• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA

A. PENGERTIAN

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.

Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanyasuatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadilebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan

(2)

dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

C. ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi a. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2) Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

(3)

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II :

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III : Tanpa keluhan.

Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

(4)

4. Tingkat IV :

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5. Tingkat V :

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

E. KOMPLIKASI

1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas 2. Bronchiolitis 3. Pneumonia 4. Emphysema. 5. Hipoksemia 6. Pneumothoraks 7. Emfisema 8. Deformitas thoraks 9. Gagal nafas F. PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

(5)

akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa 3 menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

(6)

G. PATHWAY

Pencetus serangan

Alergi, emosi/stress obat/obatan, infeksi

Reaksi atigen dan antibodi

Release vasoactive substance, (histamine, brodikinin, anofilaxtocin)

Kontraksi otot polos permeabilitas kapiler sekresi mucus

bronkospasme - kontraksi otot polos produksi mukus

- Edema mukosa - hipersekresi

penumpukan secret kental obstruksi saluran nafas

hipoventilasi bernafas melalui mulut

distribusi sirkulasi tak merata dengan sirkulasi darah paru hiperkapnea gangguan disfungsi gas di alveoli

keringnya mukosa hipoksemia

gelisah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ketidakefektifan pola nafas

cemas

Kerusakan pertukaran gas

(7)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium.

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah.

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

3. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.  Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

(8)

4. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

5. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).

 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

6. Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

7. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

I. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhiale : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.

2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.

3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.

(9)

1. Pengobatan dengan obat-obatan, seperti : a. Beta agonist(beta adrenergik agent) b. Methylxanlines (enphy bronkodilator) c. Anti kolinergik (bronkodilator)

d. Kortikosteroid

e. Mast cell inhibitor(lewat inhalasi)

2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : a. Oksigen 4-6 liter/menit.2)

b. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutandextrose 5% diberikan perlahan.

c. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat inidalam 12 jam

d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segeraatau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangatberat Pengobatan non farmakologik .

1. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

2. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

3. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

(10)

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data. 1) Identitas klien.

Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan,

5) Riwayat spikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan

(11)

dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula,

6) Pola fungsi kesehatan

a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat

Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma)

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien

c) Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya. d) Pola tidur dan istirahat

Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien

e) Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma

f) Pola hubungan dan peran

Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja,

g) Pola persepsi dan konsep diri

Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin

(12)

banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.

h) Pola sensori dan kognetif

Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.

i) Pola reproduksi seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.

j) Pola penangulangan stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor,

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif

7) Pemeriksaan fisik

a). Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien

b) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

(13)

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran

d) Mata.

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya

e) Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori

f) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. g) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan

h) Thorak  Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan

 Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus  Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

 Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

i) Kardiovaskuler.

Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,

(14)

Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi

k) Ekstrimitas.

Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme

2.Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan,

3.Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,

4.Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas,

5.Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

6.Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi,

L. INTERVENSI

1. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus bronkospasme.

Tujuan

 Jalan nafas menjadi efektif. Kriteria hasil

a. menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.

b. dapat mendemontrasikan batuk efektif

c. dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi d. tidak ada suara nafas tambahan

Rencana tindakan

a. Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

(15)

c. Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi d. Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

e. Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada

f. Dorong dan atau berikan perawatan mulut Rasional

 Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruks

 Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi

 Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.

 Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan  Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

 Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut. 2. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan

kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan. Tujuan

 Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif Kriteria hasil

a. Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru

b. Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut Rencana tindakan

a. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan b. Posisikan klien dada posisi semi fowler

c. Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif

d. Minimalkan distensi gaster e. Kaji pernafasan selama tidur

f. Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea Rasional

 Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(16)

 Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru

 Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif  Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma

 Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif  Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik 

3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.

tujuan

Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat. Kreteria hasil

a. Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit b. Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit

c. Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal Rencana tindakan

a. Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran b.Tempatkan klien pada posisi semi fowler

c. Berikan terapi intravena sesuai anjuran

d.Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2

e. Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas

Rasional

 Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien

 Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

 Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.

 Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan

 Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya

(17)

4. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. Tujuan

Asietas berkurang atau hilang. Kriteria hasil

a. Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya. b. Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.

c. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas. Rencana tindakan.

a. Kaji tingkat ansietas yang dialami klien. b. Kaji kebiasaan keterampilan koping.

c. Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati. d. Implementasikan teknik relaksasi.

e. Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan. f. Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan. Rasional.

 Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.

 Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.

 Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.

 Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan

 Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif. 5. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif

dan imobilisasi. Tujuan

Klien tidak mengalami infeksi nosokomial Kriteria hasil

Tidak ada tanda – tanda infeksi Rencana tindakan

a. Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.

(18)

c. Pertahankan kewaspadaan umum.

d. Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum. e. Berikan nutrisi yang adekuat

f. Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan g. Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

Rasional

 Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi  Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial

 Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.

 Sputum merupakan media berkembangnya kuman.

 Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.  Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.  Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Asuhan keperawatan pada pasien asthma. http://nursecerdas.wordpress.com/. 12 november 2012

Anonim. 2011. Laporan pendahuluan asthma. Anonim. 2011. Asuhan keperawatan pada pasien asthma. http://nursecerdas.wordpress.com/. 12 november 2012

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Kerjasama antar tim kesehatan dan klien atau keluarga sangat diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada klien, menggunakan komunikasi

Kesimpulan : Kerjasama antar tim kesehatan dengan keluarga sangat diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien, komunikasi terapeutik dapat mendorong pasien lebih

Dari Karya Tulis ini diharapkan dapat menambah informasi lebih lanjut mengenai cara memberikan asuhan keperawatan keluarga khususnya bagi perawat yang merawat

Nurjanah, 2001, Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien Kualitas Pribadi Sebagai Sarana, Bagian Penerbitan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM,

Kesimpulan: Kerjasama antar tim kesehatan, pasien dan keluarga sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien,

Program pembelajaran praktek profesi Keperawatan Jiwa berfokus pada aplikasi proses keperawatan dalam asuhan keperawatan jiwa untuk membantu klien dan keluarga dalam

Praktik keperawatan: pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.. Asuhan keperawatan: rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya

Peran perawat kesehatan jiwa di masyarakat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung dimana seorang perawat harus memberikan asuhan keperawatan bagi