• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat dan institusi- institusi nasional,disamping, tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapat, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2000 : 20). Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan social dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan social dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui control yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. (Rogers, 1983 :25). Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang lebih serba baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2000 :20).

Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Asumsi para pakar yang berpedapat bahwa semakin tinggi kepedulian atau partisipasi masyarakat pada proses-proses perencanaan akan memberika output yang lebih optimal. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan yang akan dicapai.

(2)

Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan indikator utama dan menentukan keberhasilan pembangunan. Hal ini menunjukan partisipasi masyarakat dan perencanaan berencana merupakan dua terminology yang tidak dapat dipisahkan. Padahal atau teori tersebut secara rasional dapat diterima, karena secara ideal tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat, oleh karena itu sangatlah pantas masyarakat terlibat di dalamnya.

Korten dalam Supriatna (2000 :65) mengatakan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaanya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat pnerima program pembangunan ( partisipasi masyarakat ). Karena hana dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya salah satu indicator keberhasilan pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat penerima program. Begitu juga menurut Conyers (1991 : 154), yamh mengatakan terdapat tiga alas an utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sanagat penting dalam pembangunan, yaitu : pertama, partisiasi merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Alas an kedua, yaitu bahwa masyarakat akan lebih mempercayaain proyek atau programpembangunan jika merasa dilibatkan dalam proes persiapan dan perencaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut. Ketiga, adanya angapan bahwa

(3)

merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri.

Dengan demikian partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya maka semakin ideal proses yang akan diwujudkan. Maka dalam setiap program yang bertujuan menciptakan kehidupan yang layak bagi masyarakat harus melibatkan masyarakat itu sendiri dalam setiap tahapan dan proses dalam kegiatan tersebut. Karena peran masyarakat sangat penting dimana masyarakatlah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan mereka sehingga suatu pembangunan berhasil dilaksanakan .

Serdang Bedagai merupakan Kabupaten pemekaran dari Deli Serdang yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada 7 Januari 2004 (yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Serdang Bedagai). Dengan potensi luas wilayah 1.900 km2 dengan panjang garis pantai 95 Km, terdiri dari 17 kecamatan dan 237desa dan 6 kelurahan yang dihuni sekitar 594.383 jiwa (data BPS tahun 2011). Visi yang diusung oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai adalah menjadikan Serdang Bedagai sebagai salah satu Kabupaten terbaik di Indonesia dengan masyarakatnya yang Pancasilais, modern, religius dan kompetitif.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menyadari bahwa mereka tidak dapat bekerja sendiri, tetapi harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Berangkat pada pemikiran tersebut, Pemerintah

(4)

Kabupaten Serdang Bedagai mencanangkan strategi pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat yang diberi nama “Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat” atau yang lebih dikenal dengan “Gerbang Swara”.dan dikeluarkanlah Peraturan Instruksi Bupati No 04 tahun 2005 Tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat(GERBANG SWARA). Sebagai wadah untuk mewujudkan visi dan misi serdang bedagai. Gerbang Swara adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan tercapainnya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasaran dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Gerbang swara merupakan suatu program pembangunan desa yang bertujuan untuk pembangun desa dengan swadaya masyarakat desa, mulai dari perencanaan, tenaga dan dana semua dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa tanpa adanya campur tangan pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten hanya sebagai fasilitator dalam meberikan sosialisasi-sosialisasi dalam mengajak masyarakat agar ikut berpartisipasi.

Adapun Pokok-Pokok Pikiran dalam Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat yaitu :

a. Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (GERBANG SWARA) berarti membangun daerah dengan memotivasi dan menggali dari rasa bertanggung jawab kemanusiaan dimana setiap manusia hakekatnya mencintai daerahnya, mencintai tempatnya bekerja dan merasa tergugah untuk membangun kearah yang lebih baik. b. Bertitik tolak dari rasa cinta akan daerah dan tempat mengabdi sebagai motivasi

(5)

dengan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (GERBANG SWARA) akan menggugah dan menggali :

c. Menjalin hubungan rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama masyarakat, antara masyarakat dan komunitas yang menjadi satu potensi riel yang dapat dijadikan sumber daya pembangunan.

d. Memperluas keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan yang berdomisili di Desa/Kelurahan Serdang Bedagai maupun masyarakat yang tinggal diluar Desa ataupun Kabupaten Serdang Bedagai.

e. Pada Umumnya masing-masing Desa/Kelurahan mempunyai simpatisan diluar desa tanpa memandang status kedudukannya serta besar kecilnya kemampuan yang dimiliki akan tetapi mempunyai niat dan keikhlasan untuk berpartisipasi membangun dengan tetap berada dalam bingkai wawasan nasional dan wawasan kebangsaan.

f. Menumbuhkan pola pikir dari bawah, dari dusun/lingkungan dan Desa/Kelurahan sebagai basisi pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

g. Menggali dan menggerakkan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki masyarakat baik potensi alam maupun potensi sumber daya manusia. Mendinamisir lembaga-lembaga yang pernah hidup dan atau masih berkembang ditengah-tengah masyarakat seperti Arisan, Markampung-kampung, Dalihan Natolu, Serayan, Aron sebagai wadah kegotong royongan yang kesemuannya itu dapat dikembangkan untuk digerakkan/diarahkan untuk membangun daerah Serdang Bedagai ini.

(6)

h. Mempercepat terwujudnya Kabupaten serdang Bedagai sebagai salah satu Kabupaten terbaik di Indonesia dengan masyarakatnya yang Pancasilais, Religius, Modern dan Kompetitif.

i. Mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dengan memanfaatkan dinamika kemajemukan dengan menggunakan potensi SDM dan SDA secara Optimal.

j. Menciptakan rasa kebersamaan dan memiliki rasa terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya denga prinsip Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOM).

Yang menjadi Sasaran dari Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat ini adalah : A. Melestarikan semangat dan Jiwa Gotong Royong dalam membangun Desa/Kelurahan berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan guna memperkuat persatuan dan kesatuan sesama masyarakat yang merupakan sendi kekuatan dan kesatuan bangsa. B. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki kecintaan terhadap Desa/Kelurahan dan Kampung halaman. C. Mewujudkan peranan lembaga-lembaga yang ada di Desa/Kelurahan (BPD, LKMD, Lembaga Agama, Adat, Lembaga Masyarakat lainnya) dalam rangka penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan Desa di setiap Desa/Kelurahan sebagaimana format terlampir.

Melalui Gerbang Swara ini kabupaten berharap setiap Desa/Kelurahan menjadi tokoh utama dalam memulai pembangunan dari bawah dan mandiri dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan kembali Swadaya Gotong Royong Masyarakat dalam Pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

(7)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi Masyarakat di bagi 2 menurut (Plumer dalam Suryawan, 2004:27), adalah faktor dalam masyarakat (internal) Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti Usia, Tingkat Pendidikan, Jenis kelamin, Pekerjaan dan Penghasilan dan lamanya menjadi Anggota Masyarakat, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Faktor dari luar masyarakat (eksternal) ini dapat dikatakan informan (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Informan kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

Dalam pembangunan di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai memiliki Visi dan Misi untuk memberikan arah pembangunan Desa .Visi ini akan memberi arah kemana Pembangunan diselenggarakan, sedang Misi merupakan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan untuk tercapainya Visi yang telah ditetapkan.

Adapun Visi Desa Melati II yaitu :

“MADINAH” Mandiri, Aman, Damai dan Indah Nilai-nilai yang melandasinya :

1. Selama bertahun-tahun Desa Melati II menyandang gelar sebagai Desa Kategori Desa Percontohan. Sebuah sebutan yang sangat membanggakan yang didukung sumber daya yang ada cukup memadai,

(8)

2. Sebagian besar warga Petani dan Buruh tani juga ada yang memelihara hewan ternak maski dalam skala kecil, biasanya hanya digunakan untuk investasi jangka pendek

Makna yang terkandung :

1. Mandiri : Suatu kondisi kehidupan yang kreatif, inivatif, produktif dan partisipatif sehingga mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

2. Aman : Bahwa masyarakat merasa nyaman berada dilingkungannya sendiri dan tidak merasa takut karena keamanan yang bertugas

3. Damai : Masyarakat selalu damai walaupun hidup berdampingnan dengan suku dan agama yang lain. Karena nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi kunci untuk hidup bermasyarakat.

4. Indah : Lingkungan yang indah adalah menjadi dambaan setiap orang, masyarakat menyadari akan hal tersebut. Warga Desa Melati II menjaga hal tersebut dengan melakukan bulan bakti Gotong royong tiap bulannya.

Misi Desa

Untuk mencapai visi disusun Misi Desa Melati II Kecamatan perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai adalah dengan mendayagunakan Potensi SDM dan SDA secara Optimal dengan tetap berada dalam bingkai wawasan nasional dan wawasan kebangsaaan.

Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Desa dari 24 Desa dan 4 Kelurahan di Kecamatan perbaungan dan juga salah satu Desa yang berhasil dalam menerapkan program Gerbang swara di Desanya. Pada tahun 2012 Desa Melati II mampu mengumpulkan dana Swadaya masyarakat sebesar

(9)

Rp.932,642,015. dan pada Tahun 2013 dana swadaya masyarakat mengalami peningkatan sebesar Rp.2.645,185,016. Hal ini sangat mengesankan dimana dana sebesar itu dapat dikumpulkan masyarakat hanya dari swadaya masyarakat tanpa bantuan dari pemerintah sedikit pun.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “ partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program

Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai“.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Gerbang Swara di Desa Melati II ?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Gerbang Swara di Desa Melati II ?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengtahui partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Gerbang Swara di Desa Melati II

b. Untuk mengetahui Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Gerbang Swara di Desa Melati II

(10)

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan untuk memecahkan sebuah masalah atau fenomena social yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain sebuah penelitian harus benar- benar bermanfaat atau memiliki dampak bagi pihak-pihak yang bersangkutan dalam penelitian. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara subyektif. Sebagai sarana untuk melatih dan menguji serta meningkat kemampuan berpikir penulis melalui penulisan karya ilmiah

2. Secara praktis. diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam memberdayakan masyarakat, serta bermanfaat sebagai pedoman dalam mengevaluasi program untuk dapat meningkatkan kinerja di kemudian hari.

3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan referensi tambahan bagi mahasiswa di masa mendatang.

I.5 Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan

(11)

memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti. (Singarimbun, 1995: 37).

1.5.1 Partisipasi Masyarakat

Dalam melaksanakan pembangunan penting adanya partisipasi masyarakat dalam setiap program atau kegiatan yang diadakan oleh pemerintah. Terlebih jika program tersebut diadakan untuk memberdayakan masyarakat, yang mana mereka merupakan subjek yang melakukan perubahan sekaligus sebagai objek yang terkena dampak langsung dari perubahan tersebut. Osborne dan Gaebler mengungkapkan ketika memasuki reinventing government yaitu prinsip “ community owned government:

Empowering more than serving” yang menunjukan betapa pentingnya partisipasi

masyarakat dalam administrasi publik. Pengertian ini juga menunjukan bahwa warga Negara bukan lagi diposisikan sebagai yang dikenai tindakan yang dikeluarkan pemerintah tetapi sebagi pemilik pemerintahan(owner of government) dan mampu bertindak secara bersama – sama mencapai sesuatuyang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agresi kepentinganpribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. (muluk, 2007:33).

Partisipasi masyarakat dalam program pemerintahan dapat meningkatkan kemandirian yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam percepatan pembangunan.Masyarakat dapat berpartisispasi dalam tahapan perencanaan, implementasi dan juga evaluasi program-program pembangunan. Dijelaskan oleh Juliantara, (2002: 90-91) dalam literature klasik selalu ditunjukan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi

(12)

program pembangunan,tetapi makna substantive yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control.

Sedangkan menurut Soetrisno (1995:221) ada dua jenis definisi partisipasi yang beredar dalam masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi partisipasi jenis ini mengartikan partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagi dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi diukur dengan kemampuan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Definisi kedua partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.

Dalam rumusan FAO yang dikutip oleh Mikkelsen (2001: 64) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksanakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan karena keberadaan proyek tersebut. Dalam Wibisana (1989:41) partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanan program. Partisipasi secara

(13)

langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung berupa keuangan, pemikiran dan material yang diperlukan.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan suatu kegiatan dimulai dari tingkat paling awal yaitu perencanaan hingga kegiatan tersebut selesai dan pemanfaatannya dirasakan bersama sama oleh masyarakat.

1.5.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinu dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik (Spalding dalam Tjokroamidjojo, 1985: 222). Ada empat aspek penting dalam rangka partisipasi dalam pembangunan yaitu:

1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara turut menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam masyarakat demokratis maka arah dan tujuan pembangunan hendaknya mencerminkan kepentingan masyarakat.

2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu sebaiknya. Oleh karena itu pada umumnya pemerintah perlu memberikan pengarahan

(14)

mengenai tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan pembangunan tersebut.

3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik. Dalam hal ini tergantung dari sistem dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang berlaku bagi suatu negara.

4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang berencana. Program-program ini pada suatu tingkat tertentu memberikan kesempatan secara langsung kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam rencana yang menyangkut kesejahteraan mereka.

Dalam partisipasi masyarakat dikenal adanya tiga tipe partisipasi masyarakat dalam pembangunan, diantaranya yaitu:

a. Partisipasi dalam membuat keputusan (membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan dan menyusun rencana-rencana yang bisa dilaksanakan, dapat atau layak dioperasionalkan).

b. Partisipasi dalam implementasi (kontribusi sumber daya, administrasi dan koordinasi kegiatan yang menyangkut tenaga kerja, biaya dan informasi).

c. Dalam kegiatan yang memberikan keuntungan (material, sosial dan personel). Dalam kegiatan evaluasi termasuk keterlibatan dalam proses yang berjalan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Cohen dan Uphoff, dalam Komarudin, 1997).

Perencanaan pembangunan formal di Indonesia mengartikan partisipasi masyarakat sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang

(15)

dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Definisi tersebut mengasumsikan adanya subordinasi subsistem oleh suprasistem dan bahwa subsistem adalah suatu bagian yang pasif dari sistem pembangunan nasional. Definisi lain mengenai partisipasi yang berlaku universal adalah kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.

Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan hendaknya bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan kesadaran. Singkatnya, dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai objek, tetapi lebih sebagai subjek dan aktor atau pelaku. Lebih lanjut, partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal itu mengakibatkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut, sehingga kemudian juga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Dengan demikian keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya, bukan karena dimobilisasi oleh pihak eksternal.

Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat yang dimaksudkan adalah partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan mulai dari pengambilan keputusan dalam identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan program, serta dalam evaluasi dan menikmati hasil. Dengan partisipasi masyarakat dalam berbagai tindakan bersama melalui aktivitas lokal telah terjadi proses belajar sosial yang kemudian dapat

(16)

meningkatkan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara lebih baik dalam tindakan bersama dan aktivitas lokal berikutnya.

1.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden(1988), mengemukakan pandangan multi dimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor internal

Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet,1994:97). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi

(17)

anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143). Menurut Plumer (dalam Suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;

2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;

3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

4. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan

(18)

mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;

5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.

b. Faktor-faktor Eksternal

Menurut Sunarti (dalam jurnal Tata Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan informan (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Informan kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

1.5.4 Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat

Secara sederhana partisipasi bisa diartikan sebagai keikutsertaan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam proses pembangunan. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa seseorang, kelompok atau masyarakat dapat memberikan kontribusi/sumbangan yang sekiranya dapat menunjang keberhasilan dari sebuah proyek/program pembangunan. Secara umum partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk partisipasi masyarakat yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan. Sedangkan

(19)

bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut (Huraerah, 2008:102):

1. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam pertemuan atau rapat. 2. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk

perbaikan atau pembangunan prasarana.

3. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan, pertolongan bagi orang lain yang biasanya berupa uang, makanan dan sebagainya.

4. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong berbagai bentuk usaha.

5. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban.

Ndraha (1990:103-104) mengemukakan bentuk yang dapat juga disebut tahap partisipasi, meliputi:

1. Partisipasi dalam/melalui kontraknya dengan pihak lain (contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial.

2. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi, melaksanakan), menginginkan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya.

3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan atau penetapan rencana. Termasuk keputusan politik yang menyangkut nasib mereka, dan partisipasi dalam hal yang bersifat teknis (desain proyek).

(20)

4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan.

5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan.

6. Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauhmana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut Ericson dalam Slamet Y (1994:89) bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk yang terbagi dalam 3 tahap, yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan;

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut;

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini

(21)

berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah dibangun.

I.5.5. Tingkat Partisipasi Masyarakat

Menurut Sherry Arnstein pada makalahnya yang termuat di Journal of the

American Institute of Planners dengan judul “A Ladder of Citizen Participation”,

bahwa terdapat delapan tangga tingkat partisipasi berdasarkan kadar kekuatan masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan, seperti berikut:

1. Manipulasi (Manipulation)

Pada tingkat ini partisipasi masyarakat berada di tingkat yang sangat rendah. Bukan hanya tidak berdaya, akan tetap i pemegang kekuasaan memanipulasi partisipasi masyarakat melalui sebuah program untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Masyarakat sering ditempatkan sebagai komite atau badan penasehat dengan maksud sebagai pembelajaran atau untuk merekayasa dukungan mereka. Partisipasi masyarakat dijadikan kendaraan public relation oleh pemegang kekuasaan. Masyarakat diundang untuk terlibat dalam komite atau badan penasehat dan sub-sub komitenya. Pemegang kekuasaan memanipulasi fungsi komite dengan pengumpulan informasi, hubungan masyarakat dan dukungan. Dengan melibatkan masyarakat di dalam komite, pemegang kekuasaan mengklaim bahwa program sangat dibutuhkan dan perlu didukung. Pada kenyataannya, hal ini merupakan alasan utama kegagalan dari program-program pembaharuan.

(22)

2. Terapi (Therapy)

Untuk tingkatan ini, kata ‘terapi’ digunakan untuk merawat penyakit. Ketidakberdayaan adalah penyakit mental. Terapi dilakukan untuk menyembuhkan ‘penyakit’ masyarakat. Pada kenyataannya, penyakit masyarakat terjadi sejak distribusi kekuasaan antara ras atau status ekonomi (kaya dan miskin) tidak pernah seimbang.

3. Pemberian Informasi (Informing)

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan transisi antara tidak ada partisipasi dengan tokenism. Kita dapat melihat dua karakteristik yang bercampur yaitu:

a. Pemberian informasi mengenai hak-hak, tanggung jawab, dan pilihan-pilihan masyarakat adalah langkah pertama menuju partisipasi masyarakat;

b. Pemberian informasi ini terjadi hanya merupakan informasi satu arah (tentunya dari aparat pemerintah kepada masyarakat). Akan tetapi tidak ada umpan balik

(feedback) dari masyarakat. Alat yang sering digunakan dalam komunikasi satu

arah adalah media massa, pamflet, poster, dan respon untuk bertanya. 4. Konsultasi (Consultation)

Konsultasi dan mengundang pendapat-pendapat masyarakat merupakan langkah selanjutnya setelah pemberian informasi. Langkah ini dapat menjadi langkah yang sah menuju tingkat partisipasi penuh. Namun, komunikasi dua arah ini sifatnya tetap buatan

(artificial) karena tidak ada jaminan perhatian-perhatian masyarakat dan ide-ide akan

dijadikan bahan pertimbangan. Metode yang biasanya digunakan pada konsultasi masyarakat adalah survei mengenai perilaku, pertemuan antar tetangga, dan dengar pendapat. Di sini partisipasi tetap menjadi sebuah ritual yang semu. Masyarakat pada

(23)

umumnya hanya menerima gambaran statistik, dan partisipasi merupakan suatu penekanan pada berapa jumlah orang yang datang pada pertemuan, membawa pulang brosur-brosur, atau menjawab sebuah kuesioner.

5. Penentraman (Placation)

Strategi penentraman menempatkan sangat sedikit masyarakat pada badan-badan urusan masyarakat atau pada badan-badan pemerintah. Pada umumnya mayoritas masih dipegang oleh elit kekuasaan. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah dikalahkan dalam pemilihan atau ditipu. Dengan kata lain, mereka membiarkan masyarakat untuk memberikan saran-saran atau rencana tambahan, tetapi pemegang kekuasaan tetap berhak untuk menentukan legitimasi atau fisibilitas dari saran-saran tersebut.

6. Kemitraan (Partnership)

Pada tingkat kemitraan, partisipasi masyarakat memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Kekuatan tawar menawar pada tingkat ini adalah alat dari elit kekuasaan dan mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Kedua pemeran tersebut sepakat untuk membagi tanggung jawab perencanaan dan pengambilan keputusan melalui badan kerjasama, komite-komite perencanaan, dan mekanisme untuk memecahkan kebuntuan masalah.

7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)

Pada tingkat ini, masyarakat memegang kekuasaan yang signifikan untuk menentukan program-progam pembangunan. Untuk memecahkan perbedaan-perbedaan,

(24)

pemegang kekuasaan perlu untuk memulai proses tawar menawar dibandingkan dengan memberikan respon yang menekan.

8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)

Pada tingkat tertinggi ini, partisipasi masyarakat berada di tingkat yang maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap sektor meningkat. Masyarakat meminta dengan mudah tingkat kekuasaan (pengawasan) yang menjamin partisipan dan penduduk dapat menjalankan sebuah program atau suatu lembaga akan berkuasa penuh baik dalam aspek kebijakan dan dimungkinkan untuk menegosiasikan kondisi pada saat di mana pihak luar bisa menggantikan mereka.

Pada tingkat 1 dan 2 disimpulkan sebagai tingkat yang bukan partisipasi atau

non participation. Tingkat 3, 4, dan 5 disebut tingkat penghargaan/tokenisme atau Degree of Tokenism. Dan tingkat 6, 7, dan 8 disebut tingkatan kekuatan masyarakat atau Degree of Citezen Power.

Tangga Ke

Bentuk Partisipasi Kategori

VIII Pengawasan masyarakat

Tingkat kekuatan masyarakat (Degrees of Citizen Power) VII Pendelegasian Kekuasaan dan

Kewenangan VI Kemitraan/Kesetaraan V Penentraman/Kompromi Tingkatan Semu IV Berkonsultasi III Menginformasikan

(25)

II Terapi

Bukan Partisipasi

I Manipulasi

Tabel 1.1 : Model Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat (Model Arsntein)

1.5.6. Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat sangat erat kaitannya dengan kekuatan atau hak masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan dalam tahap identifikasi masalah, mencari pemecahan masalah sampai dengan pelaksanaan berbagai kegiatan (Panudju, 1999).

Menurut Conyers (1991), ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa mereka pun mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini selaras dengan

(26)

konsep man-centred development (suatu pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan manusia), yaitu jenis pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri.

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya merupakan unsur yang sungguh penting dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan dasar pandang demikian, maka pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, dan pengamalan demokrasi (Kartasasmita, 1996).

Menurut Siahaan (2004), partisipasi masyarakat memiliki keuntungan sosial, politik, planning dan keuntungan lainnya, yaitu:

a) Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerjasama dan keterlibatan.

b) Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dari setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu dewan (counsellors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.

(27)

c) Dari segi planning, partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan.

d) Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota dan menggantikan perilaku they/we menjadi perilaku us.

Menurut Abe (2005), suatu perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat. Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan akan membawa dampak penting yaitu: (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi, dan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.

Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwasanya dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Dengan demikian, undang- undang tersebut telah menjamin bahwa dalam setiap langkah perencanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah.

(28)

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.

Menurut Adisasmita (2004:38) pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya masyarakat pedesaaan secara efektif dan efisian, baik dari aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, dan teknologi) dari aspek proses (pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan), dari aspek keluaran atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi). Sedangkan Menurut Suharto pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, okhususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka mempunyai kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-baran dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Pemberdayaan mayarakat dilakukan melalui kegiatan- kegiatan sebagai berikut :

a. Perencanaan local dan regional yang bersifat buttom-up b. Manajemen local

c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan

(29)

Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan memepertanggungjawabkan upaya peningkatan diri ekonomi.

Salah satu bentuk dari aktualisasi pemberdayaan masyarakat tercermin dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan menikmati hasil. Dengan pemberdayaan diharapkan akan dapat meningkatkan akses kelompok miskin dalam proses pengambilan keputusan, akses terhadap fasilitas dan pelayanan, akses terhadap bantuan hukum, meningkatkan posisi tawar, serta mengurangi peluang terjadinya eksploitasi oleh kelompok lain.

Menurut Kartasasmita (1996:192-193) upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi yaitu:

pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

(30)

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat ( empowering).

Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang penting dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan serta akses ke dalam sumber- sumber kemajuan teknologi, informasi, pasar, modal dan lapangan pekerjaan.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Dengan demikian tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

Tujuan utama pemberdayaan itu sendiri adalah memperkuat kekuasaan masyarakat miskin dan kelompok lemah lainnya. Salah satu bentuk dari aktualisasi pemberdayaan masyarakat tercermin dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan menikmati hasil. Dengan pemberdayaan diharapkan akan dapat meningkatkan akses kelompok miskin dalam proses pengambilan keputusan, akses terhadap fasilitas dan pelayanan, akses terhadap bantuan hukum, meningkatkan posisi tawar, serta mengurangi peluang terjadinya eksploitasi oleh kelompok lain.

(31)

1.5.8. Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara)

Menurut Instruksi Bupati Serdang Bedagai No 04 tahun 2005 tentang GERBANG SWARA, Gerbang Swara adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan tercapainnya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasaran dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

I.5.8.1. Pokok-Pokok Pikiran

a) Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (GERBANG SWARA) berarti membangun daerah dengan memotivasi dan menggali dari rasa bertanggung jawab kemanusiaan dimana setiap manusia hakekatnya mencintai daerahnya, mencintai tempatnya bekerja dan merasa tergugah untuk membangun kearah yang lebih baik.

b) Bertitik tolak dari rasa cinta akan daerah dan tempat mengabdi sebagai motivasi membangun daerah akan melahirkan pola praktis bahwa dengan membangun daerah dengan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (GERBANG SWARA) akan menggugah dan menggali :

c) Menjalin hubungan rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama masyarakat, antara masyarakat dan komunitas yang menjadi satu potensi riel yang dapat dijadikan sumber daya pembangunan.

d) Memperluas keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan yang berdomisili di Desa/Kelurahan Serdang Bedagai maupun masyarakat yang tinggal diluar Desa ataupun Kabupaten Serdang Bedagai.

(32)

e) Pada Umumnya masing-masing Desa/Kelurahan mempunyai simpatisan diluar desa tanpa memandang status kedudukannya serta besar kecilnya kemampuan yang dimiliki akan tetapi mempunyai niat dan keikhlasan untuk berpartisipasi membangun dengan tetap berada dalam bingkai wawasan nasional dan wawasan kebangsaan.

f) Menumbuhkan pola pikir dari bawah, dari dusun/lingkungan dan Desa/Kelurahan sebagai basisi pembangunan daerah dan pembangunan nasional. g) Menggali dan menggerakkan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki masyarakat baik potensi alam maupun potensi sumber daya manusia. Mendinamisir lembaga-lembaga yang pernah hidup dan atau masih berkembang ditengah-tengah masyarakat seperti Arisan, Markampung-kampung, Dalihan Natolu, Serayan, Aron sebagai wadah kegotong royongan yang kesemuannya itu dapat dikembangkan untuk digerakkan/diarahkan untuk membangun daerah Serdang Bedagai ini.

h) Mempercepat terwujudnya Kabupaten serdang Bedagai sebagai salah satu Kabupaten terbaik di Indonesia dengan masyarakatnya yang Pancasilais, Religius, Modern dan Kompetitif.

i) Mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dengan memanfaatkan dinamika kemajemukan dengan menggunakan potensi SDM dan SDA secara Optimal. j) Menciptakan rasa kebersamaan dan memiliki rasa terhadap hasil-hasil

pembangunan yang telah dicapai dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya denga prinsip Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOM).

(33)

a. Melakukan pemulihan (Recovery) secara bersungguh-sungguh bagi segenap permasalahan pembangunan yang terjadi.

b. Melakukan percepatan pembangunan disegala bidang, dengan tetap memperhatikan konsistensi terhadap lingkungan hidup dan sustainabilitas (berkelanjutan) pembangunan itu sendiri.

I.5.8.3. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan :

GERBANG SWARA adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan tercapainnya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasaran dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sasaran :

a. Melestarikan semangat dan Jiwa Gotong Royong dalam membangun Desa/Kelurahan berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan guna memperkuat persatuan dan kesatuan sesama masyarakat yang merupakan sendi kekuatan dan kesatuan bangsa.

b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki kecintaan terhadap Desa/Kelurahan dan Kampung halaman.

c. Mewujudkan peranan lembaga-lembaga yang ada di Desa/Kelurahan (BPD, LKMD, Lembaga Agama, Adat, Lembaga Masyarakat lainnya) dalam rangka

(34)

penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan Desa di setiap Desa/Kelurahan sebagaimana format terlampir.

I.6 Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995: 33), konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya. Konsep sangat penting dalam penelitian karena dia menghubungkan dunia teori dan dunia observasi, antara abstraksi dan realitas.

Adapun definisi konsep yang dikemukakan penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Gerbang swara adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan

tercapainnya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasaran dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dengan memberikan kontribusi dalam pembangunan berupa pikiran, tenaga dan harta benda serta mempunyai tanggungjawab guna mencapai tujuan dalam program gerakan pembangunan swadaya masyarakat desa Melati II.

(35)

3. Faktor yang mempengaruhi Partisipasi Masyarakat adalah faktor dalam masyarakat (internal) Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti Usia, Jenis kelamin, Pekerjaan dan Pengetahuan dan Keahlian. Faktor dari luar masyarakat (eksternal) ini dapat dikatakan informan (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Informan kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

I.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian.

(36)

Bab ini berisikan gambaran lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian dilapangan atau berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian dan memberikan interprestasi atas permasalahan yang diajukan.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan rumusan masalah. Pemecahan masalah yang dinyatakan dalam bentuk saran.

Gambar

Tabel 1.1 : Model Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat (Model Arsntein)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,199 > 1,998), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat

Keempat tentang alur proses pengiriman / rujukan pecandu narkoba dari Kabupaten Bulungan ke Balai Besar Rehabilitasi LIDO Badan Narkotika Nasional dan ke Kabupaten Bulungan

Terjadinya sengketa di Komunitas BMX Freestyle di Kota Tangerang kadang sering terjadi seperti ada rider yang bermain BMX Freestyle di tempat yang sudah disediakan dan patuh dengan

Interaksi antara pemerintah daerah dan DPRD dalam tipe decisional terjadi karena penggunaan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki oleh kedua institusi tersebut secara

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Seperti halnya pada bahasa Indonesia, pengungkapan makna aspektualitas bahasa Bugis juga mementingkan subkelas verba pungtual (peristiwa), aktivitas (proses), statis,

7) Kepada Masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner sehingga skripsi ini bisa selesai. 8) Kepada

Dari kedua model pembakaran diesel bahan bakar ganda baik yang digunakan untuk simulasi mesin diesel maupun mesin dual fuel hasil yang disajikan pada gambar 28