• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Sarwono, 2008).

b. Tanda dan gejala kehamilan (Rustam Mochtar, 2011) 1) Tanda-tanda persumtif

a) Amenorhe (tidak mendapat haid)

Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid terakhir (HT) supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan (TTP), yang dihitung dengan menggunakan rumus dari Naegele:

TTP = (hari HT + 7) dan (bulan HT – 3) dan tahun (HT + 1) b) Mual dan muntah (nausea and vomiting)

Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama karena sering terjadi pada pagi hari disebut morning sickness (sakit pagi). Apabila timbul mual

(2)

dan muntah berlebihan karena kehamilan, disebut hiperemesis gravidarum.

c) Mengidam (ingin makanan khusus)

Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman tertentu, terutama pada bulan-bulan triwulan pertama. Mereka juga tidak tahan suatu bau-bauan.

d) Pingsan

Jika berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat, seorang wanita yang hamil dapat pingsan.

e) Tidak ada selera makan (Anoreksia)

Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan, kemudian nafsu makan timbul kembali.

f) Lelah (Fatigue)

g) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri, disebabkan pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara. Kelenjar Montgomery terlihat lebih membesar.

h) Miksi sering, karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang membesar. Gejala itu akan hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala tersebut muncul kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin. i) Konstipasi atau Obstipasi

(3)

Karena tonus otot-otot usus menurun oleh pengaruh hormon steroid.

j) Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormon kortikostiroid plasenta, dijumpai dimuka (chloasma gravidarum), aerola payudara, leher dan dinding perut (linea nigra=grisea)

k) Epulis: Hipertrofi papila genivalis.

l) Pemekaran vena-vena (varises) dapat terjadi pada kaki, betis dan vulva, biasanya dijumpai pada triwulan akhir.

2) Tanda-tanda kemungkinan hamil: a) Perut membesar.

b) Uterus membesar: terjadi perubahan dalam bentuk besar dan konsistensi rahim.

c) Tanda Hegar: ditemukannya servik dan istimus uteri yang lunak pada pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4-6 minggu.

d) Tanda chadwick: perubahan warna menjadi kebiruan yang terlihat di porsio, vagina dan labia. Tanda tersebut timbul akibat pelebaran vena karena peningkatan kadar esterogen. e) Tanda piskacek: pembesaran dan pelunakan rahim kesalah satu

sisi rahim yang berdekatan dengan tuba uterina. Biasanya tanda ini ditemukan diusia kehamilan 7-8 minggu.

f) Kontraksi-kontraksi kecil uterus jika dirangsang= braxton hicks.

(4)

g) Teraba ballotement. h) Reaksi kehamilan positif. 3) Tanda pasti (tanda positif)

a) Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin.

b) Denyut jantung janin.

- Didengar dengan stetoskop monoaural laennec - Dicatat dan didengar dengan alat doppler - Dicatat dengan feto-elektrokardiogram - Dilihat pada ultrasonografi

c) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgent.

2. Hiperemesis Gravidarum

a. Pengertian Hiperemesis Gravidarum

Adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari – hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 2011). b. Etiologi

(Rustam Mochtar, 2011)

Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadiann adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor - faktor predisposisi yang dikemukakan:

1) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG.

(5)

2) Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.

3) Faktor psikologik keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawan dan sebagainya.

4) Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes dan lain – lain. c. Gejala dan Tingkat

(Rustam Mochtar, 2011).

Batas mual muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali muntah, akan tetapi apabila keadaan umum itu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis.

1) Tingkat I = Ringan

Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan rasa nyeri epigastrum, nadi sekitar 100 kali per menit, tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering dan mata cekung.

2) Tingkat II = Sedang

Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah: lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung,

(6)

tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Dapat pula terjadi asetonuria dan dari nafas keluar bau aseton.

3) Tingkat III = Berat

Keadaan Umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen, sampai koma, nadi kecil, halus dan cepat, dehidrasi hebat, suhu badan naik dan tensi turun sekali, ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf pusat (ensefalopati wernicke) dengan adanya: nistagmus, diplopia. Perubahan mental.

d. Patofisiologi

Patofisiologi hiperemesis gravidarum masih belum jelas (Meltzer, 2000; Neill & Nelson, 2003; Edelman, 2004); namun peningkatan kadar progesteron, esterogen, dan human chorionic gonadotropin (HCG) dapat menjadi faktor pencetus mual dan muntah. Peningkatan hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas lambung menurun dan pengosongan lambung melambat. Refluks esofagus, penurunan motilitas lambung dan penurunan sekresi asam hidroklorid juga berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah. Hal ini diperberat dengan adanya penyebab lain berkaitan denga faktor psikologis, spiritual, lingkungan, dan sosiokultural.

Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi,

(7)

ketidakseimbangan elektrolit disertai alkalosis hipokloremik, sera dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Oksidasi lemak yang tidak sempurna menyebabkan ketosis dengan tertimbunnya asam asetoasetik, asam hidroksi buturik, dan aseton dalam darah.

Kekurangan intake dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraselular dan plasma berkurang. Natrium dan klorida dalam darah maupun dalam urine turun, selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi sehingga menyebabkan aliran darah kejaringan berkurang. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal berakibat frekuensi muntah bertambah banyak, sehingga dapat merusak hati dan terjadilah “lingkaran setan” yang sulit dipatahkan.

Keadaan dehidrasi dan intake yang kurang mengakibatkan penurunan berat badan yang terjadi bervariasi tergantung durasi dan beratnya penyakit. Pencernaan serta absorbsi karbohidrat dan nutrisi lain yang tidak adekuat mengakibatkan tubuh membakar lemak untuk mempertahankan panas dan energi tubuh. Jika tidak ada karbohidrat maka lemak digunakan untuk menghasilkan energi, akibatnya beberapa hasil pembakaran dari metabolisme lemak terdapat dalam darah dan urine (terdapat atau kelebihan keton dalam urine).

Pada beberapa kasus berat, perubahan yang terjadi berhubungan dengan malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan

(8)

terdapatnya nonprotein nitrogen, asam urat, urea, dan penurunan klorida dalam darah. Kekurangan vitamin B1, B6, dan B12 mengakibatkan terjadinya neuropati perifer dan anemia; bahkan pada kasus berat, kekurangan vitamin B1 dapat mengakibatkan terjadinya wernicke enchephalopati (Manuaba, 2001; Kuscu & Koyancu, 2002; Neill & Nelson, 2003); hal tersebut juga didukung oleh Friedman (1998), Manuaba (2001) dan Miknjosastro (2005) yang menyatakan bahwa Wernicke ensefalopati dapat timbul sekunder akibat defisiensi tiamin.

Skema 2-1 Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum (Nengah runiari, 2010)

Peningkatan HCG, esterogen dan progesteron selama kehamilan

Pengaruh terhadap sistem gastrointestinal - Penurunan motilitas lambung - Memperlambat pengosongan lambung - Refluks esofagus

- Penurunan asam hidroklorida Faktor spiritual

Faktor lingkungan

Defisiensi nutrisi Mual dan muntah berlebihan

- Faktor psikologis - Faktor sosiokultural

Dehidrasi Defisiensi vitamin B1,

B6, dan B12 Penurunan cairan ekstrasel

dan plasma konstipasi Pembakaran KH

danlemak Wernicke ensefalopati Neuropati perifer Anemia Ketidak seimbangan elektrolit Ketosis Oksidasi lemak tidak sempurna Hipovolemi

(9)

e. Penanganan

Penatalaksanaan mual dan muntah pada keamilan tergantung pada beratnya gejala. Pengobatan dilakukan mulai dari yang paling ringan dengan perubahan diet sampai pendekatan dengan pengobatan antiemetik, rawat inap atau pemberian nutrisi parenteral. Pengobatan terdiri atas terapi secara farmakologi dan nonfarmakologi dilakukan dengan cara pengaturan diet, dukungan emosional, akupuntur dan jahe (Quinland, et al, 2005).

Hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dan molahidatiformis daripada kehamilan tanpa komplikasi lainnya. Masalah yang menyerupai seperti hipertiroidisme, hepatitis, ulkus peptikum atau duodenum, kolelitiasis, hiatus hernia, peradangan usus, karsinoma lambung, pielonefritis, gastroenteritis, obstruksi usus, pankreatitis, diabetik ketoasidosis, dan tumor sistem saraf pusat harus disingkirkan juga dengan alkoholisme serta gangguan emosional (Kuscu & Koyancu, 2002; Neill & Nelson, 2003).

Langkah awal dalam penentuan diagnosis hiperemesis gravidarum adalah dengan menentukan frekuensi muntah serta mengkaji data mengenai diet, stres dan dukungan secara rinci. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari tanda-tanda keadaan patologis yang mungkin merupakan penyebab atau yang memperberat keadaan. Perlu juga dilakukan penilaian keadaan dehidrasi yaitu turgor kulit, membran mukosa, dan riwayat oliguria yang merupakan

(10)

salah satu tanda terjadinya dehidrasi; ketoasidosis; pertumbuhan rahim; dan keadaan janin.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mendiagnosis penyakit kandung empedu, hidronefrosis atau molahidatidiformis (Friedman, 1998; Manuaba, 2001; Wiknjosastro, 2005).

Wanita hamil dengan dehidrasi dan ketonuria derajat ringan harus dicoba lebih dulu ditangani dengan pengobatan rawat jalan melalui hidrasi intravena dan antiemetik. Pada hiperemesis gravidarum yang berat memerlukan pengawasan berkala yang ketat pada kadar elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal, keseimbangan asam basa, dan tes fungsii tiroid juga diidikasikan. Kematian sering terjadi karena kerusakan ginjal dan hati.

Perawatan yang dilakukan di rumah sakit termasuk penatalaksanaan agresif untuk memperbaiki ketoasidosis, dehidrasi, dan defisiensi nutrisi. Klien dirawat dengan penatalaksanaan terapi cairan, glukosa, elektrolit, dan vitamin secara intravena. Intake per oral awalnya dibatasi, kemudian dilanjutkan dengan peningkatan secara bertahap (Friedman, 1998; Manuaba, 2001; Wiknjosastro,2005).

Induksi abortus diperlukan sebagai tindakan untuk menyelamatkan kehidupan wanita hamil dengan hiperemesis yang tidak membaik serta tidak berespon tergadap regimen terapi rumas

(11)

sakit yang paling agresif (Friedman, 1998; Manuaba, 2001; Wiknjosastro, 2005). Hiperalimentasi dicoba sebelum mempertimbangkan terminasi kehamilan.

1) Menurut Rustam Mochtar, 2009

a) Pencegahan dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan pada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga tentang diit ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak, tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual dan muntah. Defeksi hendaknya diusahakan teratur.

b) Terapi obat, menggunakan sedativa (Luminal, Stesolid); vitamin (B1 dan B6); anti muntah (Mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan); antasida dan anti mulas.

c) Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.

(1) Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja, telah banyak menurangi mual muntahnya.

(2) Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Kadang kala

(12)

hal ini saja tanpa pengobatan khusus telah mengurangi mual dan muntah.

(3) Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir. Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosio ekonomi dam pekerjaan serta lingkungan.

(4) Cairan infus sebaiknya menggunakan larutan yang memiliki kalori tinggi seperti Valamin Futrolit, untuk menambah kalori yang kurang dari makanan yang didapat peroral sekaligus mencegah kekurangan elektrolit.

(5) Berikan obat-obatan seperti telah dikemukakan di atas. (6) Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan

cepat memperbaiki keadaan umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus buatan.

2) Menurut Nengah Runiari, 2010 a) Terapi cairan

Klien dengan kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering hingga menyebabkan dehidrasi dan turunnya berat badan harus segera mendapat penanganan terapi cairan. Resusitasi cairan merupakan prioritas utama untuk mencegah mekanisme kompensasi seperti vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus, karena selama

(13)

terjadi gangguan hemodinamik pasokan darah berkurang ke uterus.

b) Isolasi

Klien ditempatkan pada ruangan yang tenang, dengan situasi yang cerah dan peredaran udara baik. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke kamar klien sampai muntah berhenti dan klien mau makan. Sebaiknya klien tidak diberikan makan dan minum selama 24 jam. Kadang dengan tindakan isolaso, gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

c) Terapi psikologis

Perlu diyakinkan kepada klien bahwa penyakit dapat disembuhkan. Berikan motivasi untuk menghilangkan rasa takut karena kehamilannya, kurangi pekerjaan, serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang terjadinya penyakit ini.

d) Obat-obatan

Apabila keluhan dan gejala tidak berkurang dengan cara yang telah disebutkan di atas, maka diperlukan pengobatan untuk penanganan klien. Ingat untuk tidak memberi obat yang bersifat teratogen. Sedatif yang sering diberikan adalah Fenobarbital. sedangkan vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. Antihistamin juga dianjurkan seperti

(14)

Dramamine atau Avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiematik seperti Disklomin, Hidroklorida, atau klorpromazin (largaktil). Jika klien tidak dapat menerima terapi oral maka dapat diberikan Metoklopramid secara intravena.

e) Diet dan terapi nutrisi

Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan pemberian karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan berminyak untuk menekan rasa mual dan muntah. Sebaiknya pemberian makan dan minum diberi jarak. Diet hiperemesis grsvidsrum bertujuanuntuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis dan secara berangsur akan diberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.

f. Terapi di rumah sakit ditujukan unuk:

1) Mengatasi dehidrasi dengan pemberian infus

2) Mengatasi kelaparan dengan pemberian glucose dengan infus atau makanan dengan nilai kalori tinggi dengan sonde hidung: juga diberi vitamin-vitamin yang cukup

3) Mengobati neurose dengan psychoterapi sedativa dan isolasi. (Ratna Dewi Pudiastuti, 2012)

(15)

g. Pathway hiperemesis Gravidarum

Skema 2-2 Pathway Hiperemesis Gravidarum (Nengah Runiari, 2010)

Mual dan muntah yang tidak sembuh Faktor risiko

Penyakit organik, ketegangan emosional, usia kehamilan, lingkungan sosial

Tentukan usia kehamilan

Singkirkan kehamilan ganda dan mola hidatidosa

Hitung darah lengkap, hitung diferensial, kadar elektrolit, kimia darah urinalis, USG, amilase serum

Singkirkan: - Hipertiroidisme - Gangguan gastrointestinal - Hepatitis - Piolenefritis - Pankreatitis - Diabetik ketoasidosis - Penyakit system saraf

pusat - Alkoholisme

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, riwayat diet dan konsultasi, tentukan dukungan emosional, tentukan latar belakang sosial, nilailah ketegangan

Tentukan adanya ketonuria, dehidrasi

Pemeriksaan laboratorium, hidrasi antravena jika diindikasikan, pertimbangan pemberian

antiemetik, hypnosis, tehnik relaksasi

Gejala dan tanda klinis yang ringan sampai sedang

Penatalaksanaan rawat jalan

Manifestasi berat

Pemeriksaan psikiatri, pemeriksaan lab, cairan glukosa, elektrolit dan vitamin IV

Rawat di RS, singkirkan penyakit organik Dehidrasi, Ketoasidosis,

muntah yang berlanjut Keadaan tidak membaik

Keadaan membaik

Perawatan dari dukungan prenatal yang ketat

Keadaan membaik Keadaan memburuk, penurunan BB

(16)

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Asri dan Mufdlilah, 2009).

2. Langkah-langkah manajemen kebidanan (Muslihatun, dkk. 2009) a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.

b. Langkah II ( kedua ): Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

c. Langkah III ( ketiga ): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan

(17)

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera

Langkah keempat mencerminkan kesinambunagan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.

Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.

Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. e. Langkah V ( kelima ) : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/ data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

(18)

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah diberikan penyuluhan, konseling, dan apakah merujuk klien bila ada masalah-masalah yg berkaitan dengan sosial ekonomi, kultur atau masalah psikologis.

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanaan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukanya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.

g. Langkah VII: Evaluasi

Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah dipenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efetif dalam pelaksanaannya.

(19)

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

Berdasarkan Permenkes No.1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 10:

1. Ayat (1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa prahamil, kehamilan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antar dua kehamilan.

2. Ayat (2) pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil. b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal. c. Pelayanan persalinan normal.

d. Pelayanan ibu nifas normal. e. Pelayanan ibu menyusui.

f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

3. Ayat (3) bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:

a. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan. b. Penyuluhan dan konseling.

Dari uraian di atas sesuai Permenkes 1464/Menkes/PER/2010 bidan berwenang memberikan penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, tapi pada penangan yang dilakukan di rumah sakit sudah tidak dilakukan perujukan, karena bidan dapat melakukan kolaborasi dengan dokter.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2012. Profil kesehatan. Indonesia

Dewi, Ratna Pudiastuti. 2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan

Patologi. Yogyakarta: Nuha Mediks

Dinkes Jateng. 2012. Profil Kesehatan. Jawa Tengah Dinkes Demak. 2012. Profi Kesehatan. Demak

Hidayat, Asri dan Mufdlilah. 2009. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Mitra Cendekia

Kepmenkes RI No.1464/MENKES/PER/X/2010 , Registrasi dan Praktek Bidan Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Muslihatun Nur Wafi, Mufdlilah dan Nanik setiyawati. 2009. Dokumentasi

Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Proverawati, A. & Asfuah. 2009. Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Runiari, Nengah. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperemesis

(21)

Sastrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Referensi

Dokumen terkait

SDM harus memberikan masukan terhadap rencana strategis, baik dari segi masalah-masalah yang berkaitan dengan manusia maupun dalam kaitannya dengan kemampuan

Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan asuhan kebidanan secara efektif, karena pada akhirnya

Merumuskan diagnosa atau masalah potensial Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi, oleh karena itu membutuhkan antisipasi pencegahan

Bagi perawat proses keperawatan digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah klien, menunjukkan profesionalitas serta dapat memberikan kebebasan pada pasien untuk

Asuhan Gizi Asuhan gizi adalah proses pelayanan gizi yang bertujuan untuk memecahkan masalah gizi, meliputi kegiatan pengkajian, diagnosis gizi, intervensi gizi melalui pemenuhan

Problem merupakan masalah terkait gizi yang ditemui pada pasien atau klien dengan tujuan yang harus dipecahkan oleh seorang ahli gizi agar kondisi pasien atau klien tersebut terbebas

Asuhan gizi yang diberikan pada pasien dalam bentuk rancangan diet, edukasi dan konseling yang tepat sesuai dengan masalah dan kebutuhan gizi klien dan terdokumentasi merupakan bentuk

Asuhan Gizi Asuhan Gizi adalah proses pelayana gizi yang bertujuan untuk memecahkan masalah gizi, meliputi kegiatan pengkajian, diagnosa gizi, intervensi gizi melalui pemenuhan