• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, laundry adalah tempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, laundry adalah tempat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Laundry

Berdasarkan kepmenkes No. Kep 1024/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, laundry adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjang berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja, mesin setrika.

2.Sistem Manajemen K3

Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para tenaga kerja yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur, 2001).

Upaya Kesehatan Kerja berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan khususnya pasal 23 tentang Kesehatan kerja menyatakan bahwa kesehatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang memiliki risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai tenaga kerja lebih dari sepuluh.

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan

(2)

tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation Recognitive Evolution and Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja (Kepmenkes R I, 2007).

3. Keselamatan kerja

Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi. Keselamatan kerja bertujuan untuk mengamankan aset dan memprlancar proses produksi dengan disertai perlindungan tenaga kerja khusunya dan masyarakat pada umumnya agar terbebas dari kemungkinan bahaya kecelakaan, peledakan, penyakitakibat kerja dan pencemaran lingkungan seta terhindar dari dampak negatif kemajuan teknologi (Tarwaka, 2008).

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Sumakmur, 2009).

Perlindungan yang diperoleh bagi tenaga kerja yang bekerja di suatu perusahaan meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan norma agama. Perlindungan tersebut

(3)

bertujuan agar tenaga kerja aman dalam melakukan pekerjaan sehari-haridan meningkatkan produksi (Suma’mur, 2009).

4. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesalisasi dalam ilmu Kesehatan atau Kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya, baik fisik, mental, emosional, maupun sosial, dengan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja serta terhadap penyakit pada umumnya (Suma’mur, 2009).

a. Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

b. Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, metode/cara kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. c. Konsep dasar dari Upaya Kesehatan Kerja ini adalah : Identifikasi

permasalahan, Evaluasi dan dilanjutkan dengan Tindakan pengendalian.

d. Pekerja rumah sakit adalah :

(4)

Tenaga Non Medis : Insinyur, Teknisi, Apoteker, Asisten Apoteker, Ahli Gizi, Fisioterapi, Penata Anestesi, Penata Rontgen, Analisis Kesehatan, Tenaga Administrasi

e. Unit kerja Sterilisasi :

Adalah unit kerja yang mempunyai tugas pokok melakukan sterilisasi alat-alat medis di rumah sakit (UU Kesehatan, 1992 pasal 23).

5. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan terjadi karena akibat dari pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu kecelakaan kerja dapat dicegah, asal kita cukup kemauan untuk mencegahnya. Oleh karena itu pula sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan agar untuk selanjutnya dengan usaha-usaha koreksi yang ditujukan kepada sebab itu kecelakaan dapat dicegah dan tidak terulang kembali (Suma’mur, 2009).

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metoda analisis penyebab kecelakaan harus betul-betul diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya. Selain analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukannya identifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin

(5)

menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta mengases (assessment) besarnya risika bahaya (Suma’mur, 2009)

Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan (Tarwaka, 2012).

Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas perusahaan.

Sebagian besar pengurus atau manajer perusahaan tidak mengetahui berapa besar biaya yang harus dikeluarkan akibat kejadian kecelakaan. Dari penilaian secara tradisional di tempat kejadian kecelakaan, mereka hanya melihat biaya pengobatan dan kompensasi kepada pekerja akibat kecelakaan tersebut. Hal terburuk, mereka dapat menerima biaya yang tidak terelakan yang berhubungan dengan usahanya atau mengira bahwa biaya kecelakaan telah ditanggung oleh perusahaan asuransi. Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui bahwa faktor-faktor yang sama yang menyebabkan kecelakaan juga menyebabkan kerugian produksi, penurunan kualitas kerja dan pengeluaran biaya ekstra. Sementara itu untuk mengetahui faktor- faktor penyebab kecelakaan adalah dengan melakukan

(6)

langkah- langkah besar didalam upaya pengendalian seluruh kerugian akibat kecelakaan.

6.Kerugian akibat kecelakaan kerja

Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan (Tarwaka, 2012).

Sebagaian besar pengurus atau manajer perusahaan tidak menyadari beberapa besar biaya yang harus dikeluarkan akibat kejadian kecelakaan. Dari penilaian secara tradisional di tempat kejadian kecelakaan, mereka hanya melihat biaya pengobatan dan kompensasi kepada pekerja akibat kecelakaan tersebut. Hal terburuk, mereka dapat menerima biaya yang tidak terelakan yang berhubungan dengan usahanya atau mengira bahwa biaya kecelakaan telah ditanggung oleh perusahaan asuransi. Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui bahwa faktor-faktor yang sama menyebabkan kecelakaan juga menyebabkan kerugian produksi, penurunan kualitas kerja dan pengeluaran biaya ekstra. Sementara itu, untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab kecelakaan adalah dengan melakukan langkah-langkah besar di dalam upaya pengendalian seluruh kerugian akibat kecelakaan (Tarwaka, 2012).

Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa

(7)

kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktifitas kerja perusahaan (Tarwaka, 2012).

Menurut Tarwaka (2012), secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokan menjadi :

a. Kerugian/biaya langsung (Direct Costs) yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti :

1) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan 2) Biaya pengobatan dan perawatan

3) Biaya angkut dan biaya rumah sakit

4) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan 5) Upah selama tidak mampu bekerja

6) Biaya perbaikan peralatan yang rusak

b. Kerugian atau biaya tidak langsung atau terselubung ( Indirect Costs) yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikelurkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain mencakup: 1) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan

keluarganya.

2) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan

(8)

3) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit. 4) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian

target, kehilangan bonus.

5) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya

6) Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti :

a) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan.

b) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan.

c) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan.

d) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru.

e) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja.

7. Penyakit Akibat Kerja

Dalam suatu tempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja serta kecelakaan akibat kerja.

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang merupakan beban langsung akibat pekerjaan atau beban pekerjaan yang sebenarnya, pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang menyebabkan adanya

(9)

beban tambahan kepada tenaga kerja baik jasmaniah maupun rohaniah, Menurut Suma’mur (2009) terdapat lima faktor penyebab beban tambahan dimaksud :

a. Faktor Fisik, yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi gelombang elektromagnetis.

b. Faktor kimia, yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan dan atau zat padat.

c. Faktor biologi, yaitu semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana bersel tunggal sampai yang paling tinggi tingkatannya.

d. Faktor fisiologis / ergonomis, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.

e. Faktor mental dan psikologis, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain- lain.

(10)

a. Definisi alat pelindung diri

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja.

b. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa APD wajib digunakan di tempat kerja di mana :

1) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah;

3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;

(11)

4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

5) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan;

6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, bandar udara dan gudang;

8) Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

9) Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;

10) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

11) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;

(12)

13) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

14) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; 15) Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi

radio, radar, televisi, atau telepon;

16) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan alat teknis

17) Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan

18) Diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri harus memperhatikan aspek-aspek persyaratan APD sebagai berikut (Tarwaka, 2008) :

1) Aspek Teknis, meliputi :

a) Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi.

b) Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas. Mutu alat pelindung diri akan menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan semakin tinggi tingkat

(13)

keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi. Adapun untuk menetukan mutu suatu alat pelindung diri dapat dilakukan melalui uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap standar.

c) Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya adalah setiap tenaga kerja menggunakan alat pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak dipakai secara bergantian.

d) Teknik penyimpanan dan pemeliharaan. Penyimpanan investasi untuk penghematan dari pada pemberian alat pelindung diri. 2) Aspek Psikologis

Di samping aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah kenyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk diperhatikan. Timbulnya masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti terjadinya gangguan terhadap kebebasan gerak pada saat memakai alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung diri tidak menimbulkan alergi atau gatal-gatal pada kulit, tenaga kerja tidak malu memakainya karena bentuknya tidak cukup menarik.

Persyaratan atau kriteria dalam pemilihan Alat Pelindung Diri menurut Tarwaka (2008) adalah sebagai berikut:

(14)

a) Alat Pelindung Diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada tenaga kerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.

b) Alat Pelindung Diri mempunyai berat seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak menjadi beban tambahan bagi pemakainya. c) Bentuknya cukup menarik sehingga tenaga kerja tidak malu untuk

memakainya.

d) Tidak menimbulkan gangguan pada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dan pemakaiannya.

e) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

f) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

g) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan.

h) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.

i) Mudah disimpan dan dipelihara saat tidak digunakan.

j) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.

Latihan-latihan kerja selalu mengurangi jumlahnya kecelakaan, oleh karena pengalaman dan keterampilan ditingkatkan (Suma’mur, 1985). Menurut Suma’mur (1991), latihan keselamatan adalah sangat

(15)

penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada tenaga kerja baru yang belum terbiasa dengan bekerja secara selamat.

c. Kewajiban Penggunaan APD

Kewajiban memakai alat pelindung diri bila memasuki suatu tempat kerja yang berbahaya, bukan hanya berlaku bagi tenaga kerja saja, melainkan juga bagi pemimpin perusahaan, pengawas lapangan, supervisor dan bahkan berlaku untuk siapa saja yang akan memasuki tempat kerja tersebut (Tarwaka, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa “Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko”.

d. Jenis dan Fungsi APD

Macam-macam alat pelindung diri berdasarkan fungsinya terdiri dari beberapa macam. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat pelindung diri Pasal 3 ayat (1), (2), (3) yang dijabarkan dalam Lampiran Peraturan Menteri menyebutkan bahwa Fungsi dan Jenis APD antara lain :

1) Alat Pelindung Kepala (Head Proection)

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau

(16)

terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim. Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

2) Alat Pelindung Mata (Eye Protection)

Alat pelindung mata adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam. Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

3) Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).

(17)

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/fume, dan sebagainya. Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus/SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus

5) Alat Pelindung Tangan

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik. Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

6) Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk

(18)

benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir. Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

7) Pakaian Pelindung

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperature panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme pathogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jaket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.

e. Penyediaan APD

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa” Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja”, Pasal 2 ayat 3 yang menyataakan “APD

(19)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-Cuma”.

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 14 huruf (c) yang menyebutkan bahwa “pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri alat yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja”

f. Pemeliharaan APD

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 7 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa:

1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.

2) Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi poin (d) yaitu Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan

Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Perlindungan Diri pasal 8 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “APD yang rusak, retak atau tidak dapat berfingsi dengan baik harus dibuang dan/atau dimusnahkan.” Pemeliharaan APD menurut Tarwaka (2008) sebagai berikut :

(20)

1) Penjemuran di panas matahari untuk menghilangkan bau dan mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri (Tarwaka, 2008).

2) Pencucian dengan air sabun untuk pelindung diri seperti helm, kacamata, earplug yang terbuat dari karet sarung tangan kain/kulit/karet dan lain-lain (Tarwaka, 2008).

3) Penggantian cartridge atau canister pada respirator setelah dipakai beberapa kali (Tarwaka, 2008).

Adapun untuk Penyimpanan APD menurut Tarwaka (2008) sebagai berikut

1) Tempat penyimpanan yang bebas dari debu, kotoran, dan tidak terlalu lambab, serta terhindar dari gigitan binatang (Tarwaka, 2008).

2) Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah diambil dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan di almari khusus APD (Tarwaka, 2008).

3) Menurut Tarwaka (2008), bila memungkinkan, perusahaan dapat mengembangkan system pemeliharaan dan penyimpanan alat pelindung diri secara kelembagaan yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

a) Penunjukan orang yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan penyimpanan APD.

b) Pengembangan prosedur pembersihan dan pemeriksaan secara rutin dan khusus.

(21)

c) Ketersediaan informasi tentang lamanya waktu proteksi alat pelindung ddiri dan prosedur penggantian dan pembelian, dll. g. Inspeksi

Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 7 ayat 2 Pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja meliputi poin (g) yaitu inspeksi.

Menurut Suma’mur (1985) pengawas yang kontinu akan mempertahankan tingkat keselamatan dan usaha-usaha pemberantasan kecelakaan

h. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Dalam Peratuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrassi Republic Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 tentang APD pasal 7 ayat 2 Pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja meliputi poin (d) yaitu penggunaan.

i. Rambu-rambu kewajiban Pemakaian APD

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republic Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 5 mengatakan bahwa “Pengusaha tau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.

(22)

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 tentang APD Pasal 7 ayat 2 yang mengatakanPengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja meliputi poin (h) yaitu evaluasi dan pelaporan.

(23)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor Bahaya

dan Potensi Bahaya Instalasi Laundry

Penerapan Alat Pelindung Diri : 1. Identifikasi kebutuhan dan

syarat APD

2. Kewajiban penggunaan APD 3. Jenis dan Fungsi APD 4. Penyediaan APD 5. Pemeliharaan APD 6. Inspeksi APD 7. SOP

8. Rambu –rambu kewajiban penggunaan APD

9. Evaluasi dan Pelaporan APD Faktor Bahaya

Fisik, Kimia dan Biologi

Sesuai Tidak Sesuai

Terciptanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mengakibatkan Penyakit Akibat Kerja/ kecelakaan kerja

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor Bahaya

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang pengujian pada aplikasi Deteksi Objek Manusia dengan dengan Algoritma Thinning berdasarkan local maxima, dapat mempermudah dalam membedakan objek manusia

Geometri jalan yang tidak memenuhi standar membuat produktivitas alat angkut menurun, sehingga target produksi overburden tidak tercapai yang dapat dilihat pada saat

Company address Kantor Manajemen Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya, Indonesia.. Company Representative Head of Quality Assurance Department

Saat bayi baru lahir tidak memiliki flora normal pada kulitnya. Infeksi pada kulit bayi terjadi karena keseimbangan pH kulit terganggu. Terjadinya infeksi

Pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan harga atau rentang harga

sebagai pemilik dari studio musik yang menginginkan agar proses permintaan layanan, proses pencarian ketersediaan editor , dan proses transaksi studio musik ini dapat terjadi

Sistem core wall kombinasi yang dihubungkan dengan struktur kolom pada grid.. atasnya, yang bertujuan untuk membuat suatu sistem struktur

Minat menjadi bidan mahasiswa DIII Kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Yogyakarta tahun 2012 sebagian besar dalam kategori sedang, yaitu sebesar 42