang Maha Rsi dari Jawa timur yang datang ke Bali pada waktu pemerintahan Raja Udayana Mahendra Datta.. Mpu Kuturan di kenal sebagai salah satu tokoh spiritual yang memperkokoh sendi-sendi kehidupan beragama di Bali

3. Pelinggih Meru Tumpeng Tiga (Dewi Danuh)

Yang melinggih atau yang berstana di Meru Tumpeng Tiga adalah Dewi Danuh.Dewi Danuh merupakan dewi kesuburan. Selain itu juga beliau

menegaskan bahwa Meru berasal dari kata me yang berarti meme atau ibu, sedangkan ru, yang berarti guru atau bapak. Sehingga penggabungan dari kata Meru memiliki arti batur kelawasan petak (cikal bakal leluhur). 4. Pelinggih Padmasana (Ida Hyang

Widhi Wasa)

Susunan dari bangunan Padmasana itu dapat digambarkan sebagai berikut : paling bawah yang merupakan dasar dari bangunan Padmasana adalah Bedawangnala yang dililit oleh dua ekor naga, di atas Bedawangnala badan Padmasana menopang pucak berupa kursi dengan memakai parba dengan relief wujud acintia dan lengan kursi berlukiskan naga. Pada bagian belakang Padmasana terdapat ornamen Angsa kemudian dibawahnya dilukiskan Burung Garuda 5. Pelinggih Meru Tumpeng Lima (Ida Sesuhunan Majapahit/Siwa) Pelinggih Meru Tumpeng Lima merupakan sebuah pelinggih yang memiliki keunikan tersendiri didalam proses pembagunanya. Hal ini dijelaskan oleh beliau bahwa didalam proses pembuatan Pelinggih Meru Tumpeng Lima ini, tidak saja hanya orang Hindu yang ikut serta dalam proses pembagunan pelinggih ini,

(10)

melainkan orang-orang Islam pun turut ambil bagian didalam pembuatan Meru Tumpeng Limaini.

Gamabar 01 Pelinggih Meru Tumpeng Lima

6. Pelinggih Gedong Bata (Ida Dalem Blambangan)

Pelinggih Gedong Bata yang ada di Pura Majapahit pondasinya seluruhnya mengunakan bahan batu bata merah.Yang dimana diatasnya mengunakan bahan dasar ijuk sebagai atapnya.Berdasarkan penjelasan beliau yang melinggih di Gedong Bata di Pura Majapahit

adalah Ida Dalem

Blambangan.Berdasarkan fungsinya Pelinggih Gedong Bata yang ada di Pura Majapahit berfungsi sebagai tempat untuk memuja roh-roh suci para leluhur raja Blambangan dari awal yaitu raja Dalem Juru yang merupakan keturunan Dang Hyang Sri Kresna Kepakisan dari Majapahit hingga raja-raja Blambangan selanjutnya.

7. Pelinggih Panglurah (Ida Ratu Anglurah Made Jelawung)

Pelinggih Pengelurah tempatnya di jajar timur menghadap ke barat yang

bestana adalah Ida Ratu Anglurah Made Jelawung sebagai penjaga keamanan pura .Pelinggih Pengelurah yang mempunyai bentuk seperti pelinggih tugu pada umumnya adalah merupakan stana Ida Ratu Anglurah Made Jelawung yang mempunyai tugas menjaga keselamatan dan keamanan Pura Majapahit secara niskala.

8. Pelinggih Bedogol (Naga Basukih)

Pelinggih Bedogol adalah suatu pelinggih yang dimana pelinggih ini berstana Naga Basuki.Naga Basuki merupakan suatu penguwasa lautan.Pelinggih ini secara kontruksi terdiri dari dua bagian yakni, kaki dan badan.Pada bagian badan pelinggih berbentuk asah (datar), dan pada bagian bebaturan/kaki pelinggih berisi arca naga.Pelinggih Bedogol berada pada sisi selatan dari Pelinggih Pengelurah yang fungsinya sebagai penjaga dan pemelihara Bhuana Agung (alam semesta) agar tetap didalam kondisi yang baik.

9. Pelinggih Papelik (Genah Ida Betara Nyejer)

Bangunan Pepelik difungsikan pada saat upacara seperti Piodalan,

(11)

Ida Bhatara lunga melasti dan upacara dengan dudonan nedunan pralingga Ida Bhatara. Pada saat Piodalan setelah prosesi ke beji dan anguntap para Dewata di Pengubengan selanjutnyaIda Bhatara akan ditempatkan di Pepelik disertai para dewa yang berkenan hadir yang telah diundang melalui matur piuning dan nunas tirtha (medangka) ke pura-pura, biasanya pura-pura yang berada di sekitar Pura Majapahit.

Aspek-Aspek Yang Dapat di Jadikan Sebagai Sumber Belajar Di Pura Majapahit

Tanpa kita sadari bahwa pura sebenarnya memiliki banyak nilai salah satunya adalah mengenai filosofis pendidikan.Berdirinya Pura Majapahit di Desa Baluk, Negara, Jembrana dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah ususnya pelajaran sejarah di SMA.Hal ini dikarenakan Pura Majapahit banyak menyimpan nilai-nilai yang terkait dengan sejarah lokal.Pura Majapahit dapat kita jadikan sebagai sumber belajar sejarah. Hal ini dapat kita lihat pada pedoman silabus sejarah di SMA dengan KI 3 :Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Pelinggih yang ada di Pura Majapahit juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar ususnya pelajaran sejarah.diantara kesembilan pelinggih yang ada di Pura Majapahit hanya dua pelinggih yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar diantaranya adalah Pelinggih Gedong Bata dan Pelinggih Meru Tumpeng Lima. Pelinggih Gedong Bata merupakan pelinggih yang difungsikan sebagai tempat memuja Ida Dalem Blambangan.Ida Dalem Blambangan merupakan seorang raja dari Kerjaan Blambangan.Sedangkan Meru Tumpeng Lima merupakan pelinggih yang difungsikan sebagai tempat untuk memuja Ida Hyang Betara Siwa.Ini menandakan bahwa Pura Majapahit ada kaitanya dengan

(12)

kerajaan Majapahit.Nah hal ini menandakan bahwa pelinggih yang ada di Pura Majapahit ini bisa dijadikan sebagai sumber belajar sejarah.

Simpulan

Berdirinya Pura Majapahit tidak bisa dilepaskan kaitanya dengan tiga buah kerajaan yakni Mengwi, Jembrana dan Blambangan.Ketiga kerajaan inilah yang nantinya mendirikan tempat suci yang ada di Desa Baluk, Negara, Jembrana.Pura Majapahit terdiri dari tiga buah halaman yakni, jabo sisi, jabo tengah dan jeroan. Ada Sembilan buah pelinggih yang terdapat di Pura Majapahit yakni 1) Taksu (2) Manjang Seluang (3) Meru Tumpeng Tiga (4) Padmasana (5) Meru Tumpeng Lima (6) Gedong Bata (7) Panglurah (8) Bedogol (9) Papelik..Pura Majapahit memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah.Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek Pura Majapahit.Dari setiap aspek-aspek Pura Majapahit dapat dimasukan dalam setiap kompetensi inti.PelinggihGedong Bata dan Meru Tumpeng Lima merupakan aspek yang paling menonjol yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah.

Daftar Pustaka

Djamarah, Syaiful, Zain, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta

Samania. 1998. Sejarah Singkat Pura Majapahit.

Sura, I Gede. 1994. Agama Hindu Sebagai Penghantar. Denpasar : CV Kayu Mas Agung

Referensi

Dokumen terkait

Ketua Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan, Bapak Ketut Sedana Arta, S.Pd, M.Pd yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga

Upacara adat ruwatan bumi di Kelurahan Winongo Kota Madiun ini adalah kegiatan yang berlangsung secara turun temurun sejak jaman kerajaan Mataram yang merupakan

Darmasaba. Tradisi ini sampai sekarang masih dipertahan dan tradisi ini dilakukan setiap wrespati ngepik yaitu hari kamis. Tradisi Ngerebeg masih bertahan sampai

Aspek-aspek yang dimiliki oleh Pura Dalem Segara Madhu yang dapat dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah lokal yaitu: (a) aspek historis yaitu Pura Dalem

Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah terkait dengan tujuan penelitian: (1) sejarah Pura Tampurhyang dijadikan pusat Kawitan Catur Sanak di Desa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) sejarah keberadaan arca megalitik di Pura Sibi Agung Desa Pakraman Kesian, Gianyar, Bali, (2) wujud, dan fungsi arca

Hasil pengumpulan data dengan observasi dan wawancara yang dilaksanakan berkaitan dengan sejarah keberadaan sarkofagus yang terdapat di areal Pura Ponjok Batu

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis juga ingin mengetahui dan menelusuri tentang Tokoh Syarif Abdullah Al-Qodry dan peranannya terhadap Syiar Islam di desa Loloan, Jembrana, Bali