• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomi dan Fisiologi Pleura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anatomi dan Fisiologi Pleura"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Akreditasi IDI – 3 SKP

Anatomi dan Fisiologi Pleura

Irandi Putra Pratomo, Faisal Yunus

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUP Persahabatan, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura, secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral dan parietal merupakan jaringan berbeda yang memiliki inervasi dan vaskularisasi berbeda pula. Pleura secara mikroskopis tersusun atas selapis mesotel, lamina basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar, dan lapisan jaringan fi broelastik dalam. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas menimbulkan tekanan transpulmoner yang memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura dalam jumlah tertentu berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi. Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme hukum Starling dan sistem penyaliran limfatik pleura. Rongga pleura merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi akibat penyakit yang mengganggu keseimbangan cairan pleura. Karakteristik pleura lain penting diketahui sebagai dasar pemahaman patofi siologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi. Kata kunci: pleura, mesotel, respirasi, tekanan pleura, efusi pleura

ABSTRACT

Pleura is an intrathoracic serous membrane, derived from primitive intraembryonic coelom tissue; consists of visceral pleura and parietal pleura. These pleuras enclose diff erent intrathoracic organs and have diff erent innervation and vascularization. Pleura microscopically consists of single layer of mesothel, basal lamina, elastic layer, loose connective tissue layer and deeper fi bro-elastic layer. Pleural pressure along with airway pressure will produce transpulmonary pressure which will drive lung expansion, thus respiration process. Pleural fl uid provides lubrication to lessen friction between visceral pleura and parietal pleura during respiration movement, its equilibrium is governed by Starling’s law and pleural lymphatic drainage system. Pleural cavity should be considered as potential space; eff usion could be caused by diseases that disrupt pleural fl uid equilibrium. Characteristics of pleura should be well acknowledged and understood as the basic for understanding the pathophysiology of pleural abnormalities and respiratory diseases. Irandi Putra Pratomo, Faisal Yunus. Anatomy and Physiology of Pleura.

Key words: pleura, mesothel, respiration, pleural pressure, pleural eff usion

PENDAHULUAN

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru, mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal.1,2 Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi.1,3 Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem

penyaliran limfatik pleura parietal.3-5 Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks.3,6 Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.4 Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen selular serta faktor-faktor fi sika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar pemahaman patofi siologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.3 Tinjauan pustaka ini akan membahas anatomi dan fi siologi pleura. ANATOMI PLEURA

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami

retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan fi siologis suatu organisme.7-9 Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fi sura interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal (Gambar 1).1 Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik.3 Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.

(2)

Perkembangan Embriologis Pleura

Embrio memiliki rongga besar berbentuk huruf U di bagian ventral yang berasal dari jaringan selom intraembrionik dan diliputi oleh kulit, jaringan ikat, tulang, otot dan membran serosa. Rongga ini meliputi organ-organ viseral seperti paru, jantung, usus, hati, limpa, lambung, ginjal dan organ reproduksi. Janin mamalia usia 26 – 28 hari memiliki tiga jenis rongga tubuh yaitu rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang kanalis perikardioperitoneum.3,10 Kanalis perikardioperitoneum menghubungkan rongga perikardium dan peritoneum

primitif. Lipatan membran pada bagian kranial dan kaudal ujung kanal masing-masing kemudian memisahkan rongga pleura dengan rongga perikardium (disebut membran pleuroperikardium) serta rongga pleura dengan rongga peritoneum pada usia 32 hari perkembangan janin mamalia.10,11 Proses ini diiringi perkembangan massa mesenkim medialis menjadi mediastinum yang akan mengisi rongga pleura dan akan memisahkan rongga pleura menjadi dua sisi. Rongga pleura kanan dan kiri akan meliputi jonjot paru primordial masing-masing sisi dan berkembang menjadi pleura viseral yang

meliputi masing-masing paru. Pleura parietal berkembang dari bagian rongga pleura yang menghadap ke pleura viseral (Gambar 2).3,10

Struktur Mikroskopis Pleura

Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel, lamina basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar dan lapisan jaringan fi broelastik dalam.9 Kolagen tipe I dan III yang diproduksi oleh lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini.9 Lapisan jaringan fi broelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada, diafragma, mediastinum dan paru.2 Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas jaringan lemak, fi broblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.2,9 Pengamatan pada hewan domba mengungkapkan bahwa ketebalan pleura dari permukaan rongga pleura dengan lapisan jaringan ikat yang menaungi pembuluh kapiler dan pembuluh limfatik adalah 25 – 83 μm pada pleura viseral dan 10 – 25 μm pada pleura parietal.3 Proses infl amasi mengakibatkan migrasi sel-sel infl amasi harus melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju lamina basalis kemudian menuju rongga pleura setelah melewati mesotel.9

Mesotel berdasarkan pengamatan mikroskop elektron berbentuk gepeng, berbenjol-benjol dan berukuran sekitar 4 μm.3,9 Mesotel memiliki retikulum endoplasma kasar dan halus, mitokondria dan beberapa jenis vesikel mikropinositotik terikat membran sehingga memiliki fungsi fagositik dan eritrofagositik saat terlepas dari tautan antarsel.3,9 Mesotel saling terhubung oleh desmosom di tautan antarsel bagian basal.3 Bentuk komunikasi antar mesotel adalah tautan antar sel bagian apikal dan tautan tipe ZO-1.9 Mesotel memiliki mikrovili berdiameter sekitar 0,1 μm dan panjang sekitar 1 – 3 μm dengan kepadatan 2 – 3 sel/μm2 yang meningkatkan luas permukaan sel sehingga meningkatkan fungsi-fungsi terkait fi siologi membran dan sekresi asam hialuronat. Mikrovili terutama ditemukan pada mesotel pleura parietal sementara kepustakaan lain menyebutkan lebih banyak ditemukan di pleura viseral.2,3,9 Senyawa vascular endothelial growth factor (VEGF) disekresikan mesotel sebagai respons terhadap pajanan lipopolisakarida, trombin dan bakteri menyebabkan peningkatan

Gambar 2 Perkembangan rongga pleura dan perikardium pada janin mamalia. (A) Tahap awal menunjukkan janin masih

memiliki tiga rongga yaitu rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang kanalis perikardioperitoneum, (B) kanalis perikardioperitoneum selanjutnya terpisah dan terbentuk rongga pleura dan rongga perikardium dibatasi membran pleuro-perikardium, (C) hingga akhirnya pleura viseral berkembang meliputi paru berhadapan dengan pleura parietal10

(3)

permeabilitas endotel pleura terutama terhadap protein.9 Senyawa growth factor-β1 dan fi broblast growth factor menyebabkan pleura mengalami transisi menjadi fi broblas.3 Senyawa intercellular adhesion molecule (ICAM)-1 yang diekspresikan mesotel sebagai respons terhadap tumor necrosis factor (TNF)-α dan interferon (IF)-γ menyebabkan migrasi netrofi l atau monosit melalui integrin cluster of diff erentiation (CD)-11 atau CD-18 sehingga terjadi perlekatan pleura menyebabkan keadaan pleuritis.9 Mikrovili mesotel mensekresi asam hialuronat untuk mengurangi friksi antara paru, dinding dada dan diafragma saat proses respirasi.2,3 Senyawa ini juga berfungsi sebagai sawar selektif pertukaran ion-ion dan molekul kecil antara alveolus, jaringan interstitial paru dan rongga pleura, pengaturan respons infl amasi, penyembuhan pleura, fagositosis bakteri dan partikel mineral seperti serat asbestos, lateks dan quartz.2,9 Reseptor kaderin merupakan reseptor dependen kalsium yang diekspresikan pleura untuk mempertahankan morfologi dan permeabilitas pleura.9 Mesotel memiliki proteinase-activated receptor-2 (PAR2) yang berperan dalam proses infl amasi dengan melepas kemokin dan menarik netrofi l ke dalam rongga pleura sehingga terjadi fi brosis pleura, adhesi pleura atau fi brotoraks.12 Senyawa-senyawa lain yang diekspresikan mesotel seperti keratin epitelial, fi bronektin, vimentin, kolagen, elastin, laminin dan proteoglikan merupakan senyawa-senyawa spesies oksidan kerja panjang yang berhubungan dengan integritas sel dan sesuai dengan sifat sel-sel epitel dan fi broblas.3,9 Sitokin lain yang dapat ditemukan di pleura antara lain interleukin (IL)-1 yang berhubungan dengan proses fi brogenesis pleura, IL-2 dan IL-5 yang menginduksi produksi limfosit, IL-3 yang menginduksi proliferasi dan ketahanan eosinofi l, IL-4 yang menahan infi ltrasi sel menuju rongga pleura, IL-6 yang menginduksi maturasi limfosit B, IL-8 yang merupakan kemotaksin netrofi l, IL-10 yang merupakan sitokin antiinfl amasi, IL-12 yang akan memperkuat respons imunologis selular dan respons sitotoksik terhadap patogen intraselular dan tumor, IL-13 yang merupakan kemoatraktan eosinofi l, IL-16 yang akan menginduksi sitokin proinfl amasi, monocyte chemotactic peptide (MCP-1), transforming growth factor (TGF)-β, basic fi broblast growth factor (b-FGF), endostatin sebagai inhibitor angiogenesis dan

platelet-activating factor (PAF) yang bersifat meningkatkan permeabilitas vaskular.13

Cairan Pleura

Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/ mL, terdiri dari makrofag (75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.2,12,14,15 Cairan pleura normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL.9 Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura.3 Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma.3 Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel.16 Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.3

Struktur Makroskopis Pleura

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg.14 Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.1,2 Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatik.2,3

Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri

mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura viseral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.2,3

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.2,3 Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum, dan dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior.2 Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral.3 Gangguan duktus torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan chylothorax.4

FISIOLOGI PLEURA

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.17 Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil

(4)

elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi.18 Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit.14 Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.4,5,9

Fisiologi tekanan pleura

Tekanan pleura secara fi siologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan pleura dan tekanan permukaan pleura.4 Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH2O. Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik rekoil dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil paru ke arah dalam. Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal

sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan.4,19 Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi.4

Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi.4,5 Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara pleura viseral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 μm.2,5 Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekanan

transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi. Hubungan perubahan tekanan pleura, tekanan alveolus, tekanan transpulmoner dan volume paru ditunjukkan pada gambar 3.20

Fisiologi cairan pleura

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum.4 Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.

Perpindahan cairan ini mengikuti hukum Starling berikut:5

Jv = Kf × ([P kapiler – P pleura] - σ [π kapiler – π pleura])

Jv : aliran cairan transpleura, Kf : koefi sien fi ltrasi yang merupakan perkalian konduktivitas hidrolik membran dengan luas permukaan membran, P : tekanan hidrostatik, σ : koefi sien kemampuan restriksi membran terhadap migrasi molekul besar, π : tekanan onkotik.

Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler menuju rongga pleura ditunjukkan pada Gambar 4. Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30 cmH2O dan tekanan rongga pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik resultan adalah 30 – (-5) = 35 cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan tekanan onkotik pleura 5 cmH2O sehingga tekanan onkotik resultan 34 – 5 = 29 cmH2O. Gradien tekanan yang ditimbulkan adalah 35 – 29 = 6 cmH2O sehingga terjadi pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefi sien fi ltrasi pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal. Koefi sien fi ltrasi kecil pleura viseral menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura viseral secara skematis bernilai 0 walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik dengan tekanan vena pulmoner yaitu 24 cmH2O. Perpindahan cairan dari jaringan interstitial paru ke rongga pleura dapat terjadi seperti akibat peningkatan tekanan baji jaringan paru pada edema paru maupun gagal jantung kongestif.4

(5)

Hipotesis Neergard tidak sepenuhnya menjelaskan eliminasi akumulasi cairan pleura karena tidak menyertakan faktor jaringan interstitial dan sistem limfatik pleura. Jaringan interstitial secara fungsional mengalirkan cairan ke sistem penyaliran limfatik. Cairan pleura yang difi ltrasi pada bagian parietal mikrosirkulasi sistemik masuk ke jaringan interstitial ekstrapleura menuju rongga pleura dengan gradien tekanan (aliran cairan) yang lebih kecil (Gambar 5). Rongga pleura secara fi siologis terbagi menjadi lima ruang yaitu sirkulasi sistemik parietal, jaringan interstitial ekstrapleura, rongga pleura, jaringan interstitial paru dan mikrosirkulasi viseral. Membran endotel sirkulasi viseral membatasi mikrosirkulasi viseral dengan jaringan interstitial paru dan membran endotel sirkulasi sistemik parietal membatasi sirkulasi sistemik dengan jaringan interstitial rongga pleura. Rongga pleura dibatasi oleh pleura viseral dan pleura parietal yang berfungsi sebagai membran. Penyaliran limfatik di lapisan submesotel pleura parietal bercabang-cabang serta berdilatasi dan disebut lakuna. Lakuna di rongga pleura akan membentuk stoma. Aliran limfatik pleura parietal terhubung dengan rongga pleura melalui stoma dengan diameter 2 – 6 nm.5 Stoma ini berbentuk bulat atau celah ditemukan pada pleura mediastinal dan interkostalis terutama pada area depresi inferior terhadap tulang iga bagian inferior dengan kepadatan 100 stomata/cm2 di pleura interkostalis dan 8.000 stomata/cm2 di pleura mediastinal.4,5

Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju fi ltrasi kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal.14 Senyawa-senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui pe-nyaliran limfatik ini. Menurut Stewart (1963), nilai rerata aliran limfatik dari satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat badan/jam pada tujuh orang normal, sementara Leckie dan Tothill (1965) menemukan bahwa nilai rerata alisan listrik limfatik sebesar 0,22 mL/jam pada tujuh pasien dengan gagal jantung kengestif. Dalam kedua penelitian ini, variabilitas yang mencolok dijumpai antar-pasien. Bila hasil pada pasien dengan gagal jantung kongestif diekstrapolasi ke individu normal, seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran limfatik dari masing-masing sisi

Gambar 5 Skema fi siologis aliran cairan transpleura.

(Jv: aliran cairan transpleura)5

Gambar 4 Skema tekanan dan pergerakan cairan pada rongga pleura manusia4

Tabel 1 Penyebab efusi pleura4

Peningkatan pembentukan cairan pleura

Peningkatan cairan interstitial paru : Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru -

Peningkatan tekanan intravaskular pleura : Gagal jantung kanan atau kiri, sindrom vena kava superior -

Peningkatan permeabilitas kapiler pleura : Infl amasi pleura, peningkatan kadar VEGF -

Peningkatan kadar protein cairan pleura -

Penurunan tekanan pleura : Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru -

Peningkatan akumulasi cairan peritoneum : Asites, dialisis peritoneum -

Disrupsi duktus torasikus -

Disrupsi pembuluh darah rongga dada -

Penurunan eliminasi cairan pleura

Obstruksi penyaliran limfatik pleura parietal -

(6)

rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari. 4 Peningkatan volume tidal maupun frekuensi respirasi meningkatkan eliminasi limfatik pleura.21 Kapasitas eliminasi limfatik pleura secara umum 20 – 28 kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan pleura.4 Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi cairan pleura.22 Faktor-faktor dan keadaan-keadaan penyebab peningkatan pembentukan cairan pleura atau penurunan eliminasi cairan pleura pada keadaan efusi pleura dirangkum dalam Tabel 1.

Efusi pleura umumnya dibagi menjadi cairan transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi saat faktor sistemik berperan dalam perubahan pembentukan atau eliminasi cairan pleura. Efusi pleura

eksudatif terjadi saat faktor permukaan pleura atau pembuluh kapiler di pleura mengalami perubahan. Kriteria Light menyatakan bahwa efusi pleura eksudatif bila minimal satu hal berikut terpenuhi: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan kadar protein serum > 0,5, perbandingan kadar laktat dehidrogenase (LDH) cairan pleura dengan kadar LDH serum > 0,6 dan/atau kadar LDH cairan pleura > 0,6 atau lebih tinggi 2/3 kali dibandingkan nilai ambang atas kadar LDH serum. Langkah diagnostik selanjutnya lebih ditekankan pada efusi cairan eksudatif.22 Efusi pleura menyebabkan perubahan parameter spirometri. Penelitian Spyratos dkk. yang melibatkan 21 pasien efusi pleura yang menjalani spirometri sebelum dan sesudah pungsi pleura (cairan pleura dikeluarkan sebanyak 1.581 ± 585 mL) mendapatkan peningkatan kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1) dan kapasitas inspirasi (KI) setelah pungsi pleura. Jumlah cairan yang dikeluarkan tidak berkorelasi dengan peningkatan volume paru dan aliran udara paru.23

SIMPULAN

1. Pleura di dalam rongga dada meliputi parenkim paru dan mediastinum, diliputi diafragma serta tulang-tulang iga, terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal.

2. Karakteristik pleura seperti ketebalan pleura, komponen seluler serta faktor-faktor fi sika dan kimiawi serta cairan pleura berhubungan dengan proses respirasi. 3. Keseimbangan jumlah cairan pleura diatur oleh komponen-komponen gaya Starling dan sistem penyaliran limfatik pleura.

4. Efusi pleura terjadi akibat tingkat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi cairan pleura.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR eds. Clinically Oriented Anatomy, 6th ed. Ch. 1, Thorax. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 72–180.

2. Lee P, Colt HG eds. Flex-rigid Pleuroscopy Step-by-step. Steps to understanding thoracic anatomy. Singapore: CMPMedica Asia Pte Ltd; 2005. p. 10–7. 3. Light RW ed. Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 1, Anatomy of the pleura. Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 2–7.

4. Light RW ed. Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 2, Physiology of the pleural space. Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 8–16.

5. Miserocchi G. Mechanisms controlling the volume of pleural fl uid and extravascular lung water. Eur Respir Rev. 2009;114(18):244–52. 6. De Troyer A, Leduc D. Role of pleural pressure in the coupling between the intercostal muscles and the ribs. J Appl Physiol. 2007;102:2332–7. 7. Wang NS. Anatomy and physiology of the pleural space. Clin Chest Med. 1985;6(1):3-16. [abstract]

8. Wang NS. Anatomy of the pleura. Clin Chest Med. 1998;19(2):229–40. [abstract] 9. Antony VB. Immunological mechanisms in pleural disease. Eur Respir J. 2003;21:539–44.

10. Neas JF. Respiratory system – embryological development. In: Martini FH, Tallitsch RB, Timmons MJ, eds. Human Anatomy, 6th ed. San Fransisco: Benjamin-Cummings Pub. Co.; 2008. p.

638–56.

11. Embryology.ch: Respiration tract - Somatic cavities [Internet]. Geneve: Swiss Virtual Campus; 2010 [updated 2010, cited 2010 Sept 25]. Available from: http://www.embryology.ch/anglais/ rrespiratory/korperhohlen01.html.

12. Lee YCG, Knight DA, Lane KB, Cheng DS, Koay MA, Teixeira LR, et al. Activation of proteinase-activated receptor-2 in mesothelial cells induces pleural infl ammation. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2005;288:L734–40.

13. Light RW (ed). Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 5, Cytokines and the pleura. Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 45–54.

14. Zocchi L. Physiology and pathophysiology of pleural fl uid turnover. Eur Respir J. 2002;20:1545–58. 15. Peek GJ, Morcos S, Cooper G. The pleural cavity. BMJ. 2000;320:1318–21.

16. Kouritas VK, Hatzoglou C, Foroulis CN, Hevas A, Gourgoulianis KI, Molyvdas PA. Low glucose level and low pH alter the electrochemical function of human parietal pleura. Eur Respir J. 2007;30:354–7.

17. Washko GR, O’Donnell CR, Loring SH. Volume-related and volume-independent eff ects of posture on esophageal and transpulmonary pressures in healthy subjects. J Appl Physiol. 2006;100:753–8.

18. Lai-Fook SJ. Pleural mechanics and fl uid exchange. Physiol Rev. 2004:84;385–410.

19. Astowo P. Pneumotoraks. In: Swidarmoko B, Susanto AD, eds. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Penerbit Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 54–71.

20. Guyton AC, Hall JE, eds. Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Ch. 37, Pulmonary Ventilation. Philadelphia: WB Saunders Co.; 2006. p. 471–82.

21. Pearse DB, Searcy RM, Mitzner W, Permutt S, Sylvester JT. Eff ects of tidal volume and respiratory frequency on lung lymph fl ow. J Appl Physiol. 2005;99:556–63. 22. Light RW (ed). Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 7, Clinical manifestations and useful tests. Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 73–109.

Gambar

Gambar 1 Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura 1,3
Gambar 3 Perubahan volume paru, tekanan alveolar, tekanan pleura dan tekanan transpulmoner selama respirasi biasa 20
Gambar 4 Skema tekanan dan pergerakan cairan pada rongga pleura manusia 4Tabel 1 Penyebab efusi pleura4

Referensi

Dokumen terkait

Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel, dan digunakan untuk mencari area komposisi optimum

 Density adalah fungsi dari media tape dan drive yang digunakan untuk merekam data ke media tape.  Satuan yang digunakan density adalah bytes

Disarankan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai pada Politeknik Kesehatan Bandung, hendaknya Direktur Politeknik Kesehatan Bandung dan para ketua jurusan untuk dapat

Metode-metode tersebut, antara lain Metode Blaney-Criddle, Metode Radiasi, Metode Penman Modifikasi FAO, Metode Penman-Monteith, Metode Thornthwaite, dan Model

Sebagai tenaga kesehatan, tentunya kita "uga memiliki tanggung "a3ab sendiri untuk men*apai tu"uan #(5s tersebut khususnya dalam kasus pen*egahan insidensi

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

aturan yang berlaku pada pola tersebut adalah banyaknya daerah lingkaran yang terjadi sama dengan dua kali banyaknya talibusur..  Jadi, untuk 20 buah talibusur akan terdapat

Tingkat Partisipasi, adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969), dalam program agropolitan. Menyangkut tiga tahapan