• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN EKKY NUGRAHA 1 NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN EKKY NUGRAHA 1 NIM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): 401-410 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org

© Copyright 2014

DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN

EKKY NUGRAHA1

NIM.0702045170

Abstract

The result of this research showed that development of reactor nuclear which is run by Iran had many conflicted from the international because of increasing core of nuclear reactors owned by the state. Conflicts occurred made the relationship between Iran and western countries in high tension. Two factors of Indonesia’s support to the United Nations Security Council Resolution 1747, are Internal Setting which is Indonesia's involvement in formulation of the UN Security Council in 1747, and Indonesia's support to the nuclear-free zone in the Middle East. And External Setting which are violations committed by Iran, Iran's escalating tensions with western countries, increasing the number of nuclear reactors developed by Iran, pressure from other countries, and offer incentives in the form of cooperation on Iran.

Key Words : Nuclear Iran, Indonesia Government, UNSC Resolution 1747

Pendahuluan

Program nuklir Iran dimulai setelah terjadinya revolusi Islam dan runtuhnya kekuasaan kekaisaran di Iran dan digantikan dengan kepemimpinan Shah. Pemerintahan Iran dikuasai oleh Shah Mohammad Reza Pahlevi. Pada 1957 pemerintah Iran dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian kerjasama nuklir sipil sebagai suatu bagian dari program nuklir untuk perdamaian milik Amerika Serikat. Salah satu institut pengembangan nuklir internasional dibawah naungan CENTO (Central Treaty Organization), memindahkan kegiatan pengembangan nuklirnya dari Baghdad Irak ke Teheran Iran. Dan Shah Mohammad Reza Pahlavi pada tahun 1959 memerintahkan untuk membangun pusat penelitian nuklir di Universitas Teheran.

Amerika Serikat menjadi negara utama yang mensuplai segala kebutuhan negara tersebut untuk pengembangan reaktor nuklirnya. Pada tahun 1960 Iran membangun instalasi penelitian nuklir dengan kekuatan 5 megawat di di

1

Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: boxcar_is_racer@yahoo.com

(2)

402

Universitas Teheran. Bibit reaktor nuklir tersebut diperoleh pemerintah Iran dari Amerika Serikat. Pada 11 Februari 1961, para pemimpin staff pertahanan keamanan Amerika Serikat mengusulkan untuk menempatkan senjata nuklir di Iran sebagai bagian dari timbal balik dari kedekatan hubungan antara Iran dan AS. September 1967, Amerika Serikat mensuplai 5.545 kg untuk pengembangan uranium, dimana 5.165 kg diantaranya mengandung isotop yang dapat digunakan Iran sebagai bahan bakar dalam penelitian reaktor tersebut.

Namun karena terjadinya Revolusi Islam dan berakhirnya masa pemerintahan Shah Pahlevi pada Februari 1979, semua kegiatan pengayaan uranium dan nuklir yang dikembangkan oleh pemerintah Iran dihentikan. Karena banyaknya pertentangan dari warga Iran sendiri dan terlebih setelah terjadinya serangan terhadap keduataan Amerika Serikat oleh mahasiswa Iran yang mendapatkan dukungan dari pemerintahan syeh yang berkuasa.

Setelah terjadinya revolusi Islam, Iran kembali berusaha untuk mengembangkan program tersebut. Pada Juli 1989 presiden Iran Akbar Hashemi-Rafsanjani menandatangani sepuluh poin kerjasama dengan Rusia dalam ulitisasi damai material dan peralatan nuklir yang terkait. Selain menjalin kerjasama dengan Rusia, Iran juga bekerjasama dengan China untuk memperoleh bibit uranium yang baru. Selanjutnya pada 13 Desember 1993, pihak pemerintah Jerman setuju untuk melanjutkan pembangunan power plant nuklir dari perusahaan Siemens di daerah Bushehr, meskipun hal tersebut mendapatkan pertentangan dari AS yaitu dengan Bill Clinton yang berusaha untuk meyakinkan presiden Rusia Boris Yeltsin untuk mengentikan kerjasama pembangunan kembali power plant tersebut.

Pertentangan terhadap pengembangan reaktor nuklir Iran kembali terjadi setelah Agustus 2002 pihak oposisi Iran Mujahidin dan dewan pembalasan nasional Iran melaporkan bahwa pemerintah Iran kembali membangun dua pusat pengayaan uranium di daerah Natanz dan heavy water plant di Arak. Oposisi Mujahidin melaporkan bahwa penambahan pengayaan uranium Iran bersifat rahasia dan tidak aman karena penambahan program tersebut tidak pernah dilaporkan oleh pemerintah Iran kepada pihak IAEA.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatif, dimana penulis akan mejelaskan mengenai penyebab suatu peristiwa dengan menjelaskan dasar atau landasan sebagai alat untuk melakukan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari interpretasi data, buku, jurnal, artikel dari studi telaah pustaka dan browsing internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah himpunan data yang diperoleh dari Library Research. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik Content Analysis yang diperoleh dari data sekunder. Dalam penelitian ini data tersebut tergolong sebagai data kualitatif sehingga penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

(3)

403

Landasan Teori dan Konsep

Decision-Making Theory

Dalam pembuatan kebijakan terdiri dari interaksi yang terbuka dan dinamis antar para pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk masukan dan keluaran (inputs dan outputs). Kekuatan-kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan dan mempengaruhi suatu kebijakan politik dipandang sebagai masukan-masukan (inputs). Sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutan-tuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (outputs) dari kebijakan sistem politik.

Gambar 1.1 Model Decision-Making Menurut Snyder, Bruck, dan Sapin

Menurut gambar diatas pembuatan kebijakan atau decision making merupakan proses atau suatu situasi yang terdiri dari kombinasi selektif faktor yang relevan dalam pengaturan internal dan eksternal sebagai hasil dari pentafsiran oleh para pengambil keputusan. Diagram ini dirancang hanya untuk menjadi rancangan awal sebuah proses kebijakan. Terdapat tiga faktor utama dalam pembuatan

Internal Setting of Decision-Making

F External Setting

of Decision-Making

Social Structure and Behavior Major Common Value Orientations Major Institutional Patterns Major Characteristics of Social Organizations Role Differentiation And Specialization A Non-Human Environment 1 Society 2 Human Environment Culture Population 3 Non-Human Environment 1 Other Cultures 2 Other Societies 3

Societies Organized and Functioning as States. Government Action. 4

B

Groups: Kinds and Functions Relevant Social Processes

a) Opinion Formation b) Adult Socialization c) Political 1 2 3 4 5 6 Decision-Making Process Decision-Makers D E Action

(4)

404

kebijakan menurut Snyder yaitu antara lain pengaturan internal pengambilan keputusan atau internal setting of decision making, pengaturan eksternal pengambilan keputusan atau external setting of decision making, struktur sosial dan perilaku atau social structure and behavior.

Dalam faktor internal setting of decision making terdapat tiga hal pokok dalam pengaturan pengambilan kebijakan secara internal yaitu istilah lingkungan non-manusia, masyarakat, lingkungan non-manusia, budaya, dan populasi. Internal setting

of decision making merupakan faktor internal bagi suatu negara untuk

menentukan sebuah kebijakan yang akan dihasilkan, karena sebelum proses perumusan kebijakan dilaksanakan suatu negara akan mempertimbangkan aspek masyarakat yaitu tuntutan masyarakat, kebudayaan atau kebiasaan dari masyarakatnya serta perilaku masyarakat itu sendiri terhadap isu yang akan dibicarakan dalam proses pembuatan kebijakan oleh para pembuat kebijakan. Dalam external setting of decision making ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan oleh suatu negara yaitu lingkungan non-manusia dari negara lain, kebudayaan atau kebiasaan yang berkembang dari wilayah lain, masyarakat lain, masyarakat yang teroganisir dan fungsi negara, serta tindakan pemerintah. External setting of decision making terdapat tuntutan masyarakat atau suatu organisasi atau sekelompok tertentu mengenai isu yang dibahas dalam pembuatan kebijakan. Tuntutan tersebut menjadi sebuah acuan bagi para pembuat kebijakan atau negara untuk menentukan tujuan kebijakan yang sedang diproses.

Faktor ketiga dalam decision making process menurut Snyder adalah social

structure and behavior atau strukur sosial dan perilaku sosial. Posisi para pembuat

kebijakan atau negara dalam struktur sosial dan sikap juga berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan. Para pembuat kebijakan harus memiliki persamaan mendasar nilai orientasi dalam merumuskan kebijakan. Memiliki pola kelembagaan yang utama, memiliki karakteristik yang utama dalam organisasi atau kelompok kepentingan tertentu, memiliki perbedaan peran dan spesifikasi tertentu dalam proses pembuatan kebijakan. Memilki fungsi dan jenis keterlibatan, memilki proses sosial yang relevan yaitu memilki formasi atau bentuk pendapat tersendiri dan politik.

Social structure and behavior saling mempengaruhi dalam internal setting of decision making pada bagian kebudayaan atau kebiasaan yang berkembang dalam

masyarakat. Baik internal setting of decision making maupun external setting of

decision making merupakan faktor utama yang mempengaruhi para pembuat

kebijakan dalam proses perumusan suatu kebijakan. Hasil dari proses pembuatan kebijakan tesebut juga akan mempengaruhi external setting of decision making dari suatu isu yang dibahas para pembuat kebijakan tersebut, jika kebijakan yang telah disepakati telah diimplementasikan. Kebijakan yang dihasilkan akan turut mempengaruhi perilaku dan struktur sosial dari pembuat kebijakan dalam politik internasional dimana mereka melibatkan diri.

(5)

405

Hasil Penelitian

Karena laporan yang diberikan oleh pihak oposisi, Amerika Serikat menyatakan bahwa Iran telah melampaui ketentuan tentang pengayaan uranium untuk tujuan damai sesuai dengan ketentuan NPT dan menganggap Iran mengembangkan senjata pemusnah masal dengan menambah jumlah pengayaan uraniumnya. AS meminta pihak IAEA untuk melakukan penyelidikan mengenai penambahan reaktor nuklir yang dimiliki oleh Iran. dan meminta negara tersebut menghentiakn semua kegiatan tersebut. pada November 2004 Iran setuju untuk menghentikan sementara proses produksi dan pengujian sentrifugal sebagai bagian dari Paris

Agreement dengan tiga negara Uni Eropa. Karena hasil kesepakatan tersebut

pemerintah Iran mengijinkan PBB untuk menyegel semua pabrik yang melakukan proses pengayaan uraniumnya.

Namun pemerintah Iran telah membuka segel larangan pada semua pabrik pengayaan uranium yang diberikan oleh PBB. Pada 10 Januari 2006 Iran membuka kembali pengayaan uraniumnya di wilayah Natanz dan kembali melakukan penelitian bahan bakar nuklir dibawah pengawasan IAEA. Sejak dibukanya kembali pabrik pengayaan uraniumnya. Presiden baru Iran yaitu Mahmoud Ahmadinejad menyatakan bahwa Iran telah berhasil melakukan pengayaan uranium sebesar 3,6 persen. Ahmadinejad mengumumkan bahwa pengayaan uranium yang berhasil digunakan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, dan juga telah bekerjasama dengan beberapa negara yaitu China, Perancis, Jerman, India, Jepang, Belanda, Pakistan, dan Rusia dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Dengan banyaknya aduan yang diterima oleh PBB dan adanya laporan yang diberikan oleh lembaga IAEA pada Maret 24, 2007 Dewan Keamanan PBB kembali menyetujui Resolusi 1747untuk memberikan sanksi lebih lanjut terhadap Iran. Resolusi juga meminta IAEA untuk melaporkan dalam waktu 60 hari pada apakah Iran telah menghentikan upaya pengayaan uranium di atau tidak . Resolusi itu juga menekankan pentingnya zona bebas nuklir di Timur Tengah, dalam referensi tidak langsung ke senjata nuklir Israel. Dalam resolusi 1747 tersebut terdapat kembali memuat kebijakan untuk membekukan asset dari beberapa pihak baik individu maupun lembaga untuk menghentikan sementara kerjasama pengayaan uranium yang mereka jalankan dengan pemerintah Iran ketentuan tersebut terdapat dalam Annex I Resolusi DK PBB 1747 tahun 2007.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menyetujui resolusi DK PBB 1747. Pemerintah Indonesia setuju jika Iran harus mematuhi isi ketentuan dalam resolusi tersebut. Secara resmi pemerintah Indonesia menyatakan setuju untuk menjatuhkan sanksi kepada Iran pada 2008. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia memberikan dukungan kepada pemerintah Iran untuk program pengayaan uraniumnya dengan berkomitment untuk mematuhi ketentuan dari DK PBB dan IAEA.

Karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Iran dan karena kekhawatiran akan adanya ancaman kemanan internasional terhadap program

(6)

406

tersebut pada 23 Desember 2006 Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui resolusi 1737, memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Iran karena menolak menghentikan pengayaan uranium, yang bertujuan menekan Teheran untuk kembali ke perundingan dan memperjelas ambisi nuklirnya. Resolusi itu memerintahkan semua negara yang bekerjasama dengan pemerintah Iran untuk berhenti memasok Iran dengan bahan dan teknologi yang dapat berkontribusi terhadap program nuklir dan rudalnya.

Isi resolusi tersebut antara lain, pada pasal 1 meminta kepada iran untuk melakukan penundaan lebih lanjut pengembangn nuklir yang dilakukan untuk meberikan kesampatan bagi penyelididk IAEA melakukan investigasi penting untuk membangun kepercayaan dalam tujuan eksklusif program nuklir untuk kepentingan damai. Selain melakukan penyelidikan pada pasal 2 resolusi tersebut meminta Iran untuk Memutuskan, dalam konteks ini, bahwa Iran akan tanpa penundaan lebih lanjut menagguhkan kegiatan nuklir berikut kegiatan proliferasi. semua kegiatan pengayaan terkait dan pengolahan termasuk penelitian dan pembangunan, yang akan diverifikasi oleh IAEA. Dan bekerja pada semua proyek yang berhubungan dengan nuclear water plant, termasuk pembangunan reaktor riset dimoderatori nuclear water plant, juga harus diverifikasi oleh IAEA.

Namun banyak negara yang menolak resolusi tersebut salah satunya adalah Indonesia. Dalam voting yang dilakukan oleh PBB Indonesia memilih untuk absen dan tidak terlibat dalam proses voting tersebut. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tidak kebijakan tersebut tidak adil bagi peemrintah Iran, bahwa sanksi yang diberikan tersebut akan mengubah kebijakan nuklir Iran mejadi lebih baik karena negara tersebut tetap melakukan kerjasma dengan IAEA dalam melakukan pengembangan nuklirnya. Indonesia menyatakan bahwa secara resmi menolak resolusi tersebut dan mendukung pengembangan nuklir Iran untuk tujuan damai sesuai dengan isi ketentuan NPT dan dibawah pengawasan IAEA. Karena meningkatnya jumlah inti atom yang digunakan, IAEA kembali melakukan penyelidikan, tetapi hal tersebut tidak mandapatkan tanggapan positif dari pemerintah Iran. Selama proses penyelidikan IAEA menilai Iran tidak kooperatif dalam membantu lembaga tersebut untuk mempercepat proses penyelidikan. IAEA menyetakan bahwa program pengayaan uranium yang dilakukan oleh Iran bersifat rahasia dan tidak transparan serta dapat mengancam kemanan di wilayah Timur Tengah.

Perubahan sikap Indonesia dilatarbelakangi adanya faktor internal (internal

setting) dan faktor eksternal (external setting).

A. Internal Setting

Dukungan Indonesia dalam memberikan sanksi kepada Iran adalah adanya

internal setting yaitu antara lain:

1. Keterlibatan Indonesia dalam perumusan DK PBB 1747, pemerintah Indonesia terlibat dalam proses perumusan isi kebijakan tersebut dan menilai bahwa isi resolusi 1747 tidak akan memberatkan pemerintah Iran. pemerintah Indonesia sangat aktif dalam membantu Iran agar negara tersebut dapat memilki

(7)

407 hubungan diplomatik dengan negara-negara lain khususnya negara-negara barat dengan terlibat dalam proses perumusan kebijakan sebagai salah satu langkah mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi ketegangan beberapa pihak dengan pemerintah Iran.

2. Dukungan Indonesia terhadap wilayah bebas nuklir di Timur Tengah, Indonesia adalah salah satu negara yang mendukung terbentuknya kawasan tersebut.

3. Dengan keterlibatan pemerintah Indonesia dalam masalah nonproliferasi senjata nuklir, dukungan terhadap Resolusi DK PBB akan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi nuklir internasional. Menciptakan kawasan bebas nuklir merupakan suatu norma atau nilai yang dianut oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap resolusi 1747. Dengan menciptakan kawasan tersebut pemerintah Indonesia menilai merupakan suatu solusi damai yang lebih baik diambil oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penggunaan kekuatan nuklir di dunia internasional, meskipun untuk kepentingan sipil.

Dengan diakomodasikannya sebagian besar usulan amendemen yang diajukan Indonesia dalam rancangan resolusi, terutama soal penciptaan kawasan bebas senjata pemusnah massal di Timur Tengah dianggap oleh beberapa negara besar anggota DK PBB sebagai usulan yang sangat sulit untuk diterima, maka tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mendukung resolusi itu. Menyebut Timur Tengah sebagai zona bebas senjata pemusnah massal sebagai poin penting pertama yang dilihat Indonesia telah ditampung dalam rancangan akhir resolusi. Empat poin amandemen yang diusulkan oleh pemerintah Indoensia adalah penciptaan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah, penekanan bahwa negosiasi soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan dengan penjelasan pada Annex tentang nama-nama orang dan organisasi terkait nuklir Iran; serta kewajiban negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk melucuti senjata mereka.

B. External Setting

Beberapa faktor yang mempengaruhi Indonesia antara lain:

1. Pelanggaran yang dilakukan oleh Iran, pemerintah Indonesia menilai Iran telah melakukan pelanggaran dengan meningkatkan jumlah pemecah inti atom lebih dari 3.000 pemecah inti atom selama kurun waktu satu tahun menurut hasil yang dilaporkan oleh IAEA. Iran telah terbukti melakukan transaksi atau perdagangan ilegal dalam memenuhi kebutuhan program pengayaan uraniumnya. Menurut IAEA pemerintah Iran terbukti melakukan transaksi ilegal dalam pembangunan pabrik reaktor nuklir yang dimiliki, yaitu dengan membeli beberapa sarana yang dibutuhkan dalam pasar gelap. Meski hal tersebut telah dilarang dalam kespakatan NPTs. Iran telah melanggar kebijakan sistem pengamanan (safeguard system) IAEA.

Iran dianggap gagal memenuhi apa yang disyaratkan safeguard system IAEA yang merupakan wujud komitmen suatu negara yang mengembangkan reaktor nuklir terhadap masyarakat internasional. Namun karena pelanggaran yang dilakukan oleh Iran, pemerintah Indonesia menilai negara tersebut tidak

(8)

408

sepenuhnya mematuhi kebijakan yang terdapat dalam NPTs seperti yang telah diminta oleh Indonesia sejak penolakan negara ini terhadap penjatuhan sanksi kepada Iran pada resolusi DK PBB 1737 pada tahun sebelumnya.

2. Meningkatnya ketegangan Iran dengan negara-negara barat, salah satu alasan pemerintah Indonesia menyetujui resolusi tersebut adalah kekhawatiran akan terjadinya ketegangan antara pemerintah Iran dan beberapa negara yang berada di kawasan Timur Tengah dan negara-negara barat. Ketegangan yang terjadi dapat menimbulkan gagalnya usaha dari beberapa negara lain termasuk Indonesia untuk membangun kawasan bebas nuklir di wilayah yang sebagaian besar negaranya masih mengalami konflik internal tersebut. Dimana kawasan tersebut sengaja diciptakan untuk mengurangi jumlah negara yang mengembangkan tenaga nuklir.

3. Peningkatan jumlah reaktor nuklir yang dikembangkan oleh Iran. karena pengembangan teknologi dan energi nuklir secara teknis bisa mengarah pada produksi senjata nuklir, maka tiap negara yang berpihak pada NPT harus menerima verifikasi melalui on-site inspection oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA). Langkah itu untuk mencegah pengembangan senjata nuklir melalui proses pengolahan kembali bahan nuklir (reprocessing nuclear fuel) serta pengayaan (enrichment) uranium dan plutonium tingkat tinggi. Sehingga semua negara harus melaporkan dan menerima pengawasan IAEA atas pengembangan energi nuklirnya untuk menjamin tidak ada proses pengolahan kembali dan pengayaan uranium yang dapat mengarah pembuatan senjata nuklir. Namun pemerintah Iran tidak dapat memenuhi permintaan dari IAEA untuk mengontrol jumlah reactor nuklir yang dihasilkan selama program tersebut dijalankan dan justru semakin meningkatkan jumalh uranium yang dimiliki.

4. Tekanan dari negara lain, satu faktor yang mendasari negara ini meyetujui Resolusi 1747 adalah karena adanya sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat internasional yaitu sebagian besar dari mereka menolak adanya pengayaan uranium yang dilakukan oleh pemerintah Iran. Sikap penyetujuan tersebut merupakan sebuah pengaruh yang diperoleh oleh pemerintah Indonesia dari tindakan atau aksi berbagai politik luar negeri negara-negara lain dalam merumuskan suatu kebijakan dalam sebuah peristiwa internasional. Alasan lain Indonesia menyetujui resolusi tersebut adalah pemerintah Indonesia menilai kebijakan yang meminta agar pemerintah Iran menghentikan pengayaan uraniumnya selama 60 hari adalah tidak melanggar hak yang dimiliki oleh Iran, karena negara ini tidak diminta untuk menghentikan sepenuhnya program nuklir yang dikembangkan. Penyelidikan yang dilakukan oleh IAEA selama masa penghentian produksi dinilai Indonesia sebagai suatu usaha yang dapat dimanfaatkan oleh Iran untuk menjawab semua tuntutan internasional mengenai adanya ancaman keamanan yang akan ditimbulkan oleh Iran selama proses pengayaan uranium.

(9)

409 5. Tawaran Insentif dalam bentuk kerjasama kepada Iran. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia juga dikarenakan resolusi ini menawarkan insentif-insentif yang akan diberikan kepada Iran apabila Iran menghentikan proses pengayaan uraniumnya, dalam bentuk kerjasama yang lebih luas di berbagai bidang. Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa dengan disahkannya resolusi 1747, prospek dari upaya mencari solusi damai cukup terbuka, apabila Iran dan negara-negara anggota tetap dan Jerman bersungguh-sungguh dalam mencari solusi damai.

Kesimpulan

Ada dua faktor yang menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam mendukung Resolusi DK PBB 1747 terhadap Iran. faktor pertama adalah internal setting, dimana negara ini terlibat juga dalam perumusan isi kebijakan dalam Resolusi DK PBB 1747 yaitu pada pasal 12 yang menyatakan Iran harus menghentikan sementara program pengayaan uraniumnya selama 60 hari selama dilakukannya penyelidikan oleh perwakilan IAEA, serta adanya dukungan Indonesia dalam menciptakan wilayah bebeas nuklir di kawasan Timur Tengah.

Faktor lainnya adalah external setting yaitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Iran selama program pengayaan uranium yaitu dengan menambah jumlah inti atom yang dimiliki dari 5 pemecah inti atom menjadi 1.300 pemecah inti atom dan melakukan transaksi di black market untuk pemenuhan kebutuhan dalam pelaksanaan program nuklir. banyaknya tekanan dari dunia internasional yang menolak Iran mengembangkan program nuklirnya terutama dari AS dan meningkatnya ketegangan antara Iran dengan negara-negara barat yang merasa terancam akan nuklir yang dikembangkan oleh negara tersebut. Serta adanya tawaran intensif dalam bentuk kerjasama dalam berbagai bidang antara Iran dengan negara-negara barat.

Referensi Buku:

Mochamad Yani, Yayan, dkk. 2005. “Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional”. Penerbit PT. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Parnohadiningrat, Sudjadnan dkk. 2005. “Indonesia and Iran’s Nuclear Issue”. Jakarta: LIPI Press.

Rosenau, James N. 1969. “International Politics And Foreign Policy”. Toronto: Collier-Macmillan Canada Ltd.

Website:

“Awal Mula Perkembangan Nuklr Di Iran”, terdapat di

http://dikipta.blogspot.com/2012/05/awal-mula-perkembangan-nuklir-di-iran.html. Diakses pada tanggal 6 Maret 2013.

(10)

410

“Chronology of Iran's Nuclear Programme, 1957-2007”, terdapat di

http://www.oxfordresearchgroup.org.uk/oxford_research_group_chronolo gy_irans_nuclear_programme_1957_2007. Diakses pada tanggal 16 Juni 2013.

“Hubungan Internasional, Politik Internasional, Dan Politik Luar Negeri”, terdapat di http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/hubungan-internasional.html. Diakses pada tanggal 29 Maret 2013. “Indonesia Konsisten Dukung Nuklir Iran Untuk Damai”, terdapat di

http://madina.co.id/home/berita-utama/2707-indonesia-konsisten-dukung-nuklir-iran-untuk-damai.html. Diakses pada tanggal 6 Maret 2013. “Iran”, terdapat di http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14541327.

Diakses pada tanggal 6 Maret 2013.

“Iran Continues Progress on Nuclear Technology”, terdapat di Iran: Maps, History, Geography, Government, Culture, Facts, Guide &

Travel/Holidays/Cities| Infoplease.com

http://www.infoplease.com/ipa/A0107640.html?pageno=7#ixzzMIDkkeHJ . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.

“Mengulik Lagi Dukungan RI Atas Resolusi 1747”, terdapat di

http://beritasore.com/2007/06/11/mengulik-lagi-dukungan-ri-atas-resolusi-1747/. Diakses pada tanggal 28 Januari 2014.

“Sikap Indonesia Terkait Isu Nuklir Iran”, terdapat di

http://www.abna.ir/data.asp?lang=12&Id=186465. Diakses pada tanggal 6 Maret 2013.

“Timeline of Nuclear Diplomacy With Iran”, terdapat di

http://www.armscontrol.org/factsheet/Timeline-of-Nuclear-Diplomacy-With-Iran. Diakses pada tanggal 8 November 2013.

Gambar

Gambar 1.1 Model Decision-Making Menurut Snyder, Bruck, dan Sapin

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan mengingat sering terjadi pembakaran lahan yang dilakukan oleh masyarakat desa Purwodadi kecamatan Maliku kabupaten Pulang Pisau, hal

Lapangan sepak bola direncanakan menggunakan lapisan rumput standar dari badan sepak bola dunia FIFA (Federation Interna-tional of Football Association) yaitu rumput tipe

Pembinaan pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank syariah dalam mengelola pembiayaan bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan pemberian

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap uji hipotesis serta mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan, dapat disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran

Selain dituntut memberikan umpan balik yang bersifat positif dan negatif dengan menyampaikan bukti-bukti perilaku yang didapatkan dari hasil assessment centre, para

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB pada guru di TK Fastrack FunSchool Yogyakarta, mengetahui pengaruh komitmen

4.2.2 Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja dosen di bidang pendidikan, penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat 4.3.1.a Dosen tetap 4.3 Kualifikasi

Jika gagasan esksitensi berarti ko-esksistensi yang telah diuraikan di atas dibaca dalam konteks usaha menuju penghayatan agama yang dewasa, maka dapat