• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF)

SEBAGAI EMOLIENT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia

RIZKY KURNIAWAN

0906604426

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF)

SEBAGAI EMOLIENT

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia, yang mana bukan merupakan tiruan ataupun duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Indonesia maupun Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Depok, Juni 2012

Rizky Kurniawan 0906604426

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rizky Kurniawan

NPM : 0906604426

Program Studi : Teknik Kimia

Judul Skripsi : PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN

MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN

HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Rita Arbianti, MSi ( ...) Penguji : Prof. Dr. Ir. Anondho Wijanarko (...) Penguji : Dr. Ing. Ir. Misri Gozan, M.Tech (...) Penguji : Bambang Heru Susanto, ST, MT (...)

Ditetapkan di : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia Tanggal : Juni 2012

(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi dengan judul “PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT”untuk memenuhi tugas skripsi, salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(1) Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA selaku Ketua Departemen Teknik Kimia. (2) Ir. Rita Arbianti, Msi selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

(3) Dr. Ir. Setiadi M.Eng selaku dosen pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu dan membantu permasalahan akademik perkuliahan selama ini;

(4) Ir. Yuliusman M.Eng selaku koordinator skripsi Teknik Kimia FTUI;

(5) Para dosen Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu dan wawasannya;

(6) Orangtua yang selalu memberi dukungan dan semangat selama mengerjakan seminar ini dirumah;

(7) Istri tercinta yang selalu memberi dukungan dan semangat selama mengerjakan skripsi ini dirumah;

(8) Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung;

(5)

Penulis menyadari bahwa dalam makalah skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini dan melaksanakan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Depok, Juni 2012

Rizky Kurniawan 0906604426

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rizky Kurniawan NPM : 0906604426 Program Studi : Teknik Kimia Departemen : Teknik Kimia Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Kampus Universitas Indonesia Depok Pada tanggal : Juni 2012

Yang menyatakan

(7)

Program Studi : Teknik Kimia

Judul : PEMBUATAN BODY LOTION DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLUM

PICTUM (LINN) GRIFF) SEBAGAI EMOLIENT

Manfaat daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) adalah sebagai pelembab kulit (emolient) dimana komponen terpentingnya adalah lipid. Ekstrak didapatkan dengan metode ekstraksi ultrasonik dimana yield tertinggi didapatkan dengan menggunakan komposisi pelarut 100% Etanol pada waktu ekstraksi 60 menit. Ekstrak yang didapatkan memiliki nilai iodine 0,42; Viskositas 25cP; pH 5,99 dan densitas sebesar 0,855 gr/cm3 kandungan kimianya adalah neophytadiene, alpha tocopherol, squalene, gamma tocopherol, dodecane dan tetradecane. Komposisi ekstrak dalam formulasi body lotion yaitu 4% dengan viskositas 5800 cP; pH 7,87; densitas 0,9936 gr/cm3; dan total mikroba kurang dari 30 koloni/gram nilai ini sesuai dengan SNI 16-4399-1996.

Kata kunci: Daun handeuleum, Ekstraksi ultrasonik, body lotion

ABSTRACT

Benefits handeuleum leaves (Graptophyllum pictum (L.) Griff) is a emollient that the most important components is lipid. Extraction using ultrasonic extraction method with the highest yield using 100% ethanol solvent on extraction time 60 minutes. Extract obtained had the iodine value of 0.42; Viscosity 25cP; pH 5.99 and density of 0.855 gr/cm3 chemical content is neophytadiene, alpha tocopherol, squalene, gamma tocopherol, dodecane and tetradecane. Composition extract in formulation body lotion is 4% with a viscosity of 5800 cP; pH 7.87; 0.9936 gr/cm3 density, and total microbial less than 30 colonies / gram this value according to SNI 16-4399-1996.

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGHANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... . 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Batasan Masalah... 3 1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Body Lotion ... 5

2.1.1. Definisi body lotion ... 5

2.1.2. Bahan penyusun body lotion ... 7

2.1.2.1Asam stearat ... 9 2.1.2.2Gliseril stearat ... 9 2.1.2.3Petroleum Jelly ... 10 2.1.2.4Minyak mineral ... 10 2.1.2.5Isopropil palmitat ... 10 2.1.2.6Gliserin ... 11 2.1.2.7Trietanolamin ... 11 2.1.2.8Air ... 12 2.1.2.9Metil paraben ... 12 2.1.2.10 Pewangi ... 12 2.2 Emolient ... 13 2.2.1 Jenis-Jenis Emolient ... 13

2.2.2 Isi dan Klasifikasi Emolient ... 14

2.3 Mekanisme Pengaturan Hidrasi Kulit ... 15

2.4 Lipid ... 17

2.5 Asam Lemak ... 18

2.6 Tumbuhan Daun Handeuleum (Graptophyllum pictum L.) ... 20

2.6.1 Morfologi Tumbuhan Daun Handeuleum ... 20

2.6.2 Sistematika Tumbuhan Daun Handeuleum ... 21

2.6.3 Manfaat Tumbuhan Daun Handeuleum ... 22

2.6.4 Kandungan Kimia Tumbuhan Handeuleum... 23

2.7 Ekstraksi ... 23

(9)

3.1 Variabel bebas dan Variabel Terikat ... 32

3.2 Bahan dan Alat ... 32

3.3 Prosedur Penelitian ... 34

3.3.1 Pengeringan daun handeuleum ... 34

3.3.2 Ekstraksi Daun Handeuleum ... 34

3.3.3 Analisis Ekstrak Daun Handeuleum ... 35

3.3.3.1Analisis Bilangan Iodine ... 35

3.3.3.2Viskositas ... 36

3.3.3.3pH ... 36

3.3.3.4Densitas ... 37

3.3.4 Pembuatan Body Lotion…… ... 37

3.3.5 Analisis Body Lotion…… ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1Analisis Prosedur Penelitian ... 40

4.1.1 Preparasi Sample Daun Handeuleum ... 40

4.1.2 Ekstraksi dengan Metode Sonikasi ... 41

4.1.3 Pemisahan dan Penguapan ... 42

4.1.4 Pembuatan Body Lotion ... 43

4.2Pengaruh Konsentrasi Larutan Ekstrak dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Sonikasi... 43

4.3Karakteristik Fisik Daun Handeuleum ... 45

4.4Pengaruh Komposisi Ekstrak Daun Handeuleum terhadap Karakteristik Fisik Body Lotion... 47

4.4.1 Pengaruh komposisi ekstrak daun handeuleum terhadap pH body lotion ... 47

4.4.2 Pengaruh komposisi ekstrak daun handeuleum terhadap viskositas body lotion ... 49

4.4.3 Pengaruh komposisi ekstrak daun handeuleum terhadap densitas body lotion ... 50

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... xiii

(10)

Tabel 2.1 Syarat mutu pelembab kulit ... 7

Tabel 2.2 Asam lemak yang banyak ditemukan dalam lipid ... 19

Tabel 2.3 State of the art jurnal di Indonesia ... 29

Tabel 2.4 State of the art dari Jurnal Internasional ... 29

Tabel 3.1 Komposisi Body Lotion (persen berat) ... 39

Tabel 4.1 Hasil Analisa Ekstrak Daun Handeuleum ... 45

(11)

Gambar 2.1 Tanaman Daun Handeuleum ... 22

Gambar 2.2 Proses rapatan dan regangan dalam kaitannya dengan osilasi kavitasi ... 26

Gambar 2.3 Peralatan Ekstraksi Ultrasonik ... 28

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 31

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Body Lotion ... 38

(12)

Grafik 4.1 Yield ekstrak yang dihasilkan pada variasi komposisi larutan ekstrak ... 44

Grafik 4.2 Yield ekstrak yang dihasilkan pada variasi waktu ekstraksi ... 45

Grafik 4.3 pH Body Lotion ... 48

Grafik 4.4 Viskositas Body Lotion ... 49

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahan alam berupa tumbuh-tumbuhan merupakan keanekaragaman hayati yang masih sedikit menjadi subjek penelitian di Indonesia, disebabkan pemanfaatan tumbuhan hanya berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun. Sehingga pemanfaatan tumbuhan hanya bisa dimanfaatkan untuk beberapa tujuan saja. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penggunaan tanaman menjadi semakin berkembang. Kondisi inilah yang memacu usaha untuk menggali informasi kandungan senyawa kimia dan bioaktivitas tumbuhan melalui penelitian ilmiah menjadi sangat penting.

Salah satu tanaman yang ada di Indonesia berkhasiat adalah tanaman handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff)., Daun handeuleum berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit (emolient)(Dalimartha, 1999). yang sekarang ini hanya dimanfaatkan sebgai obat wasir, tetapi selain dimanfatkan sebagai obat wasir ternyata daun handeuleum juga bisa berguna sebagai emolient. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk penggunaan daun handeuleum sebagai emolient untuk pembuatan body lotion. Istilah pelembab dan emolient sering dikacaukan sehingga timbul bermacam definisi. Istilah pelembab menggambarkan terjadinya penambahan air ke kulit, sehingga menurunkan kekasaran kulit atau peningkatan kadar air secara aktif ke kulit. Pengertian emolient adalah bahan oklusif yang membantu hidrasi kulit dengan cara mengoklusi permukaan kulit dan menahan air di stratum corneum (Purwandhani, 2000).

Emolient berfungsi sebagai oklusif atau membentuk lapisan yang mempunyai kemampuan untuk mengganti lapisan hidrofilik alamiah sehingga mengurangi terjadinya kulit kering. Emolient dapat bekerja pada kulit normal maupun dengan kelainan sehingga dapat digunakan untuk pengobatan kelainan kulit pada umumnya. Efek emolient adalah melembabkan kulit , anti inflamasi, antimitotik dan anti pruritus (Purwandhani, 2000). Komponen terpenting pada emolient adalah lipid.

(14)

Lipid bisa berasal dari tumbuhan dan hewan, minyak mineral atau sintetik. Asam lemak yang digunakan berantai karbon 8-18 dan dapat jenuh maupun tidak jenuh. Telah banyak metode yang digunakan untuk mengekstrak lipid dari daun dengan yield yang lebih besar dan dalam waktu yang singkat.

Salah satu upaya untuk mengoptimalkan peningkatan produksi Lipid dari daun handeuleum adalah penggunaan teknologi yang tepat untuk menghasilkan produksi yang optimal. Salah satunya adalah penggunaan metode ekstraksi. Sudah banyak ekstraksi yang dikembangkan untuk mengekstrak daun seperti ekstraksi menggunakan pelarut (bligh and dryer, 1959) dan pemecahan dinding sel dengan sonikator (Cynthia, 2011).

Dari penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa metode menggunakan sonikator terbukti menghasilkan yield lipid yang lebih besar. Metode ekstraksi ultrasonic dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 53 kHz dapat menghancurkan sel daun sehingga mempercepat proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel ke pelarut sehingga bisa menghasilkan total yield lipid yang cukup besar dengan waktu yang lebih singkat.

Maka untuk penelitian kali ini digunakan daun Handeuleum yang diekstraksi menggunakan ekstraksi ultrasonic untuk dibandingkan total perolehan lipidnya. Lipid hasil ekstraksi akan dianalisa menggunakan GCMS untuk diketahui total asam lemak yang terbentuk. Sehingga diharapkan nantinya dapat di kembangkan lebih lanjut untuk produksi emolient dari daun handeuleum yang bisa digunakan sebagai bahan baku body lotion.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh waktu ekstraksi ultrasonic terhadap yield ekstrak daun handeuleum yang dihasilkan?

2. Bagaimana pengaruh komposisi pelarut pada ekstraksi ultrasonic terhadap yield ekstrak daun handeuleum yang dihasilkan?

3. Bagaimana karakteristik body lotion yang dihasilkan dengan menggunakan ekstrak daun handeuleum sebagai emolient?

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan yield yang tinggi dari ekstrak daun handeuleum menggunakan ekstraksi ultrasonik pada waktu ekstraksi yang berbeda 2. Untuk mendapatkan yield yang tinggi dari ekstrak daun handeuleum

menggunakan ekstraksi ultrasonik pada komposisi pelarut yang berbeda 3. Untuk mendapatkan karakteristik body lotion yang terbaik sesuai dengan

standart SNI

1.4 Batasan Masalah

1. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Bioproses Departemen Teknik Kimia.

2. Pengujian kandungan dalam lipid yang berasal dari daun handeuleum dibatasi hanya oleh pH, viskositas, densitas, bilangan iodine dan GCMS. 3. Metode Ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi ultrasonik

4. Variasi operasi yang akan dibandingkan adalah:

a. yield lipid yang dihasilkan dari metode ekstraksi ultrasonik. b. Variasi waktu pada ekstraksi ultrasonik

c. Variasi pelarut/solvent pada ekstraksi ultrasonik 5. Variasi komposisi body lotion yang dibandingkan adalah :

a. Penampilan, nilai pH, viskositas, dan densitas yang dihasilkan dari tiap komposisi body lotion

b. Variasi komposisi ekstrak daun handeuleum, white oil, dan iso propil palmitat

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika yang akan digunakan pada penulisan makalah skripsi kali ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai penjelasan latar belakang diadakannya penelitian, rumusan masalah yang dibahas, tujuan penelitian yang ingin dicapai,

(16)

batasan masalah dari penelitian yang akan dilakukan serta penjelasan mengenai sistematika penulisan makalah skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi dasar teori penelitian yang akan digunakan untuk menjelaskan masalah.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan dan perbandingan dengan literatur

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan yang didapat dari penelitian dan saran untuk menunjang perbaikan dalam penelitian

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai beberapa topik yang mendasari peneliian yang akan dilakukan. Beberapa informasi yang akan dibahas adalah body lotion, emolient, lipid, asam lemak, daun handeuleum, ekstraksi, ekstraksi ultrasonic.

2.1 Body Lotion

2.1.1. Definisi Body Lotion

Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat dituang (Rieger 1994). Menurut Silva et al. (2006), emulsifikasi merupakan proses pendispersian suatu larutan ke dalam larutan yang tidak saling bercampur. Emulsi berbentuk droplet dan ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan selama proses emulsifikasi.

Dua cairan yang tidak saling bercampur cenderung membentuk tetesan-tetesan jika diaduk secara mekanis. Jika pengocokan dihentikan, tetesan-tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat dan kedua cairan tersebut akan memisah. Lamanya terjadi tetesan tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu pengemulsi. Biasanya hanya ada satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan untuk jangka waktu yang cukup lama. Fase ini disebut fase dalam (fase terdispersi atau fase diskontinu) dan fase ini dikelilingi fase luar atau fase kontinu. Ada dua bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik, yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air, sehingga disebut emulsi minyak dalam air,biasanya diberi tanda “m/a”. Sebaliknya, emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai “a/m”(Rieger 1994).

Pada emulsi kosmetik, dua fase secara terpisah dipanaskan pada suhu yang sama, kemudian fase yang satu dituangkan ke fase lainnya dan dipanaskan pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar. Fase-fase tersebut dicampur pada

(18)

suhu 70-75 °C karena pada temperatur ini, pencampuran fase cair dapat terjadi dengan baik. Temperatur dapat diturunkan beberapa derajat jika titik leleh fase lemak cukup rendah (Idson dan Lazarus 1994).

Waktu, variasi temperatur, dan proses pencampuran mempunyai pengaruh yang kompleks pada proses emulsifikasi. Pengocokan dibutuhkan untuk emulsifikasi sehingga terbentuk tetesan-tetesan. Pada pengocokan selanjutnya, kemungkinan terjadi koalisi antara tetesan-tetesan menjadi semakin sering, sehingga dapat terjadi penggabungan. Oleh karena itu, disarankan untuk menghindari waktu pengocokan yang terlalu lama, pada waktu dan sesudah pembentukan emulsi. Selama penyimpanan, ketidakstabilan emulsi dapat dibuktikan oleh pembentukan krim, agregasi bolak-balik, atau agregasi yang tidak dapat balik (Rieger 1994).

Kestabilan emulsi berhubungan dengan viskositas. Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit (Schmitt 1996). Pada emulsi m/a, bulatan gumpalan emulsi menyebabkan peningkatan viskositas secara tiba-tiba.Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama (5-15 haripada temperatur kamar). Biasanya penurunan viskositas dengan waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan dan menunjukkan shelf-life yang buruk (Rieger 1994).

Lotion pelembab berfungsi mempertahankan kelembaban dan daya tahan air pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit(Mitsui 1997). Fungsi utama body lotion untuk perawatan kulit adalah sebagai pelembut (Emolient). Hasil akhir yang diperoleh tergantung dari daya campur bahan baku dengan bahan lainnya untuk mendapatkan kelembaban, kelembutan, dan perlindungan dari kekeringan (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit terdapat pada SNI 16-4399-1996.

(19)

Tabel 2.1 Syarat mutu pelembab kulit

No. Kriteria Satuan Syarat

1 Penampakan - Homogen 2 pH - 4,5-8 3 Bobot jenis gr/cm3 0,95-1,05 4 Viskositas cP 2000-50.000 5 Cemaran mikroba Koloni/gram Maksimum 102 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1996)

2.1.2. Bahan penyusun Body Lotion

Body lotion merupakan campuran dari air, pelembut, humektan, bahan pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997). Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan body lotion. Air yang digunakan dalam pembuatan lotion adalah air murni yang berfungsi sebagai pelarut(Departemen Kesehatan 1993).

Emolient (pelunak, zat yang mampu melunakkan kulit) didefinisikan sebagai sebuah media yang jika digunakan pada lapisan kulit kering akan mempengaruhi kelembutan kulit. Bahan ini mengisi ruang antar sel kulit, membantu menggantikan lemak sehingga dapat melembutkan dan melumasi(Mariani 2007). Farage (2007) menyatakan bahwa emolient yang digunakandalam body lotion dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit kulit sepertidermatitis. Lotion dengan emolient dapat membuat kulit terasa nyaman, kering,dan tidak berminyak.

Rasa nyaman setelah pemakaian body lotion disebabkan emolient memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Oleh karena itu, dalam membuat formula body lotion harus diperhatikan fungsi utama dari body lotion yaitu melembutkan, mudah dan cepat menyerap pada permukaan kulit, tidak meninggalkan lapisan tipis, tidak menimbulkan rasa lengket pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu pernafasan, antiseptis, memiliki bau yang khas(menyegarkan), serta memiliki warna menarik dan tetap. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai emolient adalah minyak mineral, ester isopropil, turunan lanolin, trigliserida, dan asam lemak (Schmitt 1996).

(20)

Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada body lotion karena merupakan zat yang melindungi emulsi dari kekeringan dengan mempertahankan kandungan air produk saat pemakaian pada permukaan kulit. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang. Humektan ditambahkan pada body lotion dan produk dengan tipe emulsi minyak dalam air lainnya untuk mengurangi kekeringan ketika disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997). Humektan yang dapat digunakan dalam body lotion yaitu gliserin, propilen glikol, dan sorbitol dengan kisaran penggunaan 0,5-15% (Schmitt 1996).

Bahan pengental (thickener) digunakan untuk mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk dengan mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble polymers yang digunakan sebagai bahan pengental diklasifikasikan sebagai polimer natural, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui 1997). Pengental polimer seperti gum-gum alami,derivatif selulosa, dan karbomer lebih sering digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan thickener dalam pembuatan body lotion biasa digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu di bawah2,5% (Schmitt 1996).

Emulsifier atau pengemulsi merupakan bahan yang penting dalam pembuatan body lotion karena memiliki gugus polar maupun non polar dalam satu molekulnya, sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan disisi lain juga akan mengikat air yang polar. Hal ini berhubungan dengan hidrofillipofil balance yaitu keseimbangan antara komponen yang larut air dan larut minyak (Schmitt 1996). Emulsifier akan membentuk lapisan tipis (film) yang menyelimuti partikel dan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Emulsi mengandung lebih dari satu emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi. Untuk mendapatkan sistem emulsi yang stabil, dipilih emulsifier yang larut dalam fase yang dominan, yaitu fase pendispersi. Asam stearat, gliseril monostearat, dan setil alkohol merupakan emulsifier yang dapat digunakan dalam produk emulsi (Suryani et al. 2000).

Gliserin atau sorbitol yang merupakan sumber karbon dan substansi lain seperti turunan asam amino dan protein biasanya ditambahkan pada pembuatan

(21)

body lotion. Bahan-bahan ini merupakan sumber nitrogen bagi mikroorganisme. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengawet untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan untuk menghindari deteriorasi produk (Mitsui 1997).Pengawet dapat ditambahkan pada produk sebesar 0,1-0,2%. Pengawet juga harusditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan, yaitu antara 35-45 oC agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut. Pengawet yang baik memiliki persyaratan, yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai konsentrasi yang digunakan, dan tidak menimbulkan bahaya pada kulit. Pengawet yang biasanya digunakan dalam kosmetika yaitu metilparaben dan propil paraben (Schmitt 1996).

Pewangi ditambahkan pada lotion sebagai upaya meningkatkan nilai produk. Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin, yaitu berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan body lotion, pewangi dicampurkan pada suhu 35 oC agar tidak merusak emulsi yang sudah terbentuk (Schmitt 1996). Berikut ini merupakan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam formulasi body lotion.

2.1.2.1Asam stearat

Asam stearat (C17H35COOH) merupakan komponen fase lemak yang berfungsi sebagai emulsifier untuk memperoleh konsistensi suatu produk. Dengan penambahan asam stearat, produk bersifat lunak dan menghasilkan kilauan yang khas (Idson dan Lazarus 1994). Asam stearat diproduksi dengan mengekstraksi cairan asam dari asam lemak yang berasal dari lemak sapi. Selain itu, proses destilasi asam lemak yang berasal dari minyak kacang kedelai atau minyak biji kapas juga dapat dilakukan untuk memproduksi asam stearat (Mitsui 1997). Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air (Departemen Kesehatan 1993).

2.1.2.2Gliseril stearat

Gliseril stearat (C21H42O4) merupakan komponen fase lemak yang berfungsi sebagai emolient dan emulsifier (Idson dan Lazarus 1994). Gliseril stearat merupakan suatu poliol ester yang pada umumnya bukan merupakan produk alami, namun merupakan suatu campuran mono dan diester dari asam

(22)

stearat dan palmitat. Gliseril stearat adalah suatu zat berbentuk flakes seperti lilin yang larut dalam pelarut organik dengan titik leleh 56-58 oC. Emulsi yang dihasilkan pada komponen ini stabil pada pH 7. Konsentrasi yang berlebihan dari bahan ini harus dihindari karena dapat menghasilkan gel pada body lotion. Lotion yang diformulasikan menggunakan Gliseril stearat biasanya sangat tebal dan berat (Schmitt 1996).

2.1.2.3Petroleum Jelly

Petroleum Jelly (C33H70) dapat digunakan dalam pembuatan krim atau lotion yang berfungsi untuk menghaluskan dan melembutkan kulit (emolient). Minyak ini merupakan pelembut kulit yang sangat baik karena bersifat tidak aktif dan tidak menembus kulit. Sunsmart (1996) menyatakan bahwa Petroleum Jelly sering digunakan dalam formulasi kosmetika dan efek pemakaiannya dipertimbangkan sebagai occlusive emolient. Selain itu, bahan ini dapat berfungsi sebagai antioksidan dan pengemulsi. Petroleum Jelly memiliki warna dari transparan sampai kekuningan dan merupakan campuran semi solid hidrokarbon, dapat terbakar, titik leleh berkisar beberapa derajat dibawah 100 oF (37 oC), serta tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzene dan karbon disulfida (Anonima 2007).

2.1.2.4Minyak mineral

Minyak mineral (CnH2n+2) merupakan cairan yang tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau, serta tidak larut dalam alkohol atau air. Terdapat dua jenis minyak mineral yang penting, yaitu parafin cair (viskositas 110-220 mPa.s) dan parafin cair ringan (viskositas 25-80 mPa.s). Minyak-minyak mineral untuk kosmetik merupakan fraksi bertitik didih tinggi yang diperoleh dari distribusi minyak kasar yang dimurnikan dan dijernihkan dengan asam sulfat. Minyak ini merupakan pelembut kulit yang baik karena bersifat tidak aktif dan tidak menembus kulit. Oleh karena itu, minyak-minyak ini memiliki kompabilitas yang sangat baik terhadap kulit (Schmitt 1996).

2.1.2.5Isopropil palmitat

Isopropil palmitat (C19H38O2) adalah ester dari isopropil alkohol dan asam palmitat, mempunyai nama resmi 1-metil etil heksadekanoat. Pada suhu ruang, isopropil palmitat merupakan cairan jernih tidak berwarna sampai

(23)

berwarna kekuningan, tidak berbau, dan bersifat kental. Viskositas yang terukur adalah antara 5 sampai 10 mPa.s pada 25 °C. Suhu didih dari isopropil palmitat adalah 160 °C pada 266 Pa (2 mm Hg). Titik beku terukur antara 13-15 °C dan umumnya memadat pada suhu di bawah 16 °C (Anonimb 2007). Isopropil palmitat terdiri dari ester yang terbentuk dari isopropil alkohol dan asam lemak jenuh dengan BM tinggi yakni 298,51. Bahan ini merupakan cairan tidak berwarna, mudah dituang, berbau lemah, serta larut dalam aseton, minyak jarak, kloroform, etanol 95% dan parafin cair. Namun, isopropil palmitat tidak larut dalam air, gliserin, dan propilen glikol (Departemen Kesehatan 1993).

Aplikasi isopropil palmitat umumnya sebagai emolient dengan karakteristik penyebaran yang baik. Secara luas produk ini digunakan dalam produk kosmetika, seperti sabun cair, krim, lotion, produk perawatan wajah, produk perawatan rambut, deodoran, pewarna bibir, dan bedak (Anonimb 2007). 2.1.2.6Gliserin

Humektan terpenting dalam pembuatan body lotion adalah gliserin (C3H5(OH)3) yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida dan sorbitol. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hydrogen dengan air sehingga mencegah penguapan air. Komposisi gliserin yang digunakan pada formulasi berkisar antara 3-10% (Mitsui 1997). Penggunaan gliserin berfungsi untuk mencegah lotion menjadi kering dan mencegah pembentukan kerak selama pengemasan dalam botol. Selain itu, gliserin juga berfungsi dalam memperbaiki konsistensi dan mutu lotion, yaitu mencegah terhapusnya lotion jika digunakan pada kulit sehingga memungkinkan lotion dapat menyebar tanpa digosok. Penambahan gliserin menyebabkan sediaan menjadi lebih pekat (Idson dan Lazarus 1994).

2.1.2.7Trietanolamin

Trietanolamin (CH2OH(CH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat dicampur dengan air dan etanol (95%) namun sukar larut dalam eter (Departemen Kesehatan 1993). TEA dapat digunakan sebagai penyeimbang pH dalam sediaan kosmetika (Anonimc 2008).

(24)

2.1.2.8Air

Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan body lotion. Air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air mengandung beberapa bahan pencemar sehingga air yang digunakan untuk produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu (Mitsui 1997). Air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses penukaran ion, dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja. Air merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, berfungsi sebagai pelarut, dan memiliki pH 5,0-7,0 (Departemen Kesehatan 1993).

2.1.2.9Metil paraben

Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak berwarna, berbentuk serbuk halus, tidak berbau, dan rasa sedikit membakar. Zat ini dapat larut dalam etanol 95%, eter, dan air namun sukar larut dalam benzen dan karbontetraklorida (Departemen Kesehatan 1993). Metil paraben dapat digunakan dalam sediaan kosmetika dengan konsentrasi maksimum 1% (Mitsui 1997). Metil paraben sering digunakan dalam body lotion karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Kelemahan dari metil paraben yaitu kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan terhadap jamur dan ragi (Idson dan Lazarus 1994). Pengawet ini tidak bersifat toksik dan tidak menyebabkan iritasi kulit tetapi dapat menyebabkan alergi untuk kulit sensitive (Anonimd 2008).

2.1.2.10 Pewangi

Pewangi yang biasa digunakan dalam formulasi body lotion adalah minyak esensial (essential oil). Minyak esensial merupakan bahan yang sensitif terhadap panas, sehingga harus ditambahkan pada temperatur yang rendah. Minyak ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan iritasi (Rieger 2000).

(25)

2.2 Emolient

Istilah pelembab dan emolient sering dikacaukan sehingga timbul bermacam definisi. Istilah pelembab menggambarkan terjadinya penambahan air ke kulit, sehingga menurunkan kekasaran kulit atau peningkatan kadar air secara aktif ke kulit. Pengertian emolient adalah bahan oklusif yang membantu hidrasi kulit dengan cara mengoklusi permukaan kulit dan menahan air di stratum corneum. (Purwandhani, 2000)

2.2.1 Jenis-jenis Emolient

Penggolongan pelembab berdasarkan atas mekanisme hidrasi langsung dan tidak langsung . 1. Tidak langsung a. Bahan Oklusi • sebagai pelembab • anti inflamasi • anti mitotik • anti pruritus

b. Bahan pembentuk lipofilik

• asam lemak esensial

• seramid 2. Langsung

a. Bahan pembentuk lapisan hidrofilik

• glikosaminoglikan ( asam hyaluronat, kondroitin sulfat )

• kolagen

• khitin dan khitosan

• polimer hidrofilik

b. Humektan : bahan higroskopis yang menyebabkan lapisan epidermis mampu menyerap dan menyimpan air.

(26)

• gliserin

• sorbitol

• propilen glikol

• ester poligliseril

• asam laktat

c. Natural moisturizing factor ( NMF )

• natrium pirolidon karbosiklat

• urea

• asam amino

• asam alfa hidroksi (Purwandhani, 2000) 2.2.2 Isi dan Klasifikasi Emolient

Emolient berfungsi sebagai oklusif atau membentuk lapisan yang mempunyai kemampuan untuk mengganti lapisan hidrofilik alamiah, sehingga mengurangi TEWL. Emolient dapat bekerja pada kulit normal maupun dengan kelainan, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan kelainan kulit pada umumnya. Efek emolient adalah melembabkan kulit, anti inflamasi, antimitotik dan antipruritus. Komponen terpenting pada emolient adalah lipid. Lipid bisa berasal dari tumbuhan dan hewan, minyak mineral atau sintetik. Asam lemak yang digunakan berantai karbon 8-18 dan dapat jenuh maupun tidak jenuh. (Purwandhani, 2000)

Klasifikasi emolient sebagai berikut :

1. Lemak hewani : lemak sapi, lemak domba

Lanolin ( lemak domba penghasil wool) dahulu banyak digunakan tetapi dapat menyebabkan sensitifitas, saat ini dipakai bermacam lanolin yang telah diubah susunan kimianya. Penelitian Clark dkk (1981) menyebutkan komponen utama penyebab iritasi dalam lanolin adalah alkohol.

2. Lemak tumbuhan

Minyak tumbuhan / biji-bijian asli yang belum dimodifikasi dimasukkan dalam formulasi emolient (contohnya minyak kacang, bunga matahari, zaitun).

(27)

berminyak kebanyakan dipakai untuk minyak mandi rendam. 3. Minyak mineral

Minyak yang digunakan untuk emolient merupakan hasil destilasi vaselin dan mengandung komponen organik dalam jumlah besar, terutama hidrokarbon alifatik rantai panjang dan bercabang. Proses pembuatan termasuk destilasi, ekstraksi pelarut, kristalisasi dan netralisasi alkali dan bleaching menghasilkan petroleum jelly dan light liquid parafin ( white oil ). Untuk pelembab medis digunakan parafin oil.

4. Minyak sintesis

Yang sering digunakan dan tampaknya cukup ideal ialah minyak silikon sintesis.

5. Lilin Lemak

Yaitu campuran lipid semi solid kompleks yang juga merupakan turunan dari minyak hewan, tumbuhan atau mineral. Yang paling banyak dipakai lilin lebah dari sarang lebah, lilin carnauba dan pohon palem carnauba dan lilin parafin.

Kulit kering yang disertai inflamasi memerlukan aplikasi kortikosteroid. Pemberiannya dilakukan sebelum aplikasi moisterizer atau emolient. (Purwandhani, 2000).

2.3 Mekanisme Pengaturan Hidrasi Kulit

Terdapat keseimbangan antara keluar dan masuknya cairan di stratum corneum. Masuknya cairan endogen berasal dari proses difusi dari dermis ke permukaan kulit dan juga sekresi kelenjar keringat. Pemasukan secara eksogen meningkat ketika kelembaban relatif tinggi. Keseimbangan terjadi bila kelembaban relatif lingkungan ialah 85%, dibawah konsentrasi tersebut terjadi kehilangan air transepidermal (trans epidermal water loss/TEWL) dan diatas konsentrasi tersebut terjadi sebaliknya. (Purwandhani, 2000)

Kehilangan cairan juga dihubungkan dengan berbagai keadaan misalnya cuaca berangin, suhu lingkungan yang tinggi maupun rendah, udara yang kering, penggunaan bahan yang mengandung surfaktan, bahan alkali (sabun), pelarut organik (contohnya eter, aseton, alokohol), enzim proteolitik dan lipolitik, proses

(28)

penuaan, serta berbagai kelainan kulit. (Purwandhani, 2000)

Jacobi menyatakan bahwa kemampuan kulit untuk menyimpan kelembaban berhubungan dengan adanya bahan yang larut dalam air, dinamakan faktor X atau faktor pelembab alami (natural moisturizing factor/NMF) (Purwandhani, 2000).

Kelembaban bergantung pada 3 faktor yaitu:

1. Kecepatan cairan mencapai stratum korneum dari lapisan bawah (kelenjar ekrin, transfer trans epidermal)

2. Kecepatan penguapan cairan

3. Kemampuan stratum korneum untuk menahan cairan bergantung kepada integritas lapisan hidrolipid, adanya NMF, cukup tersedianya air interseluler, integritas membran sel dan semen interseluler yang berasal dari lipid penunjang.

Komposisi lapisan hidrolipid terdiri atas air, ion, asam amino, urea, squalene, trigliserida, kolesterol bebas dan esternya, asam lemak dan lemak lilin. Lapisan hidrolipid berasal dari sebum dan sekresi keringat. (Purwandhani, 2000)

Spiet dan Pasher (1956) menemukan bahwa SC terdiri dari 58% keratin, 30% NMF dan 11% lipid. NMF terdiri dari asam amino bebas, asam urokanant, asam pirilidonkarbosiklat, urea, elektrolit, garam dan fraksi gula yang indeterminant. Komposisi semen interseluler terdiri atas sfingolipid 49%, asam lemak 26% (asam linoleat) dan kolesterol 20%. (Purwandhani, 2000)

Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke epidermis melalui dua cara yaitu melalui stratum corneum (sc) dan ruang interseluler. Oleh sebab itu normal air akan keluar dari tubuh melalui epidermis, keadaan tersebut dikenal dengan istilah trans epidermal water loss (TEWL). Normal TEWL berkisar 0,1 –0,4 mg/cm2 per jam. Proses difusi pasif terjadi karena terdapatnya perbedaan kandungan air dari stratum basalis (60 – 70%), stratum granulosum (40 - 60%) dan stratum corneum kurang dari 15% sehingga air mengalir dari stratum basalis ke stratum corneum. Dengan demikian maka SC merupakan barier hidrasi yang sangat penting dalam mempertahankan kelembaban kulit. Pada kulit yang sakit seperti pada psoriasis dan eczemal (terdapat kelainan epidermis), barier kulit melemah sehingga kec TEWL

(29)

meningkat 10 kali lebih besar dari normal. Di lain pihak SC terdiri dari sel- sel tak berinti yang banyak mengandung protein (profilaggrin, filaggrin dan garnul keratohyalin) dan ruang interseluler yang banyak mengandung lipid dan membran SC (ceramide, FFA dan cholesterol) dan bahan pelembab alami (natural moistuerizing factor = NMF) yang mempunyai kemampuan mengikat air sangat kuat. Di samping itu enzyme–enzyme yang ada di ruang interseluler juga dapat menyebabkan perubahan komposisi lipid interseluler sehingga dapat mempengaruhi TEWL. Ceramide merupakan komponen utama lipid interseluler SC dan banyak mengandung asam linoleat. Ikatan antara ceramide dan air akan membentuk emulsi yang halus sehingga nampak halus dan lembut. Pada keadaan tertentu, cuaca bersuhu rendah dengan kelembaban relatif rendah, ikatan antara ceramide dan air tersebut akan mengkristal sehingga kulit menjadi kering kasar dan kusam. Pada proses penuaan SC masih intak akan tetapi fungsi barier mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena jumlah faktor pelembab alami yang rendah sehingga menyebabkan penurunan kapasitas mengikat air lebih kurang 75% dari normal, akibatnya TEWL meningkat. (Purwandhani, 2000).

2.4Lipid

Lipid mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan hidrofobik. Karena nonpolar, lipid tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti alkohol, eter atau kloroform. Fungsi biologis terpenting lipid di antaranya untuk menyimpan energi, sebagai komponen struktural membran sel, dan juga sebagai pensinyalan molekul. Lipid adalah senyawa organik yang diperoleh dari proses dehidrogenasi endotermal rangkaian hidrokarbon. Lipid bersifat amfifilik, artinya lipid mampu membentuk struktur seperti vesikel, liposom, atau membran lain dalam lingkungan basah. Lipid biologis seluruhnya atau sebagiannya berasal dari dua jenis subsatuan atau "blok bangunan" biokimia: gugus ketoasil dan gugus isoprena(Edelman,1981). Dengan menggunakan pendekatan ini, lipid dapat dibagi ke dalam delapan kategori:asam lemak, gliserolipid, gliserofosfolipid, sfingolipid, sakarolipid, dan poliketida (diturunkan dari kondensasi subsatuan ketoasil); serta lipid sterol dan lipid prenol (diturunkan dari kondensasi subsatuan isoprena).

(30)

Meskipun istilah lipid kadang-kadang digunakan sebagai sinonim dari lemak. Lipid juga meliputi molekul-molekul seperti asam lemak dan turunan-turunannya (termasuk tri-, di-, dan monogliserida dan fosfolipid, juga metabolit yang mengandung sterol, seperti kolesterol. Meskipun manusia dan mamalia memiliki metabolisme untuk memecah dan membentuk lipid, beberapa lipid tidak dapat dihasilkan melalui cara ini dan harus diperoleh melalui makanan (Edelman,1981).

2.5Asam lemak

Asam lemak adalah penyusun sebagian besar lipid. Walaupun lebih dari 100 asam lemak diketahui terdapat di alam, namun yang berperan dalam nutrisi terutama dalam bentuk lemak (fat).

Asam-asam lemak terdiri dari sebuah gugusan tunggal COOH dan sebuah rantai karbon lurus tidak bercabang dengan formula umum CH3(CH2)nCOOH , misalnya:

n = 0 adalah asam asetat n = 1 adalah asam propionat

n = 2 adalah asam butirat dan seterusnya sampai n = 24; dan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Asam lemak saturated (jenuh) yaitu asam lemak ikatan tunggal atau tidak ada ikatan rangkap. Penamaannya memakai sufiks -anoic atau – anoat Formula dapat disederhanakan menjadi : CnH2nO2

2. Asam lemak unsaturated (tak jenuh) yang mengandung ikatan rangkap terdiri dari :

o Ikatan rangkap tunggal yang disebut dengan asam lemak mono unsaturated. Penamaannya memakai sufiks -dienoic atau - dienoat. o Lebih dari satu ikatan rangkap yang yang disebut asam lemak

polyunsaturated (PUFA). Penamaannya memakai sufiks -trienoic (3 ikatan rangkap) atau - trienoat, dsb. (Edelman, 1981)

Tingkat kejenuhan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik dan susunan lemak, biasanya asam lemak unsaturated adalah lebih reaktif dan mempunyai titik cair lebih rendah dibandingkan asam lemak saturated.

(31)

Lokasi ikatan rangkap pada rantai karbon dari asam lemak unsaturated menyebabkan perbedaan besar bagaimana asam lemak tersebut dimetabolisme. Pada dasarnya kelompok asam lemak polyunsaturated (PUFA) dapat dibagi kedalam 3 kelompok besar yaitu seri oleic ( -9), seri linoleic ( -6) dan seri linolenic ( -3), ketiga jenis asam lemak tersebut merupakan anggota kelompok dengan rantai terpendek, sedangkan jenis asam lemak yang lain diturunkan dari ketiga kelompok tersebut. -9 artinya ikatan rangkapnya terletak pada C ke-9 dan kelipatannya. Untuk lebih jelasnya contoh dari asam lemak saturated dan unsaturated serta penulisannya disajikan dalam Tabel 2.2.(Edelman,1981)

Tabel 2.2 Asam lemak yang banyak ditemukan dalam lipid

Ket : C4 : 0 : 4 atom C, tanpa ikatan rangkap

W : ikatan rangkap dihitung dari gugus metil terminal Posisi w yang sama, famili sama, contoh C 20 : 4w6 dapat disintesis dari C 18 : 2w6. (Edelman,1981)

(32)

2.6 Daun Handeuleum (Graptophyllum pictum L.) 2.6.1 Morfologi Tumbuhan Daun Handeuleum

Tanaman Wungu asalnya dari Irian dan Polynesia, dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.250m dpl. Perdu atau pohon kecil, dengan tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan daun berlendir dan baunya kurang enak. Cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tapi bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan atas warnanya ungu mengilap. Perbungaan majemuk, keluar diujung batang, tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang panjangnya 3-12 cm, warnanya merah keunguan. Buahnya buah kotak, bentuknya lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Biji kadang-kadang 2, bentuknya bulat, warnanya putih. Tumbuhan wungu sering ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar. Tumbuh baik pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau lembap.

Ada tiga varietas, yaitu berdaun ungu, berdaun hijau dan belang-belang putih. Yang digunakan sebagai obat adalah varietas berdaun ungu yang dinamakan Graptophyllum pictum(L.) Griff.var luridosanguineum Sims. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, namun di Jawa jarang sekali menghasilkan buah. Perbanyakan dengan stek batang (Dalimartha, 1999).

Batang daun tumbuhan wungu mengandung kalsium oksalat, asam formic, dan lemak. Daun berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit (emolient). Sedangkan bunganya berkhasiat sebagai pelancar haid (Dalimartha, 1999).

(33)

2.6.2 Sistematika Tumbuhan Daun Handeuleum

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan handeuleum diklasifikasikan sebagai berikut;

Sinomin : Graptophyllum hortense. Nees.

Klasifikasi Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Acanthaceae Genus : Graptophyllum

Spesies : Graptophyllum pictum

Nama umum : Wungu

Nama daerah : Daun wungu (Jawa), pudin (Sumatera), temen (Nusa Tenggara), daun putri (ambon).

Habitus : Perdu atau pohon kecil, tinggi 1,5 - 3 m.

Batang : Berkayu, cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat, kulit dan daun berlendir

Daun : Tunggal, bertangkai pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8 – 20 cm, lebar 3 –13 cm, permukaan atas warnanya ungu mengilap.

(34)

Bunga : Majemuk, keluar diujung batang, tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang panjangnya 3 – 12 cm, warnanya merah keunguan.

Buah : Kotak, bentuknya lonjong, warnanya ungu kecoklatan.

Biji : Berbentuk bulat, warnanya putih, kadang-kadang Pipih berkulit tebal, putih.

Gambar 2.1 Tanaman Daun Handeuleum

2.6.3 Manfaat Tumbuhan Handeuleum

Tumbuhan handeuleum (daun) berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit (emolient). Sedangkan bunganya berkhasiat sebagai pelancar haid (Dalimartha, 1999). Dari studi literatur yang dilakukan, telah diteliti bahwa di dalam rebusan daun tumbuhan handeuleum tersebut dapat menghilangkan gejala hemoroid eksternum derajat II (Sardjono O, dkk, 1995). Umi Kalsum, dkk juga telah meneliti peran senyawa alkaloida yang terdapat dalam ekstrak etanol daun tumbuhan wungu yang memiliki efek analgesik/anti inflamasi dan penghambat pembentukan prostaglandin. Namun demikian penelitian mengenai daun tumbuhan wungu sampai saat ini hanya uji efek farmakologisnya saja (Umi Kalsum,dkk, 1996).

(35)

2.6.4 Kandungan Kimia Tumbuhan Handeuleum (Graptophyllum pictum L.) Daun tumbuhan ini mengandung alkaloida yang tidak beracun, glikosida, steroida, saponin, klorofil dan lendir. Batang daun tumbuhan handeuleum mengandung kalsium oksalat, asam formik, dan lemak.(Dalimartha, 1999).

2.7Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya berdasarkan perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalam 2 larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur. Ekstraksi ini dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor yaitu

Kemudahan dan kecepatan proses,

Kemurnian produk yang tinggi,

Rendah polusi,

Efektifitas dan selektifitas yang tinggi.

Ekstraksi ini tidak melibatkan perubahan fasa sehingga tidak membutuhkan energi yang menambah biaya opersional. Prinsip metode ekstraksi adalah berdasarkan pada perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur. Bila suatu zat terlarut terdistribusi di antara dua larutan yang tidak saling bercampur, berlaku hukum mengenai konsentrasi zat terlarut dalam kedua fasa pada kesetimbangan. Peristiwa ekstraksi adalah pemisahan komponen dari suatu campuran cair dengan mengontakkan pada cairan lain. Sering disebut juga ekstraksi cair atau ekstraksi pelarut (solvent extraction). Prinsip kerjanya adalah pemisahan berdasar perbedaan kelarutan. Pelarut melarutkan sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh.

Salah satu hal kunci yang sangat menentukan dalam pertimbangan desain proses ekstraksi adalah pemilihan solven yang akan digunakan (Gertenbach, 2002). Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya:

(36)

1. Reproksivitas: kemampuan untuk melakukan kontak antara pelarut dengan suatu zat terlarut

2. Selektivitas : kemampuan suatu pelarut untuk melarutkan salah satu komponen zat terlarut. Bandingkan rasio kesetimbangan solute tiap phasa

3. Koefisien distribusi : nilai ratio y/x dalam kesetimbangannya yang menunjukkan kemampuan zat terlarut terdistribusi dalam pelarut. Nilai 1 menunjukkan zat terlarut sangat mudah terdistribusi dalam pelarut. y/x pada kesetimbangan ; nilai koefisien semakin besar semakin disukai

4. Ketidaklarutan (Insolubility): pelarut tidak boleh larut dalam cairan karier

5. Recoverability: kemampuan pelarut untuk dapat dimurnikan lagi (recover). Pertimbangkan hambatan (misal:. azeotrop)

6. Kerapatan (Density): menunjukkan konsentrasi zat terlarut dalam solvent. Penurunan densitas zat C berarti kelarutannya semakin banyak dalam pelarut. Harus ada perbedaan densitas antar komponen sehingga fasa-fasa dapat dipisahkan dengan pengendapan

7. Tegangan permukaan (Interfacial Tension): menunjukkan kemampuan dua jenis cairan untuk bercampur. Jika tegangan permukaan terlalu tinggi maka cairan akan sulit bercampur

8. Reaktivitas Kimia: adanya kemampuan untuk bereaksi secara kimiawi antara 2 cairan sehingga dapat diketahui apakah dua larutan dapat dicampurkan tanpa bereaksi (inert). Tujuannya adalah agar kita dapat mengetahui apakah campurannya nanti dapat diipsahkan kembali setelah ekstraksi. Pelarut haruslah stabil dan tak beraksi (inert)

9. Viskositas, Tekanan uap, titik beku: nilai rendah memudahkan penyimpanan

10. Sifat lain: toksisitas, flammabilitas serta nilai ekonomi adalah sifat-sifat yang perlu diperhatikan untuk menentukan pemilihan pelarut atau pengekstraksi (Gertenbach, 2002).

(37)

Ekstraksi pelarut adalah salah satu metode pemisahan tertua yang dikenal sejak zaman paleolitikum. Ilmu tentang ekstraksi pelarut telah berkembang dalam jangka waktu yang panjang dan banyak kemajuan telah dibuat dalam pemahaman solvasi dan sifat campuran cair yang digunakan dalam proses ekstraksi (Gertenbach, 2002).

2.8Ekstraksi Ultrasonik

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang longitudinal yang memiliki frekuensi 20 kHz ke atas. Gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik, sehingga membutuhkan medium untuk merambat sebagai interaksi dengan molekul. Medium yang digunakan antara lain padat, cair dan gas (Tipler, 1990).

Penggunaan gelombang ultrasonik (sonikasi) dalam pembentukan materi berukuran nano sangatlah efektif. Gelombang ultrasonik banyak diterapkan pada berbagai bidang antara lain dalam instrumentasi, kesehatan dan sebagainya. Salah satu yang terpenting dari aplikasi gelombang ultrasonik adalah pemanfaaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik. Efek ini akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi (Nakahira, 2007).

Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan regangan. Tekanan negatif yang terjadi ketika regangan menyebabkan molekul dalam fluida tertarik dan terbentuk kehampaan, kemudian membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat memuai. Gelembung berosilasi dalam siklus rapatan dan regangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

(38)

Sound pressure

Compression waves

Changes in bubble size

time

Gambar 2.2 Proses rapatan dan regangan dalam kaitannya dengan osilasi kavitasi.

Selama osilasi, sejumlah energi berdifusi masuk atau keluar gelembung. Energi masuk terjadi ketika regangan dan keluar ketika rapatan, di mana energi yang keluar lebih kecil daripada energi yang masuk, sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama regangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan frekuensi suara. Dalam kondisi ini, gelembung tidak dapat lagi menyerap energi secara efisien. Tanpa energi input, gelembung tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida di sekitarnya akan menekannya dan gelembung akan mengalami ledakan hebat, yang menghasilkan tekanan sangat besar hingga dianalogkan dengan tekanan di dasar lautan dan suhu yang sangat tinggi dianalogkan dengan suhu pada permukaan matahari. Gelembung inilah yang disebut sebagai gelembung kavitasi.

Fenomena kavitasi ini terjadi pada satu titik dalam fluida.Tekanan dalam kavitasi diubah menjadi panas dengan sangat cepat, sedangkan fluida di sekitar kavitasi memiliki suhu yang jauh lebih rendah. Ketika panas dilepaskan saat kavitasi pecah, fluida di sekitarnya akan dengan sangat cepat mendingin dalam waktu kurang dari mikrosekon. Pemanasan dan pendinginan dalam waktu yang singkat ini memiliki kecepatan perubahan suhu 109 oC/s. Aliran turbulen dan gelombang kejut akibat kavitasi menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel dan pemanasan lokal pada titik tumbukan (Suslick, 1994).

Dalam penelitian ini, efek kavitasi digunakan dalam proses emulsifikasi yang melibatkan polimer di dalamnya. Efek ultrasonik pada polimer adalah

(39)

struktur. Dalam proses kavitasi terbentuk gelembung yang berasal dari salah satu fasa yang didispersikan dalam fasa yang lain, di mana gelembung kavitasi merupakan fasa minyak yang didispersikan dalam fasa air karena memiliki volume yang lebih rendah. Dengan efek pecahnya kavitasi, maka emulsifikasi yang disebabkan oleh penjalaran ultrasonik akan efektif dengan terdispersinya fasa minyak yang mengandung agregat nanosfer dalam fasa air, sehingga nanosfer yang telah terbentuk dapat terdispersi stabil. Bentuk dan ukuran gelembung akan mempengaruhi bentuk dan ukuran nanopartikel yang terbentuk (Hielscher, 2005). Gelombang kejut dapat memisahkan penggumpalan partikel (agglomeration) dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan pengemulsi/surfaktan sebagai penstabil.

Ukuran gelembung kavitasi saat kesetimbangan (R0) terkait dengan proses ultrasonik dipengaruhi oleh beberapa parameter, diantaranya waktu (t), tekanan akustik (PA), kerapatan fluida (ρ), jarak radial (r), viskositas fluida (µ) dan frekuensi angular resonansi radial (ωr) yang ditunjukkan dengan Persamaan 1. Dalam penelitian ini, parameter yang dipelajari keterkaitannya dengan ukuran gelembung kavitasi yaitu waktu sonikasi.

……….(2.1)

Persamaan di atas sesuai dengan persamaan dasar gelombang teredam, dan adanya elemen frekuensi angular resonansi radial (ω) menunjukkan bahwa dalam sistem juga terjadi resonansi (Neppiras, 1980). Dalam proses sonikasi terjadi siklus peredaman gelombang di mana terjadi penurunan energi mekanik terhadap waktu dan resonansi, ketika frekuensi gelombang mendekati frekuensi gelembung kavitasi , gelembung akan pecah (Tipler, 1990).

Suspensi dalam larutan menghasilkan kecepatan tumbuk antar partikel yang dapat merubah morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas (Suslick, 1990). Semakin lama proses sonikasi ini akan menyamaratakan energi yang

(40)

diterima partikel di seluruh bagian sisi larutan, sehingga ukuran partikel semakin homogen.

Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Dean. 1998).

Gambar 2.3 Peralatan Ekstraksi Ultrasonik

2.9 Penelitian yang telah dilakukan

Penelitian mengenai ekstraksi daun handeuleum telah banyak dilakukan. Mayoritas dari penelitian tersebut, bertujuan sebagai obat-obatan dengan parameter-parameter ekstraksi yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut di bagi dalam 2 bagian :

1. Penelitian di Indonesia 2. Penelitian Internasional.

(41)

Tabel 2.3 State of the art dari Jurnal di Indonesia

state of the art indonesia jurnal (Graptophyllum pictum (Linn) Griff)

M

anf

aa

t

Obat Wasir

(Fith et al,2011 )etanol 70% (Nina, Andrianti,2008)etanol Menurunkan ketebalan endometrium dan miometrium uterus (Lutfi Mega Asterina,2010)etanol Uji bioaktifitas flavonoid (Sofia Lenny, 2005)etanol; (Morina adfa, 2005)metanol

Maserasi Soxhlet ultrasonic

metode ekstraksi

Tabel 2.4 State of the art jurnal Internasional

state of the art indonesia jurnal (Graptophyllum pictum (Linn) Griff)

B ene fi t Anti inflammatory (Ozaki et al, 1989)ethanol

merangsang kelahiran, dan bisa digunakan untuk kontra sepsi yang efeknya menghalangi implantasi, sel telur yang sudah dibuahi sperma

(S.O.Olagbende dada et al,2010)distilled water Ostheoporosis (Retno wdyawati, 2011) ethanol, water, hexane, ethyl acetate, n-buthanol

Maserasi soxhlet ultrasonic metode ekstraksi

(42)

2.9.1 Ringkasan Penelitian

Dari penelitian internasional dan dalam negeri yang sudah dilakukan terutama untuk metode ekstraksi banyak sekali yang menggunakan metode ekstaksi solvent konvensional yaitu maserasi. Sedangkan menggunakan soxhlet dan ekstaksi menggunakan gelombang ultrasonik masih sedikit sekali yang menggunakan metode tersebut. Dan dari beberapa penelitian tersebut belum ada yang memanfaatkan ekstrak daun handeuleum sebagai emolient dalam pembuatan body lotion.

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan penelitian, variable penelitian, dan prosedur penelitian.

Gambar 3.1.Diagram Alir Penelitian PENGERINGAN DAUN HANDEULEUM

Pengeringan dilakukan secara alami dengan diangin-anginkan

EKSTRAKSI DAUN HANDEULEUM

Ekstraksi menggunakan ekstraksi ultrasonik dengan beberapa variabel proses yaitu :

1. Variabel waktu : 20, 30, 40, 50, 60 menit

2. Variabel pelarut menggunakan campuran pelarut etanol 96 % dengan n-hexane dengan perbandingan 0:100% ; 25%:75% ; 50%:50% ; 75%:25% ; 100% : 0%

ANALISIS

Uji bilangan iod, GCMS, viskositas, pH, dan densitas PEMISAHAN EKSTRAK

Pemisahan menggunakan pemanasan sesuai dengan titik didih pelarut

PEMBUATAN BODY LOTION

Membuat body lotion dengan mengganti emolient iso propil palmitat dengan ekstrak daun handeuleum

ANALISIS BODY LOTION Uji viskositas, pH, dan densitas

(44)

Model penelitian ini adalah ekperimen yang dilakukan dengan ekstraksi daun handeuleum dengan menggunakan metode ekstraksi ultrasonik kemudian dipisahkan menggunakan pemanasan sesuai dengan titik didih pelarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96% dan n-hexane. Lalu, penelitian utamanya menyangkut lima hal yaitu persiapan, ekstraksi, pengujian ekstrak, pembuatan body lotion dan pengujian body lotion. Setelah itu dilakukan analisa dan evaluasi hasil penelitian dan terakhir dibuat kesimpulan.

3.1 Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Variabel bebas yang divariasikan pada penelitian ini adalah :

1. Waktu ekstraksi daun handeuleum menggunakan ekstraksi ultrasonik selama 20 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60 menit

2. Komposisi pelarut yang digunakan untuk ekstraksi daun handeuleum dengan rasio pelarut etanol 96% dan n-hexane 0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%:0%

Adapun variabel terikat pada penelitian ini adalah parameter yang akan diamati pada ekstrak daun handeuleum yakni bilangan iodine, GCMS, viskositas, densitas, dan pH.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Daun handeuleum 2. Etanol 70% 3. N-Hexane 4. Stearic Acid 5. Gliseril Stearat 6. Petroleum Jelly 7. White Oil

8. Iso Propil Palmitat 9. Trietanolamine 10.Glycerin 11.Metil Paraben

(45)

13. Parfume 14. Chloroform 15. Larutan Wijs 16. KI 20% 17. Larutan Thio 0,1 N 18. Indikator Amylum

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Ultrasonik waterbath 2. Beaker glass

3. Botol 1 ml 4. Corong 5. Pengaduk

6. Pemanas elektik dengan stirer 7. Gelas ukur 8. Timbangan 9. Pipet 10.Pipet volume 11.Density meter 12.Cawan 13.Statif 14.Erlenmeyer 15.Kertas Saring 16.Viskometer Brookfield 17.Buret

(46)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengeringan daun handeuleum

Tujuan dari tahap ini adalah Mengkondisikan daun handeuleum dengan kadar air yang rendah sehingga memudahkan untuk diekstrak. Prosedur yang dilakukan sebagai berikut:

1. Bersihkan daun dengan lap kering dan pastikan sudah tidak ada batang daunnya

2. Jemur di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan kering 3. Angkat daun ketika sudah berwarna kecoklatan

4. Menghancurkan daun sampai halus dengan menggunakan blender sehingga akan diperoleh serbuk kering daun handeuleum.

5. Menyimpan serbuk daun dalam tempat tertutup pada temperature ruang. Selanjutnya, serbuk daun ini siap untuk diekstraksi.

3.3.2 Ekstraksi Daun Handeuleum

Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak daun handeuleum dengan pelarut yang berbeda dan waktu ekstraksi sehingga bisa diketahui pelarut dan waktu ekstraksi yang terbaik untuk mengekstrak daun handeuleum. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mencampurkan 2 gr serbuk daun kering handeuleum dengan 100 ml campuran etanol 96% : n-hexane dan diekstraksi dengan sonikasi (temperature ruang, 53 kHz, 60 menit). Memvariasikan konsentrasi larutan ekstrak dengan waktu yang paling lama dari variasi waktu ekstraksi yang digunakan, yaitu 60 menit. Variasi konsentrasi larutan ekstrak dilakukan pada rasio 0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%:0% (etanol 96% : n-hexane)

2. Menyaring hasil ekstrak dengan menggunakan kertas saring

3. Menguapkan sebagian pelarut dari ekstrak menggunakan hot plate yang dijaga suhunya pada temperature 40-50OC

4. Memindahkan sample, yang sebagian pelarutnya sudah menguap ke cawan petri.

(47)

5. Menguapkan seluruh pelarut dari ekstrak dengan menggunakan hot plate yang dijaga suhunya pada temperatur 40-50OC.

6. Setelah didapatkan sample dengan yield yang paling baik dari variasi konsentrasi larutan ekstrak kemudian melanjutkan prosedur ekstraksi sonikasi dengan memvariasikan waktu ekstraksi. Variasi waktu ekstraksi dilakukan pada 20, 30, 40, 50 dan 60 menit.

3.3.3 Analisis Ekstrak Daun Handeuleum

Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan data yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan kereaktifan dan kelayakan ekstrak daun handeuleun untuk digunakan sebagai bahan pembuatan body lotion.

3.3.3.1Analisis Bilangan Iodine

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui bilangan iodine dari ekstrak daun handeuleum. Dengan metode ASTM D5768-02 sebagai berikut : 1. Timbang 5.0 ± 0.1 g contoh ke dalam erlemeyer tutup asah 250 ml 2. Tambahkan 15 ml Chloroform dengan gelas ukur

3. Tambahkan 25 ml larutan Wiys dengan vol pipet 4. Simpan ditempat gelap selama 30 menit

5. Dikocok pelan selama 2 menit, setelah itu tambahkan 10 ml KI 20% dengan vol pipet

6. Tambahkan 50 ml aquadest dengan gelas ukur

7. Titrasi dengan larutan Thio 0,1 N hingga warna kuning 8. Tambahkan Indikator Amylum beberapa tetes

9. Titrasi kembali dengan larutan Thio 0,1 N hingga warna biru menjadi putih setelah dikocok keras

10.Titrasi selesai setelah larutan berubah menjadi jernih (V2 ml) 11.Lakukan blanko (V1).

Gambar

Tabel 2.1 Syarat mutu pelembab kulit
Tabel 2.2 Asam lemak yang banyak ditemukan dalam lipid
Gambar 2.1 Tanaman Daun Handeuleum  2.6.3 Manfaat Tumbuhan Handeuleum
Gambar 2.2 Proses rapatan dan regangan dalam kaitannya dengan osilasi kavitasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait