• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOCIAL EMOTIONAL LEARNING UNTUK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOCIAL EMOTIONAL LEARNING UNTUK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

477 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum

SOCIAL EMOTIONAL LEARNING UNTUK PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL DI SEKOLAH DASAR

Luthfi Hamdani Maula¹, Arita Marini², Arifin Maksum³

¹Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sukabumi ²,³Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta

luthfihamdanimaula@ummi.ac.id

aritamarini@unj.ac.id

amaksum@unj.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan pemahaman guru tentang pendidikan multicultural, hambatan serta solusi dalam mengaplikasikan pendidikan multikultural di sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif deskriptif dengan sumber data menggunakan model interaktif meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan. Selanjutnya data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dilakukan triangulasi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan multikultural dapat berjalan dengan adanya dukungan antara siswa, guru, sekolah dan orangtua. Pengetahuan guru tentang pendidikan multikultural serta program yang dirancang oleh sekolah, peranan siswa untuk berkomunikasi dengan guru, sekolah dan orangtua selama pendidikan sekolah dasar adalah hal fundamental. Program yang dilakukan dalam pendidikan multikultural yaitu social emotional learning (SEL), one on one meeting dan guidance oleh guru agama dan wali kelas secara rutin dapat memaksimalkan pendidikan multikultural.

(2)

478 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, agam dan Bahasa. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh negara-negara di dunia. Jumlah populasi penduduk berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, suku bangsa keseluruhan mencapai lebih dari 1.300 suku bangsa dengan agama yang dicakup sebanyak 6 (enam) agama yang secara resmi diakui oleh pemerintah yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Masing-masing suku bangsa di Indonesia mempunyai adat istiadat dan kebadayaan khusus tersendiri yang menjadi identitasnya. Keberagaman ini dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, premanisme, perseturuan politik, kemiskinan, kekerasan dan hilangnya rasa kemanusiaan apabila tidak memanfaatkan keberagaman tersebut (BPS, 2012).

Perlu adanya sebuah kegiatan perubahan yang bisa meminimalisir efek negative dari kemajemukan masyarakat Indonesia. Kegaiatan perubahan dimulai dari pendidikan dasar yang menjadi garda terdepan dalam mencetak penerus bangsa Indonesia mendatang. Pendidikan multikultural menjadi salah satu panduan untuk mengatasi tersebut.

Pendidikan multikultural adalah proses reformasi sekolah yang komprehensif yang bertujuan untuk memberikan standar pendidikan dasar bagi semua siswa dan satu di mana rasisme dan segregasi dalam semua manifestasinya ditolak dan di mana keanekaragaman anggota masyarakat didukung (Aydin, 2012). Banks (1999)

menggambarkan pendidikan

multikultural sebagai jenis pendidikan di mana siswa dari berbagai jenis kelamin, ras, latar belakang etnis dan budaya

diberikan kesempatan yang sama untuk sukses dalam pendidikan.

Aydin (2013) mengemukakan

bahwa program pendidikan

multikultural diselenggarakan melalui aplikasi yang memungkinkan nilai dan tujuan pendidikan multikultural menjadi hidup, penetapan tujuan dan target pembelajaran, spesifikasi konten, kegiatan belajar dan mengajar dan alat evaluasi penilaian. yang memungkinka n terciptanya nilai dan tujuan dasar pendidikan multikultural. Sebuah program dirancang yang mencerminkan sudut pandang siswa yang termasuk dalam kelompok ras, etnis, bahasa dan sosial yang berbeda (J. A. Banks, 2006). Program pendidikan multikultural, melalui variasi pengalaman dan hubungan (antara pengetahuan) yang dibangun melalui pengalaman tersebut memastikan diferensiasi pengetahuan bagi siswa yang melakukan rute pembelajaran konstruktivis yang berbeda (Tonbuloglu, B., Aslan, D., & Aydin, 2014).

Pendidikan multikultural menawarkan alternatif melalui penerapan stategi dan konsep Pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di msyarakat. Strategi Pendidikan ini tidak hanya bertujuan siswa mudah mempelajari pelajaran yang dipelajari, akan tetapi untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dalam hal humanis, pluralis dan demokratis. Memanfaatkan berbagai teknik pengajaran multikultural sangat membantu siswa dari semua gaya belajar. Menurut Henry (2003) bahwa “tidak ada konstruksi universal dari mata kuliah multikulturalisme yang sempurna untuk mencapai semua tujuan bagi semua siswa”.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan implementasi Pendidikan multikultural di sekolah dasar. Sekolah dasar menjadi fundamental dalam penanaman

(3)

479 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum Pendidikan multikultural sedini mungkin

dalam orientasi masyarakat yang dinamis ditengah urbanisasi dan globalisasi yang begitu meningkat setiap waktu.

KAJIAN LITERATUR

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya (Suparlan, 2002). Multikulturalisme mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Watson, 2000).

Will Kymlicka (1999) berpendapat, multibudaya merupakan suatu pengakuan, penghargaan dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang menyangkut hak-hak universal yang melekat pada hak-hak individu maupun komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan kebudayaannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk memperjuangkan

multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural. Pengertian pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian istilah tersebut

Terdapat pada buku “Multicultur education” dari Jhon while (2010) mengatakan bahwa Multicultur Teaching and Learning adalah cara untuk mengajarkan budaya eksplisit tanpa terlalu menggeneralisasikan kehidupan orang lain dengan menekankan keragaman budaya dalam kelompok sosial dan perubahan dalam budaya yang

terus-menerus. James Banks (1993) menyatakan bahwa pengertian pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Blum (2001) membagi tiga elemen dalam pendidikan multibudaya, pertama, menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan menilai warisan budaya seseorang. Kedua, menghormati dan berkeinginan untuk memahami serta belajar tentang etnik/kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya. Ketiga, menilai dan merasa senang dengan perbedaan kebudayaan itu sendiri; yaitu memandang keberadaan dari kelompok-kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat seseorang sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan dipelihara.

Dalam jurnal Teaching in Multikultural Classroom- Assessing Current Programs of Teachers’ Training in Pakistan dituliskan perlu waktu bagi guru dan peneliti untuk mensosialisasikan praktik-praktik dan prinsip-prinsip untuk mengajar dan mengimplementasikan pada beragam kelompok siswa, berdasarkan hasil studi terdapat perbedaan pandangan mengenai pendidikan pada setiap guru. Sehingga jarang yang memiliki kesamaan pendapat mengenai pendidikan multikultural. Seperti dalam dialog guru tentang pendidikan, setiap individu cenderung membentuk konsep sendiri sesuai dengan masing-masing tugasnya. Proses pembelajaran tidak hanya untuk memahami dan mengumpulkan beberapa informasi dan fakta serta angka tentang pengetahuan dan keterampilan tertentu. Oleh karena itu, guru harus dilatih dengan aspek praktis mengenai kendala pembelajran siswa, seperti pendapat Gagliardi (1994) menguraikan bahwa kendala belajar dapat dipengaruhi religius, budaya, logis dan konseptual. Pendidikan multikultural merupakan gejala baru di dalam pergaulan umat

(4)

480 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum manusia yang mendambakan persamaan

hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama untuk semua orang, “Education for All”. Pendidikan multikultural (multikultural education) juga merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama (Tilaar, 2004).

Dalam konsep pendidikan dasar, Minoritas merupakan konsep yang mengandung makna diskriminatif yang sangat bertentangan dengan cita-cita bangsa yang dirumuskan dalam UUD 1945. Selama konsep minoritas digunakan sebagai lawan kata mayoritas, maka selama itu pula masalah kemanusiaan tidak akan terselesaikan dengan baik, sebab, dalam bidang apapun sebutan minoritas kental dengan makna diskriminatif. Salah satu platform untuk mengatasi problem minoritas di

Indonesia adalah dengan

mengimplementasikan pendidikan multikultural.

METODE PENELITIAN

Studi kasus kualitatif digunakan untuk studi ini. Menurut Yin (Yin, 2009) studi kasus adalah metode penelitian yang mengamati fenomena yang diamati dalam lingkungannya sendiri dan digunakan dalam kasus-kasus di mana tidak ada garis atau pemisah yang jelas antara fenomena yang diamati dan yang jumlahnya lebih dari satu. jenis bukti atau sumber data. Dalam penelitian ini, 'kasus'

diartikan sebagai upaya untuk mempresentasikan pemikiran guru tentang pendidikan multikultural dan keberagaman dan sekaligus melakukan penelitian dengan mengkaji pendidikan multikultural yang dilaksanakan secara rutin. Rancangan ini mampu menggabungkan berbagai bukti, termasuk observasi, wawancara, dan dokumen, untuk secara mendalam mengeksplorasi fenomena sosial multifaset dari kemitraan keluarga (Haines, S., 2015).

Kelompok studi untuk penelitian ini terdiri dari guru yang telah mengajar di sekolah dasar multikultural. Creswell (2012) menyatakan bahwa studi penelitian kualitatif berhubungan dengan sejumlah kecil orang atau peristiwa, dari jumlah yang sangat kecil seperti satu atau dua subjek individu hingga kelompok yang lebih besar dengan dua puluh hingga tiga puluh subjek. Hal ini karena membutuhkan penyusunan laporan yang memberikan detil untuk setiap orang atau peristiwa. Alasan pemilihan sekolah ini adalah fakta bahwa sekolah ini terletak di kota Depok, sekolah yang menggabungkan struktur multikultural dalam hal ras, etnis, bahasa, orientasi seksual, jenis kelamin, usia, keberadaan warga negara penyandang cacat, kelas sosial dan faktor sosial lainnya.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian wawancara, observasi, analisis dokumen dan analisis data dari keseluruhan data yang terkumpul. Para peserta terlebih dahulu diminta untuk mengisi formulir persetujuan dan formulir informasi demografis. Penunjukan dibuat dengan masing-masing guru dan pada tanggal yang disepakati observasi dan wawancara dilakukan. Setelah tahap ini, rencana tahunan diminta dari setiap guru dan metode analisis deskriptif digunakan dengan tujuan untuk memastikan sejauh

(5)

481 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum mana elemen multikultural dimasukkan

ke dalam rencana. Wawancara dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh peneliti mengenai pandangan, pemahaman dan saran tentang pendidikan multikultural di lingkungan kelas diajukan kepada guru dengan model wawancara semi konstruk dan dicatat jawabannya. Rekaman pertanyaan dan jawaban ditulis dalam bentuk laporan.

Analisis dokumen salah satu contoh diambil dari setiap guru dari RPP yang telah mereka persiapkan untuk pelajaran mereka dan ini dianalisis sehubungan dengan elemen multikultural. Analisis data dilakukan atas izin guru yang bersangkutan, pencatatan dengan alat perekam jenis ini diubah menjadi format dan hasil wawancara dan observasi dianalisis bersama. Data tersebut kemudian dievaluasi dengan menggunakan teknik “analisis isi”. Menurut Yıldırım dan Şimşek (2005), tujuan dari analisis isi adalah untuk meringkas dan menafsirkan data menurut tema atau judul topik yang telah ditentukan sebelumnya.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, temua yang diperoleh dari data yang kumpul melalui wawancara dan dokumen tahunan, kemudian ditulis dan disusun menurut tema pokok dan topik yaitu: pengetahuan guru tentang Pendidikan multikultural, proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan multikultural di sekolah dasar, hambatan dan kesulitan guru dalam pelaksanaan Pendidikan multikultural di sekolah dasar, strategi guru dalam menghadapi kelas multikultur di sekolah dasar dan saran dalam pelaksanaan Pendidikan multikultural di Indonesia.

Pengetahuan guru mengenai Pendidikan multikultural. Guru sebagai infroman adalah guru yang menjadi

pendidik lebih dari tiga tahun mendidik siswa di sekolah dengan berbagai latar belakang keluarga dan sosial. Memberikan definisi Pendidikan multikultural sebagai jenis Pendidikan dimana orang dengan karakteristik berbeda berbagai daerah dapat menerima satu sama lain.

Berdasarkan wawancara, terdapat macam-macam siswa berdasarkan latarbelakang keluarga baik itu agama, ras, negara dan suku. Mayoritas siswa yang bersekolah sebagian besar bahkan 90% adalah pemeluk agama islam dan selebihnya adalah pemeluk agama Hindu dan Kristen, meskipun berbeda agama masing-masing mendapatkan prilaku dan tindakan yang sama dengan agama pemeluk moyoritas yaitu islam. Untuk siswa pemeluk islam tersedia pelajaran agama islam yang sudah disediakan oleh sekolah sendiri. Sedangkan untuk siswa pemeluk agama hindu dan Kristen, sekolah mendatang guru agama dari luar sekolah untuk memenuhi keyakinan masing-masing. Lebih lanjut bahwa sebelum pembelajaran dimulai atau setiap siswa berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Dari segi keragaman ras dan bangsa, terdapat beberapa siswa dengan latar belakang negara berbeda yaitu Turki sejulam 4 orang yang menempuh pendidikan sekolah tersebut. Kelas dua terdapat satu siswa, kelas tiga terdapat dua siswa dan kelas empat sejumlah satu siswa. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan pola pikir, prilaku sosial dan Bahasa diantara siswa. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sekolah mempunyai hubungan erat dengan negara Turki.

Dengan keberagaman siswa di dalam Lembaga pendidikan, Bahasa Inggris menjadi perantara dalam berkomunikasi antara siswa dan siswa, siswa dan guru ataupun guru dengan orangtua siswa baik di dalam pembalajaran maupun di luar

(6)

482 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum pembelajaran. Hal ini terkait kurikulum

yang digunakan oleh sekolah sendiri yaitu Cambridge International. Khusus untuk sekolah dasar di kelas rendah yaitu kelas satu, dua dan tiga terdapat penguatan Bahasa Inggris yang diadakan oleh sekolah sebagai landasan siswa mengingat siswa dengan latar belakang masing-masing berbeda. Dan terdapat guru native atau guru dari lokasi asal bahasa untuk memudahkan proses belajar Bahasa Inggris siswa.

Persoalan dan rintangan guru dan sekolah dalam mengahadapi siswa dari berbagai latar belakang adalah shock culture. Shock culture sering terjadi dikalanagan siswa kelas rendah akibat dari penggabungan latar belakang siswa yang berbeda, salahsatu contohnya yaitu pertikaian antar siswa. Siswa turki cenderung lebih aktif ketimbang siswa Indonesia, hal ini menimbulkan kesalahpahaman antar siswa sehubung dengan penagalaman siswa itu sendiri tentang multikultural. Sejalan dengan pengalaman multikultural sehari-hari siswa di sekolah, beranjak kelas tinggi siswa memberikan reaksi yang jauh berbeda dari apa yang ditampilkan di kelas rendah. Siswa saling berkomunikasi satu dengan lain dan tidak jarang mempunyai kerabat dekat antar negara. Hal ini terkait siswa satu sama lain telah mengenal latarbelakang masing-masing siswa dan menjadi lebih dinamis dalam memahami perbedaan didalam kelompoknya. Hal tersebut tidak lepas dari beberapa program sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa yang multikultural yaitiu guidance dengan pendekatan agama yang dilakukan oleh guru agama (akhlak), psikolog untuk ABK dan guidance yang dilakukan oleh wali kelas dengan pendekat sosial emosional learning (SEL).

Pendekatan sosial emosional learning (SEL) dilakukan satu pertemuan durasi satu jam dalam seminggu sebagai

mata pelajaran wajib siswa mendampingi mata pelajaran PPKn. Salah satu kegiatan yang ramah untuk anak sekolah dasar tingkat rendah yaitu games tentang kepribadian masing-masing siswa termasuk kekurangan dan kelebihan serta saran untuk memecahkan permasalahan perjalanan sosail siswa di sekolah. Selain itu ada pendekatan siswa dan siswa, guru dan siswa serta guru dan orang tua. Dan program one on one meeting yang dilakukan satu bulan sekali dengan komunikasi antara siswa dan guru tentang kehidupan disekolah maupun diluar sekolah. Hal ini termasuk permasalahan yang dialami siswa dengan siswa lainnya, proses pembelajaran bahkan dengan anggota keluarga. Keterbukaan siswa ini, sangat bermafaat bagi guru selaku pendidik di sekolah sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan dalam memeperlakukan siswa selanjutnya.

SIMPULAN

Bangsa Indonesia adalah bangsa penuh dengan keberagaman suku budaya, bahasan dan ras. Hal ini perlunya sebuah program dan terobos untuk memaksimalkan keberagaman tersebut, salah satu contohnya yaitu pendidikan multikultural. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa terdapat beberapa aspek untuk pengimplemetasian pendidikan multikultural di sekolah dasar. Yaitu pengetahuan guru dan sekolah tentang pendidikan multikultural itu sendiri, program yang dilakukan dalam rangka memaksimalkan dan menerjemahkan keberagaman yang terjadi di antara siswa, guru, sekolah dan orangtua. Program yang dilaksanakan yaitu Social Emotional Learning sebagai mata pelajaran wajib bagi siswa dalam seminggu sekali untuk satu jam pelajaran dan one on one sebagai bentuk terciptanya problem solve bagi anak di kehidupan sekolah dasar

(7)

483 Social Emotional Learning Untuk Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar

Luthfi Hamdani Maula, Arita Marini, Arifin Maksum baik dengan teman maupun keluarga

serta guidance yang dilakukan oleh guru agama dan wali kelas dalam rangka membentuk prilaku dan pribadi siswa yang lebih dinamis.

DAFTAR PUSTAKA

Aydin, H. (2012). Multikultural education curriculum development in Turkey. Mediterranean Journal of

Social Sciences, 3(3), 277–286.

doi:10.5901/mjss.2012.v3n3p277 Aydin, H. (2013). A literature-based

approaches on multikultural education. The Anthropologist, 1(1-2), 31–44.

Banks, J. (1993). Multikultural Education: Historical Development, Dimensions, And Practice. Review of Research in Education.

Banks, J. A. (2006). Cultural diversity and education: Foundations, curriculum and teaching (5th Edition). MA: Allyn and Bacon.

Blum, L. (2001). Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar Ras, Tiga Nilai Yang bersifat Mendidik Bagi Sebuah Masyarakat Multikultural, dalam Larry May, dan Shari Colins-Chobanian, Etika Terapan: Sebuah Pendekatan Multikultural. Tiara Wacana.

Creswell, J. W. (2012). Educational research; planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research (Fourth Edi). Lincoln.

Haines, S., J. (2015). Family partnership with a head start agency: A case study of a refugee family. Dialog, 17(4), 22-49.

Henry, S. (2003). Facing moral problems in teaching multikulturalism: Using pragmatism as a problem solving tool. Lewisburg, PA: Bucknell University. (ERIC Document

Reproduction Service No. ED478108) Hauptman, O., Hirji, KK (1999). Managing integration and coordination in . Journal of Counseling and Development, 77, 80–86.

Statistik, B. P. (2018). Statistik Indonesia dalam Infografis. In Badan Pusat Statistik (Vol. 66).

Suparlan, P. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural.

Disampaikan Pada Simposium

Internasional Bali Ke-3.

Tilaar, H. A. . (2004). Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Grasindo.

Tonbuloglu, B., Aslan, D., & Aydin, H. (2014). Türk Eğitim Sisteminin çokkültürlülük bağlamında analizi ve öneriler. Eğitim Öğretim ve Bilim Araştırma Dergisi, 10(29), 67-72. Will, K. (1999). “Mitsunderstanding

Nationalism. Albany: State University of New York.

Yin, R. . (2009). Case study research: Design and methods. CA: Sage.

Yıldırım, A. & Şimşek, H. (2005). Sosyal bilimlerde nitel araştırma yöntemleri. Seçkin Yayıncılık.

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, di dunia pendidikan juga muncul dua problem lain yang tidak dapat dipisah dari problem pendidikan. Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi

Bangkolo pada Masyarakat Desa Jia, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra di SMA: Kajian Resepsi

Untuk Pengguna Lulusan, KEMENRISTEKDIKTI, dan calon mahasiswa, yang membutuhkan penguatan dalam hal kerjasama, kualitas SDM serta pendanaan, program kami adalah perluasan

Based on the formulation of the problem above, the objective of this research is: To know the influence of using Crossword Puzzle on student s’ reading comprehension in

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pelaksanaan Kurikulum 2013 mata pelajaran PAI di SMP Negeri 5 Yogyakarta dinyatakan telah berjalan dengan baik.(2) Respon guru

Tahapan pemetaan tutupan lahan Potensi simpanan karbon bawah tegakan dapat diperoleh dari beberapa data penyusun simpanan karbon gambut, diantaranya data luas lahan

(vide “idiom”): “Idiom is a speech form or an expression of a given language that is peculiar to itself grammatically or can not be understood from the individual meanings of

Penelitian lintas budaya pada ekspresi emosi wajah telah membuktikan secara meyakinkan bahwa terdapat suatu rangkaian ekspresi wajah yang bersifat universal dan berlaku di