• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu keberkahan, an-namaa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu keberkahan, an-namaa"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8 2. 1. Pengertian Zakat

Pengertian zakat menurut Hafidhuddin (2002:7), ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu ’keberkahan’, an-namaa ’pertumbuhan dan perkembangan’, ath-htaharatu ’kesucian’ dan ash-shalahu ’kebersihan. Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemilikya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.

Menurut Qadir (2001:62-63), Zakat berasal dari kata zaka yang bermakna menumbuhkan, menambah, memberkati dan mensucikan. Maksudnya, zakat adalah ibadah dan kewajiban di bidang harta benda dalam rangka mencapai kesejahteraan ekonomi dan mewujudkan keadilan sosial.

2. 2. Perbedaan Zakat, Infaq, Sedekah dan Pajak

Menurut Hafidhuddin (2003:92) perbedaan infak dan sedekah terhadap zakat ialah tidak ada nishab yang ditentukan, tidak ada persentase dan penerimanya tidak terbatas.

Dipergunakannya kata infak dan sedekah dalam beberapa ayat Al-Qur’an dengan maksud zakat, dikarenakan memiliki kaitan yang sangat kuat dengan zakat. Zakat disebut infaq (at-Taubah : 34) karena hakikatnya zakat itu adalah

(2)

penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah SWT. Disebutsedekah (at-Taubah : 60 dan 130) karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah untuk mendekatkan dir (taqarrub) kepada Allah SWT .(Hafidhuddin,2002:9).

Zakat bukanlah pajak yang untuk menjamin penerimaan negara. Sebab, distribusi hasil pengumpulan zakat harta ditujukan kepada delapan kelompok yang telah ditentukan. Zakat merupakan sarana untuk menyucikan harta seseorang, sebagaimana disebut dalam surat at-Taubah ayat 103. Jadi zakat tidak sama dengan pajak, zakat memiliki unsur spiritual. (Muhammad, 2000).

2. 3. Harta Benda yang wajib Dizakati dan Persyaratannya

Menurut Hafidhuddin (2003:86), harta objek zakat dikemukakan dalam Al-qur’an bersifat terinci (tafsil), jugabersifat gobal (ijmali). Yang bersifat terinci seperti emas dan perak (at-Taubah: 34-35), hasil pertanian (al-An’aam: 141), perdagangan (al-hadist), peternakan (al-Hadist), rikas (al-Hadist). Sedangkan yang bersifat global adalah semua harta yang didapatkan dengan cara yang baik dan halal (at-Taubah:103 dan al-Baqarah : 267 dan beberapa hadist Nabi) yang telah memenuhi persyaratan sebagai objek zakat.

Secara umum dan global Al-Qur’an menyatakan bahwa zakat itu diambil dari setiap harta yang kita miliki, seperti dikemukakan dalam surat at-taubah: 103 dan juga diambil dari setiap hasil usaha yang baik dan halal, seperti juga digambarkan dalam surat al-Baqarah: 267. (Hafidhuddin, 2002:15).

(3)

K.N. Sofyan Hasan, Dalam pengantar hukum zakat dan wakaf, menjelaskan jenis-jenis harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu :

a. Semua jenis logam, permata dan barang-barang lainnya yang dasar hukumnya bersumber pada nash mengenai emas dan perak.

b. Semua jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, yang hukumnya bersumber pada nash tentang gandum, kurma dan anggur.

c. Segala jenis binatang yang halal, baik di darat maupun di laut yang hukumnya bersumber pada nash mengenai unta, sapi dan kambing.

d. Segala bentuk usaha yang membawa keuntungan yang dasar hukumnya bersumber pada nash mengenai harta perniagaan atau barang dagangan adalah wajib berzakat.

Harta wajib zakat menurut Hafidhuddin (2003:29-51) berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist serta para ulama adalah sebagai berikut:

1. Hewan ternak

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Abu Dzar, ia berkata,

”Aku datang kepada Rasulullah saw dan beliau bersabda: Dan demi diriku yang berada pada kekuasaan-Nya, atau demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya, atau sebagaimana ia bersumpah. Tidaklah seseorang memiliki unta, sapi atau domba, lalu tidak menunaikan haknya (zakatnya)kecuali binatang itu akan datang pada hari kiamat kepadanya, dalam keadaan lebih besar dan lebih gemuk dari biasanya Hewan-hewan itu akan menginjak –injak dengan kakinya atau menanduknya dengan tanduknya. Apabila selesai pada barisan yang terakhir, ia dikembalikan pada barisan yang pertama, sehingga ditetapkan hukuman di antara sesama manusia lainnya.”

(4)

Dari hadist diatas, hewan ternak yang wajib dizakati antara lain, unta, sapi dan domba.

2. Emas dan Perak

Kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak, setelah memenuhi persyaratan tertentu, dinyatakan dalam surat at-Taubah ayat 34-35:

”Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. Ingatlah pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah akibat dari apa yang kamu simpan.”

Dalam hadist sahih riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

”Tidaklah seseorang yang memiliki harta simpanan (emas dan perak) dan tidaklah mengeluarkan zakatnya, kecuali harta tersebut akan dipanaskan kelak di neraka jahanam, lalu dijadikan piring-piring (setrika), dan disetrikakan pada punggung dan jidatnya, samapi Allah menetapkan keputusan diantara para hamba-Nya, pada suatu hari yang ukuran waktunya lima puluh ribu tahun. Kemudian diperlihatkan jalannya, mungkin ke surga atau ke neraka.”

3. Perdagangan

Kewajiban zakat pada perdagangan yang telah memenuhi persyaratan tertentu, dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dari Samrah bin Jundab, ia menyatakan :

”Sesungguhnya Rasulullah telah menyuruh kita semua untuk mengeluarkan sedekah (zakat) pada setiap komoditas yang kita siapkan untuk diperdagangkan.”

(5)

Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah bersabda :

”Di dalam unta terdapat sedekah (zakatnya). Dalam ternak sapi terdapat sedekah (zakatnya). Dalam ternak kambing terdapat sedekah (zakatnya). Dan dalam baz terdapat sedekah (zakatnya).”

Menurut Wahbah Zuhaili yang dimaksud dengan kata-kata baz dalam hadits tersebut adalah pakaian dan senjata yang diperjualbelikan.

Adapun tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan yaitu sebagai berikut :

Menurut Hafidhuddin (2002:34) ada tiga syarat utama kewajiban zakat

pada perdagangan yaitu sebagai berikut : 1). Niat Berdagang

Niat berdagang atau niat memperjualbelikan komoditas tertentu ini merupakan syarat yang sangat penting. Maksudnya adalah, harta perniagaan atau harta perdagangan yang wajib dizakati adalah harta yang sejak pembeliannya, diniatkan untuk dijual kembali/diperdagangkan. Jadi apabila suatu barang dibeli dengan niat dipergunakan sendiri, kemudian ada keinginan menjual kembali,bila mendapat keuntungan tidak mengubah sifatnya sebagai barang dagang, dan tidak wajib dizakati.

2). Mencapai Nishab

Nishab dari harta perdagangan adalah sama dengan nishab dari zakat emas dan perak .Nishab emas yaitu 85 gram.

(6)

3). Telah Berlalu Waktu Satu Tahun

Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan dan masanya sudah berlalu setahun (Qomariyah) serta nilainya sudah sampai senishab pada akhir tahun itu maka orang itu wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

Sedangkan cara perhitungan zakat adalah dengan menghitung jumlah kekayaan: modal (baik kas maupun persediaan barang dagangan), laba, simpanan, dan piutang yang diharapkan kembali, dikurangi hutang, dan bila mencapai nishab dikeluarkan zakatnya 2,5%.

4. Hasil Pertanian

Tanaman, tumbuhan, buah-buahan dan hasil pertanian lainnya yang telah memenuhi persyaratan wajib zakat, harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukharidari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Nabi bersabda :

”Tanaman yang diairi air hujan atau sungai wajib dikeluarkan zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan disirami, maka zakatnya separo dari sepersepuluh atau lima persen.”

5. Barang temuan dan barang tambang

Yang menjadi dasar diwajibkannya zakat pada barang temuan dan barang tambang, dengan disertai perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan besar zakatnya, yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sunan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda :

”Sumur itu adalah jubar, barang tambang adalah jubar, ajma adalah jubar. Dan pada hasil temuan (wajib dikeluarkan zakatnya)satu perlima.”

Sejalan dengan ketentuan ajaran agama islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, maka

(7)

dalam penetapan harta mejadi objek zakatpun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi.Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya. ( Hafidhuddin, 2002:18).

Syarat-syarat harta yang wajib dizakati adalah sebagai berikut : 1. Milik Penuh

Pemilikan berarti ”menguasai dan dapat dpergunakan” sesuai dengan pengertian yang terdapat di dalam kamus. Di dalam al-Mu’jam al Wasith disebutkan bahwa memiliki sesuatu berarti menguasai dan hanya ia yang dapat menggunakannya.

Kesimpulan yang hampir sama juga diungkapkan oleh Mughniyah (2000) bahwa yang dimaksud dengan pemilikan penuh adalah orang yang mempunyai harta itu menguasai sepenuhnya terhadap harta bendanya, dan dapat mengeluarkannya sekehendaknya. Maka harta yang hilang, tidak wajib dizakati. Begitu juga harta yang dirampas dari pemiliknya, sampai harta itu kembali kepadanya.

Alasan dari penetapan syarat ini, seperti yang dikemukakan Hafidhuddin (2002:23) adalah penetapan kepemilikan yang jelas (misalnya harta kamu atau harta mereka). Misalnya dalam firman Allah dalam surat al-Ma’aarij 24-25

”Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentubagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”

(8)

Alasan lain dikemukakan bahwa zakat itu pada hakikatnya adalah pemberian kepemilikan pada para mustahik dari para muzakki. Adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin, apabila seseorang (muzakki) memberi kepemilikan kepada orang lain (mustahik) sementara dia sendiri (muzakki) bukanlah pemilik yang sebenarnya.

Ketentuan-ketentuan lain berkenaan dengan adanya syarat pemilikan penuh adalah sebagai berikut :

a. Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu

Berdasarkan hal-hal di atas apabila kekayaan tidak mempunyai pemilik maka kekayaan itu tidak wajib dizakati

b. Tanah wakaf dan sejenisnya

Demikian pula hukumnya wakaf yang diberikan kepada fakir miskin, masjid, pejuang, anak yatim, sekolah dan sebagainya yaitu bahwa zakat atasnya adalah tidak wajib.

c. Harta haram tidak wajib zakat

Hafidhuddin (2002:20-21) mengemukakan bahwa harta yang menjadi syarat wajib zakat harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Artinya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak akan menerimanya.Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah 267 :

” Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, padahal

(9)

kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”

d. Zakat pinjaman

Persoalan yang timbul karena adanya ketentuan milik penuh mengenai zakat pinjaman ini, apakah wajib zakatnya dibebankan atas orang yang meminjamkan berdasarkan bahwa dia adalah pemilik yang sebenarnya ataukah atas orang yang meminjam berdasarkan bahwa dialah yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari pinjaman itu.

Mayoritas (jumhur) ahli fiqih semenjak masa sahabat sampai kepada seterusnya, berpendapat bahwa pinjaman itu ada dua macam :

(a). Pinjaman yang diharapkan kembali, yaitu pinjaman yang jelas dari orang yang berkecukupan. Dalam hal ini zakatnya dibayarkan bersama dengan kekayaan yang ada setiap tahun. (b). Pinjaman yang tidak dihrapkan lagi, yaitu pinjaman dari orang

yang tidak berkecukupan atau tidak mampu membayar atau mungkin si peminjam tidak mengakui hutangnya sedangkan pemilik tidak mempunyai bukti apapun.

e. Imbalan dan simpanan pegawai

Dalam kasus seperti itu zakatnya wajib dikeluarkan setiap tahun jumlahnya sampai senishab dan memenuhi syarat-syarat lain seperti bebas dari hutang dan sebagainya.

(10)

2. Berkembang

Ketentuan tentang kekayaan yang wajib dizakati adalah bahwa kekayaan itu berkembang dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang.

Menurut terminologi berkembang berarti bertambah. Pengertian ini terbagi menjadi dua, yakni bertambah secara konkrit dan bertambah tidak secara konkrit. Secara konkrit berarti bertambah akibat pembiakan dan perdagangan dan sejenisnya, yang tidak konkrit adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain tetapi atas nama si pemilik.

3. Cukup Mencapai Nishab

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam zakat menurut jumhur ulama adalah harus mencapai nishab. Nishab adalah jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat (Hafidhuddin,2002:24). 4. Lebih dari Kebutuhan Biasa

Sebagian ulama madzhab hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain, zakat dikeluarkan setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan sandang, pangan dan papan. Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup (Hafidhuddin,2002:26).

(11)

5. Berlalu Setahun

Maksud dari berlalu setahun adalah bahwa kepemilikan yang berada di tangan pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Jadi tahun yang dipakai sebagai pedoman dalam perhitungan zakat adalah tahun Hijriyah, seperti yang dijelaskan oleh Mughniyah (2000). Jadi bila menggunakan tahun masehi, besarnya zakat bukan lagi 2,5% akan tetapi sebesar 2,575%. Hal ini sesuai dengan ketetapan The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI) 1998, yang dikutip Iwan Triyuwono dan Muhammad As’udi (2001).

Persyaratan berlalu setahun ini hanya diperuntukan untuk ternak, uang dan harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah ”zakat modal”. Sedangkan untuk hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia, harta karun dan lain-lain yang sejenis tidaklah dipersyaratkan untuk satu tahun, dan semuanya itu dapat dimasukkan ke dalam ”zakat pendapatan”.

6. Bebas dari Hutang

Selain persyaratan wajib zakat di atas, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah harta tersebut bebas dari hutang. Apabila pemilik mempunyai hutang yang menghabiskan atau mengurangi jumlah senishab tersebut, maka pemilik tidak mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat.

(12)

2. 4. Zakat Perusahaan

Perusahaan secara global dapat mencakup yang pertama, perusahaan yang menghasilkan produk tertentu (commodity) seperti perusahaan industri, jika dikenakan zakat maka produk yang dihasilkan harus halal dan kepemilikannya harus orang muslim, jika kepemilikan bercampur dengan non islam maka zakat berdasarkan kepemilikan. Kedua, perusahaan jasa (services) seperti lawyer, akuntan, dan lain-lain. Ketiga, perusahaan keuangan (finance) seperti bank, asuransi, reksadana dan lain-lain.

Syarat-syarat perusahaan sebagai objek zakat adalah sebagai berikut (Baznas Dompet Dhuafa, 2006: 24 ) :

1. Kepemilikan dikuasai oleh oorang muslim baik individu maupun patungan 2. Bidang usaha halal

3. Dapat diperhitungkan nilainya 4. Dapat berkembang

5. Memiliki kekayaan minimal setara 85 gram emas 6. Dianalogikan pada zakat perniagaan.

Landasan hukum kewajiban zakat pada perusahaan adalah nash-nash yang bersifat umum. Perusahaan yang dikaitkan dengan kewajiban zakat haruslah dengan produk yang halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama islam, atau jika pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang beragama islam (Hafidhuddin,2002:99).

Landasan hukum zakat perusahaan dapat ditelaah dari surat al-Baqarah 267 yang artinya:

(13)

”Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ...”

dan at-Taubah: 103 yang artinya :

”Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar kagi Maha Mengetahui.”

Selain ayat di atas, juga merujuk kepada sebuah hadist riwayat Imam Bukhari (hadist ke-1448 dan dikemukakan kembali dalam hadist ke-1450 dan 1451) dari Muhammad bin Abdillah al-Anshari dari Bakar r.a. telah menulis sebuah surat berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rosulullah SAW.

”... Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaliknya jangan pula dipisahkan harta yang mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan zakat”.

”... Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka dikembalikan kepada keduanya secara sama”.

Meskipun awalnya hadist tersebut ditujukan dalam pengkongsian hewan ternak. Dalam perkembangannya jumhur ulama mempergunakannya dengan meng-qiyas (analogi) kepada bentuk syirkah yaitu pengkongsian serta kerja sama usaha (Hafidhuddin,2002:100).

Berdasarkan hal tersebut maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum menurut Muktamar Internasional pertama tentang Zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait dengan perusahaan, dengan catatan antara lain adanya kesepakatan sebelumnya antara pemegang saham agar ada keridhaan.

(14)

Berkaitan dengan zakat perusahaan ini, dalam Undang-Undang No 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat, Bab IV pasal 11 ayat (2) bagin (b) dikemukakan bahwa diantara objek yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perusahaan dan perdagangan.

Zakat perusahaan tersebut dianalogikan pula dengan zakat perdagangan dalam perhitungannya, karena pada prinsipnya perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan. Oleh karena itu, pola pembayaran dan perhitungan zakat perusahaan adalah sama dengan zakat perdagangan.Demikian pula nishabnya adalah 85 gram emas, sama dengan nishab zakat perdagangan dan sama dengan zakat emas dan perak.

Sebuah perusahaan biasanya memiliki harta yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk, pertama harta dalam bentuk barang, baik berupa sarana dan prasarana maupun yang merupakan komoditas perdagangan. Kedua, harta dalam bentuk uang tunai, yang biasanya disimpan di bank-bank. Ketiga harta dalam bentuk puitang. Maka yang dimaksud dengan harta perusahaan yang harus dizakati adalah ketiga bentuk harta tersebut, dikurangi harta dalam bentuk sarana dan prasarana dan kewajiban yang mendesak lainnya, seperti utang jatuh tempo atau yang harus dibayar pada saat itu juga. Abu Ubaid (wafat tahun 224 H) di dalam al-Amwaal menyatakan bahwa ”apabila anda telah sampai batas waktu membayar zakat yaitu usaha anda telah berlangsung selama satu tahun,perhatikanlah apa yang engkau miliki, baik berupa uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang , dan hitunglah utang-utangmu atas apa yang engkau miliki”.

(15)

Dari penjelasan di atas, maka dapatlah diketahui bahwa pola perhitungan zakat perusahaan, didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar lalu dikali 2,5%. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya itu hanyalah keuntungannya saja. Akan tetapi menurut didin Hafidhuddin dalam bukunya menyatakan bahwa metode perhitungan zakat perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Abu Ubaid dalam kitab al-Amwaal tersebut, merupakan pendapat yang relatif lebih kuat dilihat dari sudut dalil dan alasannya, karena memang inti dari perusahaan itu adalah perdagangan, sehingga cara dan metode perhitungannya sama dengan perdagangan tersebut. (Hafidhuddin,2002:101-102).

Yusuf Qardawi (2006) menjelaskan pola perhitungan zakat perniagaan berdasarkan assets yang dimiliki terdiri dari :

1. Harta dalam bentuk tunai, yang terdiri dari kas, dan uang simpanan 2. Harta dalam bentuk persediaan barang dagang dan aktiva berupa

sarana dan prasarana

3. Harta yang berupa piutang usaha atau piutang dagang

Ketiga bentuk harta kena zakat tersebut akan dihitung dan dikurangi harta yang berupa aktiva tetap (sarana dan prasarana) dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada akhir tahun pembayaran zakat.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pola perhitungan zakat yang sesuai adalah dasar neraca seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dengan menganalogikannya pada zakat perdagangan dengan mengurangkan harta lancar dengan hutang lancar.

(16)

2. 5. Metode Perhitungan Zakat Perusahaan 1. Bazis DKI

Menurut Bazis DKI menghitung zakat dari aktiva lancar sesuai dengan neraca tahunan yaitu uang yang terdapat di Bank, Surat-surat berharga dan persediaan dikurangi dengan kewajiban yang harus dibayar dengan ketentuan nishab 85 gram emas murni dan tarif zakat 2,5%. Dalam perhitungan ini aktiva tetap dan Hutang jangka panjang tidak diperhitungkan.

(Aktiva lancar – Hutang lancar) X 2,5%. 2. Didin Hafidhuddin

Menurut didin Hafidhuddin dalam buku Zakat Dalam Perekonomian Modern menyatakan bahwa metode perhitungan zakat perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Abu Ubaid dalam kitab al-Amwaal merupakan pendapat yang relatif lebih kuat dilihat dari sudut dalil dan alasannya karena inti dari perusahaan adalah perdagangan, sehingga cara dan pmetode penghitungannya sama dengan perdagangan yaitu perhitungan yang didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar.

(Aktiva lancar – kewajiban lancar) X 2,5%.

Menurut Accounting and Auditing Organization Islamic Financial Institution (AAOIFI) Zakat perusahaan 2,5% dengan penanggalan komariyah, Sedangkan kewajiban zakat yang menggunakan penanggalan syamsiyah adalah sebesar 2,575%.

(17)

2. 6. Tujuan Akuntansi Syariah

Menurut Adnan (2005), tujuan akuntansi dapat dibuat dalam dua tingkatan. Yang pertama adalah tingkatan ideal, dan yang kedua adalah tingkatan praktis. Pada tingkatan ideal, semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah pertanggungjawabanmuamalahkepada Sang pemilik yang hakiki, Allah SWT, dimana hal tersebut ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syari’ah-Nya. Dengan kata lain, akuntansi berfungsi sebagai media perhitungan zakat, karena merupakan manifestasi kepatuhan seorang hamba atas perintah sang Empunya. Sedangkan pada tatanan pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Syahatah, seperti yang dikutip oleh Kusmawati (2005), selain memiliki tujuan utama yakni media perhitungan zakat, tujuan akuntansi syariah dapat didampingi oleh tujuan-tujuan praktis yang tentu saja tidak bertentangan dengan syari’ah, diantaranya; memeliharaharta; membantu dalam pengambilan keputusan; menentukan dan menghitung hak-hak mitra berserikat; menentukan imbalan, balasan atau sanksi.

2. 7. Asumsi Dasar Laporan Keuangan Syari’ah

Menurut Adnan (2005), dibandingkan dengan asumsi dasar yang dipakai oleh Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan dengan menganut kepada apa yang dipakai oleh International Accounting Standards Committee (IASC), maka kerangka dasar akuntansi konvensional secara eksplisit dua asumsi dasar,

(18)

yakni dasar akrual (accrual basis) dan kelangsungan usaha (going concern). Sedangkan asumsi dasar yang dipakai dalam kerangka dasar versiThe Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI) terdiri dari empat hal seperti yang dijelaskan Kusmawati (2005) dengan mengutip pendapat Rosjidi (1999) yang menjelaskan keempat konsep tersebut seperti berikut :

1. Entitas Bisnis (The accounting unit concept)

Perusahaan dianggap sebagai entitas ekonomi dan hokum terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara pribadi.

2. Kesinambungan (The going concern concept)

Berdasarkan konsep ini, suatu entitas dianggap akan berjalan terus, apabila tidak terdapa tbukti sebaliknya. Ali bin Abi Thalib juga pernah berkata; berusahalah duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari. Tentu saja pengaplikasiannya ditujukan untuk zakat. 3. Periode Akuntansi(The periodicity concept)

Dalam islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar zakat dengan periode akuntansi. Karena itu periode ini cukup penting sebagai asumsi dasar laporan keuangan.

4. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The stability of the purchasing power of monetary unit)

(19)

Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa dipahami dalam akuntansi konvensional rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan moneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Tetapi hal ini tidak dapat dipenuhi karena sangat sulit sekali menerapkan mata uang tersebut. Paling tidak sampai sekarang penghitungan nishab zakat tetap menggunakan ukuran nishab emas (terutama bag yang dianalogikan dengannya, bukan untuk objek zakat yang telah ditentukan nishabnya).

2. 8. Prinsip Akuntansi Syari’ah

Prinsip yang melandasi akuntansi syariah tentu berbeda dengan akuntansi konvensional dikarenakan tujuan akuntansi yang berbeda. Seperti yang telah diterangkan pada pembahasan sebelumnya, perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan prinsip yang melandasi akuntansi syariah dan konvensional seperti yang digambarkan Adnan (2005) pada tabel 2.1 sebagai berikut :

(20)

Tabel 2.1 Ringkasan Perbedaan Prinsip yang Melandasi Akuntansi Syari’ah dan Konvensional

Akuntansi Konvensional

Akuntansi Syari’ah Postulat Entitas Pemisah antara bisnis

dan konvensional

Entittas didasarkan pada bagi hasil Postulat Going

Concern

Kelangsungan bisnis secara terus menerus, yaitu didasarkan pada realisasi keberadaan aset

Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat dalam aktivitas bagi hasil

Postulat Periode Akuntansi

Tidak dapat menunggu sampai akhir

kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan

Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk produk pertanian yang dihitung setiap panen

Postulat Unit Pengukuran

Nilai Uang Kuantitas nilai pasar digunakan untuk menentukan zakat binatang, hasil pertanian dan emas

Prinsip penyingkapan Penuh

Bertujuan untuk mengambil keputusan

Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah,

masyarakat dan individu Prinsip

Obyektivitas

Reliabilitas

pengukuran digunakan dengan dasar bias personal

Berhubungan erat dengan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non materi untuk memenuhi kewajiban

Prinsip Materi Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan

Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas/kewajiban kepada Allah, masyarakat dan individu

Prinsip Konsistensi

Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP

Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah Prinsip

Konservatisme

Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit pengaruhnya terhadap pemilik

Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baiknya terhadap masyarakat

Sumber : M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syari’ah (Arah, Prospek dan Tantangannya), (Yogyakarta; UII Press,2005) hal.73

(21)

2. 9. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Syari’ah

Menurut Adnan (2005), karakteristik kualitatif akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional, tampaknya terdapat kesamaan yang sangat menonjol. Kalaupun ada perbedaan, maka ini lebih kepada penekanan dan urutan prioritas belaka. Berikut ini Kusmawati (2005) menjelaskan masing-masing karakter : 1. Dapat dipahami (understandability) artinya dapat membantu atau memberi

kesempatan kepada para pemakai informasi untuk memahami maknanya; 2. Tepat waktu (timelines) artinya kualitas informasi yang siap digunakan oleh

para pemakainya, sebelum kehilangan makna dan kapasitasnya;

3. Keandalan (reliability) artinya kualitas informasi yang menjamin bahwa informasinya bebas dari kesalahan dan penyimpangan (error dan bias) serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya;

4. Penyajian yang jujur (representation faithfulness) artinya kesesuaian antara pengukuran akuntansi dengan fenomenanya, yang menentukan bahwa pokok persoalannya harus te rwakili untuk menjamin keabsahan dan kebenaran informasinya;

5. Daya banding (comparability) artinya kualitas informasi yang bermanfaat bagi para pemakainya untuk mengidentifikasi informasi yang berbeda atau sejenis antara dua kesatuan entitas ekonomi;

6. Kelengkapan (completeness) artinya informasi yang disajikan termasuk semua informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan laporan keuangan.

(22)

2. 10. Konsep Pengukuran dan Pengakuan Elemen Laporan Keuangan Syari’ah

2.10.1. Konsep Pengukuran

Secara umum akuntansi dipandang sebagai disiplin pengukuran dan pengkomunikasian. Menurut Stevens, S.S, (1967) dalam Belkaoui (2000), meyang dimaksud dengan pengukuran adalah ”Pelekatan suatu angka kepada objek atau peristiwa menurut aturan tertentu”.

Adnan (2005) menyatakan bahwa pengukuran memegang peranan penting dalam kaitannya dengan peran laporan akuntansi yang harus menyajikan data kuantitatif tentang posisi kekayaan perusahaan dalam suatu waktu tertentu.

Belkaoui (2000) mengemukakan empat atribut yang diukur dan dua unit ukuran yang digunakan. Empat atribut yang diukur dari semua kelompok aset dan hutang yang mungkin diukur adalah :

1. Kos Historis (historical cost) 2. Kos Pengganti (replacement cost) 3. Nilai buku yang dapat direalisasikan

4. Kapitalisasi atau nilai tunai atas aliran kas harapan

Dua unit ukuran (unit of measure) yang mungkin digunakan adalah : 1. Unit uang

2. Daya beli umum

Perbedaan penentuan atribut dan unit pengukuran inilah yang menjadi penyebab timbulnya perbedaan konsep penilaian dan pengukuran.

(23)

Kombinasi empat atribut tersebut dan dua unit ukurannya menghasilkan delapan alternatif penilaian aset dan model penentuan laba.

Setiap alternatif tersebut menghasilkan laporan keuangan yang berbeda, yang memberi makna dan relevansi berbeda bagi pemakainya. Belkaoui mengevaluasi alternatif ini dengan menggunakan contoh sederhana untuk mempertinggi kejelasan konseptual dan komparabilitas di antara berbagai pendekatan. Evaluasi tersebut menyoroti sifat perbedaan dan dasar perbandingan hasil berbagai alternatif tersebut.

Belkaoui membandingkan model-model tersebut berdasarkan kriteria :

1. Kesalahan waktu, yakni kriteria untuk menentukan apakah atribut atau elemen-elemen laporan keuangan yang seharusnya diukur dalam akuntansi keuangan dan pelaporan adalah jenis atribut yang terhindar dari kesalahan waktu (timing errors). Penyebabnya adalah perubahan dalam nilai yang terjadi dilaporkan pada periode tertentu, tetapi dicatat dan dilaporkan pada periode lain. Atribut yang disukai adalah atribut yang mengakui perubahan dalam nilai pada periode yang sama dengan terjadinya perubahan. Secara ideal, laba dapat didistribusikan pada keseluruhan aktivitas bisnis.

2. Kesalahan unit pengukuran (measuring unit errors) adalah kriteria untuk menentukan apakah unit ukuran yang seharusnya diterapkan untuk atribut-atribut elemen-elemen laporan keuangan seharusnya adalah jenis unit ukuran yang menghindari kesalahan unit pengukuran.

(24)

Kesalahan unit pengukuran terjadi ketika laporan keuangan tidak dinyatakan dalam unit daya beli umum. Unit pengukuran yang lebih disukai adalah unit pengukuran yang mengakui perubahan tingkat harga umum dalam laporan keuangan.

3. Kemampuan ditafsirkan (interpretability) untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan yang dihasilkan seharusnya dapat dipahami baik dari segi makna maupun penggunaan. Agar model akuntansi dapat diinterpretasikan, model tersebut harus diletakkan dalam laporan ”jika maka...” untuk menyampaikan kepada pemakai pemahaman makna sebagaimana menunjukkan salah satu kegunaannya. Karena ada dua kemungkinan unit ukuran, interpretasi model akuntansi –menurut definisinya-, akan berupa salahsatu berikut :

a. Jika model akuntansi mengukur berbagai atribut dalam unit uang, maka hasilnya dapat dinyatakan dalam jumlah dolar (number of dollar atau NOD);

b. Jika model akuntansi mengukur biaya historis dalam unit daya beli umum, maka hasilnya tetap dinyatakan dalam NOD;

c. Jika model akuntansi mengukur nilai sekarang dalam unit daya beli umum, maka hasilnya dinyatakan dalam kemampuan memiliki barang (command of goods atau COG)

4. Relevansi (relevance) model akuntansi. Dengan kata lain, hasil laporan keuangan seharusnya berguna. Dari sudut pandang normatif, COG

(25)

dianggap sebagai atribut yang paling relevan karena mengekspresikan perubahan tingkat harga umum.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam melakukan penilaian harta untuk perhitungan zakat, akuntansi syari’ah mengakui penggunaan nilai pada saat perhitungan zakat (current value).

Sementara itu menurut Belkaoui (2000), harga sekarang (current value) memiliki beberapa interpretasi, yakni : nilai kapitalisasi atau nilai tunai (present value); harga beli sekarang (current entry price); harga jual sekarang (current exit price); dan kombinasi nilai.

Sedangkan seperti yang telah dikemukakan dimuka, guna perhitungan zakat mal, harga barang yang dipakai sebagai alat ukur persediaan, menurut pendapat jumhur, yaitu barang pada saat jatuh tempo dinilai berdasarkan harga pasar waktu itu. Qardawi (2006) dan Kusmawati (2005) menjelaskan bahwa yang digunakan dalam penghitungan zakat adalah harga jual sekarang.

Hal ini menurut Qardawi (2006) dikarenakan zakat dikenakan tidak hanya pada modalnya saja, tetapi harga jualnya (modal ditambah pertumbuhan).

2.10.2. Konsep Pengakuan

Konsep pengakuan memegang peranan penting sebagai kerangka dasar dalam pelaporan keuangan. Karena pengakuan merujuk kepada prinsip yang mengatur kapan dicatatnya transaksi pendapatan (revenue) , beban (expenses), laba (gain) dan rugi (loss). Pada gilirannya konsep

(26)

pengakuan akan banyak berperan dalam menentukan aktiva dan pasiva, serta laba rugi operasi perusahaan. Dalam konteks ini, ada kesan bahwa pada dasarnya The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI) memakai konsep akrual sebagai dasar pengakuan untuk semua bentuk transaksi. Meskipun dalam prakteknya ada sejumlah penyimpangan. Seperti pemakaian dasar kas (cash basis) dalam pengakuan revenue dan income praktik beberapa bank syari’ah dengan alasan konservatisme.

Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.5 seperti yang diungkapkan Anis Chariri dan Imam Ghozali (2003) menyebutkan bahwa kriteria pengakuan yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan didasarkan pada empat faktor sebagai berikut:

1. Definisi: Pos akan diakui apabila memenuhi definisi elemen laporan keuangan

2. Keterukuran: pos tersebut memiliki atribut yang dapat diukur dengan cukup handal

3. Relevan: Informasi memiliki kemampuan untuk membuat perbedaan dalam pengambilan keputusan

4. Keandalan: Informasi menggambarkan keadaan sebenarnya secara wajar, dapat diuji kebenarannya dan netral

Menurut Anis Chariri dan Imam Ghozali (2003), pengkuan merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi elemen laporan keuangan serta kriteria pengakuan. Pengakuan dilakukan dengan

(27)

menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah rupiah tertentu dan mencantumkannya dalam neraca atau laporan rugi laba.

Kriteria pengakuan yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dapat dipandang lebih sederhana dari Financial Accounting Standards Board (FASB). Dimana kriteria pengakuan elemen laporan keuangan adalah (paragraf 83):

1. Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan;

2. Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal

Dalam perhitungan zakat mal perusahaan, rekening laporan keuangan yang terlibat meliputi harta dan kewajiban. Berikut ini penjelasan pengakuan kedua rekening tersebut menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) :

1. Pengakuan Aktiva

Aktiva diakui dalam neraca jika kemungkinan besar bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan aktiva tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

Oleh karena itu aktiva didefinisikan sebagai sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.

(28)

Dalam perhitungan zakat, aktiva yang diperhitungkan hanyalah aktiva lancar. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sendiri mengakui bahwa klasifikasi lancar dan tak lancar di dalam praktik lebih berdasarkan pada konvensi dan bukan pada suatu konsep tertentu.(Paragraf 6,PSAK No.9).

Aktiva lancar adalah aktiva yang dapat direalisasikan dalam satu tahun atau dalam siklus normal perusahaan, mana yang lebih lama, antara lain meliputi :

(a) Kos dan Bank

(b) Surat-surat berharga yang mudah dijual dan tidak dimaksudkan untuk ditahan

(c) Deposito jangka pendek

(d) Wesel tagih yang akan ajtuh tempo dalam waktu satu tahun (e) Piutang usaha

(f) Piutang lain-lain yang diharapkan akan direalisasikan dalam waktu satu tahun

(g) Persediaan

(h) Pembayaran uang muka pembelian aktiva lancar (i) Pembayaran pajak dimuka

(j) Biaya dibayar dimuka yang akan menjadi beban dalam waktu satu tahun sejak tanggal neraca.

(29)

2. Pengakuan Kewajiban

Kewajiban diakui dalam neraca jika kemungkinan besar bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

Oleh karena itu kewajiban didefinisikan sebagai hutang perusahaan pada saat ini yang timbul dari peristiwa masa lalu, Penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

(30)

2. 11. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Judul Metode yang

digunakan Hasil 1.”METODE PENGUKURAN DAN PENGAKUAN REKENING-REKENING LAPORAN KEUANGAN UNTUK PENGHITUNGAN ZAKAT MAL PERUSAHAAN ; STUDI KASUS PADA

CV AdiKomunika

Enterprise (

HafidJunaidi : 2006)

”ANALISIS APLIKASI METODE PERHITUNGAN ZAKAT PERUSAHAAN; STUDI KASUS PADA

PD Lisha Mart

(Endang

Riyanti,2007)

Metode terapan atau pengembangan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif Metode terapan atau pengembangan dengan analisis kualitatif

Pada CV. Adi komunika Enterprise metode pengukuran dan pengakuan rekening kas dan utang usaha sama dengan metode syari’ah sehingga tidak memerlukan penyesuaian, akan tetapi pada rekening piutang dagang ditampilkan berdasarkan harga perolehannya,sehingga memerlukan penyesuaian karena pada sistem syari;ah, piutang diukur berdasarkan harga jual sekarang.

Metode aplikasi perhitungan zakat Pada Lisha Mart menggunakan metode yang didasarkan pada laba rugi dengan rumus: laba sebelum pajak x 2,5%. Akan tetapi apabila perusahaan dalam kondisi stabil maka perhitungannya

menggunakan dasar neraca dengan rumus : Aktiva lancar – kewajiban lancar x 2,5%

(31)

2. 12. Kerangka Pemikiran

Untuk menghitung zakat mal perusahaan, penulis menggunakan informasi laporan. keuangan perusahaan berupa neraca sebagai dasar penghitungannya. Dalam penghitungan zakat mal, penulis menetapkan rekening-rekening yang berhubungan dengan penghitungan zakat mal berdasarkan ketentuan yang berlaku. Setelah itu akan dilakukan penyesuaian metode pengukuran dan pengakuan atas rekening-rekening yang diperhitungkan dalam zakat. Dan yang terakhir penulis mengkalkulasikan zakat mal perusahaan tersebut. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis dapat menggambarkannya seperti pada bagan berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Skripsi Neraca

Metode pengukuran dan pengakuan rekening

sesuai syariah Penentuan rekening Untuk penghitungan zakat

Mal perusahaan

Penghitungan zakat Mal perusahaan

Gambar

Tabel 2.1 Ringkasan Perbedaan Prinsip yang Melandasi   Akuntansi Syari’ah dan Konvensional
Tabel 2.2   Penelitian Terdahulu  Judul  Metode yang
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Skripsi Neraca

Referensi

Dokumen terkait

5 Tahun 2006 menargetkan bahwa pada tahun 2025 tercapai elastisitas energi kurang dari 1 (satu) dan energi mix primer yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar

Berdasar temuan penelitian, pengelolaan aspek ketanagaan di SD Negeri 01 Selupu Rejang belum dilaksanakan sesuai dengan pengelolaan sebagaimana yang diamanatkan dalam

Model Modified-Henderson dengan tiga parameter merupakan model EMC yang lebih sesuai untuk produk butiran padi dibandingkan dengan model Modified-Chung-Pfost, Modified-Oswin dan

 Manajer proyek akan mengubah jadwal proyek atau rencana kerja untuk mengakomodasi perubahan yang telah disetujui dan mempresentasikannya dalam meeting kemajuan proyek

Masing- masing tipe kolom digambar potongan melintangny a pada dua tempat yaitu pada posisi tulangan tumpuan dan tulangan lapangan, atau setiap ada perubahan penulangan

Bila lengan depan sulit dilahirkan maka harus diputar menjadi lengan belakang yaitu lengan yang sudah lahir di sekam dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua

Semua karyawan Manulife Indonesia saya rasa memiliki tanggung jawab masing-masing dalam menumbuhkan pemahaman klien tentang produk asuransi dari Manulife!. Khususnya Employee

Berdasarkan tabel 19 terlihat sebanyak 9 (22,5%) responden menyatakan organisasi profesi kepustakawanan tidak melakukan perlindungan terhadap pustakawan dalam upaya