KOMPOSISI FITOPLANKTON DI MUARA SUNGAI SIKABALUAN KECAMATAN SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
Lamasi Nababan¹, Abizar², Lince Meriko²
¹Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat ²Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
nababanlamasi1@gmail.com
ABSTRACT
Phytoplankton are microorganisms that live floating in water, relatively have no motion so that its existence is affected by the movement of water. The river estuary Sikabaluan in the nothern Siberut sub district of Mentawai island is used as a dock, the transportation route near the settlement with various activities that become the source of pollution in the form of waste settlements that affect the survival of organism like phytoplankton. The study aims to determine the genus and composition of the phytoplankton at the river estuary Sikabaluan. This research was conducted in June 2017 through descriptive survey method by assigning three stations in a purposive sampling based on environmental condition that is station I area not disturbed human activity, station II area near residential area, and station III area of river estuary area. The result showed 18 genus of phytoplankton consisting of 12 families, 5 orders, 4 classes. The highest density is at station I that is 23,45 individual / liter and lowest density is at station III that is 6,47 individual / liter. The highest diversity index is located at station III that is 2.34, station II 2.05 and the lowest in station I of 1.57 all three are included in the criteria of water contaminated lightly. The physical chemical conditions of the waters of the Sikabaluan River Estuary are within the range the support the life of phytoplankton. Keywords: Phytoplankton, River Estuary
PENDAHULUAN
Estuari merupakan suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang surut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas selalu berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut airnya. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari
antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton (Iswandi, 2012).
Fitoplankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air (Fachrul, 2007). Fitoplankton menjadi makanan dari zooplankton an hewan-hewan lainnya dalam air. Melalui proses fotosintesis fitoplankton mengubah energi matahari menjadi energi. Dengan demikian fitoplankton merupakan mata rantai pertama dalam penyediaan energi bagi kehidupan dalam air (Djuanda, 1980). Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang mengapung dan
melayang dalam laut. Ukurannya sangat kecil tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum
berkisar antara 2 – 200 𝜇m ( 1 𝜇m = 0,00
mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.
Muara Sungai Sikabaluan terdapat di Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Terdapat beragam aktivitas masyarakat pada muara sungai dan sekitarnya seperti menangkap ikan, area peternakan dan aktivitas lainnya. Muara sungai juga digunakan sebagai dermaga, jalur transportasi nelayan dan masyarakat dalam menjual hasil panen. Pemukiman penduduk yang dekat dengan muara sungai menjadi sumber pencemaran berupa pembuangan limbah rumah tangga ke perairan muara sungai yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme yang ada didalamnya seperti fitoplankton. Selain itu, aktivitas masyarakat yang beragam di sekitar muara sungai dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar sehingga mengalami perubahan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis telah melakukan penelitian tentant “ Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai”. Berdasarkan batasan maslah yang
dikemukakan, maka rumusan masalah yang didapatkan adalah :
1. Genus Fitoplankton apa saja ynag ditemukan di Muara Sungai Sikabaluan.
2. Bagaimana komposisi fitoplankton di Muara Sungai Sikabaluan.
3. Bagaimana faktor fisika kimia di Muara Sungai Sikabaluan.
Fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan dinoflagellata (Efendi, 2008). Diatom hidup di air tawar maupun di air laut juga diats tanah-tanah basah terpisah-pisah atau membentuk koloni dan tidak memiliki alat gerak. Ada diatom yang hidup tunggal, tetapi ada pula yang membentuk rantai yang terdiri dari berbagai spesies. Dinoflagellata dicirikan oleh sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak dalam air. Dinoflagellata tidak memiliki kerangka luar yang terdiri dari silikon. Pada umumnya dinoflagellata berukuran kecil, hidup tunggal dan jarang membentuk rantai (Nybakken, 1992).
Fitoplankton dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui kualitas dan kesuburan suatau perairan yang sangat diperlukan untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton di
suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula (Raymont, 1980 dalam Yuliana, 2011).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017 di Muara sungai Sikabaluan kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan metode
survey deskriptif, pengambilan sampel
dilakukan langsung dilapangan dengan menentukan tiga stasiun secara purposive
sampling yaitu stasiun I berada di tempat
yang tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Sebelah kanan dan kiri stasiun ini adalah hutan manggrove. Stasiun II berada didekat pemukiman masyarakat. Selain dekat dengan pemukiman penduduk, daerah ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai area dermaga. Stasiun III berada di bagian muara sungai yang berbatasan langsung dengan laut yang menjadi jalur transportasi masyarakat.
Pengambilan sampel dilakukan
dengan mengambil air sebanyak 100 liter dengan ember bervolume 10 liter, kemudian diasaring dengan net plankton (no. 25) sebanyak 10 kali penyaringan pada masing-masing stasiun. Selanjutnya sampel air yang sudah tersaring dimasukkan kedalam botol sampel dan diberi formalin 37 % sebanyak 4-5 tetes, kemudian ditutup dan diberi selotip serta
label sesuai dengan titik pengambilan. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus dengan menggunakan buku acuan Planktonologi (Sachlan, 1974), Alga of Western Great Lake Area (Presscot, 1975), Watanabe dan Usman (1987), Krammer and Lange-Bertalot (1988, 1991), Round (1990), Kehidupan Dalam Setetes Air dan Beberapa Parasit pada Manusia (Djuanda, 1980), dan Taksonomi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1986). Adapun langkah-langkah identifikasi sampel adalah :
a. Sampel air dikocok hingga homogen dan diambil sebanyak 1 tetes, kemudian diteteskan pada kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup. b. Kemudian amati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10 x 10 sampai 10 x 40. Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi dan penghitungan jumlah secara zig-zag sampai semua objek diamati.
c. Kemudian sampel yang diamati di mikroskop difoto. Kemudian tetesan ke-2 sampai ke-20 dilakukan dengan cara yang sama. Fitoplankton yang ditemukan dikelompokkan sampai
tingkat genus dengan
membandingkan deskripsi atau ciri-ciri sampel dengan gambar yang ada alam buku acuan.
d. Kemudian hitung jumlah individu masing-masing genus fitoplankton tersebut.
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Diversitas (H’), dan Indeks Similaritas. Sedangkan Faktor fisika kimia air yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, pH, DO, CO2 bebas, salinitas, dan kecerahan. Untuk analisis data Kerapatan dihitung dengan
rumus (Michael, 1994), Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif menggunakan rumus (Suin, 2002), Indeks diversitas menggunakan rumus (Suin dan Syafinah, 2006), dan Indeks Similaritas menggunakan rumus (Suin, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan tentang Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan mentawai didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2 Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabalauan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai
No Genus Stasiun I Stasiun II Stasiun III
K KR F FR Pi lnPi K KR F FR Pi lnPi K KR F FR Pi lnPi Bacillaryophyceae 1 Chaetocero s 0,41 1,74 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0,0 8 1,23 0,3 3 4,7 1 -0,0551 2 Cymbella 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0,1 6 1,3 5 0,3 3 4,50 -0,0600 0 0 0 0 0 3 Diploneis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 6 2,47 0,3 3 4,7 1 -0,0940 4 Frustulia 0,08 0,43 0,3 3 3,30 -0,0197 1 8,4 8 0.6 7 9,15 -0,2086 0,8 3 12,82 0,6 7 9,5 7 -0,2632 5 Gomphone ma 0,5 0,18 1 10,01 -0,0819 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Gyrosigma 6,41 27,3 1 10,01 -0,3547 2,9 1 24, 6 1 13,66 -0,3451 1 15,45 0,6 7 9,5 7 -0,2880 7 Melosira 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Navicula 10,5 8 0,18 1 10,01 -0,3589 2,9 1 24, 6 1 13,66 -0,3451 1 15,45 1 14, 28 -0,2880 9 Nitzschia 0 0 0 0 0 0,2 5 2,1 2 0,3 3 4,50 -0,0814 0 0 0 0 0 10 Pinnularia 0,33 1,40 1 10,01 -0,0604 0,0 8 0,6 7 0,3 3 4,50 -0,0343 0,2 5 3,86 0,3 3 4,7 1 -0,1251 11 Surirella 0,16 0,68 0,6 7 6,70 -0,0351 0.2 5 2,1 2 0,3 3 4,50 -0,0814 0,5 8 8,96 0,6 7 9,5 7 -0,2161 12 Synedra 0,41 1,74 0,6 7 6,70 -0,0717 1 8,4 8 0,6 7 9,15 -0,2086 0,5 7,72 0,6 7 9,5 7 -0,1972 Cyanophyceae 13 Gleucocysti s 2,75 11,72 1 10,01 -0,2514 1 0,7 1 0.3 3 4,50 -0,2086 0,0 8 1,23 0,3 3 4,7 1 -0,0551 14 Hapalosiph on 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 1,5 8 13, 4 1 13,66 -0,2690 0,5 8 8,96 0,6 7 9,5 7 -0,2161 15 Oscillatoria 1,25 5,33 0,6 7 6,70 -0,1562 0,4 1 3,4 7 0,6 7 9,15 -0,1178 0,7 5 11,59 0,3 3 4,7 1 -0,2491 16 Spirulina 0,25 1,06 1 10,01 -0,0819 0,1 6 1,3 5 0,3 3 4,50 -0,0600 0,2 5 3,86 0,6 7 9,5 7 -0,1251 Dinophyceae 17 Ceratium 0 0 0 0 0 0,0 8 0,6 7 0,3 3 4,50 -0,0343 0,4 1 6,33 0,3 3 4,7 1 -0,1762 Euglenophyceae 18 Phacus 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 23,4 5 53,12 9,9 9 99,96 -1,5704 11, 79 92, 02 7,3 2 99,93 -2,0542 6,4 7 99,93 7 99, 96 -2,3483 Indeks Diversitas (H’) 1,5704 2,0542 2,3483
Pada Tabel 3 dapat dilihat kerapatan tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 23,45 individu/liter (15 genus), kemudian diikuti stasiun II dengan kerapatan 11,79 individu/liter (13 genus), dan kerapatan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 6,47 individu/liter (13 genus). Tingginya kerapatan pada stasiun I dibanding dengan stasiun lainnya diduga karena kondisi lingkungan stasiun I yang banyak menerima unsur hara yang terbawa oleh arus sungai yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Menurut Nontji (1993) fitoplankton yang subur umumnya terdapat diperairan sekitar muara sungai karena banyak zat hara yang datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut. Selain faktor zat hara, hal ini juga didukung oleh kondisi faktor fisika kimia pada perairan stasiun I yang berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan fitoplankton seperti suhu yang berkisar 29
℃ yang masuk kisaran yang
memungkinkan fitoplankton untuk hidup
dan berkembang yakni 20 – 30 ℃. Selain
itu, faktor lain fisika kimia lainnya yang mendukung adalah derajat keasaman (pH)
yakni 7, kadar DO yakni 5,90 mg/l, CO2
bebas 10,7 mg/l serta nilai kecerahan dimana nilai kecerahan pada stasiun I yaitu sebesar 52,6 cm. Tingginya kedalaman
akan memperkecil pengaruh kekeruhan sehingga cahaya dapat masuk ke perairan secara optimal dan dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan fitoplankton. Dua faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum pada temperatur tertentu dan mampu mencapai cahaya dan nutrien optimum (Goldman dan Home, 1983 dalam Wulandari, 2009). Kerapatan terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 6,47 individu/liter. Rendahnya kerapatan pada stasiun III diduga dipengaruhi oleh kondisi stasiun III yang berbatasan langsung dengan pantai sehingga banyak dipengaruhi fluktuasi besar kondisi lingkungan terutama debit air, suhu, kecerahan, pasang surut serta salinitas yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton. Kadar salinitas yang terdapat pada stasiun III adalah 10,6 ‰.
Untuk kerapatan genus tertinggi pada ketiga stasiun penelitian adalah genus
Navicula dengan kerapatan sebesar 10,58
individu/liter pada stasiun I, 2,91 individu/liter pada stasiun II dan 1 individu/liter pada stasiun III. Tingginya kelimpahan genus Navicula disebabkan karena genus ini mampu bertahan hidup pada kondisi yang buruk dan telah
mengalami pencemaran seperti limbah rumah tangga, limbah pertanian dan zat kimia lainnya. Selain itu, Navicula ini toleran terhadap perubahan lingkungan dan selalu ada dalam perairan bersih sampai tercemar berat (Sachlan, 1974). Sedangkan genus dengan kerapatan terendah pada stasiun I adalah genus
Cymbella, Frustulia dan Phacus, pada
stasiun II adalah Pinnularia dan Ceratium, dan pada stasiun III adalah Diploneis,
Chetoceros. Hal ini diduga karena beberapa fitoplankton bisa hidup dan berkembang pada kondisi lingkungan yang berbeda. Seperti genus Phacus yang hidup diperairan bersih sedangkan genus
Chaetoceros merupakan genus
fitoplankton yang hidup di laut yang kadar salinitasnya tinggi.
Frekuensi relatif tertinggi terdapat pada genus Gomphonema, Gyrosigma,
Navicula, Pinnularia, Gleucocistys dan Spirulina yang berkisar 10,01 ind/liter.
Tingginya frekuensi relatif pada beberapa genus ini diduga berkaitan dengan kondisi faktor fisika kimia lingkungan perairan yang mendukung pertumbuhan fitoplankton dan dari beberapa genus diatas ada yang mampu bertahan pada kondisi perairan buruk atau tercemar seperti pada genus Navicula. Untuk frekuensi relatif terendah terdapat pada genus Chaetoceros, Cymbella, Frustulia,
Meloisira, Hapalosiphon, dan Phacus.
Menurut Odum (1998), bahwa komposisi fitoplankton tidak selalu merata pada setiap lokasi dalam ekosistem, sering ditemukan beberapa jenis dari fitoplankton yang mendominasi. Hal ini dikarenakan keberadaan fitoplankton tergantung pada kondisi lingkungan yang menunjang hidupnya.
Berdasarkan analisis indeks diversitas fitoplankton pada Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, indeks diversitas berkisar 1,5704 sampai 2,3483. Nilai indeks diversitas (H’) tertinggi dijumpai pada stasiun III yaitu 2,3483. Indeks diversitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 1,5704. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa derajat kualitas air pada stasiun pengamatan adalah sedang. Menurut Suin (2002) keanekaragaman Shannon-Wiener jika nilai lebih besar dari 3 termasuk kriteria kualitas air bersih, 1-3 termasuk kriteria kualitas air sedang, dan jika lebih kecil dari 1 merupakan kualitas air berat. Adanya perbedaan nilai indeks diversitas yang bervariasi pada perairan disebabkan oleh faktor fisika kimia air serta ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda pada tiap individu serta kemampuan dari masing-masing jenis fitoplankton untuk beradaptasi dengan lingkungan (Yazwar, 2008 dalam Rashidy, 2013).
Tabel 4. Indeks Similaritas Indeks Similaritas Sorensen Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun I - - - Sasiun II 78,58 - - Stasiun III 78,58 84,61 -
Pada Tabel 4 dapat dilihat data indeks Similaritas Sorensen (ISS) fitoplankton di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai berkisar antara 78,58 - 84,61. Indeks similaritas yang paling tinggi yaitu 84,61 pada stasiun II dan III. Sedangkan yang terendah yaitu 78,58 pada stasiun I dan II. Berdasarkan pengelompokan tersebut diketahui bahwa fitoplankton antara stasiun II dengan stasiun III kondisi habitat serta strukturnya bisa dikatakan sama atau mirip.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpualan bahwa : 1. Fitoplankton yang didapatkan pada
penelitian ini yaitu 18 genus (12 famili, 5 ordo, 4 kelas). Kerapatan total tetinggi terdapat pada stasiun I yaitu 23,45 ind/liter. Kerapatan total terendah terdapat pada stasiun III yaitu 6,47 ind/liter. Genus yang
mendominasi setiap stasiun adalah
genus Navicula dari kelas
Bacillaryophyceae. Untuk indeks Diversitas (H’) tertinggi berada pada stasiun III yaitu 2,3483, stasiun II 2,0542 dan terendah pada stasiun I yaitu 1,5704. Kisaran ini termasuk dalam kriteria air tercemar ringan. 2. Kondisi fisika kimia perairan Muara
Sungai Sikabaluan kecamatan Siberut Utara Kabupaten kepulauan Mentawai berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan fitoplankton.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, T. 1980. Kehidupan Dalam Setetes Air dan Beberapa Parasit Pada Manusia. Bandung : ITB. Efendi, Y. 2008. Biologi Laut. Padang :
UBH.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Iswandi. 2012. Ekologi Dan Ilmu Lingkungan. Padang : UNP Press. Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk
Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press : Jakarta. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara.
Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.
Odum, Eugene P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Prescott, G .W. 1975. Algae of Western Great Lake Area. W. M. C. Brown. Co. Publisher. Dubuque. Iowa.
Rashidy, E. A, Magdalena, L, Muhtadin,A, S. 2013. Komposisi Dan kelimpahan Fitoplankton Di Perairan Pantai Tekolabbua,
Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Alam
dan Lingkungan. Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Hasanuddin. Romimohtarto, dan S. Juwana. 2009.
Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Sachlan, M. 1974. Planktonologi. Cierspondensi Cours Center, Jakarta..
Suin, N. M. dan R. Syafinah. 2006. Ekologi. Padang : Universitas Andalas.
Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Padang : Universitas Andalas. Tjitrosoepomo, G. 1986. Taksonomi
Tumbuhan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Wulandari, Dewi. 2009. Keterkaiatan Antara Fitoplankton Dengan Parameter Kimia Di Estuari Sungai Brantas (Porong) Jawa
Timur. Skripsi. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.