• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA PASIEN VERTIGO PERIFER DI RSUD SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA PASIEN VERTIGO PERIFER DI RSUD SUKOHARJO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN

KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA

PASIEN VERTIGO PERIFER DI

RSUD SUKOHARJO

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh: Danu Ihyar Febriyanto

J500110107

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

(2)

PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN

KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA PASIEN

VERTIGO PERIFER DI

RSUD SUKOHARJO

Yang diajukan oleh: Danu Ihyar Febriyanto

J500110107

Telah disetujui oleh tim penguji skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari 2015 Penguji

Nama : dr. Flora Ramona Sigit

Prakoeswa, M. Kes., SpKK (...)

NIP/NIK :

Pembimbing Utama

Nama : dr. Ani Rusnani Fibriani Sp. S (...)

NIP/NIK :

Pembimbing Pendamping

Nama : dr. Budi Hernawan (...)

NIP/NIK :

Dekan

Prof. Dr. Bambang Soebagyo, dr, Sp. A(K) NIP/NIK. 400.1243

(3)

ABSTRAK

Perbedaan Efektivitas Terapi Betahistin dan Kombinasi Dengan Difenhidramin pada Pasien Vertigo Perifer di RSUD Sukoharjo.

Danu Ihyar Febriyanto1, Ani Rusnani Fibriani2, Budi Hernawan3 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Latar Belakang : Vertigo perifer merupakan suatu gangguan bentuk orientasi terhadap suatu ruangan disekitarnya yang dirasakan berputar atau bergerak pada dirinya, biasanya disertai dengan mual, muntah. Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50%. Penggunaan betahistin untuk vertigo perifer di Eropa cukup tinggi, hal ini berbeda dengan penggunaan kombinasi difenhidramin.

Tujuan : Untuk mengetahui efektifitas betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin terhadap vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.

Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap pasien vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.

Hasil : Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square didapatkan p=0.317 (p<0.05).

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin dalam penyembuhan pasien vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.

Kata Kunci : Vertigo Perifer, Betahistin, Difenhidramin.

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta

2,3

(4)

ABSTRACT

Difference Effectiveness Betahistine Therapy and Combination Therapy with Diphenhydramine on the Patients Vertigo Peripheral in Sukoharjo Hospital

Danu Ihyar Febriyanto1, Ani Rusnani Fibriani2, Budi Hernawan3 Faculty of Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta

Background : Peripheral vertigo is a disorder of the form orientation a perceived space around rotating or moving on him, usually accompanied by nausea, vomiting. In Indonesia, the incidence of vertigo is very high, in 2010 from age 40 to 50 years around 50%. Use of Betahistine for peripheral vertigo in Europe is quite high, it is different with the use of a combination of diphenhydramine.

Objective : To determine the effectiveness of betahistine and combination with diphenhydramine against peripheral vertigo in Sukoharjo Hospital.

Methods : This study uses observational analytic design with cross sectional approach to patients peripheral vertigo in Sukoharjo hospital.

Results : Based on analysis result of data using chi-square test was obtained p = 0.317 (p <0.05).

Conclusion : There are no significant differences between Betahistine therapy and combination with diphenhydramine in the treatment of patients peripheral vertigo in Sukoharjo hospital.

Keywords : Peripheral vertigo, Betahistine, diphenhydramine

1

Faculty Student of Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta

2,3

(5)

PENDAHULUAN

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau pusing (dizziness). Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill et al., 2013 cit., Bissdorf, 2013). Prevalensi di Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chaker et al., 2012).

Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010).

Pemberian obat dengan fungsi peningkatan aliran darah pada vertigo lebih sering diberikan. Survey internasional menemukan bahwa betahistin lebih banyak digunakan dalam pengobatan berbagai jenis vertigo, termasuk Benign Paroximal Posisional Vertigo (BPPV), penyakit meniere, dan vertigo perifer lainnya (Sokolova et al., 2014).

Betahistin merupakan obat analog histamin dengan fungsi sebagai agonis reseptor histamin H1 dan antagonis reseptor H3, dengan efek tersebut betahistin bekerja di sistem syaraf pusat dan secara khusus di sistem neuron yang terlibat dalam pemulihan gangguan vestibular, dengan mengaktifkan reseptor ini menyebabkan pembesaran pembuluh darah dan peningkatan sirkulasi darah yang membantu menghilangkan tekanan di dalam telinga dan frekuensi serangan penyebab vertigo khususnya penyakit meniere (Lacour, 2007). Berdasarkan sebuah penelitian terbuka menjelaskan bahwa penggunaan dosis harian 32 mg sampai 36 mg paling efektif dalam pengobatan gejala vertigo (Sokolova et al., 2014). Obat generasi pertama antihistamin H1 juga sering digunakan untuk

(6)

anti-vertigo adalah difenhidramin, yaitu dengan cara meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1 dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2, hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi otot polos dan permeabilitas pembuluh darah (Vaidya, 2009).

Menurut Heike et al (2010) prevalensi di Eropa penggunaan betahistin 26.6%, piracetam 11,5% dan gingko biloba 11.5%. Terapi lainnya termasuk benzodiazepin, kalsium antagonis, dan difenhidramin yaitu 7,9 %. Studi epidemiologis didapati penggunaan betahistin lebih banyak daripada difenhidramin, dan obat vertigo lainnya karena pasien dengan penggunaan betahistin dilaporkan lebih sedikit mengalami efek samping daripada obat vertigo lainnya walaupun dengan dosis yang lebih tinggi. Hasil tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Enrique (2010) bahwa di Amerika Serikat difenhidramin lebih banyak digunakan dalam pengobatan gangguan vestibular, khususnya vertigo daripada betahistin.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu mencari hubungan sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat diukur satu kali dalam waktu yang bersamaan dan tidak ada follow - up (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat efektifitas betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin pada pasien vertigo di RSUD Sukoharjo. Tempat penelitian akan dilakukan di Poliklinik bagian Saraf RSUD Sukoharjo. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling yaitu purposive sampling, dimana setiap yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi (Notoatmodjo, 2010). Analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan program perangkat lunak SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 17 (Dahlan, 2011).

(7)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden

a. Umur Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden

Kelompok Usia Frekuensi Persentase

18-30 Tahun 3 5.0 31-40 Tahun 41-50 Tahun 51-60 Tahun 61-70 Tahun 8 15 16 18 13.3 25.0 26.7 30.0 Total 60 100.0

Berdasarkan tabel 1 diketahui umur responden paling banyak berumur 61 sampai 70 tahun yaitu sebanyak 18 pasien vertigo (30.0%), dan umur responden paling sedikit berumur 18-30 tahun yaitu hanya sebanyak 3 pasien (5.0%).

b. Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 25 41.7

Perempuan 35 58.3

Total 60 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 25 pasien (41.7%), dan jenis kelamin responden perempuan sebanyak 35 pasien (58.3%).

(8)

Tabel 3. Hasil Analisa uji Chi_Square Efektifitas Terapi dengan Jenis Medikamentosa

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian difenhidramin kepada pasien vertigo sebanyak 26 pasien (86.7%) yang dilihat dapat menunjukan efek lebih efektif pada proses penyembuhan. Pasien dengan terapi difenhidramin sebanyak 4 pasien (13.3%) menunjukkan proses penyembuhan yang kurang begitu efektif. Kemudian pasien yang mendapatkan terapi betahistin menunjukan 23 pasien (76.7%) yang menunjukkan efek lebih efektif dan memberikan hasil yang signifikan dalam proses penyembuhan, sedangkan sebanyak 7 pasien (23.3%) menunjukan proses penyembuhan yang kurang efektif. Berdasarkan analisis uji chi - square, nilai significancy menunjukan angka 0.317, oleh karena p > 0.05 maka hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara pemberian terapi yang diberikan dengan nilai keefektifitasan terhadap vertigo atau keduanya sama-sama memberikan nilai keefektifitasan terhadap pasien vertigo dengan selisih 10%.

Penelitian ini telah dilaksanakan di bagian poli saraf atau di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sukoharjo dengan menggunakan kwisioner pada pasien vertigo laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-70 tahun. Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 30 pasien vertigo dengan terapi betahistin dan 30 pasien dengan terapi kombinasi difenhidramin, sehingga total sampel penelitian yang digunakan adalah 60 pasien. Perolehan jumlah sampel pasien

Sampel

Nilai

keefektifitasan responden P Efektif Tidak efektif Terapi betahistin Persentase 76.7% 23.3% 0.317 Jumlah responden 23 7 Terapi kombinasi dengan difenhidramin persentase 86.7% 13.3% Jumlah responden 26 4

(9)

dilakukan dengan memberikan kwisioner pada pasien vertigo yang sesuai dengan kriteria retriksi. Penelitian ini tidak dilakukan randomisasi dalam pengambilan sampel karena menyesuaikan dengan terapi atau obat yang diberikan oleh tenaga medis di Rumah Sakit. Vertigo merupakan suatu gangguan orientasi atau keseimbangan tubuh terhadap suatu ruangan yang membuat penderita merasa bergerak ataupun berputar. Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya vertigo perifer. Penelitian ini menunjukkan bahwa rentang umur lebih dari 60 tahun merupakan jumlah terbanyak penderita vertigo perifer. Hasil ini mendekati dengan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2014) di India, yaitu dari 54 penderita vertigo perifer didapatkan 20 orang dengan umur lebih dari 60 tahun. Hasil analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin berisiko terjadinya vertigo perifer.

Penelitian sebelumnya oleh Heike pada penderita vertigo dengan terapi betahistin menunjukan bahwa terdapat hasil yang signifikan terhadap penurunan atau perbaikan gejala vertigo dengan pemberian betahistin (24 mg b.i.d. atau dengan 16 t.i.d.) tanpa terapi tambahan lainnya (Heike, 2010). Penelitian berbeda telah dilakukan sebelumnya oleh Degerli dengan terapi tambahan berupa difenhidramin juga menunjukkan efek yang cukup signifikan terhadap perbaikan vertigo yang terdapat di bagian gawat darurat dalam waktu 30 menit setelah pemberian obat (Degerli, 2007).

Berdasarkan hasil dari analisis penelitian bahwa efektifitas pemberian betahistin terhadap pasien vertigo perifer sebanyak 23 pasien (76.7%) menunjukan hasil yang signifikan dalam perbaikan gejala vertigo perifer sedangkan sebanyak 7 pasien (23.3%) tidak menunjukkan hasil yang efektif. Pasien dengan terapi kombinasi dengan difenhidramin sebanyak 26 pasien (86.7%) juga menunjukkan hasil dalam perbaikan gejala vertigo perifer sedangkan sebanyak 4 pasien (13.3%) tidak menunjukkan perbaikan. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square, didapatkankan hasil nilai significancy sebesar 0,317 atau lebih besar dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi betahistin dan terapi kombinasi dengan difenhidramin. Penelitian ini mempunyai kelebihan yaitu pengambilan sampel sudah sesuai

(10)

dengan yang diharapkan dan mencukupi untuk dilakukan analisis uji chi – square dan penelitian tentang perbedaan efektifitas terapi betahistin dan kombinasi difenhidramin baru pertama kali dilaksanakan di RSUD Sukoharjo, akan tetapi penelitian ini juga memiliki keterbatasan yaitu pada teknik pengambilan sampel, dimana peneliti menggunakan purposive sampling, sedangkan untuk mengetahui keakuratan obat dan mengurangi bias dalam penelitian menggunakan double-blind technique, yaitu peneliti maupun responden tidak mengetahui obat yang diberikan dengan atau tanpa kontrol.

KESIMPULAN

Penelitian tentang perbedaan keefektifitasan terapi menggunakan betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin pada pasien vertigo perifer di RSUD Sukoharjo didapatkan hasil dari analisis uji chi-square bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara terapi betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin dalam penyembuhan pasien vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham A., 2014. Peripheral Vertigo – A Study Of 100 Cases: Our Experience. Journal of Evolution of Medical and Dental Science. Vol 3(27)

Arief T.Q, Mochammad. 2008. Pengantar Metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan, 1st ed. Surakarta : lembaga pengembangan pendidikan UNS dan upt penerbitan dan percetakan UNS

Bintoro A. C., 2000. Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasiler pada Pasien Vertigo Sentral. Tesis Undip

Bisdorff A., 2013. The Epidemiology of Vertigo, Dizziness, And unsteadiness and its links to co-mordibities. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 2 Brado R. A., et al., 2000. Management of Acute Vertigo with Betahistne. Indian

journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery.Vol 52 no 2

Chaker Rahul T., Eklare, Nishikant. 2012. Vertigo in Cerebrovaskuler Disease. Otolaryngology Clinics : An International Journal. 4 (1): 46-53

(11)

Dahlan M.S., 2011. Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika. Dahlan M.S., 2011. Statitstik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta:

Salemba Medika

Dewanto G., 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Edward Y., Roza Y., 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 3(1)

Enrique S., 2010. Neuropharmacology of Vestibular System Disorders. Institute of Physiology, Autonomous University of Puebla. 8, 26-40

Farzin S., 2004. The effect of diphenhydramine on the neuromuscular transmission of the chick biventer cervicis muscle preparation. Journal Mazandaran University of Medical Science. 14(44): 1 - 13

Fildago J.L., 2013. Experimental design for a Benign Paroxysmal Positional Vertigo Model. Theoretical Biology and Medical Modelling. 10:21

Gunawan S.G., 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Gbahou F., Davenas E., Morisset S., Arrang J.M., 2010. Effect of Betahistine at Histamine H3 Reseptors: Mixed Inverse Agonism/Agonism In Vitro and Partial Inverse Agonism In Vivo. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 334:945-954, 2010

Gracia M.N., et al., 2012. Flunarizine is more effective than topiramate in patient with chronic migraine and medication overuse headache. The Journal of Headache and Pain. 14 (sup 1) :202

Grill E., Muller M., Brantdt M., 2013. Vertigo and Dizziness: challenges for epidemiological research. OA Epidemiology. 1(2): 12

Heike et al., 2010. Effect of Betahistine on Patient – Reported Outcomes in Routine Practice in Patient with Vestibular Vertigo and Appraisal of Tolerability: Experience in the OSVaLD Study. International Tinnitus Journal. Vol 16(1) : 14-24

Heike et al., 2013. The Burden and Impact of Vertigo: findings from the revert patient registry. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 136

(12)

Hoan T., 2002. Obat – Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Iqbal M., 2005. Perbandingan Nilai Visual Analog Scale dengan Skala Verbal Derajat Nyeri Kepala pada Penderita Nyeri Kepala Primer di RSUP H. Adam Malik Medan. Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK USU. Vol 38(4) Lin T. F., 2005. Antiemetic and analgesic-sparing effects of diphenhydramine

added to morphine intravenous patient-controlled analgesia. British Journal of Anaesthesia. 94 (6): 835–9

Lacour M., H van de Heyning, Paul., Novotny, Miroslav., Tighilet, Brahim., 2007. Betahistine in the treatment of Meniere’s disease. Neuropsychiatric Disease and Treatment.3(4) 429 – 440

Luxon, L. M., 2004. Evaluation and Management of the Dizzy Patient. Journal Neural Neurosurg Psychiatry. 75(Suppl IV):iv45–iv52

Mansjoer A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Fakultas Kedokteran UI : Media Aesculapitus

Mardjono M., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT Dian Rakyat

Moreno, Jose Luis Ballve, et al. 2014. Effectiveness of the Epley’s Maneuver Performed in Primary Care to Treat Posterior Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Study Protocol for a Randomized ontrolled Trial. Trials Journal. 15:179

Parham K., 2014. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: An Integrated Perspective. Advances in Otolaryngology. Article ID 792635, 17 pages, 2014

Purnamasari P., 2010. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Universitas Udayana: Denpasar

Ravisankar P., 2013. Development and Validation of n Improved RP-HPLC Method for the Quantitative Determination of Flunarizine in Bulk and Tablet Dosage Form. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences.Vol 4 page 666

Singh, Kanchan Rao., Singh, Manmohan., 2012. Current Perspectives in the Pharmacotherapy of Vertigo. Otorhinolaryngology Clinics : An International Journal. 4(2): 81-85

(13)

Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press

Soares, Shirley Nogueira, et al., 2014. Influence of Vestibular Rehabilitation on the Quality of Life of Individuals with Labyrinth Disease. 16 (3):732-738 Sokolova, L., Hoerr R., Mishchenko T., 2014. Treatment of Vertigo: A

randomized, double-blind Trial Comparing Efficacy and safety of ginkgo biloba extract Egb 761 and Betahistine. International Journal of Otolaryngology. Article ID 682439, 6 pages

Strupp M., Brandt T., 2012. Central vertigo. Otorhinolaryngology Clinics : An International Journal.4(2):71 – 76

Sumarilyah, E., 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang. RS Siti Khodijah Sepanjang: Jawa Timur

Vaidya et al., 2009. Cardioactive effects of diphenhydramine and curcumin in daphnia magna. The Premier Journal for Undergraduate Publications in the Neuroscience. 2(12)

Zatonski T., et al., 2014. Current Views on Treatment of Vertigo and Dizziness. Journal of Otolaryngology Head and Neck Surgery.Vol 3

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai perbedaan pemberian terapi fibrinolitik dan heparinisasi terhadap perubahan gambaran

Tujuan Umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai Perbedaan Efektivitas Terapi Imajinasi Terpimpin Dengan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan

Tujuan Umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Efektivitas Terapi Imajinasi Terpimpin Dengan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah

Jenis terapi insulin baik tunggal maupun kombinasi dengan OHO yang digunakan pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Wangaya beserta total biaya medis langsung yang

Pada penelitian ini dilakukan uji efek terapi dari kombinasi formula &#34;JC&#34; yang terdiri dari Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Ceremai (Phyllanthus acidus

Berdasarkan hasil peneltian yang telah dilakukan terhadap analisis efektivitas biaya terapi antihipertensi pada pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus tipe 2

Dari hasil penelitian berdasarkan uji analisis bivariat didapatkan adanya perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah pemberian terapi pada 2 jam pertama

Hasil: Hasil uji bivariat membuktikan ada perbedaan efektifitas terapi musik klasik dan terapi musik murotal terhadap perkembangan kognitif anak autis dengan hasil pretest t