BAB III
METODE PENELITIAN
Kata metode berasal dari metodologi. Kata metodologi terbentuk dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), “metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.
Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.
Menurut Maryaeni (2005:1) penelitian (research) merupakan usaha memahami fakta secara rasional yang ditempuh melalui prosedur kegiatan tertentu sesuai dengan cara yang ditentukan peneliti.
Dalam konteks penelitian, istilah fakta memiliki pengertian tidak sama dengan kenyataan, tetapi lebih mengacu pada sesuatu daripada kenyatan exact, dan sesuatu tersebut terbentuk dari kesadaran seseorang seiring dengan pengalaman dan pemahaman seseorang terhadap yang dipikirkanya. Sesuatu yang terbentuk dalam pikiran seseorang tersebut belum tentu secara konkret, dapat dilihat dan ditemukan dalam kenyataan yang sebenarnya.
3.1 Metode Dasar
Metode dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode atau pendekatan kualitatif. Maryaeni (2005:1), menjelaskan metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan yang sifatnya individu, keadaan atau gejala dari kelompok yang diamati. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.
Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalah yang dikaji dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan nengget pada etnik Karo membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari alasan kedua tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang baik adalah lokasi/obyek penelitian yang sesuai dengan obyek permasalahanya dan merupakan daerah informasi secara kualitatif maupun kuantitatif(Subagyo 1991:35).Lokasi penelitian berada di Desa Bulanjahe, kecamatan Barusjahe, kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara. Alasan penulis melakukan penelitian didaerah ini karena (1). penduduknya asli suku Karo (2). upacara ini masih dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri.
3.3 Instrumen Penelitian
Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mempersiapkan instrumen atau alat bantu penelitian. Instrumen merupakan suatu pengumpul data yang digunakan dalam penelitian, diasumsikan dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Seperti yang dikatakan Sugiyono (1994:84) bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Agar data yang diproleh akurat sehingga mudah diolah, maka dalam penelitian ini diperlukan penggunaaninstrumen sebagai alat untuk mengumpulkan data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Alat rekam (tape recorder), (2). Pulpen (3). Buku tulis (4) Daftar pertanyaan (kuisioner).
3.4Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data, baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapanganya.
Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teknik Observasi
Menurut Bungin (2008:108) , metode observasi adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari
salah satu pancaindra yakni mata dan dibantu dengan pancaindra yang lainnya.
b. Teknik Wawancara
Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawabsambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Metode ini dilakukan langsung mewawancarai informan guna memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang tradisi
nengget pada etnik Karo dengan menggunakan alat rekam (tape recorder)
c. Teknik Kepustakaan
Menurut Pohan dalam Prastowo (2012:81) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya pengulangan, peniruan, dan plagiat.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah bagian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data yang ada akan nampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian (Subagyo, 1991:104-105).
Metode yang digunakkan dalam penelitian ini adalah metode kualiatatif. Menganalisis data kualiitatif, boleh dikatakan sebagai suatu kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, bukan hanya suatu saat setelah penelitian usai. Pekerjaan ini merupakan proses yang berkelanjutan, bukan kegiatan sesaat.
Dalam metode analisis data ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan bentuk simbol
Bentuk simbol yang digunakan dalam tradisi nengget pada etnik Karo dideskripsikan dalam bentuk gambar untuk mendukung kejelasan data. b. Mendeskripsikan makna dan fungsi simbol
Makna setiap simbol yang telah diproleh dari informan akan dibandingkan dengan arti harafiah tanda. Bentuk dan makna simbol yang telah dideskripsikan dilanjutkan dengan pendeskripsian fungsi simbol yang digunakan dalam tradisi nengget pada etnik Karo.
c. Mendeskripsikan nilai simbol
Pendeskripsian nilai yang terkandung dalam tradisi nengget pada etnik Karo.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tata Pelaksanaan Upacara Tradisi Nengget Pada Etnik Karo
Dalam pelaksanaan tradisi nengget pada etnik Karo ada beberapa hal yang harus dilakukan agar tradisi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
4.1.1 Musyawarah
Sebelum melakukan nengget, kalimbubu akan bermusyawarah dengan anak
beru untuk membicarakan segala sesuatu yang dibutuhkan.
a. Waktu Pelaksanaan Nengget
Waktu merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan, pemilihan waktu yang tepat akan membuat tujuan pelaksanaan akan tercapai. Jika pelaksanaan yang dilaksanakan tanpa ada perhitungan waktu yang tepat akan membuat hasil yang kurang baik atau bahkan bisa menimbulkan hasil yang tak berarti apa-apa. Etnik Karo jika melakukan suatu pekerjaan akan terlebih dahulu mencari waktu yang tepat. Misalnya jika ingin memasuki rumah baru tidak semua hari boleh dilakukan, namun hari yang tepat dan diyakini dapat membawa berkat adalah
wari beras pati (hari beras pati).
Sebelum melaksanakan nengget, maka pihak yang memprakarsai apakah pihak kalimbubu atau pihak anak beru mencari hari yang baik menurut
perhitunggan Karo dengan bantuan seorang dukun yang disebut guru simeteh wari
si telu puluh, orang ini dengan bantuan roh dapat menentukan hari baik. Pada
dasarnya dalam pelaksanaan nengget, hari bukanlah hal yang paling menentukan berhasil atau gagalnya upacara tersebut.
b. Biaya
Dalam pelaksanaan nengget, biaya akan ditanggung oleh pihak yang mengusulkan nengget yang dilaksanakan baik itu anak beru ataupun kalimbubu. Sementara orang yang akan disengget tidak mengurus apapun dan mereka sendiri tidak mengetahui bahwa upacara itu ditujukan kepada mereka. Pelaksanaan
nengget dilakukan secara sederhana sehingga tidak memerlukan banyak biaya.
Tamu yang di undangpun hanya terbatas pada kerabat dekat.
c. Peralatan-Peralatan Dalam Tradisi Nengget
Untuk melaksanakan upacara tradisi nengget diperlukan sejumlah peralatan yang telah disiapkan sebelumnya. Semua peralatan yang telah ditentukan harus lengkap dan tidak boleh ada satupun yang terlupakan, apabila hal itu terjadi maka pelaksanaan nengget dianggap tidak sempurna. Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Uis Ariteneng 2. Anak batu lagan 3. Uis Kapal
4. Gendang ( tidak menjadi keharusan) 5. Manuk sangkep 6. Lau simalem-malem 7. Tumba beru-beru 8. Pakaian adat 4.1.2 Pelaksanaan Nengget
Dalam pelaksanaan nengget ada 3 kelompok kerabat yang terlibat yaitu
kalimbubu, anak beru, dan senina/sembuyak. Pihak kalimbubu mengatur semua
persiapan dari jalanya upacara. Sementara senina/sembuyak berperan sebagai pendamping kalimbubu dan membantu kalimbubu jika timbul masalah pada saat sebelum dan sesudah upacara nengget selesai. Pada saat upacara , anak beru mempunyai peranan yang tidak kalah penting. Mereka mempersiapkan segala persiapan dan perlengkapan untuk upacara. Selain ketiga kelompok kerabat tersebut, maka ada lagi kelompok kerabat yang terlibat yaitu turangku atau rebu, dimana turangku inilah yang akan menyiramkan lau si malem-malem pada pasangan suami-istri yang belum memiliki keturunan. Padahal dalam kehidupan sehari-hari turangku ini tidak dapat saling bertegur sapa karena hal ini dipantangkan bagi etnik Karo ini disebut dengan istilah rebu, dan apabila mereka ingin mengatakan sesuatu maka harus melalui perantara.
Rebu itu sendiri artinya pantangan, dilarang, tidak boleh atau tidak
maka ini dikatakan tidak tau adat dan dicemooh oleh masyarakat. Istilah rebu pada masyarakat Karo dapat dibedakan atas tiga pihak diantaranya adalah :
1.Antara mami (mertua wanita) dengan kela (menantu pria). Dalam pengertian sempit mami adalah ibu dari istri, sedangkan kela adalah suami dari anak wanita.
2.Antara bengkila (mertua pria) dengan permain (menantu wanita)
bengkila dalam pengertian sempit adalah ayah dari suami seorang wanita.
3.Antara turangku dengan turangku.
Pengertian rebu dalam masyarakat Karo adalah dilarang berbicara, dilarang duduk sebangku, misalnya dengan mertua yang berbeda jenis kelamin dan dilarang berbicara dengan suami ipar atau istri yang berbeda jenis kelamin.
Rebu ini sebagai tanda adanya batas kemerdekaan diri, adanya rasa diri
berkebebasan, melalaui perilaku seperti ini orang meningkatkan dan sadar akan perinsip sosial dalam cara hidup berkerabat maka melalui rebu orang akan mampu mengontrol prilaku dan perbuatannya sendiri. Rebu melahirkan mehangke atau enggan dan dari enggan tersebut dapat melahirkan rasa hormat seseorang. Hormat menimbulkan sopan santun, dan ini adalah unsur mendidik bagi masyarakat Karo.
Proses pelaksanaan upacara nengget ini dilakukan secara sangat rahasia, sebelum upacara nengget dilaksanakan maka kalimbubu dan anak beru bermusyawarah untuk melakukan nengget. Apabila keluarga yang akan disengget tersebut belum memiliki keturunan atau anak laki-laki maka inisiatif untuk melakukan upacara adalah dari pihak kalimbubu. Sebaliknya, bila keluarga yang akan disengget belum memiliki anak perempuan maka inisiatif untuk melaksanakan upacara adalah dari pihak anak beru. Acara nengget ini biasanya
dilakukan pada malam hari, pada saat keluarga yang akan disengget sedang berkumpul. Tepat pada hari yang telah ditentukan rombongan nengget berangkat dari satu tempat tertentu, misalnya dari rumah kalimbubu atau anak beru dan semuanya harus berjalan secara rahasia.
Pada malam pelaksanaan upacara nengget telah diatur siasat agar keluarga yang akan disengget berda di rumahnya. Misalnya salah seorang keluarga dekat datang ke rumahnya membicarakan hal-hal yang penting, atau seorang tamu yang sangat dihormatinya berjanji datang ke rumahnya pada malam itu untuk membicarakan suatu hal. Peralatan nengget yang dipersiapakan, seperti : tumba
beru-beru diisi lau simalem-malem (air yang telah dicampur dengan berbagai
ramuan) dan diserahkan kepada turangku si dilaki (istri dari ipar suami) dan
turangku si diberu (suami dari adik kakak suaminya), kemudian masing-masing turangku ini masuk ke rumah yang akan disengget secara diam-diam. Dengan
tiba-tiba masukalah turangku dengan menyiramkan turangkunya dengan lau si
malem-malem, sambil berkata “ e makamupus anak lah engko, adi lang la kita rebu rasa lalap “ yang artinya “ maka jumpa keturunan lah engkau, kalau tidak
sampai tua kita tidak rebu“. Pada waktu yang bersamaan gong dipukul sehingga menimbulkan suara yang riuh dan kaum perempuan menari. Kemudian semua rombongan masuk ke rumah, lalu keluarga yang disengget diosei (dipakaikan pakaian adat) secara terbalik yang laki-laki dipakaikan pakaian adat perempuan sedangkan yang perempuan dipakaikan pakaian adat laki-laki. Setelah selesai diosei maka keluarga ini dipasangkan oleh kalimbubu dan gendangpun dipukul untuk menari bersama. Pada saat acara menari suami istri yang disengget disatukan dan makan dalam satu piring pasu dengan nasi dan lauknya ayam
(sangkep) yang khusus dibuat oleh kalimbubu. Sesudah mereka makan barulah orang yang hadir dalam upacara ini makan bersama-sama. Selesai acara makan maka diadakan musyawarah atau runggu yang isinya menanyakan : unek-unek (manek-manek) yang disengget kepada kalimbubu, kalau memang ada maka masalah itu harus diselesaikan pada malam itu juga. Selain itu keluarga yang disengget tersebut juga ditanyai apakah ia mempunyai keinginan tertentu, yang masih belum kesampaian sampai sekarang sehingga hal ini dapat terus mengaggu pikiran keluarga tersebut. selanjutnya dipalu gendang (gendang dipukul) dan diaturlah acara menari sebagai berikut:
1. menari dari pihak anak rumah
2. menari dari pihak sembuyak/senina/sipemeren/siparibanaen/sedalanen 3. menari dari pihak kalimbubu
4. menari dari pihak anak beru
Setelah acara menari selesai maka acara untuk upacara nengget telah selesai dan boleh tidur atau bercakap-cakap. Besok paginya setelah selesai acara makan pagi, runggu pun dimulai lagi yaitu untuk bembayar uang jujuran (pedalen
emas) seperti pada acara kawin. Uang jujuran ini disesuaikan dengan
daerah/tempat dilakukannya pelaksanaan upacara nengget. Untuk biaya dari pelaksanaan nengget ini ditanggung oleh pihak yang berinisiatif melakukan
upacara, misalnya apabila inisitif pelaksanaan nengget dari pihak kalimbubu maka biayanya ditanggung oleh kalimbubu. Sebaliknya apabila inisiatif nengget datang dari pihak anak beru maka biayanya dari pihak anak beru.
4.2 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Makna Simbol Dalam Tradisi Nengget Pada Etnik Karo.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 (empat) kategori pembagian simbol yang terdapat dalam tradisi nengget pada etnik Karo. Diantaranya adalah:
1. Simbol perlengkapan adat, yang terdiri dari 7 (tujuh) simbol perlengkapan
adat yaitu uis ariteneng, batu lagan, uis kapal/endawa, gendang, tumba
beru-beru, pakaian adat, dan lau simalem-malem.
2. Simbol makanan, yaitu manuk sangkep.
3. Simbol waktu, yang terdiri dari 2 (dua) simbol yaitu waktu pelaksanaanya dan tanggal baik pelaksanaan ( wari si mehuli).
4. Simbol penanda status, yang terdiri dari 4 (empat) yaitu kalimbubu, senina/sembuyak, anak beru, dan turangku.
4.2.1 Deskripsi Bentuk, Fungsi dan Makna Simbol Perlengkapan Adat
No BENTUK SIMBOL FUNGSI DAN MAKNA SIMBOL
1
Gambar 4.1 Uis Ariteneng
Salah satu jenis kain tenunan etnik Karo, keseluruhan uis ariteneng warnanya hitam agak hitam pekat , karena kain ini dibuat dari
a. Makna
Uis ariteneng dipakai dalam adat melambangkan ketentraman ( tenang tendi i rumah). Pada konteks tradisi nengget simbol uis ariteneng memiliki makna
sebagaiupah tendi (upah roh). b. Fungsi
Dalam tradisi nengget pada etnik Karo uis ariteneng memiliki fungsi sebagai kain gendong yang diberikan kepada istri yang belum mempunyai anak tersebut dengan maksud agar istri segera dapat mengendong anaknya.
benang kapas yang dicelup dengan sejenis bahan yang warnanya hitam (proses tradisional), dalam bahasa Karo disebut
Ipelabuhken.
2
Gambar 4.2 Anak Batu Lagan
Batu adalah benda padat yang tebuat secara alami dari mineral dan atau mineraloid.
a. Makna
Dalam tradisi nengget pada etnik Karo ini batu merupakan simbol dari anak. Diharapkan sang istri segera mempunyai anak. Anak yang lahir nanti dihharapkan anak yang kuat dan sehat.
b. Fungsi
Dalam tradisi nengget pada etnik Karo batu diberikan kepada istri yang belum mempunyai anak untuk digendong dengan uis ariteneng layaknya seorang bayi.
3
Gambar 4.3 Uis Kapal
Salah satu kain tenunan karo, Warnanya hitam dan berbintik bintik, tepian kain warna hitam pekat dan ujungnya terjalin dan berumbai. Jenis kainnya agak tebal hingga disebut juga
uis kapal (kain tebal). Proses pembuatannya
juga masih tradisional.
a. Makna
Makna uis kapal secara adat menunjukan karakter kuat, ulet dan perkasa.
b. Fungsi
Pada acara perkawinan uis kapal dipakai oleh laki-laki yang disebut gonje (sebagai kain sarung). Dalam tradisinengget, uis kapal digunakan sebagai alas makanan yang akan diberikan kepada suami-istri yang disengget.
4
Gambar 4.4Gendang
Gendang Karo atau gendang lima si
dalinen terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua
a. Makna
penggual, dan
Gendang merupakan alat musik dimanadi dalam suatu upacara masyarakat mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih serta mengugah perasaan terharu.
b. Fungsi
Dalam upacara adat gendang digunakan sebagai alat pengiring pada saat acara menari. Dalam tradisi nengget, gendang dipakai untuk menimbulkan suara yang riuh dan semua kaum perempuan yang hadir menari. Setelah pasangan tersebut dipakaikan baju adat secara terbalik, gendang kembali dipukul dan mereka menari bersama-sama.
dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen
disebut karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune, gendang indung, gendang anak, gung, dan penganak.
5
Gambar 4.5Tumba Beru-Beru
Sebuah wadah yang berbentuk bulat yang terbuat dari alumaniun.
a. Makna
Tumba beru-beru digunakan untuk menakar suatu benda misalnya beras.
Makna tumba beru-beru adalah melambangkan sangkep ngeluh (hidup sempurna).
b. Fungsi
Dalam tradisi nengget tumba beru-beru digunakan sebagai tempat dari lau
simalem-malem yang nantinya akan disiramkan kepada pasangan yang akan
6
Gambar 4.6Pakaian Adat
Pakaian adat karo terdiri dari uis ariteneng,
uis nipes, uis remas-emas, beka buluh, kelam-kelam.
a. Makna
Dalam tradisi nengget pakaian adat ini dipakai secara terbalik. Suami mengenakan pakaian adat perempuan sedangkan istri mengenakan pakaian adat laki-laki supaya tendi (roh) mereka malu dan segera mendapatkan keturunan. Pakaian merupakan suatu kelengkapan dalam hidup. Tanpa pakaian , manusia akan merasa malu. Begitu juga dalam tradisi nengget, pakaian juga disimbolkan sebagai anak, anak merupakan pakaian orangtuanya. Dalam hal ini, diharapkan anak supaya menutupi kekurangan orangtua dan membuat kehidupan orangtua menjadi lebih berharga dan sempurna. Makna yang terdapat pada setiap bagian kain dan perhiasan yang digunakan pada oleh pengantin dalam upacara adat intinya menjunjung tinggi nilai budaya pada masyarakat Karo seperti nilai-nilai kekerabatan, nilai-nilai sistem sosial, nilai-nilai kekeluargaan , nilai-nilai kesopanan, nilai kehormatan,nilai kesuburan dan kemakmuran, nilai kerja keras.
b. Fungsi
Pengantin wanita mengenakan baju kebaya berwarna merah, pada sisi bawah mengenakan uis gatip dan uis nipes. Di bagian kepala uis
kelam-kelam sebagai tudung dan uis remas-emas sebagai jujungen. Pengantin
laki-laki mengenakanbeka buluh untuk bulang-bulang, uis ariteneng sebagai
7
Gambar 4.7Lau Simalem-malem
Lau simalem-malem terdiri dariair,
tabar-tabar, lak-lak galuh sitabar-tabar, besi-besi, sangka sempilat, beras-beras, sampe lulut, bunga sapa, dan bunga engkiong.
a. Makna
Lau simalem-malem sebagai air yang akan disiramkan pada pasangan
suami-istri yang di sengget. Semua ramuan yang terdapat pada air tersebut memiliki makna untuk kesehatan/ kesuburan.Lau simalem-malem juga bersifat menyejukan / mendinginkan. Dalam tradisi nengget, lau
simalem-malem juga berhubungan dengan anak. Anak merupakan penyejuk dan
kebahagian bagi orangtua. Diharapkan nantinya anak tersebut membawa ketentraman , kebahagian, dan memberikan pengaruh yang baik untuk orangtua dan orang yang berada disekitarnya.
b. Fungsi
Dalam tradisi nengget lau simalem-malem di berikan kepada turangku si
dilaki( istri dari ipar laki-laki suami) dan turangku si diberu ( suami dari
adik/kakak suami). Mereka nantinya yang akan menyiramkan lau
4.2.2 Deskripsi Bentuk dan Makna Simbol Makanan
No Bentuk Simbol Fungsi dan Makna Simbol
1
Gambar 4.8 Manuk Sangkep
Manuk(ayam), sangkep(lengkap). Manuk sangkep terdiri dari olahan daging ayam yang
bentuk tubuhnya utuh dan lengkap. Ayam ini direbus kemudian dipotong-potong dan
a. Makna
Manuk sangkep dalam tradisi nengget pada etnik Karo diberikan kepada
suami-istri yang belum mempunyai keturunan dengan maksud menyatukan kembali roh mereka supaya lebih kuat dan kehidupan mereka menjadi lengkap dengan hadirnya anak di tengah keluarga. Ayam disimbolkan sebagai orang tua dan telur merupakan simbol dari anak.
b. Fungsi
Manuk sangkep adalah makanan khas etnik Karo yang dijadikan makanan
adat dalam sebuah upacara adat misalnya dalam upacara mukul. Makanan ini diberikan kepada pengantin baruuntuk menyatukan roh (persada tendi).
disusun di atas piring (pinggan pasu). Nasi bersama daging ayam yang lengkap ini kemudian ditambahkan dengan sebutir telur ayam.
4.2.3 Deskripsi Bentuk dan Makna Simbol Penanda Status
No Bentuk Simbol Fungsi dan Makna Simbol
1 Kalimbubu
Senina/Sembuyak Anak Beru Gambar 4.9 Kalimbubu
a. Makna
Kalimbubu dalam peradatan etnik Karo merupakan kedudukan
tertinggi dalam sebuah adat dan sangat dituakan. Namun status ini tidak mutlak karena setiap orang pernah menjadi kalimbubu. Dalam konteks tradisi nengget,kalimbubu diharapkan menjadi pendukung jalanya upacara serta memberikan nasehat.Semua nasehat yang
Kalimbubu diartikan sebagai kelompok pemberi dara bagi keluarga (marga) tertentu.
diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
b. Fungsi
Kalimbubu yang dianggap sebagai “ Dibata Ni Idah” memiliki
peranan penting yaitu sebagai penasehat. Dalam konteks tradisi
nenggetkalimbubu mengatur semua persiapan dari jalanya upacara,
juga termasuk mengeluarkan biaya untuk pelaksanaan upacara.
2 Kalimbubu
Senina/Sembuyak Anak Beru Gambar 4.10 Senina/Sembuyak
a. Makna
Senina/sembuyak dalam tradisi nengget menjadi pendamping dan
membantu kalimbubu jika timbul masalah pada saat sebelum dan sesudah upacara selesai.
Senina/sembuyak merupakan hubungan kekerabatan berdasarkan marga, saudara kandung ataupun jauh.
b. Fungsi
Senina/sembuyak adalah saudara semarga baik saudara kandung,
saudara jauh yang semarga memiliki fungsi dan peranan menjadi pendamping dan pendukung. Senina juga sebagai penengah atau sekat dalam musyawarah adat agar tidak terjadi perselisihan.
3 Kalimbubu
Senina/Sembuyak Anak Beru Gambar 4.11 Anak Beru
Anak beru adalah pihak penerima perempuan untuk diperistri.
a. Makna
Anak beru menjadi pihak yang akan mengerjakan segala sesuatu yang
berurusan dengan pekerjaan, perlengkapan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
b. Fungsi
Anak beru berkewajiban sebagai mengatur jalannya dalam melaksanakan
suatu pesta adat dan mempunyai kewajiban membantu memenuhi perlengkapan berupa barang-barang yang diperlukan.
4
Gambar 4.12 Turangku
Turangku merupakan pihak antara turangku si dilaki
(istri dari ipar suami) dan turangku si diberu (suami dari adik kakak suaminya). Rebu itu sendiri artinya pantangan, dilarang, tidak boleh atau tidak dibenarkan melakukan sesutu menurut adat Karo, bagi siapa yang melanggar maka ini dikatakan tidak tau adat dan dicemooh oleh masyarakat.
.
a. Makna
Turangku atau rebu menjadi penyiram air suci atau lau simalem-malem
kepada keluarga yang disengget. Padahal dalam kehidupan sehari-hari
turangku ini tidak dapat bertegur sapa.
b. Fungsi
Turangku atau rebu memiliki peranan yang sangat penting dalam
upacara nengget. Turangku yang akan menyiramkan air suci atau lau
simalem-malem kepada keluarga yang disengget Ibu
Rudi Bunga Bagas
Turangku Turangku
Rani Roy Tina
4.2.4 Deskripsi Bentuk Simbol Waktu
No Bentuk Simbol Fungsi dan Makna Simbol
1
Gambar 4.13 Wari Mehuli
Hari yang baik menurut kepercayaan sebuah
a. Makna
Dalam upacara adat Karo, hari baik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemilihan waktu yang tepat diyakini dapat membuat apa yang diinginkan dapat tercapai. Sebaliknya pelaksanaan yang dilakukan tanpa memperhitungkna waktu bisa mendapatkan hasil yang tidak berarti apapun. Sebelum melaksanakan nengget, maka pihak yang memprakarsa apakah pihak kalimbubu atau pihak anak beru mencari hari yang baik menurut perhitunggan Karo dengan bantuan seorang dukun yang disebut guru simeteh wari si telu puluh, orang ini dengan bantuan roh dapat menentukan hari baik.
masyarakat tertentu. b. Fungsi
Sebuah kepercayaan manusia untuk memilih waktu yang tepat sesuai dengan kepercayaan yang dianut dan rasi bintang, cuaca, serta suasana hari baik.
2
Gambar 4.14 Malam Hari
Bagian akhir dari hari waktu setelah terbit hingga malam hari.
a. Makna
Waktu pelaksanan tradisi nengget di mulai pada malam hari agar pasangan itu berada dalam rumah. Untuk menghindari mereka keluar rumah, maka tamu yang sangat dihormat (biasanya kalimbubu) berjanji akan datang kerumah mereka. Dengan demikian mereka menunggu tamu tersebut.
b. Fungsi
Fungsi dilakukanya tradisi nengget di mulai pada malam hari tepat pada saat pasangan yang disengget sedang beristirahat agar upacara tidak banyak diketahui orang. Tradisiini dilakukan secara rahasia dan terencana, artinya sama sekali tidak diketahui oleh pasangan yang akan di sengget.
4.3 Deskripsi Nilai Simbol Tradisi Nengget Pada etnik Karo.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan bergunabagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan nilai:
1. Nilai Solidaritas.
Nilai solidaritas merupakan salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik itu berupa keberuntungan maupun ketidakberuntungan. Nilai solidaritas sangat dijunjung tinggi oleh etnik Karo.Dalam tradisi nengget, pihak yang ikut berparpartisipasi tidak memandang kelas sosial.Mereka bersama-sama dalam mensukseskan acara nengget tersebut.
2. Nilai Keagamaan
Tradisi nengget juga sering dilakukan untuk meletakkan ilmu pengetahuan (pengetahuan magis, tentunya yang diletakan adalah yang baik dan positif) kepada orang yang akan menyandang pengetahuan magis yang diberikan leluhurnya. Dalamhal konteks tradisi nengget , untuk menentukan hari baik maka diperlukan bantuan seorang dukun yang disebut guru simeteh wari si telu puluh, orang ini dengan bantuan roh dapat menentukan hari baik. Etnik Karo juga percaya dengan melakukan tradisi ini, maka apa yang diharapkan pasangan suami-istri ini segera tercapai.
3. Nilai Kekeluargaan
Nilai kekeluargaan adalah hubungan yang terbentuk dalam suatu keluarga dimana bertujuan untuk menanamkan bentuk kebaikan yang akan menjadi sarana penyatuan
dalam sebuah keluarga. Karena itulah, nilai kekeluargaan sangat penting dalam menjaga keharmonisan sebuah keluarga.Dalam tradisi nengget, nilai kekeluargaan sangat terlihat. Pihak yang ikut berpartisipasi sangat mengharapkan dengan terlaksananya upacara ini, maka seluruh sanak saudara bersatu untuk tercapainya sebuah tujuan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa simbol yang terdapat pada tradisi nengget pada etnik Karo dibagi dalam empat kategori yaitu: (1) simbol perlengkapan adat, (2) simbol makanan adat, (3)simbol waktu, (4) simbol penanda status. Dalam setiap simbol yang digunakan pada tradisi nengget pada etnik Karo berisi harapan-harapan yang sifatnya baik dan penuh pengharapan akan kehidupan yang bahagia. Setiap simbol memiliki hubungan dengan makna yang disepakati oleh masyarakat Karo. Setiap simbol dimaknai dan diteladani dari sifat atau tingkah dari simbol yang dihubungkan. Fungsi simbol yang digunakan pada tradisi nengget pada etnik Karo mempunyai sifat yang batiniah dan lahiriah. Nilai yang terdapt dalam tradisi nengget pada etnik Karo juga mengambarkan hal yang baik dalam pengunaanya, jadi nilai tersebut harus dijaga sesuai peradatan etnik Karo.
5.2 Saran
Simbol-simbol yang terdapat pada etnik Karo tidak hanya sebagai identitas budaya oleh masyarakat Karo, namun setiap simbol mempunyai makna dan nilai tersendiri sehingga sebagai manusia diharapkan untuk menjaga dan memelihara budaya yang telah diturunkan secara turun-temurun dan tetap melestarikanya.
Sebagai manusia yang memiliki rasa solidaritas antara sesama, sudah sepantasnya kita membantu sesama. Dalam hal ini tradisi nengget pada etnik Karo merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk membantu pasangan suami-istri yang belum mempunyai
keturunan. Tradisi ini juga diharapkan dijaga dan dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya.
Kita sebagai manusia yang beragama dan berTuhan harus memilah budaya yang masih pantas untuk diteladani atau budaya yang harus diubah pemahamannya, sehingga tidak menyimpang dari pemahamaan agama. Namun demikian nilai harus tetap dijaga karena budaya merupakan salah satu kekayaan yang tidak ternilai harganya.