4. ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA
4.1 Profil Informan 4.1.1 Informan Erna (ibu)
Erna (nama samaran) merupakan seorang wanita keturunan Dayak berusia 46 tahun asal Banjarmasin. Ia sudah menikah selama 20 tahun dengan suaminya yang beretnis Tionghoa. Pada awal perkenalan, suaminya menganut agama Katolik. Namun, ketika memutuskan untuk menikah, suaminya berpindah keyakinan mengikuti keyakinan Erna yaitu Islam. Sejak sebelum menikah suami Erna sudah bekerja di luar negri untuk mengurus perusahaan keluarga yang bergerak di bidang hasil ternak. Mertua Erna merupakan orang asli Taiwan, dan mengembangkan usaha hasil ternak di beberapa negara seperti di Taiwan, Jepang, dan Amerika. Pada awal pernikahan (tahun 1991), suami Erna bekerja di Taiwan dan hanya pulang 2 sampai 3 tahun sekali. Namun ketika pulang ke Indonesia, suaminya tinggal dalam waktu yang cukup lama yaitu 6 bulan sampai 1 tahun. Pada tahun 1992, ketika akan memiliki anak pertama, suami Erna dipindah tugaskan ke Amerika. Karena tidak bisa tinggal di Indonesia, suami Erna memberikan amanah agar Erna bisa menjaga anak-anaknya dengan baik selama sang suami bekerja di luar negeri. Pada tahun itu pula Erna dikaruniai seorang putri yang diberi nama Henny (nama samaran)
Erna tidak mau mengikuti suaminya ke Amerika karena takut pergaulan bebas di sana akan berpengaruh buruk bagi perkembangan anak-anaknya kelak. Empat tahun setelah kelahiran Henny, Erna kembali dikaruniai seorang putra yang diberi nama Kiki (nama samaran). Erna mengaku bahwa sejak anak-anaknya kecil, ia tidak pernah membiarkan anak-anaknya sendiri. “Dari anak-anak tante kecil, tante nggak pernah biarkan mereka sendiri, kalau tante nggak bisa njaga, tante pasti minta saudara tante atau mama tante untuk jaga mereka ”. Erna tidak hanya menjaga anak-anaknya di rumah, tapi juga di sekolah. Erna selalu menjadi anggota komite di sekolah anak-anaknya sehingga ia bisa tetap mengawasi perkembangan anak-anaknya. Ia tidak ingin anaknya kekurangan apapun sehingga ia selalu menyediakan semua kebutuhan anaknya. Hal ini dipengaruhi oleh masa
lalunya. “Dulu papa tante pernah bangkrut, jadi selepas SMA di Banjar, tante langsung ke Surabaya sendirian untuk cari kerja”. Erna juga mengatakan bahwa ia memutuskan langsung bekerja untu membantu orang tuanya .“Tante anak sulung, terus punya 5 adik, jadi tante putuskan buat nggak kuliah, supaya bisa bantu cari biaya sekolah buat adik-adik tante”. Dari didikan orang tuanya ia mengaku bisa mencari uang hingga saat ini. Ibu dari Erna mengajarkan beberapa keterampilan sehingga bisa dijadikan lahan usaha. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, Erna juga memiliki sekolah model di Banjarmasin, dan berwirausaha dengan menjual hasil sulaman, dan perhiasan buatan tangannya.
Erna mengaku bahwa sejak Henny terjun ke dunia modeling ia selalu menemani Henny, dan hal itu berlanjut hingga sekarang. Tapi sebuah kecelakaan yang menimpa Henny pada tahun 2008 membuat Erna semakin takut untuk meninggalkan putrinya. Ketika itu Henny mengalami luka yang cukup parah karena moge (motor gede) yang dikendarainya menabrak sebuah pohon. Ketika Henny memutuskan kuliah di Surabaya pada tahun 2010, Erna juga memutuskan menemani Henny. Erna takut karena jauh dari orang tua, Henny akan kesusahan memenuhi kebutuhannya. Namun sebelumnya Erna sudah berdiskusi dengan kedua putra-putrinya, karena dia juga tidak tega meninggalkan putranya yang baru beranjak remaja. Erna percaya bahwa di Banjarmasin banyak orang yang bisa dipercaya untuk menjaga putra bungsunya sehingga dia semakin yakin untuk menemani Henny di Surabaya.
4.1.2 Informan Henny (anak)
Henny merupakan seorang gadis yang berusia 19 tahun asal Banjarmasin. Saat ini ia sedang mengenyam pendidikan di salah satu jurusan di UK Petra, Surabaya. Ia merupakan anak sulung dari 2 bersaudara. Ia memiliki profesi sebagai seorang model. Jika sedang melakukan pemotretan atau menghadiri acara-acara di luar kota Banjarmasin, sang ibu selalu menemaninya. Ia mengaku bahwa sebelum menjadi seorang model ia tomboy sekali. Sang ibu menyuruhnya ikut sekolah model sehingga ia bisa belajar feminin. Ia mengaku bahwa ibunya selalu menaminya dari ia balita hingga sebesar ini. Jika ibunya tidak bisa menemaninya pemotretan, maka neneknya yang selalu menemani. Pada saat beranjak remaja ia mengaku cukup risih karena ibunya selalu menemani kemanapun ia pergi, namun
seiring berjalannya waktu ia jadi bersikap cuek. Henny mengatakan bahwa ia cukup kehilangan figur ayah, karena ayahnya bekerja di Amerika.” Selama ini panutanku ya mama, karena aku cukup kehilangan figur seorang ayah”. “Mama buatku seorang ibu sekaligus seorang imam”.
Waktu SMP, Henny pernah meminta agar mereka sekeluarga menyusul ayahnya ke Amerika. Sang ayah sudah setuju tapi sang ibu menolak dengan alasan pergaulan di sana sangat bebas. Pada tahun 2008 ketika sedang melakukan training di Bali selama 3 bulan, Henny mengalami kecelakaan yang semakin membuat mamanya trauma. Peristiwa ini membuat ibunya semakin tidak bisa berjauhan darinya. Ketika lulus SMA, Henny sempat bekerja di Garuda Indonesia Banjarmasin. Karena sudah merasa bisa bekerja, Henny ingin memutuskan untuk tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan.”aku mikir aku sudah bisa cari uang, ngapain lagi susah-susah kuliah?, tapi papa maksa aku buat kuliah” Ayahnya berkeras agar ia melanjutkan pendidikan di Surabaya karena merasa pekerjaan Henny kurang bagus untuk jangka panjang. Awalnya ia sempat menolak tapi akhirnya mengikuti saran ayahnya. Henny memiliki beberapa pilihan universitas, tapi ayahnya menyuruh ia berkuliah di UK Petra, karena ayahnya juga alumni UK Petra. Henny berkeras untuk memilih universitas lain, tapi ayahnya tetap memaksa untuk berkuliah di UK Petra. “Papa bilang kalo bukan di Petra mending nggak usah kuliah sekalian, ya udah aku turutin lagi”.
Henny mengaku bahwa dia adalah orang yang cukup keras dalam memilih, tapi ia selalu mencoba menuruti pilihan orang tuanya. “Aku pengennya A, ortu pengennya B ya udah aku ikutin, tapi kalo ntar aku nggak cocok, aku pasti usaha supaya bisa balik ke A lagi”. Dalam soal keputusan ia memang lebih banyak menurut pada ibunya karena dari kecil hingga besar ia mendapatkan kasih sayang dari figur seorang ibu. Ia percaya bahwa feeling ibunya pasti selalu tepat. Henny mengatakan kalau semakin bertambah usia, rasa risih karena ditemani ibunya semakin menghilang.”Kalau orang lain bilang tambah usia rasanya pasti tambah risih, tapi kalau aku nggak, karena semakin kesini rasa risih itu makin hilang”. Ia tetap bersikap cuek meskipun banyak orang yang merasa aneh pada hubungan antara dia dan ibunya.
4.2 Setting Penelitian
Pada bulan November 2010 peneliti mulai berkenalan dengan Erna dan Henny. Pasangan ini terbilang cukup unik karena hingga Henny berkuliah, Erna selalu menemani. Erna merupakan seorang wanita yang ramah, dan menganggap semua penghuni kos sudah seperti anaknya sendiri. Mereka sekarang sedang tinggal di salah satu kos di Jalan Siwalankerto. Tempat kos ini dari luar hanya terlihat seperti sebuah ruko, tapi ketika masuk ke dalam terdapat sebuah bangunan yang luas dan berbentuk letter O. Di tengah-tengah kos dibangun sebuah taman yang yang dilengkapi sebuah kolam ikan dan air mancur. Bagian atas taman sengaja dibiarkan terbuka sehingga udara segar bisa leluasa masuk. Di sekeliling taman berjejer kamar-kamar penghuni kos. Total kamar yang ada di kos ini adalah 35 kamar, 5 kamar didesain untuk ditempati 2 orang sisanya berkapasitas 1 orang. Ada 2 tempat santai di kos ini di lantai1 dan di lantai 2, masing-masing mempunyai televisi 21 inch (di lantai 1), 29 inch (di lantai 2). Di tempat santai juga terdapat banyak kursi dan beberapa sofa. Di sebelah ruang santai lantai 1 terdapat dapur. Kos ini juga dilengkapi 2 tangga di kedua sisinya untuk menghubungkan lantai atas dan lantai bawah. Kamar mandi ditempatkan di bagian paling dalam kos ini di lantai 1 terdapat 3 kamar mandi dan 3 wastafel, sedang di lantai 2 terdapat 5 kamar mandi dan 3 wastafel.
Karena sifatnya yang ramah, Erna pasti hafal nama setiap penghuni kos. Erna dan Henny menempati sebuah kamar di lantai 2. Letaknya cukup terpencil dibandingkan kamar yang lain. Di dekat tempat santai di lantai 2 terdapat lorong yang berisi 3 kamar dengan kapasitas besar (untuk 2 orang). Kamar mereka berada di ujung lorong dan berada di bagian paling luar kos. Posisi kamarnya yang dekat dengan tempat santai membuat Erna dan Henny kerap kali menghabiskan waktu dengan penghuni kos yang lain di ruangan itu. Ruang ini cukup luas (5x6 meter persegi) dan memiliki beberapa sofa panjang. Di pojok ruang terdapat sebuah televisi 29 inch. Di tengah ruangan terdapat kipas angin gantung yang membuat udara ruangan sejuk ditambah dengan bagian tengah kos yang terbuka membuat angin mudah mengalir.
Ketika bercengkrama dengan penghuni kos lainnya Erna sering bercerita tentang keluarganya. Karena sifatnya yang humoris kadang Erna tidak segan untuk menceritakan pengalaman lucunya di masa lalu sekedar untuk membuat penghuni kos tertawa. Ketika Erna bercerita tidak jarang Henny selalu menimpali, sehingga tampak sekali keakraban di antara mereka.
Pada pertengahan bulan Januari 2011 peneliti mencoba memberanikan diri ke kamar Erna dan Henny. Pada saat mengetuk kamar, Henny dengan ramah mempersilahkan peneliti untuk masuk. Peneliti berencana meminta izin pada pasangan ini untuk meminta mereka menjadi subjek penelitian peneliti. Pada awalnya peneliti ragu mereka akan menyetujui. Ternyata Erna dan Henny dengan mudah setuju untuk menjadi subjek penelitian yang berjudul Power dalam komunikasi interpersonal antara ibu dan putrinya dalam mengambil keputusan.
Setelah meminta izin peneliti diajak bercengkrama di dalam kamar mereka. Di dalam kamar yang berukuran 3x4 meter persegi ini Erna dan Henny melakukan berbagai kegiatan. Karena jarak yang cukup jauh dengan dapur, beberapa bulan yang lalu Erna membeli sebuah kulkas 1 pintu, agar ia lebih leluasa menyimpan makanan ataupun minuman mereka. Di tengah kamar ada 2 buah kasur berukuran single, dengan masing-masing berisi 2 guling dan 1 bantal. Tidak lupa ada selimut, karena mereka menggunakan AC di dalam kamar. Kamar ini terasa penuh sekali dengan berbagai macam barang. Di sebelah pintu masuk ada 2 buah meja belajar yang digunakan Erna dan Henny untuk menyimpan berbagai barang mulai dari peralatan mandi sampai stock makanan maupun minuman. Di bagian paling atas terdapat beberapa box kecil yang bertuliskan “punya mama” dan “punya Henny”. Box-box kecil itu berisikan berbagai macam perhiasan milik mereka. Perhiasan-perhiasan ini biasa digunakan Henny untuk sekadar jalan, atau menunjang penampilannya ketika pemotretan ataupun kegiatan modeling.
Di bawah meja ada beberapa kotak sepatu, Erna mengatakan bahwa itu semua adalah sepatu yang dimilki Henny, terkadang digunakan hanya untuk jalan-jalan di mall, sebagian digunakan untuk menunjang penampilannya ketika berjalan di atas catwalk. Di bagian lantai terdapat beberapa botol minum bekas pakai yang berisi air. Mereka selalu mengisi ulang botol-botol ketika mereka
mencuci piring di dapur. Air-air ini biasa digunakan Erna dan Henny untuk mencuci tangan atau mencuci buah. Hal ini dikarenakan bangunan kos bersebelahan langung dengan sebuah sungai kecil. Mereka memanfaatkan sungai itu sebagai tempat pembuangan air cucian tangan atau buah.
Tidak jauh dari meja belajar itu terdapat 2 buah meja kecil. Meja yang terdekat berisikan berbagai macam makan ringan. Erna selalu menyediakan beberapa macam makanan ringan di kamarnya. “Ini selain buat dimakan sendiri, tapi juga buat sajian kalau ada tamu”, katanya seraya menjelaskan. Di meja yang lain terdapat sebuah televisi LCD 21 inch, dan sebuah DVD player. Di atas DVD player itu terdapat beberapa box DVD film india, dan beberapa film indonesia. Karena mereka merupakan penggemar film India, mereka membawa beberapa koleksi DVD mereka ke Surabaya.
Di sebelah meja televisi itu terdapat sebuah meja belajar yang berisikan buku-buku pelajaran Henny, kosmetik, Al-Quran, perangkat sholat dan beberapa peralatan menyulam Erna. Di pojok kamar terdapat 2 lemari baju, satu lemari berisikan pakaian Erna dan satu lagi berisikan pakaian Henny. Di belakang pintu terdapat sebuah tempat sepatu yang digantung, dan seluruh kantongnya tersisi penuh dengan berbagai macam sepatu. Di dekatnya terdapat 2 box plastik besar yang berisi beraneka jenis tas. Namun yang paling mencuri perhatian peneliti ada adalah ada 3 foto Henny dengan ukuran poster besar. Foto itu ditempel di dekat tempat tidur mereka. Erna mengatakan bahwa foto itu merupakan foto ketika Henny menjadi model untuk sebuah iklan seorang desainer di Banjarmasin. Karena menyukai foto itu akhirnya dicetak dengan ukuran besar.
Sikap mereka yang ramah memudahkan peneliti melakukan observasi. Erna mengaku ia menemani Henny karena untuk memenuhi amanah sang suami yang saat ini bekerja di luar negeri. Henny sendiri mengaku tidak pernah keberatan untuk ditemani oleh ibunya hingga saat ini karena ia merasa itu adalah bentuk kasih sayang ibunya. Waktu ditanya apakah Henny bukan anak yang mandiri, Erna tegas menjawab bahwa putrinya sangat mandiri. Erna juga mengaku sangat bahagia memiliki pasangan hidup seperti suaminya, ketika bercerita mengenai suaminya ia selalu terlihat bahagia. Meskipun berbeda etnis dan agama (namun akhirnya sang suami mengikuti keyakinan Erna) semua itu bisa dijalani
dengan baik. “Tante bersyukur banget punya suami kayak papanya Henny, orangnya baik, diem, sabar, nggak kayak tante cerewet” Erna bicara seraya tertawa.
Untuk menjaga hubungan dengan suaminya, Erna selalu menyempatkan menelepon suaminya setiap hari. Dalam setiap kali telepon Erna bisa menghabiskan waktu selama 1 jam. “Kadang telepon kayak lupa kalau kita-kita ini sudah tua, kayak masih ABG aja telepon tiap hari” Erna bercerita sambil tertawa. Setiap hari Erna juga selalu membangunkan suaminya agar tidak terlambat untuk bekerja. Karena perbedaan waktu selama 12 jam, Erna selalu melepon pada pukul 21.00 WIB untuk membangunkan suaminya. Waktu bertelepon dengan suaminya, tidak jarang Erna selalu melepon putra bungsunya. Hal ini ia lakukan agar anak-anaknya tidak kehilangan sosok ayah mereka.
Di kos, Erna selalu menyediakan seluruh kebutuhan Henny. Pada saat makan, Erna selalu memasakkan makanan kesukaan Henny. Jika memasak, Erna selalu memasak dalam jumlah besar, karena ia akan selalu membagi makanannya pada anak kos yang lain. Erna juga selalu mengupaskan buah untuk Henny karena ia hanya mau makan buah yang sudah dikupas. Dalam hal pakaian, Erna juga selalu memperhatikan kebutuhan Henny. Setiap harinya Erna selalu mencuci dan menyetrika pakaian miliknya dan milik Henny. Meskipun ada fasilitas laundry di kos, Erna tidak pernah menggunakannya. “Kalau laundry kos datengnya lama, trus sering kayak lengket gitu. Kalau seragam Henny kan harus tante cuci setiap hari” jelasnya.
Setiap pagi Erna selalu menyediakan seragam kuliah Henny sekaligus susu kesukaannya. Ketika bangun Henny tinggal mandi, dan meminum susunya baru kuliah. Hal ini ia lakukan setiap hari dan menjadi kebiasaan mulai dari Henny kecil. Erna juga selalu membantu dalam perkuliahan Henny. Erna tidak segan untuk mengeluarkan dana yang besar agar putrinya bisa mendapatkan nilai yang bagus. Hal ini juga dikarenakan kebisaannya membantu anak-anaknya belajar dari kecil. Sejak anak-anaknya kecil Erna selalu mengajari secara lisan. Henny dan Kiki hanya tinggal mendengarkan ibunya berbicara, dan mereka akan mengulangnya sampai mereka hafal. “Dari kecil udah tante ajarin secara lisan, jadi mereka dengerin tante ngomong, trus mereka ulang sampai mereka hafal”
Henny dan Erna terlihat sangat saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini terlihat ketika pada bulan April 2011, Erna harus pulang ke Banjarmasin untuk mengurus sesuatu. Ketika akan berangkat ke Bandara dan berpamitan pada orang di kos dan Henny, Erna menangis. Erna menitipkan Henny pada orang-orang di kos. Henny sendiri terlihat hampir menangis pada saat mengantar ibunya ke depan kos. Ketika Erna pulang ke Banjarmasin, Henny yang biasanya ceria menjadi lebih sering murung. Pada saat tidak ada Erna di kos, Henny lebih sering mengurung diri di kamar. Ketika diajak makan bersamapun Henny sering menolak. Hal yang berbeda mucul ketika Erna kembali dari Banjarmasin. Henny kembali ceria seperti biasa. Rutinitas untuk bercengkrama dengan anak-anak kos yang lain di tempat santai kembali ia lakukan.
Ketika berada di ruang santai peneliti pernah bertanya sampai kapan Erna akan menemani Henny. Erna menjawab “ Tante bakal ninggal dia kalau tante rasa dia udah bisa tante tinggal”. Mendengar jawaban ibunya raut wajah Henny langsung berubah cemberut. Ia langsung bertanya pada ibunya “Apa nih ma, maksudnya aku mau ditinggal?”. Erna langsung tertawa melihat reaksi putrinya. Sambil menoleh pada peneliti Erna berkata “Gimana bisa tante tinggal san, kalau anaknya begini?”. Peneliti dan beberapa anak di ruangan santai langsung tertawa, Hennypun tertawa mendengar jawaban dari ibunya. (observasi peneliti Januari, 2011)
Pada awal bulan Agustus Erna mengusulkan ide untuk pergi berwisata ke Malang selama 1 hari. Para penghuni kos setuju dengan Erna dan terkumpul 13 orang. Setelah berembug akhirnya diputuskan wisata ke Malang dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2011. Sebuah mobil ELF berkapasitas 16 orang dipesan, dan semua bertukar ide untuk memilih tempat tujuan. Pada tanggal 14 Agustus 2011 rombongan berangkat pukul 06.00 WIB dan sampai di Malang pukul 07.30 WIB. Tempat yang pertama kali dikunjugi adalah Selecta, Batu. Karena sampai di tempat terlalu pagi belum ada toko yang buka, peneliti dan beberapa anak kos yang lain berkeliling sambil berfoto.
Awalnya Henny duduk bersama Erna, namun tidak lama kemudian menyusul peneliti untuk berfoto. Ketika sudah cukup siang Erna memanggil anak-anak kos untuk makan bakso di salah satu restoran. Setelah kenyang, beberapa
anak kos bermain di wahana yang ada di Selecta. Peneliti dan teman-teman peneliti yang lain tetap duduk di restoran. Erna pergi ke pasar buah karena ingin membeli beberapa jenis buah-buahan untuk dibawa pulang. Sedangkan Henny duduk sendirian di pinggir kolam. Peneliti mengajak Henny untuk bergabung, tapi Henny tetap menolak. Karena sudah bosan beberapa orang turun ke pasar buah, dan tiba-tiba Henny mengatakan bahwa ia tadi mimisan.
Peneliti kaget karena Henny tidak mengatakannya dari tadi. Beberapa orang menanyakan tentang kondisinya, tapi Henny tersenyum dan mengatakan kalau mimisannya sudah berhenti. Erna yang baru datang dari pasar buah mendatangi anaknya, dan menanyakan apa yang terjadi. Ia juga kaget mendengar Henny mimisan. Ternyata sudah beberapa hari ini Henny mimisan karena udara yang cukup panas. Di pasar buah, Erna sudah membelih tanaman sirih yang dipercaya untuk menghentikan darah ketika mimisan. Erna langsung mencuci beberapa lembar daun sirih, menggulung dan memasukkannya ke dalam hidung Henny yang mimisan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan hingga sore hari. pukul 18.30 WIB rombongan pulang ke Surabaya.
Semua rutinitas berjalan seperti biasa sampai pada tanggal 15 Agustus 2011 tiba-tiba sikap Henny berubah 1800. Henny yang biasanya ramah tiba-tiba berubah menjadi terlihat murung dan cemberut. Ia selalu menjawab sekadarnya ketika sedang berbicara dengan orang lain. Peneliti juga bingung dengan sikap Henny yang aneh padahal sehari sebelumnya Henny masih ceria. Selama beberapa hari, sikap Henny masih tetap sama. Erna sendiri mengaku dia tidak tahu menahu mengapa anaknya menjadi seperti itu. Erna juga mengaku bahwa dia tidak berani mengajak anaknya bicara kecuali anaknya meminta sesuatu padanya. “Tante nggak berani ngajak ngomong ntar ngamuk lagi. Paling tante ngomong kalau diminta makan atau minta dikupaskan buah” ujar Erna. Karena terbiasa selalu disediakan, Henny berbicara pada Erna ketika ia membutuhkan sesuatu.
Pada saat liburan Idul Fitri, Erna dan Henny pulang ke Banjarmasin selama 1 minggu. Setelah kembali ke Surabaya ternyata sikap Henny masih tetap sama. Pada saat akan sikat gigi dan cuci muka, peneliti bertanya kepada Erna apa selama di Banjarmasin, Henny masih bersikap seperti ini. Erna mengatakan waktu di Banjarmasin sikapnya sudah mulai melunak. Waktu sampai di Banjarmasin,
Henny langsung dibawa ke dokter. Dokter mengatakan sikap Henny dipengaruhi oleh siklus datang bulannya yang tidak lancar. Henny juga masih sering mimisan jika udara di sekitarnya panas. Erna juga mengatakan bahwa sikap Henny mungkin dipengaruhi oleh dirinya. “Kapan hari waktu dia mimisan di Malang dia ngambek soalnya tante nggak ada di deket dia, terus kayak gini deh” jelasnya. Selama Henny berubah menjadi jutek, ia jadi jarang terlihat di kos. Ia lebih sering menghabiskan waktunya di luar kos.
Pada tanggal 12 September 2011 peneliti berada di ruang santai bersama Erna untuk makan siang, Henny keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Ekspresi wajahnya datar, dan ketika melewati peneliti dan ibunya dia tidak berpamitan sama sekali. Hal ini sangat aneh karena biasanya sebelum berangkat kuliah Henny selalu mencium tangan ibunya. Peneliti bertanya kepada ibunya kenapa Henny masih murung padahal sudah hampir 1 bulan. Di luar dugaan peneliti, Erna langsung menjawab dengan ekspresi dan nada marah. “Nggak tahu, anak itu bad mood lagi. Capek aku, hari ini aku marahin dia. Bangunnya kesiangan malah marahin aku. Memangnya aku yang salah kalau dia bangun kesiangan”.
Ketika ditanya Erna mengaku bahwa sudah beberapa hari ini Henny marah-marah. Tapi Erna masih belum tahu apa yang membuat anaknya marah. Pertengkaran di antara mereka masih terus berlanjut. Terkadang mereka terlihat akur dan baik-baik saja, namun ekspresi wajah Henny masih seperti orang marah. Tapi ketika mereka mulai cek-cok lagi Erna mulai bercerita dengan raut muka marah sampai Erna mulai berencana meninggalkan Henny dan pulang ke Banjarmasin. “Nggak tau anak itu marah-marah terus, lama-lama aku tinggal ke Banjarmasin biar tau rasa dia. Memang dia itu siapa? Semuanya udah aku siapin, dia tinggal enaknya aja.”
Pada tanggal 16 September 2011, mereka mulai bertengkar lagi. Peneliti sedang duduk di ruang santai, dan Erna sedang menyulam, wajahnya masih tetap muram. Erna mulai bercerita bahwa hari ini ia mengutarakan pada Henny bahwa ia akan pulang ke Banjar jika Henny terus-menerus marah. Lalu peneliti menanyakan reaksi Henny pada Erna. Erna menjawab bahwa sikap Henny mulai kembali melunak. Melihat kondisi pasangan ini peneliti memutuskan untuk
melakukan wawancara. Peneliti mendapatkan kepastian untuk melakukan wawancara dengan Erna pada tanggal 17 September 2011. Tapi wawancara sempat tertunda karena Erna sakit. Pada awalnya peneliti cukup kesulitan untuk membuat janji wawancara dengan Henny karena kondisi moodnya yang masih jelek.
Selama beberapa hari peneliti duduk di ruang santai sambil menunggu kemungkinan untuk mengajak Henny wawancara. Akhirnya pada hari Minggu peneliti bisa membuat janji wawancara dengan Henny. Wawancara dengan Erna dan Henny dilakukan di hari yang sama namun di jam dan tempat yang berbeda. Pada tanggal 19 September 2011 pukul 10 pagi peneliti datang ke kamar Erna. Wawancara dilakukan di atas sambil duduk santai di atas karpet. Ketika wawancara Erna mengatakan akan menjawab pertanyaan sambil menyulam karena banyaknya pesanan dari pelanggannya. Peneliti menyetujui hal itu. Dalam sesi wawancara ini peneliti hanya menggunakan sebuah pensil dan notes. Peneliti tidak menggunakan rekaman agar suasana lebih santai.
Seperti dugaan peneliti wawancara dengan Erna berjalan dengan sangat lancar. Erna menjawab dengan ramah dan terkadang menjawab sambil tertawa. Namun ketika disinggung mengenai putra bungsunya raut sedikit berubah menjadi sedih. “Ibu mana sih yang mau tinggal jauh sama anaknya. Tante juga sebenernya berat mau ninggal Kiki, apalagi dia masih belum terlalu mandiri. Tapi tante pikir kan dia tinggal di kampung halamannya sendiri. Ada neneknya yang bantu jaga dia. Adik-adik tante juga setiap minggu pasti ngunjungi dia”. Ketika selesai berbicara mengenai putranya raut mukanya kembali seperti biasa. Pertanyaan demi pertanyaan dijawab Erna dengan lancar, sampai akhirnya peneliti menanyakan mengenai pertengkarannya dengan Henny akhir-akhir ini. Setelah mendengar pertanyaan dari peneliti, Erna menjawab dengan santai sambil tertawa. Ia mengatakan bahwa mood Henny yang berubah-ubah disebabkan karena dia sedang menjalankan diet ketat. Wawancara terus berlanjut hingga pertanyaan berakhir. Hingga akhir suasana wawancara tetap santai. Karena sudah tidak ada pertanyaan lagi peneliti pamit kepada Erna.
Di sore harinya pukul 16.00 peneliti kembali ke ruang santai untuk melakukan wawancara. Henny meminta wawancara dilakukan pada pukul 16.30
setelah ia pulang dari kampus. Setelah menunggu selama setengah jam, Erna keluar dari kamar. Setelah melihat peneliti, Erna memberi isyarat seperti orang tidur. Peneliti bertanya apa maksudnya. Erna memberi tahu bahwa setelah pulang kuliah, Henny langsung tidur. Peneliti awalnya cukup kecewa, tapi peneliti tetap duduk di ruang santai sambil menonton televisi. Pada pukul 17.30 Henny keluar dari kamarnya sambil membawa peralatan mandi. Seperti sebelum-sebelumnya, dia hanya menoleh lalu berjalan ke arah kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi peneliti mencoba menawarkan apakah wawancara dilakukan di lain hari saja. Tapi Henny hanya tersenyum dan mengatakan wawancaranya tetap dilakukan hari itu saja. Peneliti menyetujui, dan mengatakan bahwa lebih baik wawancara dilakukan di ruang santai saja.
Peneliti kembali menunggu selama sekitar 45 menit, dan akhirnya Henny keluar dari kamar. Dia meminta maaf pada peneliti karena dia harus sholat, dan baru saja menerima telepon. Sama seperti wawancara dengan Erna, peneliti tidak menggunakan alat rekam, agar suasana lebih santai. Ketika wawancara berlangsung raut mukanya kembali ceria seperti biasanya. Henny menjawab setiap pertanyaan dari peneliti sambil sesekali tertawa. Henny mengaku ingin agar Erna pulang ke Banjarmasin karena kasihan melihat ibunya selalu mengurusnya setiap hari. Ia juga selalu menurut pada saran orang tuanya, terutama ibunya. Hal ini disebabkan karena ia merasa Erna adalah seorang ibu sekaligus seorang imam. Suasana wawancara berjalan santai.
Karena melihat suasanya yang mulai mencair, peneliti mencoba bertanya mengenai perubahan sikapnya akhir-akhir ini. Ketika disinggung mengenai hal itu, wajahnya kembali muram. Peneliti melakukan sedikit pendekatan agar Henny mau lebih terbuka. Akhirnya Henny mau terbuka mengenai masalahnya akhir-akhir ini. Ia mengaku bahwa ia memang tidak bisa mengatur raut wajahnya di depan orang lain ketika memiliki masalah, alhasil banyak orang yang salah paham terhadapnya. Permasalahannya akhir-akhir ini dikarenakan pertengkaran dengan ibunya sebulan yang lalu. Pada awalnya Erna dan Henny bertengkar karena Henny jatuh sakit setelah mengkuti kepanitiaan selama 3 hari. Erna marah, dan melarang Henny untuk mengikuti kegiatan di kampus. Hal ini menyulut perbedaan pendapat diantara mereka, yang akhirnya berujung pertengkaran
diantara mereka. Karena di antara mereka berdua tidak ada yang mau mengalah akhirnya masalah mereka menjadi berlarut-larut.
4.3 Temuan Data
Kebiasaan Erna yang selalu menemani putrinya kemanapun Henny pergi terkadang dipandang aneh oleh orang lain. Erna tidak terlalu memikirkan hal itu begitu pula dengan Henny. Pesan dari suami yang sedang bekerja di luar negri membuat Erna bersikap protektif terhadap kedua anaknya. Masa lalu keluarga yang cukup buruk membuat Erna tidak ingin anak-anaknya merasakan apa yang pernah ia rasakan pada saat muda.
“Soalnya kan papanya Henny udah mulai kerja di luar negeri mulai tante belum nikah. Jadi papanya kasih amanah supaya tante harus jaga anak-anak kita. Tante temenin kemana-mana soalnya ntar kalo ada yang salah kan pasti tante yang disalahin sama papanya. Anak-anak tante enjoy aja tante temenin.” (wawancara dengan Erna tanggal 19 September 2011)
“Papa tante bangkrut waktu tante masih sekolah. Jadi tante langsung cari kerja setelah lulus SMA. Tante harus bantu orang tua tante cari biaya sekolah buat adik-adik tante. Tante punya 5 adik, jadi sebagai anak sulung ada rasa tanggung jawab buat bantu orang tua.” (wawancara dengan Erna tanggal 19 September 2011)
Erna berusaha selalu memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Agar bisa selalu dekat dengan anaknya, Erna juga menjadi komite di sekolah anak-anaknya meskipun keduanya bersekolah di tempat yang berbeda. Ia mengaku hal ini ia lakukan agar anak-anaknya mudah mendapatkan semua kebutuhan mereka.
“Tante jadi komite di sekolah mereka berdua. Kadang tante itu dijadiin perwakilan ibu-ibu buat jaga anak mereka di sekolah. Kalo jadi anggota komite kan tante bisa liat perkembangan mereka. Jadi nggak cuma di rumah aja.” (wawancara dengan Erna tanggal 19 September 2011) Erna sudah terbiasa untuk menemani anaknya dari kecil. Ketika kecil Henny tidak ambil pusing ketika sang ibu selalu menemaninya kemana-mana. Namun, tidak selamanya tindakan Erna ini dianggap positif oleh anak-anaknya.
Ketika mulai beranjak remaja, Henny mulai merasa bahwa dia sudah besar, dan sudah saatnya mandiri. Henny mulai memberontak pada ibunya.
“Waktu awal sih nggak terlalu kerasa risih ce. Waktu aku mulai beranjak remaja, waktu dapat haid pertama. Waktu kelas 1 SMP lah itu mulai timbul rasa risih. Ada perasaan hei aku bukan anak kecil lagi yang harus dikawal kemana-mana. Waktu itu aku berontak ce, soalnya aku udah mulai nonton sinetron gitu dah. Jadi udah mulai belajar bantah orang tua. Pemberontakan pertama aku itu piercing di lidah. Waktu itu aku dimarahi, tapi tetep aja aku bantah omongan mama. Tapi akhirnya aku ikutin saran mama buat copot piercingnya.” (wawancara dengan Henny, 19 September 2011)
Rasa kasihan karena beban sebagai “orang tua tunggal” yang ditanggung oleh ibunya membuat Henny menghentikan pemberontakannya. Henny sadar sifat protektif dari ibunya dikarenakan pesan ayahnya. Henny mulai menurut kembali pada ibunya. Salah satunya adalah mengikuti saran ibunya untuk sekolah kepribadian. Karena sifatnya yang tomboy dari kecil Erna meminta Henny untuk sekolah kepribadian dan belajar menjadi seorang model.
“Waktu kelas 3 SMP itu mama lihat aku kok masih tomboy aja. Mama coba minta aku untuk sekolah model sama sekolah kepribadian. Alasan mama sih supaya aku bisa belajar jadi perempuan. Awalnya aku mikir bakalan ribet. Tapi mama ngeyakinin aku kalau itu baik buat masa depan aku. Akhirnya aku ikut saran mama buat ikut sekolah modeling. Aku enjoy aja di masuk di dunia ini, aku kan orangnya suka difoto. Aku belajar banyak hal dari sekolah kepribadian itu. Aku bisa kenal banyak orang, malah sekarang aku jadi keterusan.”
“Mama pernah jadi remaja, tapi kamu belum pernah jadi seorang ibu, ntar kamu coba kamu rasain dulu (pergi ke diskotik) biar kamu tau yang bener dan yang salah” (cuplikan percakapan dengan Erna)
Erna mengaku dia tidak pernah membiarkan Henny pergi pemotretan atau menghadiri acara modeling di luar kota seorang diri. Jika Erna tidak bisa menemani, ia selalu meminta nenek Henny untuk menemani. Erna merasa bahwa dunia modeling sangat jahat karena persaingan yang ketat, jadi ia harus selalu
berada dekat dengan putrinya. Sebuah kecelakaan motor pada tahun 2008 membuat Erna semakin protektif dan takut meninggalkan Henny.
“Waktu Henny training 3 bulan di Bali dia pernah kecelakaan. Kalo nggak salah waktu itu bulan Desember waktu dia kelas 2 SMA. Tahun 2008 kalo nggak salah. Tante inget banget itu pas Natal, tanggal 24 Desember. Henny itu kan dasarnya tomboy dari kecil, waktu itu dia naik moge, trus nabrak pohon. Badannya ancur banget, waktu itu tante nggak ada di dekat dia. Tante pulang ke Banjar 1 minggu, dia lagi ditemenin neneknya. Tante langsung balik lagi ke Bali. Pemulihannya lama, butuh beberapa bulan supaya lukanya kering sempurnya. Kecelakaan itu bikin tante trauma sampe sekarang. Makanya tante sering bingung kalo dia nggak ada kabar. Takut ada apa-apa” (wawancara dengan Erna 19 September 2011)
Perannya sebagai seorang ibu sekaligus ayah membuat Erna yakin bahwa setiap pilihannya selalu benar. Ia tidak pernah melarang secara langsung jika Henny mulai meminta sesuatu yang tidak biasa. Misalnya waktu Henny meminta izin untuk dugem bersama teman-temannya. Erna tidak melarang, tapi ia menemani Henny ke tempat dugem tersebut. Ia menyuruh Henny merasakan bagaimana dunia malam. Pada saat pergi ke tempat dugem bersama ibunya, Henny tahu bahwa diskotik bukan tempat yang baik untuknya. Ketika Henny menjadi seorang model Erna juga tidak sungkan untuk ikut nongkrong bersama teman-teman Henny. Ketika berada di luar kota Erna selalu menemani Henny meskipun harus bergabung dengan teman-teman Henny.
“Mama pernah jadi remaja, tapi kamu belum pernah jadi seorang ibu, ntar kamu coba kamu rasain dulu (pergi ke diskotik) biar kamu tau yang bener dan yang salah” (cuplikan percakapan dengan Erna dan Henny, Januari 2011)
“Waktu Henny lagi di Jakarta, tante nggak sungkan buat ikut nongkrong bareng temen-temennya Henny. Tante takut soalnya pergaulan sekarang susah ditebak. Mending tante jagain aja terus, udah nggak peduli malu deh, yang penting anak tante selamat.” (cuplikan percakapan dengan Erna dan Henny, Januari 2011)
Meskipun Henny telah beranjak dewasa (berusia 17 tahun), Erna masih tetap menemani Henny beraktifitas. Setelah lulus SMA, Henny memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, karena dia telah bekerja di maskapai penerbangan Garuda, Banjarmasin. Pada saat yang sama pula ada seorang pengusaha ingin meminang dia. Namun karena perbedaan usia yang sangat jauh ada beberapa pihak yang tidak setuju, sehingga pernikahan itu batal. Pada awalnya, Henny menyetujui perjodohan ini. Karena menurut Erna lelaki yang akan dijodohkan dengannya merupakan orang yang baik. Karena selama ini hanya dibesarkan oleh ibunya, ia percaya bahwa semua pilihan ibunya pasti baik untuknya.
“Waktu itu aku baru lulus SMA. Mama bilang ada yang mau kenalan sama aku. Aku tanya sama apa orangnya baik atau nggak, trus mama bilang orangnya baik, terus udah mapan. Mama suruh aku coba jalan aja dulu. Aku percaya kalau pilihan mamaku selalu terbaik buat aku. Lama-lama dikenalin, jalan bareng, dan karena usianya yang matang jadi cukup nyaman tapi jatuhnya bukan sayang atau cinta, tapi kasihan karena liat pengorbanan dia buat aku. Orangnya baik banget, tapi karena beda usia yang terlalu jauh ada anggota keluarganya yang nggak setuju jadi akhirnya batal.” (wawancara dengan Henny,19 September 2011)
Karena prospek kerja yang tidak bagus, pernikahan yang gagal, ayahnya meminta Henny melanjutkan kuliah di Surabaya. Awalnya Henny menolak tapi akhirnya ia mengikuti saran kedua orang tuanya. Pada akhirnya Erna bingung karena harus memilih di antara kedua anaknya. Di satu sisi ia tidak tega membiarkan putranya yang sedang beranjak remaja, di sisi lain ada rasa tidak percaya bahwa putrinya akan baik-baik saja jika tinggal sendirian di luar kota. Setelah dibicarakan akhirnya seluruh anggota keluarga setuju bahwa Erna akan menemani Henny ke Surabaya. Erna mengaku bahwa putranya sendiri yang menyuruhnya menemani Henny. Erna percaya bahwa keluarganya di Banjaramasin akan menjaga putranya dengan baik.
“Sebelum tante mutuskan buat ikut henny ke sini, tante tanya dulu sama anak tante. Kiki,ini cece udah mau kuliah. Apa kiki mau mama temeni kiki di sini biar cece berangkat ke Surabaya sendiri? Dianya yang malah suruh tante temenin cecenya. Dia bilang, ah nggak papa ma. Cece
lebih butuh mama kok. Tante sebelum mutusin itu diskusi berempat sama henny, mama tante, sama kiki. Akhirnya diputuskan kalo tante nemeni henny. Apalagi setelah kecelakaan itu tante makin takut mau lepas dia. Papa henny juga setuju kalo tante ikut ke Surabaya.” (wawancara dengan Erna,19 September 2011)
Setelah Pada awalnya Henny tidak setuju, tapi karena ini adalah keputusan seluruh anggota keluarga ia tidak bisa menolak. Pada saat pemilihan universitaspun Henny harus mengikut saran ayahnya. Ia mengaku bahwa ia memiliki pilihan sendiri, tapi karena ayahnya bersikeras mau tidak mau Henny harus mengikuti.
“Papaku bilang kalu kerjaanku di Garuda nggak ada prospek buat kedepannya soalnya susah untuk naik pangkat..akhirnya aku disuruh kuliah. kuliah di sini itu pilihan papa aku..soalnya papaku almuni Petra juga.. Sebenernya aku udah punya pilihan tempat kuliah yang lain. Tapi papaku bilang kalau nggak mau kuliah di Petra mending nggak usah kuliah aja sekalian. Akhirnya aku nggak punya pilihan lain buat ngikut pilihan papa.Sebenernya aku nggak pernah kepikiran mau kuliah di sini. Aku udah punya pilihan sendiri. Kuliah di sini itu pilihan papa aku, soalnya papaku almuni Petra juga. Aku itu sebenernya orangnya keras ce. Kalau aku punya pilihan A trus orang tua minta aku ke B, aku ikutin. Tapi kalau ternyata nggak cocok sama aku gimanapun caranya aku akan coba buat balik lagi ke A” (wawancara dengan Henny 19 September 2011) Pada saat perkuliahan dimulai hubungan mereka terlihat sangat harmonis. Mereka terlihat saling mengerti satu sama lain. Erna selalu menyiapkan semua kebutuhan Henny, dari mulai makanan, hingga pakaian untuk pemotretan. Mereka terbiasa dekat satu sama lain, sehingga jika ada salah seorang yang pergi, yang lain akan merasa kehilangan. Hal ini terlihat pada saat Erna harus pulang ke Banjarmasin.
Pada saat akan berangkat ke Bandara, Erna sangat sedih sampai menangis karena harus meninggalkan putrinya selama 1 minggu. Hal yang sama juga terjadi pada Henny, meskipun tidak sampai menangis, tapi raut wajahnya berubah menjadi sedih. Ketika tidak ada Erna di kos, Henny yang biasanya ceria menjadi
pemurung. Dia lebih sering mengurung diri didalam kamar. Hal yang sangat kontras terjadi pada saat Erna kembali dari Banjarmasin. Henny kembali seperti biasa, menjadi ceria, dan kembali berkumpul dengan teman-teman kosnya.
Pada bulan Agustus tiba-tiba sikap Henny berubah menjadi 1800 dari biasanya. Ia jadi lebih pendiam, dan selalu memasang raut muka yang murung setiap harinya. Erna sendiri tidak mengetahui kenapa putrinya menjadi seperti itu. Pada saat itu Henny lebih banyak menghabiskan waktu di luar kos. Setelah berjalan selama 1 bulan perubahan sikap ini membuat Erna marah. Erna menjadi kesal karena hampir setiap hari Henny marah-marah. Sampai suatu hari Erna mengancam akan meninggalkan Henny dan pulang ke Banjarmasin.
“Nggak tau anak itu marah-marah terus, lama-lama aku tinggal ke Banjarmasin biar tau rasa dia. Memang dia itu siapa? Semuanya udah aku siapin, dia tinggal enaknya aja. Baju aku yang cuci, aku yang setrika, kamar aku yang bersihin, udah bangunnya siang. Biar dah aku tinggal ke Banjar biar dia siapin semuanya sendiri, biar nggak seenaknya” (kutipan percakapan dengan Erna tanggal 12 September 2011)
Pada saat bertengkar tidak jarang Henny membeli barang tanpa persetujuan ibunya. Sebelum mereka bertengkar, Henny selalu meminta ijin sebelum membeli barang meskipun itu hanya sebuah gorengan. Jika ibunya mengatakan tidak dia akan menurut.
Ketika sedang duduk di ruang santai, Henny ingin membeli pisang goreng. Ia meminta ijin pada ibunya untuk membeli gorengan (kutipan percakapan Erna dan Henny).
H : ma, aku pengen beli gorengan.
E : ya udah ambil dompet mama di kamar
(Henny membawa dompet Erna ke ruang santai dan Erna memberikan uang Rp 5.000. Henny lalu mengembalikan dompet ibunya ke kamar. Tiba-tiba teman Erna yang berasal dari Bogor membawa roti unyil. Henny keluar kamar dan bersiap pergi keluar.)
H: ma pergi dulu ya.
H: hah? kenapa ma?
E: ini kita dikasih roti unyil, enakan makan ini H: tapi aku pengen gorengan
E : makan ini aja, kalau makan gorengan nanti tenggorokan kamu sakit..
H : ya udah..(kembali bergabung bersama ibunya untuk makan roti unyil)
Pada masa pertengkaran ini Henny membeli sebuah obat diet dengan harga yang cukup mahal. Erna mengaku bahwa ia tidak setuju Henny membeli obat tersebut. Nyatanya Henny tetap membeli obat tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
“Henny kemaren beli obat diet, soalnya dia mau kurusin badan. Tante udah larang tapi nggak didengerin, ya udah tante biarin aja. Pokoknya aku nggak mau keluarin duit, biarin aja dia pake uangnya sendiri. Ntar kalo habis dia pasti kerasa sendiri” (kutipan percakapan dengan Erna 14 September 2011)
Akhirnya Erna mengatakan pada Henny bahwa ia akan pulang ke Banjarmasin kalau sikap Henny tidak ada perubahan. Setelah mengatakan itu pada Henny, Erna mengaku bahwa Henny langsung diam, dan bersikap seperti biasa. Dalam kehidupan sehari-hari Erna mengaku bahwa Henny terbiasa mandiri. Tapi dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti beberapa hal kecil yang bisa dilakukan dengan mudah selalu dilakukan oleh Erna. Erna mengaku kalau Henny terbiasa makan buah setelah kulitnya dikupas, itupun harus orang lain yang mengupasnya. Bahkan untuk mencuci buah apel, Henny selalu meminta Erna yang mencucikan.
Henny berada di kamar sedangkan Erna berada di ruang santai bersama peneliti. (cuplikan percakapan peneliti dengan Erna 16 September 2011)
H: ma.. E: apa nak? H: apel ma…
S: memang minta dikupaskan apel ta tan? E: nggak..dia kalo makan apel pake kulit.. S: loh terus? Kok masih manggil tante?
E: ini minta tante cuci’in..sebelum tante taruh di kulkas udah tante cuci..tapi ini minta dicuci’in lagi..bentar ya tante cuciin apel dulu buat Henny
Setelah “berbaikan” ternyata pertengkaran-pertengkaran kecil masih sering terjadi. Ketika ditanya Erna mengaku bahwa hal itu dikarenakan Henny sedang menjalankan diet ketat, sehingga moodnya jadi sering berubah-ubah.
“Oh itu gara-gara dia lagi diet, dia kan lagi diet ketat. Kemaren tante nonton di tv kalo orang diet itu pasti marah-marah akhirnya bermasalah sama orang-orang di sekitarnya. Bawaan emosinya nggak stabil. Beberapa bulan lalu dia juga sempet telat datang bulan jadi emosinya naik turun.” (wawancara dengan Erna, 19 Oktober 2011)
Erna ingin agar Henny bisa mengatur raut mukanya jika ia sedang marah, sehingga orang lain tidak akan salah paham terhadapnya.
“Benernya tante mungkin juga ada salahnya. Tante itu pengennya kalo dia marah atau ngambek, jangan lah tunjukkan ke semua orang. Kalau tante marah itu tante masih bisa atur raut muka tante. Jangan sampai orang lain kena imbasnya. Tante mungkin terlalu sering menekankan mama aja bisa masa kamu nggak bisa. Tante lupa kadang setiap orang kan punya sifat masing-masing yang nggak bisa dipaksakan” (wawancara dengan Erna, 19 Oktober 2011)
Ketika hal ini ditanyakan kepada Henny hal yang berbeda muncul. Henny mengaku bahwa sikapnya yang berubah pada akhir-akhir ini tidak ada hubungannya dengan kondisi fisik. Hal ini murni terjadi karena ia sedang bermasalah dengan ibunya.
“Ada beberapa perbedaan di antara kita yang bikin kita sering cek cok. Dan masalahnya nggak ada pihak yang mau memulai untuk membicarakan masalah ini. Belum selesai masalah yang satu, ketumpuk lagi sama yang lain. Aku juga salah, kadang nggak memikirkan orang sekitar, jadinya orang-orang salah paham, ngira aku marah sama mereka.
Sebenernya masalahnya cuma masalah-masalah sepele. Contohnya waktu kapan hari aku kepanitiaan di Lenmarc 3 hari itu aku bener-bener ngedrop, dan mama marah besar. Yah keluarlah, awas ya kalau kamu bla, bla, bla... Ya gitu lah ce. Aku sama mama itu banyak perbedaan-perbedaan. Misalnya mama suka rame, aku suka hening. Mama bisa manage raut muka waktu marah, sedang aku selalu terbawa ke kehidupan sehari-hari” (wawancara dengan Henny, 19 Oktober 2011)
Henny mengaku bahwa sebenernya ia ingin agar ibunya mulai membiarkan ia mandiri. Ia merasa kasihan karena ibunya selalu menghawatirkan dirinya. Sejak dulu ia ingin agar ibunya belajar melepaskan dirinya sedikit demi sedikit. Masing-masing pihak merasa benar, sehingga tidak ada penyelesaian. Meskipun begitu ia mengaku bahwa ia tidak pernah merasa risih ketika sang ibu tetap menemaninya ke Surabaya.
Orang bilang tambah umur pasti tambah ngerasa risih..tapi lama-lam rasa risih itu hilang sendiri..
“Orang bilang tambah umur pasti tambah ngerasa risih. Tapi lama-lama rasa risih itu hilang sendiri. Dulu sih ngerasa terlalu terproteksi. Tapi sekarang sih udah nggak terlalu. Karena aku percaya kalau feeling seorang ibu itu pasti bener. Apalagi selama ini papaku nggak ada dideket aku, jadi mama itu selain jadi mama juga sebagai imam di keluargaku” (wawancara dengan Henny, 19 Oktober 2011)
Hingga saat ini Erna memutuskan untuk tetap menemani Henny sampai ia lulus kuliah. Ia mengaku bahwa ia masih kurang percaya bahwa anaknya bisa hidup sendiri. Hal ini diputuskan karena pada saat Henny lulus kuliah, suami Erna akan pulang ke Indonesia dan tidak akan kembali ke Amerika.
“Rencananya sih tante bakal temeni sampe di lulus kuliah..soalnya papanya juga bakal pensiun setelah Henny lulus kuliah..jadi sampe Henny lulus kuliah suami tante nggak bakal pulang.. kalo nanti henny udah lulus kuliah, tante bakal pindah ke rumah..tante kan punya rumah disini..kalo ntar kiki nyusul kesini gampang aja..kalo terlalu jauh dari rumah dia bisa kos..dia kan cowok, jadi bisa lebih dilepas”. (wawancara dengan Erna, 19 Oktober 2011)
4.4 Analisis dan Intepretasi data
Pada usia dewasa muda (17 tahun) power orang tua semakin berkurang. Sang anak akan mulai belajar bernegosiasi dengan orang tuanya. Pada fase peran orang tua tidak hanya sebagai orang tua-anak, tetapi lebih menjurus kepada hubungan sebuah sahabat. Seiring pertambahan usia sang anak power dari orang tua juga akan semakin berkurang dan akhirnya akan menghilang ketika sang anak berubah menjadi individu dewasa yang matang. Orang tua akan membiarkan anaknya mengambil belajar mandiri dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Orang tua hanya bisa memberikan support bagi anak mereka ketika mereka beranjak dewasa (Guerrero & Andersen, 2007).
Kenyataannya sebagai orang tua, Erna masih menemani Henny, putrinya yang berkuliah di Surabaya. Ada beberapa alasan yang membuat Erna tetap menemani Henny meskipun usianya sudah dewasa. Kondisi suami Erna yang sedang berada di Amerika untuk bekerja membuat Erna harus berperan menjadi orang tua tunggal agar anaknya tidak kehilangan figur seorang ayah. Sang suamipun menitipkan anak-anaknya agar bisa hidup dengan benar dan layak. Selama belasan tahun Erna berperan sebagai seorang ibu sekaligus seorang ayah. Masa lalu orang tuanya yang sempat bangkrut juga membuat Erna tidak ingin anak-anaknya hidup kekurangan. Erna selalu menuruti permintaan putra-putrinya sejak mereka kecil. Ia mengakui bahwa ia selalu memilihkan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Kecelakaan yang dialami oleh Henny pada tahun 2008 membuat Erna trauma hingga saat ini. Ia takut akan terjadi apa-apa pada Henny jika mereka tinggal berjauhan. Pada akhirnya Erna harus memilih antara Henny atau Kiki. Di saat yang sama Kiki sedang menuju fase remaja yang juga membutuhkan perhatian dari orang tuanya. Tapi seluruh anggota keluarga setuju bahwa ia harus menemani Henny berkuliah di Surabaya. Di sisi lain, Henny tidak pernah menolak semua pilihan ibunya. Ia selalu setuju dengan semua pilihan ibunya, karena baginya Erna merupakan sosok imam di keluarga.
Informan I (Erna)
Pilihan menemani di Surabaya
Tinggal berjauhan dari suaminya selama belasan tahun membuat Erna harus membesarkan anak-anaknya sendirian. Pesan dari suaminya adalah menjaga anak-anaknya agar bisa hidup dengan baik meskipun tidak ada figur ayah di tengah-tengah mereka. Karena pesan ini, Erna selalu menemani kemanapun anak-anaknya pergi. Kebangkrutan keluarganya di masa lalu juga memberikan kenangan yang pahit bagi Erna. Hingga saat ini ia selalu berusaha agar semua kebutuhan anak-anaknya bisa terpenuhi dengan baik. Erna memutuskan untuk tidak mengikuti suaminya ke Amerika karena takut pergaulan yang bebas di sana akan merusak moral anak- anaknya.
Ketika Henny mulai beranjak remaja, Erna melihat bahwa putrinya sangat tomboy karena itu ia meminta agar Henny ikut sekolah modeling. Agar lebih menunjang, Erna juga mendirikan sekolah kepribadian di Banjarmasin. Ketika Henny mulai serius menekuni dunia modeling Erna semakin bersikap protektif. Erna selalu menemani Henny jika ia harus melakukan pemotretan maupun menghadiri acara-acara modeling di luar kota. Ia takut Henny akan terpengaruh pergaulan yang buruk jika tidak diawasi olehnya. Hal ini juga berlaku pada kegiatannya di sekolah. Pada tahun 2008, Henny melakukan magang di kota Bali selama beberapa bulan. Erna ikut menemani Henny tinggal di Bali selama beberapa bulan. Agar putranya tidak sendirian, Erna meminta agar ibunya menemani Kiki selama mereka pergi.
Tanggal 24 Desember 2008 merupakan hari yang tidak terlupakan bagi Erna. Pada hari itu Henny mengalami kecelakaan motor. Motor yang dikendarai Henny menabrak sebuah pohon sehingga membuat sekujur tubuhnya luka-luka. Pada saat itu Erna sedang pulang ke Banjarmasin, dan ia sangat kaget mendengar putrinya kecelakaan. Ia segera kembali ke Bali untuk melihat kondisi putrinya. Hal ini membuat ia semakin protektif kepada Henny karena takut kejadian serupa akan terulang. Pada saat ini Erna menggunakan persuasive power. Ia meyakinkan Henny bahwa Henny akan selalu aman jika Erna selalu berada di dekatnya.
Ketika Henny lulus SMA, ia sudah diterima di maskapai penerbangan Garuda. Namun karena suami Erna merasa tidak ada prospek yang bagus untuk ke
depannya, ia meminta Henny melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Erna berada di pilihan yang sulit ketika harus memilih antara menemani Henny atau menemani putra bungsunya. Setelah berdiskusi diputuskan ia menemani Henny ke Surabaya. Ia yakin bahwa saudara-saudaranya bisa menjaga Kiki di Banjarmasin.
Meskipun Henny sudah memasuki usia dewasa, Erna masih menemani Henny ke manapun. Erna tidak merasa malu meskipun ia harus ikut nongkrong, bersama teman-teman Henny. “Dulu tante pernah ikut nemenin Henny di Jakarta, meskipun ada temen-temennya, tante tetep ikut nongkrong” (observasi peneliti, Maret 2011). Ketika memasuki dunia perkuliahan, Erna mulai tidak terlalu intens dalam menenmani Henny. “Sekarang udah mulai tante lepas. Kalo jalan sama temen kampusnya atau kayak pergi buat urusan kuliah tante sih lepasin aja. Kalo pergi sama temen kos gitu tante percaya-percaya aja” (wawancara dengan Erna, 19 September 2011). Tapi Erna tetap menemani Henny jika ia sedang melakukan pemotretan.“Tapi kalo buat pemotretan atau acara-acara modeling di luar kampus itu beda, tante harus tetep temenin dia. Karena orangnya asing semua”
(wawancara dengan Erna, 19 September 2011)
Erna merasa bahwa semua yang ia lakukan demi putra-putrinya merupakan salah satu cara agar mereka tidak kehilangan figur seorang ayah. Dengan memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya ia berharap agar masa lalunya tidak terulang lagi. Ia takut jika ia tidak mengawasi anak-anaknya ia akan kecolongan. “Tante selalu berusaha supaya anak-anak tante selalu terpenuhi kebutuhannya.” Pada saat menyuruh Henny masuk sekolah model ia merasa bahwa itu adalah cara terbaik agar putrinya tidak lagi menjadi tomboy. Namun ia tidak sepenuhnya percaya putrinya akan bisa bertahan di dunia modeling. Ia merasa bahwa dunia modeling merupakan dunia yang jahat karena banyak yang saling menjatuhkan satu sama lain.
Kecelakaan yang menimpa Henny pada tahun 2008, membuat ia benar-benar trauma. Ia merasa sangat terpukul karena pada saat itu ia tidak berada di dekat putrinya. Ia berharap hal itu tidak akan pernah terjadi jika ia berada di dekat anaknya. Ia semakin takut untuk berjauhan dari Henny karena takut hal serupa akan terjadi lagi. Keputusan yang sulit harus ia ambil ketika dihadapkan pada
yang sedang beranjak remaja. Di satu sisi ia takut putrinya tidak bisa hidup sendiri di kota yang jauh dari kota kelahirannya. “Ibu mana sih yang mau tinggal jauh sama anaknya. Tante juga sebenernya berat mau ninggal kiki, apalagi dia masih belum terlalu mandiri.”
Meskipun ia merasa bahwa Henny merupakan anak yang mandiri, tapi ia tetap takut putrinya tidak dapat bertahan. Di sisi lain ia takut putranya akan kehilangan kasih sayang orang tuanya. Pada saat itu Kiki baru menginjak usia 14 tahun, yaitu usia peralihan menuju fase remaja. Akhirnya ia memutuskan untuk berdiskusi dengan seluruh anggota keluarganya. Hasil akhir memutuskan ia harus menemani putrinya. Hal ini dikarenakan suaminya meminta secara langsung agar ia menemani Henny. Meskipun harus meninggalkan putra bungsunya, Erna yakin bahwa keluarganya di Banjarmasin akan menjaga Kiki dengan baik. “Tapi tante pikir kan dia tinggal di kampung halamannya sendiri. Ada neneknya yang bantu jaga dia, adik-adik tante juga setiap minggu pasti ngunjungi dia.”
Ketika menemani putrinya di Surabaya, ia tidak yakin bahwa ia bisa membiarkan putrinya pergi sendirian kemanapun. Pada awalnya, ia selalu menemani Henny pergi. Namun lama kelamaan ia mulai membiarkan Henny pergi sendiri dengan teman-teman sebayanya. Erna ingin agar semua kebutuhan Henny terpenuhi dengan baik, sehingga semua kegiatan rumah tangga dilakukannya sendirian. Ia membuat Henny merasa benar-benar nyaman. “Semua tante siapin, dia mau minta apa pasti tante kasih. Semua baju dia, tante yang cuci setrika sendiri, pokoknya dia tinggal terima beres” Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa Henny selalu menuruti semua keputusan yang ia buat.
Masa menemani di Surabaya
Pada awalnya Erna tidak berani membiarkan Henny melakukan aktifitasnya sendiri. Erna tetap menemani Henny dalam menjalankan aktivitasnya sebagai seorang model. Lama kelamaan Erna mulai membiarkan putrinya beraktifitas dengan teman sebayanya tanpa dirinya. Erna memberikan izin pada Henny jika ia ingin pergi bersama teman-temannya. Tapi jika sedang menjalani pemotretan, Erna selalu menemani Henny. Ia merasa bahwa dunia model
merupakan dunia yang jahat ia merasa bahwa ia harus menemani Henny, karena banyak orang yang asing.
Dalam kehidupan sehari-hari, Henny selalu meminta pendapat Erna dalam menentukan suatu keputusan baik untuk hal yang besar maupun hal yang kecil. Misalnya untuk memilih baju pemotretan, memilihkan makanan sampai meminta izin membeli gorengan sekalipun. Setiap pengambilan keputusan Henny selalu menurut pada keputusan yang dibuat oleh Erna, meskipun ia merasa bahwa pilihannya lebih baik. Pada saat itu kehidupan mereka terlihat sangat harmonis. Erna selalu menyiapkan berbagai kebutuhan Henny, dari menyiapkan makanan sampai menyiapkan seragam Henny. Erna membuat agar keadaan Henny senyaman mungkin, sehingga putrinya hanya terima beres. Keadaan ini membuat Henny cukup tergantung pada ibunya.
Erna sangat bangga dengan anak-anaknya. Ia ingin agar anak-anaknya menjadi orang yang berprestasi. Ia tak segan-segan mengeluarkan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk membantu anaknya mengerjakan tugas kuliahnya. Ia berharap Henny bisa menampilkan presentasi yang bagus mengenai Kalimantan Selatan. Erna sampai menelepon temannya yang bekerja di Departemen Pariwisata di Kalimantan Selatan. Ia juga meminta temannya untuk mengirim selendang khas Kalimantan dengan menggunakan jasa paket kilat. Sesuai dengan harapannya, Henny mendapatkan pujian dan nilai terbaik di kelasnya.
De Vito mengatakan ada beberapa tujuan umum komunikasi interpersonal salah satunya adalah General purpose to influence; motivation Need to control, influence, gain compliance, secure agreement; result Influence, power, control, compliance agreement (DeVito, 2007). Power pada orang tua akan berkurang seiring bertambahnya usia sang anak. Namun hal ini tidak berlaku pada Erna dan Henny. Meskipun putrinya sudah beranjak dewasa, Erna selalu menyediakan semua kebutuhannya sehingga Henny tidak bisa mandiri. Dalam setiap pengambilan keputusan Erna cukup mendominasi sehingga pada hasil akhir pilihan Erna yang akan dituruti oleh Henny. Dari semua sikap protektifnya, ia membuat anak-anaknya menjadi ketergantungan pada dirinya.
Rasa ketergantungan ini membuat Erna lebih bisa mengontrol anak-anaknya. Hal ini membuat anak-anaknya patuh, karena takut jika tidak ada ibunya mereka tidak akan bisa bertahan. Erna menggunakan powernya sebagai orang tua untuk mengontrol semua kegiatan anaknya, salah satunya adalah reward power. Erna memberikan segala kemudahan bagi anak-anaknya, supaya mereka selalu menurut. Meskipun ia mengatakan bahwa putrinya merupakan anak yang mandiri, ia selalu meminta bantuan ibunya untuk melakukan sesuatu yang mudah. Untuk menghindari konflik, Erna selalu menggunakan persuasive power. Ia tidak pernah melarang secara langsung. Ia membiarkan anaknya memutuskan sendiri pada awalnya. Tapi dengan cara ini ia selalu berusaha mengarahkan anaknya untuk mengikuti pilihannya.
Masa pertengkaran
Pada masa pertengkaran ini Erna dan Henny sangat jarang menghabiskan waktu berdua. Beberapa masalah memicu pertengkaran di antara mereka. Beberapa di antaranya adalah masalah diet dan seragam. Pada masa liburan semester, Henny melakukan diet. Hal ini membuat Erna yakin kondisi tubuh Henny yang tidak terlalu bagus membuat emosinya mudah tersulut. Siklus menstruasi yang tidak lancar juga membuat emosi Henny naik turun. Puncaknya Henny marah karena seragam kuliahnya belum siap. Erna marah karena putrinya selalu marah-marah setiap hari. Karena tidak tahan dengan sikap putrinya, Erna mengancam akan meninggalkan putrinya dan pulang ke Banjarmasin. Setelah mendengar ibunya mengancam akan pulang Henny langsung berskiap seperti biasa. Erna merasa pertengkaran ini juga merupakan kesalahannya. Ketika sedang bertengkar, Henny memperlihatkan sikap cemberut tidak hanya pada Erna tapi juga kepada semua penghuni kos. Erna ingin agar jika mereka bermasalah jangan bersikap jutek pada orang lain.
Pada prinsip komunikasi interpersonal, Interpersonal communication is a series of punctuated event (2007: 26-27), De Vito mengatakan bahwa kegiatan komunikasi adalah transaksi yang berkelanjutan. Di dalamnya tidak ada potongan awal dan akhir. Sebagai partisipan dalam kegiatan komunikasi kita akan membaginya menjadi sebuah bagian-bagian kecil. Kita akan memberi bagian ini
sebab atau stimulus, dan akibat atau respon. Hal ini terlihat pada proses komunikasi antara Erna dan Henny ketika mengalami pertengkaran
Erna berinisiatif untuk pulang ke Banjarmasin setelah melihat sikap putrinya yang sudah tidak sejalan lagi dengannya. Hal yang sama terjadi pada Henny yang marah karena seragam kuliahnya masih belum siap. Melihat sikap lawan bicara yang tidak menyenangkan, masing-masing pihak menyela dengan caranya sendiri demi kenyamanan masing masing. Hal ini juga terlihat ketika mereka berkomunikasi menggunakan komunikasi nonverbal. Ketika Henny menatap Erna dengan wajah cemberut, Erna langsung bereaksi berteriak dan menyindir Henny di depan penghuni kos yang lain.
Orang tua selalu memiliki power dalam mengatur setiap anggota keluarganya. Sebagai orang tua, Erna menggunakan coercive power. Jenis power ini muncul ketika ia merasa marah kepada putrinya. Ia merasa bahwa ia sudah memberikan semua kemudahan kepada putrinya, sehingga Henny harus selalu menurut padanya. Ketika Henny mulai tidak sejalan dengannya, ia akan mengeluarkan ancaman bahwa ia akan pergi jika putrinya tidak lagi menurut. Ia tahu bahwa Henny sudah terbiasa dilayani, dan ketika sudah tidak ada yang melayani Henny pasti akan kesusahan. Pada saat ancaman ini dikeluarkan, Henny langsung menurut dan berubah menjadi seperti biasa.
4.5.2 Informan 2 ( Henny) Pilihan untuk ditemani
Amanah dari ayahnya agar sang ibu menjaga ia dan adiknya membuat Henny selalu menurut pada semua keputusan yang diambil oleh orang tuanya. Meskipun memiliki pilihannya sendiri, Henny selalu menuruti pilihan kedua orang tuanya. Sebenarnya Henny tidak ingin berkuliah di Surabaya karena ia sudah diterima bekerja sebagai front office di maskapai penerbangan Garuda di Banjarmasin. Sang ayah merasa bahwa pekerjaan itu tidak memiliki prospek yang yang bagus untuk masa depannya. Henny disuruh berkuliah di kampus ayahnya dulu yaitu UK Petra. Henny sebenarnya memiliki universitas pilihannya sendiri. Tapi ayahnya berkeras jika tidak di UK Petra lebih baik Henny tidak usah berkuliah. Akhirnya Henny mengikuti keinginan ayahnya. Kecelakaan yang
terjadi pada tahun 2008 membuat semua anggota keluarga memutuskan bahwa Henny harus ditemani oleh ibunya pada saat berkuliah di Surabaya. Karena itu merupakan keputusan semua anggota keluarga akhirnya Henny tidak punya pilihan lain.
Hilangnya figur seorang ayah dalam keluarga membuat Henny lebih dekat pada ibunya. Ia menganggap bahwa ibunya merupakan pemimpin dalam keluarga. “Selama ini papaku nggak ada dideket aku. Jadi mama itu selain jadi mama, juga sebagai imam di keluargaku,” ujar Henny. Meskipun sejak kecil ia selalu ditemani oleh ibunya, ia mengaku tidak pernah merasa risih. Ia merasa bahwa itu adalah bentuk kasih sayang ibunya.
Pada usia remaja, ia pernah melakukan pemberontakan pada ibunya karena ia merasa bahwa ia bukan anak kecil lagi. “Waktu awal sih nggak terlalu kerasa risih ce. Waktu aku mulai beranjak remaja,waktu dapat haid pertama, waktu kelas 1 SMP lah itu mulai timbul rasa risih. Ada perasaan, hei aku bukan anak kecil lagi yang harus dikawal kemana-mana”. Saat kelas 1 SMP ia memasang piercing di lidahnya. Ibunya sangat marah, dan pada awalnya ia bersikap cuek. Tapi melihat beban yang ditanggung oleh ibunya, ia menurut pada ibunya untuk mencopot piercing di lidahnya.
Sifatnya yang tomboy membuat ia harus mengikuti sekolah modeling agar bisa menjadi “lebih perempuan”. Pada awalnya ia merasa aneh, karena sangat tidak sesuai dengan sifatnya. Tapi lama-lama ia bisa menikmati, dan menyukai pekerjaannya sebagi seorang model. Semenjak menjadi seorang model, ibunya semakin protektif terhadap Henny. Kemanapun ia pergi selalu ditemani oleh ibunya. Termasuk saat melakukan magang di Bali pada tahun 2008. Pada tahun itu juga ia mengalami kecelakaan motor yang membuat ibunya trauma. Setelah kecelakaan itu ibunya takut berjauhan dari Henny.
Setelah lulus SMA, Henny diterima bekerja di maskapai penerbangan Garuda. Namun ayahnya merasa bahwa pekerjaan itu tidak memiliki prospek yang baik untuk ke depannya, sehingga ia disuruh melanjutkan kuliah di Surabaya. Sebenarnya ia memiliki pilihan sendiri, namun ayahnya tetap memaksa agar ia berkuliah di UK Petra. Saat pengambilan keputusan untuk menemani dirinya di Surabaya, Henny sebenarnya ingin menolak. Ia ingin belajar mandiri,
tapi seluruh anggota keluarganya memutuskan bahwa sang ibu harus ikut dengannya ke Surabaya. “Akhirnya semua memutuskan kalo mama ikut ke Surabaya, apalagi papaku juga ikutan setuju. Mau gimana lagi sudah nggak ada alasan lagi buat nolak, ” cerita Henny.
Sedari kecil, Henny terbiasa hidup dengan ibunya. Ibunya merupakan panutannya. Ia selalu menurut pada semua pilihan ibunya, karena ia merasa bahwa semua pilihan ibunya merupakan yang terbaik. Meskipun selalu ditemani ibunya kemanapun ia pergi ia tidak merasa risih. “Semakin kesini rasa risih itu hilang. Padahal kata orang semakin tambah usia, rasa risih bakalan tambah gede, tapi aku malah nggak, rasa risih itu tambah hilang” Pada awalnya ia memang merasa risih karena ia merasa bahwa ia bukan anak kecil yang harus ditemani kemanapun ia pergi. Beberapa temannya juga mengejek Henny karena selalu ditemani oleh ibunya. Ia merasa bahwa itu merupakan salah satu bentuk kasih sayang ibunya.
Kecelakaan yang terjadi pada tahun 2008 membuatnya trauma, dan ia tahu bahwa kecelakaan itu membuat ibunya semakin tidak bisa tinggal berjauhan darinya. Seiring bertambahnya usia, Henny mulai belajar mengambil keputusan. Tapi keputusan yang ia pilih selalu terbentur dengan pilihan orang tuanya. ia mengaku bahwa ia memang selalu menuruti keinginan orang tuanya. Tapi ketika pilihan itu dijalankan dan tidak sesuai dengannya, maka ia akan mencari cara agar ia bisa melaksanakan pilihannya sendiri. “Aku itu sebenernya orangnya keras ce. Kalau aku punya pilihan A trus orang tua minta aku ke B, aku ikutin. Tapi kalau ternyata nggak cocok sama aku, gimanapun caranya aku akan coba buat balik lagi ke A”
Pada saat memutuskan untuk berkuliah, sebenarnya ia tidak ingin berkuliah karena ia sudah mendapatkan pekerjaan. Lagi-lagi pilihan orang tua membuat ia harus melepas pekerjaan dan melanjutkan kuliah. Ia sebenarnya tidak ingin ditemani oleh siapapun ketika berkuliah, karena ia merasa bahwa ia sudah besar. Tapi semua anggota keluarganya setuju bahwa ia harus ditemani oleh ibunya, dan ia tidak bisa menolak. “Sebenernya aku nggak pengen ditemenin. Aku ngerasa kalo aku sudah besar. Kasihan juga mamaku di sini mikiri aku terus.”
Pada bulan Agustus 2011 hubungan Erna dan Henny menjadi tidak baik. Mereka lebih banyak bertengkar, dan berselisih paham. Pertengakaran mereka awalnya dipicu karena Erna melarang Henny mengikuti kepanitiaan di kampus. Erna melarang karena setelah Henny jatuh sakit, namun Henny menolak. Hal ini akhirnya membuat mereka bertengkar. Jika biasanya Henny selalu menurut pada ibunya, kali ini ia lebih menurut pada keinginannya. Ia melakukan apa yang ia inginkan meskipun itu bertengtangan dengan ibunya.
Masa ditemani di Surabaya
Henny tidak pernah merasa risih ketika ia ditemani ibunya untuk tinggal di Surabaya. Ia menganggap bahwa itu adalah bentuk kasih sayang ibunya terhadap ibunya. Hal ini juga telah ia jalani sebelum ia berkuliah. Dulu ia pernah merasa terproteksi ketika harus ditemani ibunya kemanapun, tapi seiring berjalannya waktu ia merasa terbiasa, dan merasa terbantu dengan kehadiran ibunya. Hilangnya figur seorang ayah membuat ia merasa bahwa ibunya adalah seorang imam di keluarganya. Meskipun ia sudah berkuliah ia selalu meminta izin kemanapun ia pergi. Ia tahu bahwa ibunya memiliki kenalan yang cukup banyak. Jika ia izin ke suatu tempat ia harus benar-benar berada di sana, karena ibunya akan tahu jika ia berbohong.
Erna selalu memberikan reward power terhadap anak-anaknya. Erna mengaku memberikan segala kemudahan bagi anak-anaknya. “Dari mereka kecil sampai besar selalu tante ladenin. Makan tinggal minta, tante siapin, mau makanan apa, tante masakin. Tante juga kalau bisa selalu di dekat mereka, jadi kalau mereka mau minta apa tinggal bilang aja, jadi mereka tinggal gampangnya aja” kata Erna (observasi peneliti, September 2011). Hal ini berubah dari kebutuhan menjadi kebiasaan. Ada beberapa reward yang diberikan Erna kepada Henny. Yang pertama adalah uang. Merasa bahwa anaknya masih belum mampu mengelola uang, semua pengeluaran Henny diatur oleh Erna. Untuk membeli barang yang murah sekalipun Henny selalu meminta izin kepada Erna.
Yang kedua adalah kasih sayang dan perhatian. Setiap anak selalu membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Hal ini tetap berlaku