• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah satunya adalah bagian perunggasan. Bagian perunggasan termasuk subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati, kandungan asam amino dari protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan konsumsi protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan seseorang (Desianto, 2010).

Selain berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu menumbuhkan ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di desa. Industri perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga pendapatan masyarakat pedesaan juga meningkat. Efek ganda dari sektor peternakan unggas ini yang sangat besar dalam sektor pertanian. Karena hampir seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti jagung, dedak, bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dan lain-lain. Maka dari itu peningkatan sektor peternakan (unggas) dapat diprioritaskan guna meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan juga mengurangi pengangguran. (Desianto, 2010).

(2)

Sektor perunggasan tersebut terdiri dari beberapa jenis ternak yaitu ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, dan burung puyuh. Untuk ayam ras pedaging sendiri merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Anonimous, 2011).

Di Sumatera Utara sistem agribisnis peternakan pada umumnya menurut penulis memiliki permasalahan tataniaga hasil. Hal ini disebabkan jika produksi ditingkatkan untuk tujuan peningkatan taraf hidup masyarakat namun tanpa diiringi oleh sistem tataniaga hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga yang diterima peternak mengakibatkan berkurangnya pendapatan peternak.

Upaya peningkatan produksi ayam ras pedaging sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek tataniaga karena usaha ternak ayam ras pedaging pada umumnya adalah usaha ternak komersial yang hasil produksinya untuk dijual ke pasar. Produksi dan tataniaga mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang meningkat tanpa didukung oleh sistem tataniaga yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha ternak (Ginting, 2006).

Adapun sistem tataniaga ayam ras pedaging, tidak terlepas dari peranan–peranan lembaga tataniaga. Lembaga–lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran tataniaga. Arus aliran barang yang terbentuk dalam proses tataniaga ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran di dalamnya, misalnya produsen

(3)

berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu

berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun pedagang besar (Sudiyono, 2004).

Dalam banyak kenyataan, kelemahan dalam sistem pertanian adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi–fungsi tataniaga seperti pembelian, penyortiran (grading), penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga sering tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sementara keterampilan dalam mempraktekkan unsur–unsur manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan–kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen tataniaga disebabkan karena tidak mempunyai pelaku–pelaku pasar dalam menekan biaya tataniaga (Soekartawi, 2002).

Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi jelas membutuhkan biaya yang masing – masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam sistem tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin pemasaran juga semakin besar. Sistem tataniaga merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila tataniaga tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai tataniaga terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak peternak. Sementara si peternak harus berjuang dengan penuh resiko memelihara ternaknya sekian lama, sedangkan si

(4)

pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang tataniaga masih rendah (Daniel, 2002).

Tabel dibawah ini merupakan sajian data produksi ternak ayam ras pedaging di masing-masing kabupaten kota di Sumatera Utara

Tabel 1. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara

Kabupaten/ Kota Produksi Daging Ayam (000 Kg)

2007 2008 2009 2010 2011 Nias 376.55 0 263.45 37858 0 Mandailing Natal 0 0 0 0 0 Tapanuli Selatan 170.87 0.78 119.46 171.79 0.79 Tapanuli Tengah 41.11 19.95 28.76 41.34 20.24 Tapanuli Utara 0.76 0 0.53 0.76 0 Toba Samosir 0 0 0 0 0 Labuhan Batu 0 94.05 0 0 95.39 Asahan 4575.04 7725 3200.91 4599.75 7835.47 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75 Dairi 0 0 0 0 0 Karo 0 0 0 0 0 Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48 Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2 Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02 Pakpak Barat 0 0 0 0 0 Samosir 0 19.71 0 0 19.99 Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57

Padang Lawas Utara 0 29.87 0 0 0.18

Padang Lawas 0 0.18 0 0 30.3

Labuhan Batu Selatan 0 2.78 0 0 447.31

Labuhan Batu Utara 0 441 0 0 2.81

Nias Utara 0 0 0 0 342.89 Nias Barat 0 0 0 0 63.29 Sibolga 0 338.06 0 0 31.84 Tanjung Balai 352.54 6.24 246.65 354.44 204.54 Pematang Siantar 25.26 31.39 17.67 25.39 116.03 Tebung Tinggi 164.53 201.65 130.32 165.41 785.01 Medan 108.88 114.39 86.25 109.47 60.61 Binjai 399.55 773.94 316.48 401.72 0 Padang Sidempuan 234.49 59.76 185.73 235.75 0 Gunung Sitoli 0 0 0 0 0 Sumber : BPS 2008-2012

Dari tabel 1 diketahui produksi ternak ayam ras pedaging tertinggi pertama adalah Kabupaten Serdang Bedagai, diikuti Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Asahan, dan Simalungun. Jumlah produksi di atas dapat dilihat

(5)

berfluktuasi (naik turun) seperti di tahun 2009, di beberapa kabupaten menunjukkan produksi menurun. Hal ini diasumsikan karena pada tahun tersebut peternakan ayam di Sumatera Utara terkena wabah flu burung (Girsang, 2007). Berikut adalah data banyaknya pengusaha ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Dinas Pertanian dan peternakan Serdang Bedagai 2012

Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Ternak Per Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai

Kecamatan Desa Luas Lahan (m2) Jumlah Populasi

Ternak (ekor) Sei Rampah Rambung Besar 5000 10200 Cempedak Lobang 1020 2100 Pergulaan 2000 4100 Sei Rampah 1280 2650 Pantai Cermin Ujung Rambung 3050 6300 Celawan 1126 2300 Kota Pari 3500 7140

Pantai Cermin Kiri 850 1870

Pegajahan Karang Sari 1000 5500

Tebing Tinggi VII Kuta Baru 821 1700

Partapan 742 1500

Sei Bamban Pon 677 1470

Sipispis Simalas 258 600

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai 2012

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas berada di Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Pantai Cermin. Kondisi ini dipicu karena kondisi lahan di dua kecamatan ini sesuai untuk mengembangkan usaha ayam ras pedaging ini. Kesesuaian yang dimaksudkan ialah sesuai dari aspek tekhnis yaitu lokasi terbuka,

(6)

luas, jauh dari keramaian. Selain itu sesuai sosial ekonomi dan sesuai dari aspek hukumnya (Cahyono, 2011).

Dari hasil kegiatan pra survey yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan terhadap sistem tataniaga hasil ternak ayam ras pedaging tersebut. Permasalahan tersebut antara lain yaitu tidak adanya peranan–peranan lembaga tataniaga resmi seperti KUD untuk menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen dimana lembaga pemasaran ini dapat meningkatkan harga jual petani, menjaga agar harga tetap konstan, menginformasikan kebutuhan pasar terhadap komoditi tersebut. Selain itu permasalahan lainnya yaitu jarak dari sentra produksi jauh dari pasar dimana hasil ternak ayam ras pedaging di Serdang Bedagai ini dipasarkan ke kota sebesar 92,35% dan ke kabupaten hanya 7,65% dari hasil ternak keseluruhan. (BPS, 2008). Hal ini justru meningkatkan biaya tataniaga khususnya dari fungsi transportasi. Karena jika jarak semakin panjang dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam proses tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin tataniaganya juga semakin besar. Dan jika margin tataniaga besar maka tingkat efisiensi tataniaganya semakin kecil.

Dari kondisi yang dipaparkan tersebut, dilakukan penelitian terhadap saluran tataniaga hasil produksi ternak ayam ras pedaging, share margin keuntungan terhadap beberapa pelaku tataniaga, dan produsen, dan tingkat efisiensi tataniaga yang dilakukan tersebut di Kabupaten Serdang Bedagai.

(7)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut, yaitu

1. Bagaimana saluran tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimana share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3.Tujuan Penelitian

Dari identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai;

3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

(8)

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi peternak;

2. Menjadi salah satu referensi pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan untuk melindungi seluruh pelaku dalam proses produksi dan jalur tataniaga ayam ras pedaging;

Referensi

Dokumen terkait

Masker, menjadi hal yang sangat identik dengan masa pandemi ini, karena masker merupakan salah satu senjata ampuh dalam menjaga sesorang dari paparan virus

Hasil penelitian pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa: (1) Iklan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Handphone Dual Simcard buatan Cina pada Mahasiswa

Dalam percakapan tersebut Nabi Ibrahim meminta dengan halus dan penuh kasih sayang kepada anaknya Ismail, hal tersebut ditandai dari kalimat-kalimat yang tidak

Prosedur atau mekanisme pelayanan surat izin usaha perdagangan, pertama-tama masyarakat datang ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, pemohon langsung keloket

Dengan ini kami menyatakan bahwa dalam tugas akhir yang berjudul “ Tinjauan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan Tarif Angkutan Umum di Kota Semarang (Studi Kasus: MPU C2

Namun penelitian yang dilaku- kan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini peneliti mene- rapkan model Cooperative Integrated Reading And Composition pada

Titik-titik tersebut memiliki tingkat kebisingan yang tinggi karena untuk titik 2, 3, dan 4 berada di pinggir jalan dan di tandai dengan kontur berwarna merah, dan titik 6 dan 9

Prinsip pembelajaran komunikasi matematis dengan metode complete sentence adalah; (1) metode pembelajaran mudah dan sederhana dimana siswa belajar melengkapi