• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia ada kebebasan yang tidak bisa dihancurkan bahkan oleh kawat berduri sekalipun, yaitu adalah kebebasan untuk mencari makna. Frankl (dalam Takwin, 2007) berpendapat bahwa diantara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting adalah kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki keinginaan untuk bermakna. Ia selalu ingin memberi makna kepada setiap hal yang ada pada dirinya. Bermakna adalah keinginan manusia yang alamiah (Frankl, dalam Takwin, 2007).

Frankl mengatakan bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk bermakna, bagaimanakah dengan pemulung? Pemulung adalah orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. (Sutarji, 2009). Menurut Frankl (dalam Charlys, 2007) manusia memiliki kebebasan berkehendak (freedom of will), kebebasan yang bertanggung jawab. Setiap

(2)

orang mencari makna dalam hidupnya di dalam setiap profesi yang dijalani, namun terkadang rutinitas membuat orang kehilangan makna hidupnya, hal ini yang disebut dengan meaningless.

Para pemulung adalah pahlawan kebersihan lingkungan tanpa tanda jasa. Terpaan terik matahari yang menyengat, bau sampah dan kotoran dari berbagai macam tanpa ada rasa jijik dan malu-malu, membalik-balik sampah guna mengumpulkan barang bekas baik kertas, kardus, besi, plastik dan lain yang bisa dijual kembali kepada para pengepul (Muladi, 2002). Kehidupan mereka sebagai pemulung cukup memperihatinkan, terutama dari segi kesehatan dan ekonomi.

Penelitian terhadap kesehatan fisik pemulung telah dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Sipon Muladi pada tahun 2002. Dia mengatakan bahwa dengan bau yang tidak sedap dan kotoran ditempat tumpukan sampah, kurang diperhatikan, mestinya pemulung perlu memakai kaos tangan, penutup hidung dan penjepit untuk mengambil barang bekas. Ada hal yang sangat berbahaya sekali bagi para pemulung yaitu bagi barang bekas yang asalnya sebagai bahan pembungkus kimia dan bakteri. Hal ini akan sangat berbahaya jika barang bekas diambil dan bersentuhan langsung dengan kulit atau terhirup melalui hidung. Sebagai contoh bahan kimia yang ada pada bekas botol serta botol-botol dari laboratorium, rumah sakit, aki bekas, kardus-kardus bekas pembungkus bahan kimia. Barang-barang bekas yang mengandung bakteri seperti bakteri coli penyebab disentri atau bakteri penyebab penyakit kusta dan lain-lain. Bakteri ini bisa masuk ketubuh manusia melalui pori-pori, kulit atau pernapasan.

(3)

Sebagai contoh kertas HVS bekas banyak mengandung kalsium (kapur) dan mangan, sedangkan kardus bekas banyak mengandung kalsium, mangan dan besi (Muladi, 2002).

Kondisi perekonomian pemulung pun cukup memprihatinkan. Beberapa pemulung mengaku bahwa profesi yang mereka jalani sebagai pemulung itu hanyalah profesi sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukannya demi memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya tidak hanya sebagai pemulung, tapi juga sebagai pengemis, dan buruh cuci (Saputra, 2008).

Dilihat dari aspek kesejahteraan sosial, kondisi kehidupan sehari-hari pemulung sangat memprihatinkan. Pola kehidupan mereka di wilayah perkotaan cenderung kumuh dan mengelompok di kantong-kantong kemiskinan. Mereka banyak tinggal di tempat-tempat yang beresiko tinggi seperti di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah, atau bahkan ada yang tidur di gerobak sampah bersama anak dan istrinya. Hidupnya menggelandang ke berbagai tempat dengan penghasilan yang tidak menentu, mereka memiliki tingkat pendidikan rendah dan keterampilan (skills) yang kurang memadai, serta minim pengalaman bekerja (Rohman, 2011)

Para pemulung juga harus menghadapi konstruksi sosial dan kultur masyarakat yang telah dihinggapi doktrin-doktrin materialisme dan hedonisme. Para pemulung sering dicitrakan sebagai “orang jahat” alias maling yang pantas dicurigai

(4)

(Tuhusetya, 2008). Banyak keluhan bahkan cemoohan dari warga atas keberadaan pemulung karena kehadirannya sudah menimbulkan “keresahan” dan ketidaktenteraman masyarakat. Kondisi tersebut tidak terlepas dari sebagian pemulung yang sering melakukan tindakan kurang terpuji, seperti mengambil perkakas rumah tangga atau barang-barang yang masih dipakai pemiliknya (Rohman, 2011).

Kehidupan pemulung yang cukup memperihatinkan dari segi kesehatan, perekonomian, kesejahteraan sosial, belum lagi adanya pandangan-pandangan negatif dari masyarakat membuat penulis tertarik untuk meneliti bagaimana proses pencarian makna hidup pada pemulung.

Makna hidup menurut Frankl (1968) dapat diraih melalui tiga nilai yakni nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai eksperiensial (experiential values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values). Seseorang dapat memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada kehidupan melalui berbagai kegiatan. Seseorang juga dapat mengambil sesuatu yang bermakna dari luar lingkungannya dan mendalaminya, dan menentukan sikap saat peristiwa tragis menghampirinya.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Frankl (dalam Manik, 2004), bahwa penderitaan sebagai “suatu nasib buruk bagi seseorang yang tidak dapat dihindari”. Sifatnya yang tidak dapat dihindari tersebutlah, maka seseorang tidak kuasa berbuat untuk mengubah apa yang terjadi atasnya. Frankl menjelaskan bahkan

(5)

dalam situasi yang paling absurd, menyiksa dan mendehumanisasikan, kehidupan dapat bermakna dan bahkan penderitaan pun bermakna.

Makna hidup mempunyai karakteristik, yang pertama adalah unik dan personal. Makna hidup itu sifatnya pribadi dan temporer, artinya apa yang dianggap sebagai makna hidup bagi seseortang, belum tentu sama bagi orang lain. Mungkin pula apa yang dianggap bermakna bagi seseorang saat ini, belum tentu bermakna bagi orang tersebut pada saat lain. Kedua, makna hidup bersifat spesifik dan nyata, dalam artian makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, bersifat member pedoman dan arah, sehingga seseorang akan merasa tertantang untuk memenuhuinya (Bastaman, 2007).

Makna hidup juga mempunyai komponen-komponen. Terkandung beberapa komponen yang menentukan keberhasilan seseorang untuk mengubah orientasi makna hidupnya, yaitu pemahaman diri, makna hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan dukungan sosial (Bastaman, 1996). Komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna.

Terdapat beberapa tahapan untuk menuju hidup yang bermakna, yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna dan yang terakhir tahap kehidupan bermakna (Bastaman, 1996). Tahap derita terdiri atas pengalaman tragis dan penghayatan tanpa makna. Dalam tahap ini seseorang

(6)

mengalami peristiwa-peristiwa yang tak terelakan, baik yang bersumber dari dalam diri sendiri maupun berasal dari lingkungan. Peristiwa tragis tersebut berlanjut kepada penghayatan tanpa makna. Penghayatan tersebut mengembangkan sikap mental dan citra negative terhadap diri sendiri dan lingkungannya.

Tahap selanjutnya adalah tahap penerimaan diri. Tahap ini merupakan upaya dalam mengenali dan memahami diri dari peristiwa tragis yang dialami secara positif dengan mengurangi hal-hal yang bersifat negatif. Pemahaman tersebut berlanjut pada perubahan sikap. Perubahan sikap merupakan perubahan atas diri seseorang atas hikmah yang didapatkan dengan menambah pengalaman baru dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan menyadari batasan-batasannya sehingga dapat menentukan sendiri sikap yang akan diambil (Bastaman, 1996).

Tahap selanjutnya, seseorang berusaha mendapatkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan dan perasaan yang tak menyenangkan akibat penderitaan. Usaha tersebut membuahkan komitmen terhadap sikap yang telah diambil terhadap makna hidup yang ditemukan, kemudian mengembangkan potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. Tercapainya makna serta tujuan hidup memunculkan perasaan bahagia pada diri seseorang (Bastaman, 1996).

Berdasarkan proses pencarian makna hidup diatas, makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi

(7)

seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life) (Bastaman, 2007).

Menurut Yalom (dalam Sartami, 2003) pengertian makna hidup sama artinya dengan tujuan hidup, yaitu segala sesuatu yang ingin dicapai dan dipenuhi. Jika seseorang berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan merasakan kehidupannya penuh arti dan berharga, yang akhirnya akan mengalami penghayatan bahagia (happiness). Makna hidup tidak hanya merujuk kepada pemenuhan nilai agama semata-mata. Pada kaum yang tidak beragama menjadikan alam semesta, ekosistem pandangan filsafat dan ideologi tertentu sebagai sumber makna hidupnya. Atas dasar itu maka makna hidup tidak harus sesuatu yang rumit dan muluk-muluk, tetapi bisa sekedar makna berkorban, makna membantu sesama didalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan itu terutama dianggap penting dan dihayati oleh individu yang bersangkutan.

Penelitian terhadap makna hidup tersebut sudah dilakukan pada masyarakat Baduy. Orang Baduy menganggap hidup harus dijalani dengan sederhana, semampunya, dan sewajarnya. Pertama, hidup adalah untuk mencari kebahagian, bukan untuk mengejar materi. Kedua, tercukupi kebutuhan fisik; makan cukup, pakaian ada, dan bisa berbakti kepada orang tua. Ketiga, untuk mencari bahagia maka harus jujur, benar, dan pintar. Pintar saja tapi tidak benar, hal itu tidak indah. Oleh karenanya jangan ada syirik, licik, jangan memfitnah, jangan berbohong, jangan selingkuh. Percuma hidup kalau hanya jadi tukang menipu dan menindas orang lain.

(8)

Makna hidup orang Baduy yang sederhana namun memiliki kualitas penghayatan yang dalam, kemudian menjadi satu panduan perilaku komunal. Pada saat bersamaan mengarah pada kesetaraan dan saling menghargai antara sesama (Mulyanto, Prihartanti, & Moordiningsih, 2007).

Kehidupan pemulung yang sedemikian rupa, menjadi pertanyaan bagi penulis bagaimana mereka mampu menemukan makna hidupnya? Dapatkah mereka menemukan makna hidupnya? Bertolak dari hal tersebut, penulis menganggap bahwa proses pencarian makna hidup merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengingat kehendak hidup bermakna sebagaimana yang dialami oleh Frankl di kamp konsentrasi (Bastaman, 2007), merupakan sesuatu yang sangat esensial yang mampu membuat seseorang bertahan hidup. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat bagaimana proses pemulung menemukan makna hidupnya.

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

• Bagaimana proses pencarian makna hidup pada pemulung?

1.3. Tujuan Penelitian

(9)

• Menggambarkan secara menyeluruh mengenai proses pencarian makna hidup pada pemulung

1.4. Manfaat Penelitian

¾ Teoritis

• Sebagai pengembangan ilmu psikologi, yaitu membuka wawasan mengenai makna hidup pemulung secara individual. • Peneliti dapat mengetahui bagaimana proses pencarian makna

hidup pada pemulung.

• Dapat memberikan bukti teoritis serta empiris mengenai Proses pencarian makna hidup pada pemulung.

¾ Praktis

• Dengan adanya penelitian tentang makna hidup ini, dapat menjadi pedoman bagi orang lain untuk menemukan makna hidupnya.

• Memberikan wacana dan informasi bagi individu agar dapat memahami pentingnya proses pencarian makna hidup

(10)

• Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bila akan mengadakan penelitian lebih lanjut, khususnya masalah proses pencarian makna hidup.

1.5. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BabII Kajian Teori

Berisikan mengenai tinjauan pustaka terkait dengan fenomena, teori yang digunakan untuk menjadi landasan penelitian, serta kerangka pemikiran. Bab III Metode Penelitian

Berisi pendekatan penelitian, subjek yang akan diteliti, pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV Hasil Penelitian

Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum setiap subyek, serta analisis interkasus dan antarkasus subyek mengenai proses pencarian makna hidup dan komponen-komponen dari makna hidup.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, pada generasi MV3 semua perlakuan iradiasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang, akan tetapi

Diisi dengan jumlah seluruh pegawai di Kantor Pusat, Kantor Divisi Regional, dan Kantor Cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Nama Aktuaris.. Diisi

Hasil kajian mendapati terdapat lima latihan yang diperlukan oleh sukarelawan bencana banjir iaitu latihan rawatan asas kecemasan, latihan psikologi, latihan fizikal,

Hasil identifikasi ookista Coccidia yang ditemukan termasuk genus Eimeria 3 dan Isospora 2, dari hasil pemeriksaan sampel tanah dibeberapa lokasi tempat pembuangan

Peraturan perundang-undangan ini, memacu pertumbuhan dan pertambahan jumlah perusahaan jasa penerbangan yang tergabung dalam International Air Transport Association

Masalah perilaku sosial yang dijumpai peniliti pada anak autis berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 25 januari 2012 di Taman Baca Masyarakat

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Perhitungan

Bertitik tolak dari uraian di atas maka merupakan hal yang menarik bagi peneliti untuk di angkat menjadi suatu bahan penelitian dengan judul “Peranan Kantor Pertanahan