DARU A. SETIAWAN
Tentang Rindu dan Doa-Doa
Penerbit
MONOLOG RASA
Penulis
Daru A. Setiawan
Desain Sampul:
Luluk Ratna Sari Muhammad Arifin
Penerbit
Nulisbuku.com ILP Center Lt. 3-01
Jalan Raya Pasar Minggu No. 39A Pancoran, Jakarta Selatan 12780 Telp: (021) 7981283
Website: www.nulisbuku.com E-mail: admin@nulisbuku.com Twitter: @nulisbuku
Buku ini diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
Segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada manusia agung,
Rasulullah SAW.
Kupersembahkan buku ini untuk kedua orang tua saya yang telah berani membesarkan saya sampai detik
ini, juga Mbak Sari Sastrosuhardjo dengan terima kasih yang tak bertepi karena bersama koleksi novelnya, giat saya untuk menulis kembali hadir. Kubingkiskan beribu terima kasih kepada pembaca
yang budiman karena telah meluangkan waktunya untuk membaca buku kumpulan puisi ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI – 4
BAGIAN I
MELANKOLI JARAK
Sajak Tentang Jarak – 9 Minggu Itu Masih Sepi – 10 Ruang Temu – 11 Waktu – 12 140 Karakter Katanya – 14 Somnolence (1) – 16 Somnolence (2) – 17 Somnolence (3) – 19 Somnolence (4) – 20 Hari Ini Hujan Lagi – 22 Obrolan Monolog – 24
Pena Kaca dan Arloji Hitam – 27 Temu yang Tak Pernah Bertamu – 29 Tutur Waktu – 31
Ada yang Menunggumu Menua Bersama – 32 Kata Rahmi – 34
Atas Nama Terminal Baranangsiang – 35 Delusi Malam – 37
Puisi Kemanusiawian – 38 Hujan Kehilangan jati Diri – 39 Yo? – 41
Timbal Balik – 42 Melumat Waktu – 43 Jarak – 44
Setiap Hari – 45
Ada Beberapa yang Tak Perlu Kau Ketahui – 46 Aku Hanya Ingin – 47
Ajari Aku – 49 Batas Sunyi – 50 Di Ciheuleut – 51
Mencumbu Lewat Hujan – 52 Menabung Jarak – 53
Tanya yang Tak Pernah Berakhir – 54 Mendadak Lupa – 55
Sajak Tentang Ketika Empat Kaki Berjalan di Terminal – 56
Sebelum Kamu – 58
Ada Pria dan Wanita Saling Tegur Sapa Sampai Pria Senang Bahagia – 59
Jangan Pernah Menyalahkan Jarak – 60 Jangan Sesali Hujan – 62
Kata Orang – 63
Aku Bosan Memuja Hujan – 66 Akhir Rindu Berlabuh – 67 Tidak Ada Judul – 68 Rinduku Luluh – 69
Rindu Seperti Tanda Baca – 70 Kita Selalu Benci Malam – 71 Kamu Adalah Puisiku – 72 Mari Berciuman – 73
Dalam Diammu, Aku Bisa Apa? – 74 Secangkir Kopi (Janji) Untukmu – 75 Sampai Saya Berpulang – 76
Jika – 77
Jumpa Mengiba – 78 Pukul 03:10 – 79
BAGIAN II
ILALANG WAKTU & DOA
Malam Ini Melewati Senja Kami – 81 Melankoli Orang-Orang Senja – 82 Inilah Kelakarku – 84
Diakhiri oleh Titik – 85 Jiwa Rasa Kelakar – 86
Sesekali Menari pada Trotoar – 87 Setelah Senja Masih Ada Binar – 89 Teriakku ‘A!’ – 90
Kak, Adik Ingin Pulang – 93 Yang Lain – 97
Anak-Anak Petani Menes – 98 Nelayan Desa Teluk – 99 Manusia dalam Realita – 100 Sketsa Sepertiga Malam – 101
Bagian I
SAJAK TENTANG JARAK
Rindu
MINGGU ITU MASIH SEPI
Minggu pagi kau kemasi barang-barang rapi Dengan ragu, durja, serta haru lagi
Mengangkat rindu yang telah terisi penuh dengan kericau pagi.
Mesti aku menari-nari di depan sang perinduwati? Seperti inilah pria yang di ujung pasrah hati padmi
Engkau semakin ragu ketika pergi menyusuri trotoar hari itu,
padahal tanganku siap kau genggam selalu
Berlayar merintih di ujung pertemuan minggu lalu Ada senja terselip ketika senyum beradu
pada mata indahmu,
pada tiap-tiap langkah engkau mengetuk pakau Mencipta panduan dermaga untuk kepalaku yang berlayar teramat jauh
RUANG TEMU
Mengapa engkau begitu saru
ketika jarak mulai memenuhi pertemuan ini
Padahal aku, memilah sebuah ruang temu untuk kau kena saat berlabuh
Mengapa engkau begitu saru
mengingat semua kisah klasik semalam seminggu lalu
Mengapa engkau begitu saru
terhadap mulut-mulut yang belum belajar, padahal isi kepala penuh kelakar-kelakar
Mengapa engkau tak datang ketika di ruang temu? Ikhlaskan ruang ini jadi semu?
Mengapa banyak bertanya-tanya pada hatiku? Tanya hatimu yang semakin ragu
Kau semakin saru, semakin pilu
WAKTU
Kamu tahu, rindu itu seperti malam
yang menusukkan kantuknya ke pelupuk mata? seperti koran yang dilempar oleh lopernya? seperti anak kecil yang ditinggal ibunya?
seperti bangku taman yang sudah lama tak diduduki si empunya?
seperti bungkus rokok yang kehilangan isinya? seperti angin malam yang dicari orang-orang? seperti palawija yang tumbuh di dataran rendah?
Kamu tahu, rindu itu bak waktu yang tak punya kata jeda
Melanglang buana tak peduli hiruk pikuk menyela tengkuk
Menyangkal sepi dengan ribuan kesakitan manis Meriuh rimbunkan hujan di siang hari
yang memomentumkan kenangan malis .
Kamu tahu, rindu itu seperti anak kecil yang digendong pada tengkuk ayahnya
Tertawa riang tak peduli betapa penat isi kepala nantinya
Tersungut-sungut sampai-sampai mengeluarkan isi perut
Tak keliru, seperti apa manja-manja yang benar-benar matang
Kamu tahu, rindu itu seperti mendung dengan angin, menjahit hujan
yang menghujani punggungku dengan deru nafasmu Memomentumkan waktu
Mengingkari jarak Memekarkan ruang temu
140 KARAKTER KATANYA
berbalas sajak dengan Sinta, 2013
Langkah kaki mulai beradu Gaduh membicarakan rindu yang tak kunjung menggapai temu
Biarkan senja menenggelamkan rindu yang semu Entah sudah berapa kecup kening dihantarkan riuh hening
Entah sudah berapa kali beradu pada pilu Entah sudah berapa kali ruang temu hanya menjadi wacana minggu lalu
dan hanya menjadi lembaran-lembaran usang kian tak terbaca
Meriuh rimbunkan isi kepala.
Kumpulkan penat dalam gelora emosi
Hingga akhirnya tersungut-sungut dalam pelukanmu di segala sisi
Sembari terisak-isak memecah sepi, mari kemasi rindu yang tak kunjung henti
Menepis harapan yang tak pasti
Memungut asa yang pernah tenggelam bersama hari Karena aku tahu mentari tak pernah sanggup
melihat keluhku atas pengabulan semua rindu-rindu yang didoakan
Yang kelak akan mengantarkan kasih ke persimpangan
Melewati ego yang dikemas dengan ketidakpedulian Lalu hanya mampu mengekang gengsi
yang membalut kesucian kasih
Terkikis oleh riuhnya hiruk pikuk senja di kala petang
Tersapu perlahan oleh semilir angin yang lembut namun meniadakan.
Mengalir, menuju ke muara yang bernama cinta
dan kita pernah tenggelam di dalamnya Lalu kita beranjak pulang pada hati yang sesungguhnya
Berkemaslah, kenangan tidak untuk ditinggali Tapi hanya untuk dilirik sesekali
Karena aku bernafas bukan untuk masa lalu
SOMNOLENCE (1)
Sekarang aku tidak mau tidur
biar kamu tahu rinduku bukan rindu kontinyu
Sekarang aku tidak mau tidur
karena pagi tak ada cakapan seperti biasa
Sekarang aku tidak mau tidur
karena esok tak ada kamu, cangkir, dan almanak-almanak
Sekarang aku tidak mau tidur
agar engkau tak hilang di pejam mata
Sekarang aku tidak mau tidur
karena mimpi bersamamu hanya sebatas obrolan semu
Sekarang aku tidak mau tidur
hingga engkau tahu jenuhnya menahan rindu yang mengantuk
Sekarang aku mau kamu
SOMNOLENCE (2)
Tidurmu adalah di mana aku
bisa menapaki keningmu diam-diam dan melumat kelunya kenyataan
Tidurmu adalah tempat di mana usainya rindu yang bersenggama dengan jarak
Tidurmu adalah rindu
yang butuh berkantong-kantong pelukan.
Tidurmu adalah rindu
yang pecah kemudian berhamburan
Tidurmu adalah pasir pantai
yang hancur oleh jejak setapak kenangan kita
Tidurmu adalah leburnya lelah yang tak kunjung pulang
Tidurmu adalah tatapan yang mengandung air mata,
kemudian jatuh menggenangi genang rindu di sebuah satu
Tidurmu adalah ratapan sebuah penantian di hujah malam
Tidurmu bagiku adalah derasnya kecupan
Karena hanya dengan beberapa kecupan saja, jarak tak akan bertambah menjadi sekap
Tentang Penulis
Daru Anugerah Setiawan adalah seorang pemuda yang sedang menjalani perkuliahan semester VI (enam) Jurusan Teknik Informatika di Universitas Serang Raya. Lahir di Pandeglang, 20 Oktober 1993. Pemuda yang biasa dipanggil Daru ini memiliki hobi programming, blogging, browsing, bermain musik, membaca, menulis dan bercerita. Ini adalah buku kumpulan puisi perdana Daru yang dicetak melalui online self-publishing. Bagi yang ingin melakukan komunikasi, Daru dapat dihubungi melalui email: daruanugerah@yahoo.com. Dan jika ingin melalui media sosial, bisa melalui Twitter: @daruanugerah juga Facebook: Daru Anugerah. Untuk info lebih lengkap mengenai online self-publising, silakan kunjungi website: www.nulisbuku.com.