• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN KONTRIBUSI PENGHULU DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH (Studi di KUA Kecamatan Blangkejeren)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN DAN KONTRIBUSI PENGHULU DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH (Studi di KUA Kecamatan Blangkejeren)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DAN KONTRIBUSI PENGHULU DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH

(Studi di KUA Kecamatan Blangkejeren)

Ridho

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Gayo Lues ridho@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini mengembangkan Peran dan Kontribusi Penghulu dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Yang latarbelakangi oleh adanya aturan yang menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi Penghulu sebagai Aparatur Sipil Negara adalah Pembinaan Keluarga Sakinah. Lalu penulis ingin melihat bagaimana Penghulu tersebut berperan dan berkontribusi dalam pembinaan keluarga sakinah tersebut.

Penelitian ini merupakan hasil kajian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Yaitu jenis penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan yang ada di lapangan. Untuk mendapatkan data, metode yang digunakan ovservasi, interview/ wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penghulu ikut berperan dan mempunyai kontribusi dalam pembentukan keluarga sakinah di KUA Kecamatan Blangkejeren.

Kata Kunci: Peran, kontribusi, Penghulu, KUA Kecamatan Blangkejeren

Abstract

This research develops the Role and Contribution of Penghulu in Forming a Sakinah Family in KUA of Blangkejeren District, Gayo Lues Regency. The background of the rule is that one of the main tasks and functions of the Penghulu as the State Civil Apparatus is the Development of the Sakinah Family. Then the writer wants to see how the Penghulu plays a role and contributes to the development of the sakinah family. This research is the result of field studies using qualitative methods, based on research procedures that produce descriptive data in the form of written words. Namely the type of research that illustrates and provides an analysis of the reality in the field. To get data, the method used is observation, interview, and documentation, The results of this study indicate that Penghulu played a role and had a contribution in the formation of sakinah families in KUA of Blangkejeren District.

(2)

1. PENDAHULUAN

Islam membangun kehidupan keluarga bertujuan untuk menjaga dari kesesatan dan menciptakannya sebagai wadah yang bersih untuk tempat lahir sebuah generasi yang berdiri di atas landasan yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya (Haikal, 1993).Oleh karena itu, Islam melarang adanya perzinahan dan mengambil istri yang tidak halal tanpa ikatan yang sah sebagaimana yang telah dilarang oleh Allah SWT. Lebih jauh dari semua itu, pernikahan merupakan wadah yang tepat untuk menghasilkan kedamaian jiwa, ketenangan fisik dan hati, ketentraman hidup dan penghidupan, keceriaan ruh dan rasa, kedamaian laki-laki dan wanita, kebersamaan di antara keduanya untuk meretas kehidupan baru dan membuahkan generasi baru pula yang di dalamnya tumbuh rasa kasih dan cinta.

Perkawinan tidak hanya sebagai tempat melampiaskan nafsu syahwat belaka. Perkawinan yang disyariatkan agama Islam mempunyai beberapa segi atau dimensi, di antaranya ialah: segi ibadat, segi hukum dan segi sosial.

Setiap pernikahan yang dilakukan oleh setiap pasangan, mereka akan selalu mengharapkan bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan dalam kehidupan yang agamis kebahgaiaan dunia tersebut digambarkan sebagai keluarga yang sakinah. Akan tetapi, apakah kebahagiaan ini dapat terwujud dikemudian hari ataukah malah sebaliknya.

Rasa cinta dan kasih sayang merupakan perhiasan yang diciptakan Allah SWT bagi manusia dalam alam semesta ini, dan merupakan sebuah rahmat dari-Nya. Allah menciptakannya bertujuan agar manusia dapat saling berkasih sayang, antara laki-laki dan perempuan (Ghozali, 2008), dan juga merupakan cara untuk mengembangkan keturunan yang bisa meneruskan generasi yang bernama manusia (Aziz, 1993), sehingga manusia sebagai salah satu spesies tidak musnah di muka bumi ini (Djaelani, 95).

Allah SWT berfirman:

َﻖ

َ

َ

ن

ْ

أ ِﮫِﺗﺎ

َ

َﻳآ ْﻦ ِﻣَو

ْﻢ

ُ

ﻨ ْ َﺑ َﻞ َﻌ َﺟ َو ﺎ َ ْ

َ

ﻟ ِإ اﻮ

َ

ُ

ﻜ ْﺴ

ُ

" ِﻟ ﺎ

َ

ًﺟا َوْز

أ ْﻢ

َ

ﻜ ِﺴ

ُ

ُ

ْ

أ ْﻦ ِﻣ ْﻢ

َ

ُ

َ

' ِ(

ن ِإ

ﺔ َﻤ ْﺣَر َو

ً

ة ﱠد َﻮ َﻣ

ً

ٍتﺎَﻳﻵ

ﻚ ِﻟ

َ

ذ

َ

َ

نوُﺮ

َ

ﺘ َﻳ ٍم

َ

ْﻮ َﻘِﻟ

(3)

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-Ruum/ 30; 21).

Dalam ayat tersebut terkandung tiga makna yang dituju oleh manusia dalam suatu perkawinan; Pertama litaskunu ilaiha, artinya supaya merasa tenang. Maksudnya, sebuah perkawinan dapat menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya. Kedua, mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah

wadada (membara atau menggebu-gebu) yang berarti meluap tiba-tiba (Mubarok,

2006 18), karena itulah pasangan muda di mana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan cemburu. Ketiga, rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya semakin bertambahnya usia pasangan, maka rahmahnya semakin naik, sedangkan mawaddahnya semakin menurun. Itulah sebabnya kita melihat kakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukanlah gejolak wujud cinta (mawaddah ) yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah). Di mana rasa sayang tidak ada kandungan rasa cemburunya.

Ayat tersebut kalau benar-benar kita pahami, maka kita akan mengakui bahwa apa yang menjadi idaman dari banyak orang di zaman sekarang itu, itu jugalah yang oleh Allah SWT nyatakan sebagai tujuan bersuami istri, yakni adanya ketentraman, damai, serasi, hidup bersama dalam suasana cinta mencintai. Islam pun menginginkan bahwa antara suami istri itu terdapat saling percaya, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu, serta saling menasihati. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, juga merupakan akad yang sangat kuat atau mitsaaqan

ghaliidzan untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan

sebuah bentuk ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Summa, 2005).

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah

(4)

bagi umat manusia bukan untuk kesengsaraan dan penderitaan batin, melainkan untuk ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (BP4 Pusat, 2010).

Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama lain dan dengan dilandasi rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Pada dasarnya setiap calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga selalu bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta kekal untuk selamanya (As’ad, 1993).

Terwujud atau tidaknya kebahagiaan tersebut tidak terlepas dari dua faktor yang mempengaruhinya, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu tergantung dari kedua pasangan suami istri, yaitu saling pengertian dari setiap pasangan, bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, bisa saling terbuka, saling mau untuk mengalah, saling pengertian dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal salah satunya adalah Penghulu. Sebab Penghulu ikut andil dalam proses pernikahan dan pasca pernikahan secara Undang-undang di Negara kita Republik Indonesia ini.

Atas dasar itulah, penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi sebuah informasi ilmiah, yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui metode empirik. Untuk lebih khususnya dalam persoalan ini, maka penulis memfokuskan penelitiannya yang berkisar pada “Peran dan Kontribusi Penghulu dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Kecamatan Blangkejeren”.

Untuk menguraikannya menjadi sebuah karya ilmiah, penulis memerlukan data-data yang akan dituangkan menjadi sebuah paragraf yang berisi informasi. Dalam rangka memperoleh data-data tersebut, maka penulis berpegang kepada pedoman penulisan yang disebut dengan metodologi penelitian. Yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis pada penyusunan laporan (Narboko dan Achmadi, 1997).

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini memakai pendekatan kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data

(5)

deskriptif, yang berupa kata-kata tertulis. Yaitu jenis penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan yang ada di lapangan yang dijelaskan bukan melalui angka-angka.

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, sumber data yang penulis gunakan yaitu dari data primer dan data sekunder. Data Primer berupa data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan wawancara dan tinjauan langsung pada obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah Penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tgk. Imam Kampung (Tokoh Agama). Sedangkan data Sekunder, merupakan semua bahan yang memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-buku, karya-karya dari kalangan pakar hukum, dan literatur lain yang ada hubungannya dengan tulisan ini.

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode Field Research (Penelitian lapangan), yaitu menggunakan

penelitian dengan cara langsung datang ke lokasi yang ada hubungannya dengan tulisan ini, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues.

b. Metode Library Research (Pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penulisan tulisan ini.

Cara yang dilakukan antara yakni melalui observasi, dengan cara mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-kejadian yang terjadi terhadap objek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung.

Disamping melakukan pengamatan secara langsung, penulis juga melakukan Interview, yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan yaitu Penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues dan staf-staf yang berwenang, Tgk. Imam Kampung (Tokoh Agama).

Setelah data terkumpul, proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder.

(6)

Setelah dipelajari dan ditelaah. Maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.

2. PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum tentang Penghulu Serta Tugas Pokok dan Fungsinya

Tugas pokok Kementerian Agama adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama. Salah satu tugasnya adalah Pelayanan Pencatatan Perkawinan bagi umat Islam, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk serta UU No.1 Tahun 1974 yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Berdasarkan UU tersebut, petugas yang melaksanakan pelayanan masyarakat di bidang perkawinan tersebut adalah Pegawai Pencatat Nikah, yang dikenal dengan sebutan Penghulu. Kebijakan Kementerian Agama berupaya meningkatkan profesionalisme Penghulu melalui pembentukan Jabatan Fungsional Penghulu sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Aparatur Sipil Negara. Dengan kebijakan tersebut, para penghulu sebagai Pegawai Pencatat Nikah akan termotivasi untuk bekerja secara professional dan penuh kedisiplinan untuk melaksakan tugasnya dan pengembangan karirnya sebagai Aparatur Sipil Negara yang memangku jabatan Penghulu secara maksimal.

Melalui peraturan Menteri Pendayagunaan Aparutur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN RB) Nomor: PER/ 62/ M.PAN/ 6/ 2005, telah ditetapkan Pegawai Pencatat Nikah sebagai Jabatan Fungsional Penghulu di lingkungan Kementerian Agama dengan kriteria sebagai berikut;

a. Mempunyai metodologi, teknis analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, dan atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi.

(7)

b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organissi profesi.

c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.

d. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.

e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

Penghulu adalah Aparatur Sipil Negara sebagai Pencatat Nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau Pejabat yang ditunjuk sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/ rujuk menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan (PMA No. 30 Tahun 2005).

Tugas pokok Penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan kepenghuluan, pengawasan pencatatan nikah/ rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/ rujuk, penasihatan dan konsultasi nikah/ rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/ rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan (PERMENPAN Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005).

Sedangkan fungsi Penghulu adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pelayanan pencatatan nikah/ rujuk bagi umat Islam. b. Pelaksanaan Nikah Wali Hakim

c. Pengawasan kebenaran peristiwa nikah/ rujuk, d. Pembinaan hukum munakahat

e. Pembinaan calon pengantin, f. Pembinaan keluarga sakinah. 2.2. Pengertian Keluarga Sakinah

Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu keluarga dan sakinah. Yang dimaksud keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri. Baik mempunyai anak atau tidak mempunya anak/ nuclear family (Depag RI, 2005).

(8)

Sedangkan yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang. Hajat hidup yang diinginkan dalam kehidupan duniawiyah seseorang meliputi: kesehatan, sandang, pangan, papan, paguyuban, perlindungan hak azasi dan sebagainya (BP4 DKI Jakarta, 2010; 5). Seseorang yang hidupnya sakinah adalah orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papan, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak azasinya terlindungi oleh norma agama, norma hukum dan norma susila.

Pengertian keluarga sakinah dalam istilah ilmu fiqih disebut “usrah“ atau “qirabah” yang juga telah menjadi bahasa Indonesia yaitu “kerabat” (Depag RI, 1984/ 1985). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah ibu bapak dengan anak-anaknya atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat (Tim Penyusun KBBI, 1988). Keluarga bisa berarti baith yaitu ibu, bapak anak-anaknya atau seisi rumah yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta kaum kerabat (Sutarmadi dan Mesraini, 2006). Yang dimaksud dengan keluarga disini adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak-anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga merupakan tempat pengasuhan dan penggemblengan alami yang sanggup memelihara anak-anak yang sedang tumbuh, yang mampu mengembangkan fisik, daya nalar, dan jiwa seorang anak (Fa’iz, 2002). Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami-istri, baik beserta anak atau anak-anak, maupun tidak (Hadisubroto, dkk, 1993).

Sedangkan kata Sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa adalah kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagian (Tim Penyusun KBBI, 1988). Secara etimologi sakinah adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata sakan menjadi tenang, damai, merdeka, hening, tinggal Dalam Islam kata sakinah menandakan ketenangan dan kedamaian secara khusus, yakni kedamaian dari

(9)

Allah SWT, yang berada dalam qalbu. Sakinah adalah kedamaian, katentraman, ketenangan dan kebahagiaan (Glasse, 1988).

Secara terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan tentram, rukun, dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan harmonis, diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih saying (Basri, 1996).

Keluarga sakinah adalah keluarga yang mendapatkan limpahan rahmat dan berkah dari Allah SWT, setiap manusia harusnya berlomba-lomba untuk mencapai ketenangan dalam berumah tangga, menjadi dambaan dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan, serta merupakan tujuan dari pernikahan itu sendiri. Keluarga sakinah adalah keluarga yang saling mengerti hak dan kewajiban masing-masing dan juga bersama. Mampu saling mengerti bahwa kita berasal dari pendidikan yang berbeda, dan berharap kita saling mencintai karena Allah SWT dan diakhiri dengan harapan mendapatkannya berkah dari usaha-usaha kita mencintai sesama karena Allah SWT.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor: D/7/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa (Depag RI, 2004):

”Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilainilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.”

Dari beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga sakinah adalah sebuah keluarga unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya hidup bersama secara harmonis, diliputi rasa kasih sayang, terpenuhinya kebutuhan baik materi maupun spiritual secara seimbang dan di dalamnya terdapat ketenangan, kedamaian serta mengamalkan ajaran agama sekaligus merealisasikan akhlak mulia.

Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih dan shalihah. Di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota

(10)

keluarga (Kartubi, 2007). Setiap keluarga pasti menginginkan tercapainya kehidupan yang bahagia, sejahtera dan damai (sakinah mawaddah wa rahmah). 2.3. Kriteria Keluarga Sakinah

Dalam Program Pembinaan Keluarga Sakinah disusun kriteria-kriteria umum keluarga sakinah yang terdiri dari Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I, Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus yang dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

Uraian masing-masing kriteria sebagai berikut (Depag RI, 2001):

a. Keluarga Pra Sakinah; yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk bukan melalui ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.

b. Keluarga Sakinah I; yaitu keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara minimal tetapi masih belum bisa memenuhi psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarganya, mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan linkungannya.

c. Keluarga Sakinah II; yaitu keluarga-keluarga yang dibagun atas perkawinan yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga serta

mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan

lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta

mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlaqul karimah, infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.

d. Keluarga Sakinah III; yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, kataqwaan, akhlaqul karimah, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.

(11)

e. Keluarga Sakinah III Plus; yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis, dan pengembangannya serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.

Untuk mengukur keberhasilan program keluarga sakinah tersebut ditentukan tolok ukur masing-masing tingkatan. Tolak ukur ini juga dapat dikembangkan sesuai situasi dan kondisi di sekitarnya. Adapun tolok ukur umum adalah sebagai berikut (Depag RI, 2001):

a. Keluarga Pra sakinah; a). Keluarga dibentuk tidak melalui perkawinan yang sah, b). Tidak sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku, c). Tidak memiliki dasar keimanan, d). Tidak melakukan shalat wajib, e). Tidak mengeluarkan zakat fitrah, f).Tidak menjalanankan puasa wajib, g). Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis, h). Termasuk kategori fakir atau miskin, i). Berbuat asusila, j). Terlibat perkara-perkara kriminal.

b. Keluarga Sakinah I; a). Perkawinan sesuai dengan syariat dan Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 yang telah dibuah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, b). Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain, sebagai bukti perkawinan yang sah, c). Mempunyai perangkat shalat, sebagai bukti melaksanakan shalat wajib dan dasar keimanan, d). Terpenuhi kebutuhan makanan pokok, sebagai tanda bukan tergolong fakir miskin, e). Masih sering meninggalkan shalat, f). Jika sakit sering pergi ke dukun, g). Percaya terhadap takhayul, h). Tidak datang di pengajian/ majelis taklim, i). Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD.

c. Keluarga Sakinah II. Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah I, keluarga tersebut hendaknya; a). Tidak terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya yang mengharuskan terjadinya perceraian itu, b). Penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok, sehingga bisa menabung, c). Rata-rata keluarga memiliki ijazah SMP, d). Memiliki rumah sendiri meskipun sederhana, e). Keluarga aktif

(12)

dalam kegiatan kemasyarakatan dan social keagamaan, f). Mampu memenuhi standar makanan yang sehat/memenuhi empat sehat lima sempurna, g). Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi, dan perbuatan amoral lainnya.

d. Keluarga Sakinah III. Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah II, keluarga tersebut hendaknya: a). Aktif dalam upaya meningkatkan kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga, b) Keluarga aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan social kemasyarakatan, c). Aktif memberikan dorongan dan motivasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan masyarakat pada umumnya, d). Rata-rata keluarga memilliki ijazah SMA ke atas, e). Pengeluaran zakat, infak, shadaqah, dan wakaf senantiasa meningkat, f). Meningkatnya pengeluaran qurban, g). Melaksanakan ibadah haji secara baik dan benar, sesuai tuntunan agama dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. e. Keluarga Sakinah III Plus. Selain telah memenuhi kriteria Keluarga

Sakinah III, keluarga tersebut hendaknya; a). Keluarga yang telah melaksanakan haji dapat memenuhi kriteria haji mabrur, b). Menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh organisasi yang dicintai oleh masyarakat dan keluarganya, c). Pengeluaran infaq, zakat, shadaqah, jariyah, wakaf meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif, d). Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat sekelilingnya dalam memenuhi ajaran agama, e). Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama, f). Rata-rata anggota keluarga mempunyai ijazah sarjana, g). Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah tertanam dalam kehidupan pribadi dan keluarganya, h). Tumbuh berkembang perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi, dan seimbang dalam anggota keluarga dan lingkungannya, i). Mampu menjadi suri tauladan masyarakat sekitarnya.

Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Prof. Achmad Sutarmadi yang berjudul Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020 kriteria

(13)

keluarga sakinah terdiri dari keluarga pra sakinah, keluarga sakinah I, keluarga sakinah II, keluarga sakinah III, keluarga sakinah IV (Sutarmadi, 1997).

Uraiannya adalah sebagai berikut:

a. Keluarga Pra sakinah; a). Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b). Tidak mampu melaksanakan shalat, c). Tidak mampu mlaksanakan puasa, d). Keluarga yang tidak mampu melaksanakan zakat fitrah, e). Tidak mampu membaca al-Qur’an, f). Tidak memiliki pengetahuan dasar agama, g). Tempat tinggal yang tidak tetap, h). Tidak memiliki pendidikan dasar.

b. Keluarga Sakinah I; a). Keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan yang sah berdasarkan perkawinan yang berlaku atas dasar cinta kasih, b). Melaksanakan shalat, c). Melaksanakan puasa, d). Membayar zakat fitrah, e). Mempelajari dasar agama, f). Mampu membaca al-Qur’an, g). Memiliki pendidikan dasar, h). Ada tempat tinggal, i). Memiliki pakaian.

c. Keluarga sakinah II; a). Memenuhi kriteria sakinah I, b). Hubungan anggota keluarga harmonis, c). Keluarga menamatkan sekolah Sembilan tahun, d). Mampu berinfaq, e). Memiliki tempat tinggal sederhana, f). Mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan, h). Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

d. Keluarga sakinah III; a). Memenuhi kriteria sakinah II, b). Membiasakan shalat berjamaah, c). Pengurus pengajian/ organisasi, d). Memiliki tempat tinggal layak, e). Memahami pentingnya kesehatan keluarga, f). Harmonis, g). Gemar memberikan shadaqah, h). Melaksanakan kurban, i). Keluarga mampu memenuhi tugas dan kewajibannya masing-masing, j). Pendidikan minimal SLTA.

e. Keluarga sakinah IV; a). Memenuhi kriteria sakinah III, b), Keluarga tersebut dapat menunaikan ibadah haji, c). Salah satu keluarga menjadi pimpinan organisasi Islam, d). Mampu melaksanakan wakaf, e). Keluarga mampu mengamalkan pengetahuan agama kepada masyarakat, f). Keluarga menjadi panutan masyarakat, g). Keluarga

(14)

dan anggotanya sarjana minimal di perguruan tinggi, h). Keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah.

Adapun menurut Danuri yang menjadi karakteristik dari keluarga sakinah atau ciri-ciri keluarga sakinah antara lain (Danuri, 1996). Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2). Adanya hubungan yang harmonis antara individu dengan individu lain dan antara individu dengan masyarakat, 3). Terjamin kesehatan dan rohani serta sosial, 4). Cukup sandang, pangan, dan papan, 5) Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia, 6). Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar, 7). Adanya jaminan dihari tua, dan 7). Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.

Dalam kaitannya dengan kriteria kaluarga sakinah di atas, dua orang Profesor dari Universitas Nebraska (AS) yaitu Prof. Nick Stinnet dan John Defrain dalam studinya yang berjudul ”The National Study on Family Strenght”, mengemukakan 6 hal sebagai suatu pegangan atau kriteria menuju perkawinan/ keluarga yang sehat dan bahagia atau keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, yaitu sebagai berikut (Hawari, 2005): a). ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, b). waktu untuk bersama keluarga itu harus ada, c). pelihara hubungan yang baik antara anggota keluaraga, d). harus saling harga-menghargai antara suami dan istri serta anak-anak, e). keluarga sebagai unit yang terkecil dalam masyarakat harus erat dan kuat, jangan longgar dan jangan rapuh, f). jika suatu keluarga mengalami krisis, hendaknya prioritas utama adalah keutuhan keluarga. 2.4. Peran dan Kontribusi Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren

dalam Membentuk Keluarga Sakinah

Kepala KUA Kecamatan Blangkejeren sekaligus sebagai Panghulu telah melakukan beberapa langkah dalam perannya membentuk keluarga Sakinah, yakni sebagai berikut;

a. Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren telah melakukan Bimbingan Pra Nikah bagi calon Pengantin yang akan melakukan pernikahan. Hal ini dilakukan untuk mempersipakan calon pengantin menjalani kehidupan rumah tangga;

(15)

b. Mengadakan perlombaan keluarga sakinah I, II, dan III. Perlombaan tersebut diadakan supaya menjadi dorongan dan motivasi bagi keluarga-keluarga yang lainnya untuk menjadi keluarga yang teladan; c. Berperan dalam mempertinggi dan meningkatkan mutu perkawinan

serta keluarga bahagia sejahtera;

d. Memberikan nasehat penerangan dalam tuntunan kepada yang berkepentingan mengenai masalah-masalah Nikah, Talak dan Rujuk (NTR);

e. Mengadakan upaya-upaya yang dapat memperkecil perceraian;

f. Memberikan bantuan moril kepada masyarakat dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan dan kerumahtanggaan secara umum. Usaha dan upaya yang dilakukan oleh Penghulu untuk mencapai tujuan di atas, adalah sebagai berikut (Pokjahulu Gayo Lues, 2018):

a. Memberikan bimbingan, penasihatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok;

b. Memberikan bimbingan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keluarga;

c. Memberikan bantuan mediasi non formal kepada para pihak yang berperkara di Mahkamah Syar’iyah;

d. Memberikan bantuan advokasi non formal dan konsultasi hukum dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di Mahkamah Syar’iyah;

e. Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat;

f. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan;

g. Menyelenggarakan kursus calon pengantin, bimbingan perkawinan, penataran/ pelatihan, diskusi, dan kegiatan-kegiatan sejenis yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga;

(16)

h. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah;

i. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina keluarga sakinah;

j. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga;

k. Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan organisasi bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

Dari beberapa upaya dan usaha Penghulu di atas, ada kontribusi yang khusus atau paling utama dan terus dilaksanakan oleh Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren, yaitu di antaranya:

a. Program Pra Nikah; Penghulu melakukan atau mengadakan penataran atau lebih kita kenal dengan istilah Suscatin (Kursus Calon Pengantin) yang di khususkan bagi para calon pengantin yang hendak melangsungkan pernikahan dan ini wajib diikuti oleh mereka. Materi yang disampaikan terdiri dari:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Sosialisasi UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2) Fiqih munakahat;

3) Fiqih ibadah dan mu’amalat;

4) Program Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan; 5) Kesehatan Reproduksi;

6) Pembinaan dan pendidikan keluarga sakinah;

7) Dan lain sebagainya yang berkaitan dan dianggap perlu.

b. Program Pasca Nikah, Penghulu melakukan atau mengadakan sosialisasi kemasyarakatan tentang masalah perkawinan, keluarga sakinah dan lain sebagainya melalui seminar-seminar, ceramah-ceramah, khutbah Jum’at serta menyelenggarakan praktik konsultasi hukum Islam, penasehatan perkawinan dan keluarga bagi pasangan suami istri yang sedang dalam konflik rumah tangga dan kepada masyarakat luas.

(17)

Keberadaan Penghulu khususnya di wilayah Kecamatan Blangkejeren di tengah-tengah masyarakat, sangat membantu dalam menangani hal-hal yang dianggap riskan, terutama dalam masalah perkawinan, baik itu berupa penasehatan, pembinaan, serta pelestarian perkawinan. Sehingga dengan adanya Penghulu di KUA dan di masyarakat akan dapat mewujudkan suatu rumah tangga yang diidam-idamkan oleh seluruh keluarga yaitu rumah tangga yang sakinah,

mawaddah wa rahmah.

Setelah diadakan wawancara kepada para pihak yang terkait mengenai masalah efektif atau tidaknya, tentang peran dan kontribusi Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren dalam membentuk keluarga sakinah, penulis menemukan jawaban serta pandangan yang beragam namun empunyai inti pendapat yang sama.

Menurut pendapat Hasbi, S.Ag Penghulu/ Kepala KUA Kecamatan Kutapanjang), Bapak Ali Hamzah, S.H (Kasi Bimas Islam) Kementerian Agama Kabupaten Gayo Lues, dan Ibu roisa Zaini (Staf pada KUA Kecamatan Blangkejeren). Begitu juga ketika penulis wawancara dengan Bapak Taufik (Staf KUA Kecamatan Blangkejeren), Tgk. Imam Kampung Raklunung/ Tokoh Agama mempunyai kesamaan pendapat dengan yang telah disebutkan di atas. Bahwa peran dan kontribusi Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren dalam membentuk keluarga sakinah cukup efektif.

2.5. Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren

Adapun Strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren antara lain:

a. Terjun langsung di masyarakat; dengan cara mengadakan sosialisasi kemasyarakatan tentang masalah perkawinan dan keluarga sakinah melalui ceramah-ceramah, pengajian-pengajian dan majelis ta’lim. Materi yang biasa disampaikan adalah:

1) Pertama, diawali dengan Pemilihan Calon Pasangan Keluarga Sakinah Teladan, ceramah, sosialisai UU Perwakinan, Kompilasi Hukum

(18)

Diawali dengan pemberian nasihat atau bimbingan Pra Nikah (Kursus Calon Pengantin/ Suscatin) bagi yang akan melangsungkan perkawinan dan telah mendaftar di KUA. Bagi yang telah menjalani rumah tangga, diberikan bimbingan dan pembinaan keluarga sakinah, seperti menerapkan sikap saling menghargai, saling mengasihi, saling pengertian, saling toleransi, saling mencintai, dan lain sebagainya. Karena hal tersebut dapat menunjang suasana keluarga yang tentram dan damai yang akan berujung pada keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

a. Mengadakan praktek konsultasi hukum, penasehatan perkawinan dan keluarga bagi pasangan suami istri yang sedang dalam konflik rumah tangga.

Strategi lain yang dapat dilakukan dalam pembentukan keluarga sakinah adalah dengan menyarankan para pasangan suami istri untuk mengikuti Program- Program Pembinaan Keluarga Sakinah yang diadakan oleh pemerintah, khususnya dari Kantor Urusan Agama Kecamatan, dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten, dari Dinas Syari’at Islam, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan dinas-dinas lain.

Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren ini terbantu juga dengan adanya Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues untuk mewujudkan visinya dengan mengimplementasikan melalui misi. Adapun Program Gerakan Keluarga Sakinah antara lain sebagai berikut:

1) Gerakan 1821

Program ini pada prinsipnya dilakukan oleh ayah dan ibu. Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya. Di dalam program ini orang tua harus mematikan televisi mulai pukul delapan belas sampai pukul dua puluh satu. Pada jam-jam ini, orang tua harus mengarahkan keluarganya untuk mengaji al-Qur’an dan membahas serta mempelajari ilmu-ilmu agama.

2) Pendidikan Agama di Masyarakat.

Program ini pada prinsipnya mengupayakan peningkatan penanaman, pengamalan, dan penghayatan masyarakat terhadap nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

(19)

dan bernegara. Program ini dilaksanakan dengan nama wirid akbar. Kemudian peningkatan bimbingan keagamaan di masyarakat melalui kelompok keluarga sakinah, kelompok pengajian, kelompok majelis taklim, kelompok penyuluhan keagamaan oleh Penyuluh PNS dan Non PNS dan kelompok kegiatan keagamaan lainnya.

3) Pembinaan Remaja Usia Nikah

Pembinaan remaja usia nikah diarahkan untuk memantapkan benteng keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia agar para remaja memiliki sikap kesalihan, mengetahui tentang reproduksi sehat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas, hubungan seks sebelum menikah, perkelahian pelajar, penyalahgunaan narkoba, tawuran pelajar, kriminalitas, dan sebagainya. Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Dinas Syari’at Islam bekerjasama dengan lintas sekotral lainnya.

4) Pembinaan Kesehatan Keluarga

Program ini dilaksanakan dengan motivasi dan bimbingan kepada keluarga dan masyarakat melalui pendekatan agama, agar masyarakat memperhatikan kesehatan ibu, bayi, anak balita dan lingkungannya. Untuk melaksanakan program tersebut kegiatan difokuskan pada imunisasi catin, bayi, dan ibu hamil, penanggulangan diare dan kesehatan keluarga pada umumnya serta reproduksi sehat pada khususnya yang dilaksakanan oleh dinas Kesehatan dengan nama Loka Karya Mini.

Adapun kasus yang penulis temukan dalam penelitian pada Penghulu di KUA Kecamatan Blangkejeren, terdapat tiga golongan keluarga, yaitu:

a. Golongan pertama, yaitu golongan pasangan suami istri yang pemahaman agamanya lemah, karena salah satu untuk mewujudkan keluarga yang sakinah itu tingkat pemahaman agama suami istri itu harus matang. Karena istri yang taat beragama itu istri yang shalihah, akan mendatangkan kebaikan pada suaminya. Sebaliknya, bila seorang wanita yang lemah agamanya, maka akan mendatangkan keburukan dalam rumah tangganya.

b. Golongan kedua, yaitu golongan pasangan suami istri yang tingkat ekonominya lemah. Mereka belum mampu untuk memenuhi

(20)

kewajiban atau tanggung jawabnya, sehingga menjalani kehidupan rumah tangganya sering terjadi perselisihan di antara keduanya. Hal lainnya juga disebabkan oleh sangat rendahnya tingkat pendidikan mereka, di mana mereka juga belum begitu memahami tentang arti dan tujuan daripada perkawinan, persiapan yang belum mapan, sehingga bisa menimbulkan perselisihan.

c. Golongan ketiga, golongan pasangan suami istri yang tingkat ekonominya menegah ke atas. Mereka pada dasarnya mampu untuk memenuhi kewajiban atau tanggung jawabnya, akan tetapi sifat egois atau rasa ingin menang sendiri dari masing-masing pribadi pasangan suami istri yang menyebabkan terjadinya konflik atau perselisihan di antara keduanya.

Selain itu, kasus atau permasalahan yang terjadi dalam golongan ini juga disebabkan oleh perkawinan beda agama yang karena berbeda keyakinan dan prinsip dalam hidup maka akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perselisihan dan konflik sehingga menimbulkan kurang harmonisnya dalam kehidupan berumah tangga.

3. SIMPULAN

Dari uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Peran Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren dalam membentuk keluarga sakinah di antaranya adalah: Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren sudah melakukan Bimbingan Perkawinan bagi pasangan yang akan menikah, mengadakan perlombaan keluarga sakinah I, II, dan III, berperan dalam mempertinggi dan meningkatkan mutu perkawinan serta keluarga bahagia sejahtera, memberikan nasehat penerangan dalam tuntunan kepada yang berkepentingan mengenai masalah-masalah Nikah, Talak dan Rujuk (NTR), mengadakan upaya-upaya yang dapat memperkecil perceraian, dan memberikan bantuan moril kepada masyarakat dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan dan kerumahtanggaan secara umum.

(21)

b. Adapun kontribusinya adalah: menjalankan program pra nikah. Penghulu melakukan atau mengadakan penataran atau lebih kita kenal dengan istilah Suscatin (Kursus Calon Pengantin) dan Bimwin (Bimbingan Perkawinan) yang di khususkan bagi para calon pengantin yang hendak melangsungkan pernikahan dan ini wajib diikuti oleh mereka.

c. Kontribusi yang lain dalam pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh Penghulu KUA Kecamatan Blangkejeren antara lain: Pertama; Terjun langsung di masyarakat dengan cara mengadakan sosialisasi kemasyarakatan tentang masalah perkawinan dan keluarga sakinah melalui ceramah-ceramah, khutbah jum’at, pengajian-pengajian dan majelis ta’lim.

Kedua; Mengadakan praktek konsultasi hukum, penasehatan perkawinan

dan keluarga bagi pasangan suami istri yang sedang dalam konflik rumah tangga.

(22)

Daftar Pustaka

Achmadi, Cholid Narboko dan Abu. (1997). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Pustaka.

As’ad, Abdul Muhaimin. (1993). RisalahNikahPenuntunPerkawinan. Surabaya: BintangTerang 99.

Aziz, Abdul. (1993). Perkawinan yang Harmonis. cet.III. Jakarta: CV Firdaus. Basri, Hasan. (1996). Membina Keluarga Sakinah. cet. IV. Jakarta: Pustaka

Antara.

BP4 Provinsi DKI Jakarta. (2010). Membina Keluarga Sakinah. Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaandan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta.

Danuri. Pertambahan Pendudukdan Kehidupan Keluarga. Yogyakarta: LPPK IKIP.

Departemen Agama RI, (2001). Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta, Departemen Agama.

--- (2004). Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam. edisi

2004. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.

--- (2005). Membina Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam.

--- (1984/ 1985). Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Ilmu Fiqih. Jilid II. cet. II. Jakarta: Departemen Agama. Djaelani, Abdul Qadir. (1995). Keluarga Sakinah. cet. I. Surabaya: PT Bina Ilmu. Fa’iz, Ahmad. (2002). Cita Keluarga Islam Pendekatan Tafsir Tematik. cet. II.

Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Ghozali, Abdul Rahman. (2008). Fiqh Munakahat. cet. III. Jakarta: Prenada Media Group.

(23)

Glasse, Cyril. (1991). Ensiklopedia Islam. Penerjemah Ghuron A. Mas’adi. cet. II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hadisubroto, Ahmad Subino, dkk. (1993). Keluarga Muslim dalam Masyarakat

Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hakal, Abduttawab. (1993). Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW. Poligami

Dalam Islam vs Monogami Barat. cet.I. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.

Hawari, Dadang. (2005). Forbidden Love (Cinta Terlarang). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kartubi, Mashuri. Baiti Jannati Memasuki Pintu-pintu Surga dalam Rumah

Tangga. Jakarta: Yayasan Fajar Islam Indonesia.

Summa, Muhammad Amin. (2005). Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Lampiran III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sutarmadi, Achmad dan Mesraini. (2006). Administrasi Pernikahan dan

Manajemen Keluarga. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sutarmadi, Achmad. (1997). Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju

Indonesia 2020. BP4 Bekerjasama Dengan BKM Provinsi JawaTimur.

Pokjahulu Kabupaten. (2014) Hasil Musyawarah Kerja Kabupaten Kelompok Kerja Penghulu; Usaha Pembinaan Keluarga Sakinah, (Gayo Lues: Pokjahulu Kabupaten.

Peraturan MENPAN Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Penghulu.

Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah

Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2019 perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Referensi

Dokumen terkait

Teori kebutuhan berprestasi dapat dihubungkan dengan perilaku kecurangan akademik. Mahasiswa biasanya mempunyai kebutuhan untuk memperoleh nilai yang baik, dengan begitu mahasiswa

Dari hasil penelitian ini, dapat dideskripsikan bahwa calon pengantin (catin) merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam perkembangannya baik secara fisik

Dampak bimbingan pra nikah dalam memantapkan calon pengantin dalam mewujudkan keluarga sakinah di BP4 KUA Kecamatan Kayen yakni adanya persiapan dari calon

Produc on (Ton) Rerata Produksi/ Yield (Kg/Ha) Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja (TK) TBM/ Immature TM/ Mature TTM/TR/ Damaged Jumlah/ Total 1. JAKARTA JAWA BARAT BANTEN JAWA

Dan Apa faktor pendukung dan penhambat prose bimbingan pra nikah bagi calon pengantin di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa?. Jenis penelitian

Perlakuan terbaik dalam pembuatan edible coating pati wikau maombo yang diaplikasikan pada sale pisang cokelat yaitu perlakuan F2 (Fermentasi wikau maombo 2 hari) dengan

Pengantin” di BP4 KUA Kec.Mranggen (Studi Analisis Bimbingan Konseling Perkawinan). Penelitian ini dilatarbelakangi Kasusperceraian yang terjadi di Kec.Mranggen,

Bimbingan Pranikah Calon Pengantin dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Studi Kasus di KUA Banjarmasin Utara dan KUA Banjarmasin Timur), Skripsi Jurusan Bimbingan