• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI FITOPLANKTON DI MUARA SUNGAI SIKABALUAN KECAMATAN SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI FITOPLANKTON DI MUARA SUNGAI SIKABALUAN KECAMATAN SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI ABSTRACT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI FITOPLANKTON DI MUARA SUNGAI SIKABALUAN KECAMATAN SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

Lamasi Nababan¹, Abizar², Lince Meriko²

¹Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat ²Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

nababanlamasi1@gmail.com

ABSTRACT

Phytoplankton are microorganisms that live floating in water, relatively have no motion so that its existence is affected by the movement of water. The river estuary Sikabaluan in the nothern Siberut sub district of Mentawai island is used as a dock, the transportation route near the settlement with various activities that become the source of pollution in the form of waste settlements that affect the survival of organism like phytoplankton. The study aims to determine the genus and composition of the phytoplankton at the river estuary Sikabaluan. This research was conducted in June 2017 through descriptive survey method by assigning three stations in a purposive sampling based on environmental condition that is station I area not disturbed human activity, station II area near residential area, and station III area of river estuary area. The result showed 18 genus of phytoplankton consisting of 12 families, 5 orders, 4 classes. The highest density is at station I that is 23,45 individual / liter and lowest density is at station III that is 6,47 individual / liter. The highest diversity index is located at station III that is 2.34, station II 2.05 and the lowest in station I of 1.57 all three are included in the criteria of water contaminated lightly. The physical chemical conditions of the waters of the Sikabaluan River Estuary are within the range the support the life of phytoplankton. Keywords: Phytoplankton, River Estuary

PENDAHULUAN

Estuari merupakan suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang surut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas selalu berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut airnya. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari

antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton (Iswandi, 2012).

Fitoplankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air (Fachrul, 2007). Fitoplankton menjadi makanan dari zooplankton an hewan-hewan lainnya dalam air. Melalui proses fotosintesis fitoplankton mengubah energi matahari menjadi energi. Dengan demikian fitoplankton merupakan mata rantai pertama dalam penyediaan energi bagi kehidupan dalam air (Djuanda, 1980). Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang mengapung dan

(2)

melayang dalam laut. Ukurannya sangat kecil tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum

berkisar antara 2 – 200 𝜇m ( 1 𝜇m = 0,00

mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.

Muara Sungai Sikabaluan terdapat di Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Terdapat beragam aktivitas masyarakat pada muara sungai dan sekitarnya seperti menangkap ikan, area peternakan dan aktivitas lainnya. Muara sungai juga digunakan sebagai dermaga, jalur transportasi nelayan dan masyarakat dalam menjual hasil panen. Pemukiman penduduk yang dekat dengan muara sungai menjadi sumber pencemaran berupa pembuangan limbah rumah tangga ke perairan muara sungai yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme yang ada didalamnya seperti fitoplankton. Selain itu, aktivitas masyarakat yang beragam di sekitar muara sungai dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar sehingga mengalami perubahan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis telah melakukan penelitian tentant “ Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai”. Berdasarkan batasan maslah yang

dikemukakan, maka rumusan masalah yang didapatkan adalah :

1. Genus Fitoplankton apa saja ynag ditemukan di Muara Sungai Sikabaluan.

2. Bagaimana komposisi fitoplankton di Muara Sungai Sikabaluan.

3. Bagaimana faktor fisika kimia di Muara Sungai Sikabaluan.

Fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan dinoflagellata (Efendi, 2008). Diatom hidup di air tawar maupun di air laut juga diats tanah-tanah basah terpisah-pisah atau membentuk koloni dan tidak memiliki alat gerak. Ada diatom yang hidup tunggal, tetapi ada pula yang membentuk rantai yang terdiri dari berbagai spesies. Dinoflagellata dicirikan oleh sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak dalam air. Dinoflagellata tidak memiliki kerangka luar yang terdiri dari silikon. Pada umumnya dinoflagellata berukuran kecil, hidup tunggal dan jarang membentuk rantai (Nybakken, 1992).

Fitoplankton dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui kualitas dan kesuburan suatau perairan yang sangat diperlukan untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton di

(3)

suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula (Raymont, 1980 dalam Yuliana, 2011).

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017 di Muara sungai Sikabaluan kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan metode

survey deskriptif, pengambilan sampel

dilakukan langsung dilapangan dengan menentukan tiga stasiun secara purposive

sampling yaitu stasiun I berada di tempat

yang tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Sebelah kanan dan kiri stasiun ini adalah hutan manggrove. Stasiun II berada didekat pemukiman masyarakat. Selain dekat dengan pemukiman penduduk, daerah ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai area dermaga. Stasiun III berada di bagian muara sungai yang berbatasan langsung dengan laut yang menjadi jalur transportasi masyarakat.

Pengambilan sampel dilakukan

dengan mengambil air sebanyak 100 liter dengan ember bervolume 10 liter, kemudian diasaring dengan net plankton (no. 25) sebanyak 10 kali penyaringan pada masing-masing stasiun. Selanjutnya sampel air yang sudah tersaring dimasukkan kedalam botol sampel dan diberi formalin 37 % sebanyak 4-5 tetes, kemudian ditutup dan diberi selotip serta

label sesuai dengan titik pengambilan. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus dengan menggunakan buku acuan Planktonologi (Sachlan, 1974), Alga of Western Great Lake Area (Presscot, 1975), Watanabe dan Usman (1987), Krammer and Lange-Bertalot (1988, 1991), Round (1990), Kehidupan Dalam Setetes Air dan Beberapa Parasit pada Manusia (Djuanda, 1980), dan Taksonomi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1986). Adapun langkah-langkah identifikasi sampel adalah :

a. Sampel air dikocok hingga homogen dan diambil sebanyak 1 tetes, kemudian diteteskan pada kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup. b. Kemudian amati dibawah mikroskop

dengan perbesaran 10 x 10 sampai 10 x 40. Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi dan penghitungan jumlah secara zig-zag sampai semua objek diamati.

c. Kemudian sampel yang diamati di mikroskop difoto. Kemudian tetesan ke-2 sampai ke-20 dilakukan dengan cara yang sama. Fitoplankton yang ditemukan dikelompokkan sampai

tingkat genus dengan

membandingkan deskripsi atau ciri-ciri sampel dengan gambar yang ada alam buku acuan.

(4)

d. Kemudian hitung jumlah individu masing-masing genus fitoplankton tersebut.

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Diversitas (H’), dan Indeks Similaritas. Sedangkan Faktor fisika kimia air yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, pH, DO, CO2 bebas, salinitas, dan kecerahan. Untuk analisis data Kerapatan dihitung dengan

rumus (Michael, 1994), Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif menggunakan rumus (Suin, 2002), Indeks diversitas menggunakan rumus (Suin dan Syafinah, 2006), dan Indeks Similaritas menggunakan rumus (Suin, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan tentang Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan mentawai didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2 Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabalauan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Genus Stasiun I Stasiun II Stasiun III

K KR F FR Pi lnPi K KR F FR Pi lnPi K KR F FR Pi lnPi Bacillaryophyceae 1 Chaetocero s 0,41 1,74 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0,0 8 1,23 0,3 3 4,7 1 -0,0551 2 Cymbella 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0,1 6 1,3 5 0,3 3 4,50 -0,0600 0 0 0 0 0 3 Diploneis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 6 2,47 0,3 3 4,7 1 -0,0940 4 Frustulia 0,08 0,43 0,3 3 3,30 -0,0197 1 8,4 8 0.6 7 9,15 -0,2086 0,8 3 12,82 0,6 7 9,5 7 -0,2632 5 Gomphone ma 0,5 0,18 1 10,01 -0,0819 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Gyrosigma 6,41 27,3 1 10,01 -0,3547 2,9 1 24, 6 1 13,66 -0,3451 1 15,45 0,6 7 9,5 7 -0,2880 7 Melosira 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Navicula 10,5 8 0,18 1 10,01 -0,3589 2,9 1 24, 6 1 13,66 -0,3451 1 15,45 1 14, 28 -0,2880 9 Nitzschia 0 0 0 0 0 0,2 5 2,1 2 0,3 3 4,50 -0,0814 0 0 0 0 0 10 Pinnularia 0,33 1,40 1 10,01 -0,0604 0,0 8 0,6 7 0,3 3 4,50 -0,0343 0,2 5 3,86 0,3 3 4,7 1 -0,1251 11 Surirella 0,16 0,68 0,6 7 6,70 -0,0351 0.2 5 2,1 2 0,3 3 4,50 -0,0814 0,5 8 8,96 0,6 7 9,5 7 -0,2161 12 Synedra 0,41 1,74 0,6 7 6,70 -0,0717 1 8,4 8 0,6 7 9,15 -0,2086 0,5 7,72 0,6 7 9,5 7 -0,1972 Cyanophyceae 13 Gleucocysti s 2,75 11,72 1 10,01 -0,2514 1 0,7 1 0.3 3 4,50 -0,2086 0,0 8 1,23 0,3 3 4,7 1 -0,0551 14 Hapalosiph on 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 1,5 8 13, 4 1 13,66 -0,2690 0,5 8 8,96 0,6 7 9,5 7 -0,2161 15 Oscillatoria 1,25 5,33 0,6 7 6,70 -0,1562 0,4 1 3,4 7 0,6 7 9,15 -0,1178 0,7 5 11,59 0,3 3 4,7 1 -0,2491 16 Spirulina 0,25 1,06 1 10,01 -0,0819 0,1 6 1,3 5 0,3 3 4,50 -0,0600 0,2 5 3,86 0,6 7 9,5 7 -0,1251 Dinophyceae 17 Ceratium 0 0 0 0 0 0,0 8 0,6 7 0,3 3 4,50 -0,0343 0,4 1 6,33 0,3 3 4,7 1 -0,1762 Euglenophyceae 18 Phacus 0,08 0,34 0,3 3 3,30 -0,0197 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(5)

Jumlah 23,4 5 53,12 9,9 9 99,96 -1,5704 11, 79 92, 02 7,3 2 99,93 -2,0542 6,4 7 99,93 7 99, 96 -2,3483 Indeks Diversitas (H’) 1,5704 2,0542 2,3483

Pada Tabel 3 dapat dilihat kerapatan tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 23,45 individu/liter (15 genus), kemudian diikuti stasiun II dengan kerapatan 11,79 individu/liter (13 genus), dan kerapatan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 6,47 individu/liter (13 genus). Tingginya kerapatan pada stasiun I dibanding dengan stasiun lainnya diduga karena kondisi lingkungan stasiun I yang banyak menerima unsur hara yang terbawa oleh arus sungai yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Menurut Nontji (1993) fitoplankton yang subur umumnya terdapat diperairan sekitar muara sungai karena banyak zat hara yang datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut. Selain faktor zat hara, hal ini juga didukung oleh kondisi faktor fisika kimia pada perairan stasiun I yang berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan fitoplankton seperti suhu yang berkisar 29

℃ yang masuk kisaran yang

memungkinkan fitoplankton untuk hidup

dan berkembang yakni 20 – 30 ℃. Selain

itu, faktor lain fisika kimia lainnya yang mendukung adalah derajat keasaman (pH)

yakni 7, kadar DO yakni 5,90 mg/l, CO2

bebas 10,7 mg/l serta nilai kecerahan dimana nilai kecerahan pada stasiun I yaitu sebesar 52,6 cm. Tingginya kedalaman

akan memperkecil pengaruh kekeruhan sehingga cahaya dapat masuk ke perairan secara optimal dan dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan fitoplankton. Dua faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum pada temperatur tertentu dan mampu mencapai cahaya dan nutrien optimum (Goldman dan Home, 1983 dalam Wulandari, 2009). Kerapatan terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 6,47 individu/liter. Rendahnya kerapatan pada stasiun III diduga dipengaruhi oleh kondisi stasiun III yang berbatasan langsung dengan pantai sehingga banyak dipengaruhi fluktuasi besar kondisi lingkungan terutama debit air, suhu, kecerahan, pasang surut serta salinitas yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton. Kadar salinitas yang terdapat pada stasiun III adalah 10,6 ‰.

Untuk kerapatan genus tertinggi pada ketiga stasiun penelitian adalah genus

Navicula dengan kerapatan sebesar 10,58

individu/liter pada stasiun I, 2,91 individu/liter pada stasiun II dan 1 individu/liter pada stasiun III. Tingginya kelimpahan genus Navicula disebabkan karena genus ini mampu bertahan hidup pada kondisi yang buruk dan telah

(6)

mengalami pencemaran seperti limbah rumah tangga, limbah pertanian dan zat kimia lainnya. Selain itu, Navicula ini toleran terhadap perubahan lingkungan dan selalu ada dalam perairan bersih sampai tercemar berat (Sachlan, 1974). Sedangkan genus dengan kerapatan terendah pada stasiun I adalah genus

Cymbella, Frustulia dan Phacus, pada

stasiun II adalah Pinnularia dan Ceratium, dan pada stasiun III adalah Diploneis,

Chetoceros. Hal ini diduga karena beberapa fitoplankton bisa hidup dan berkembang pada kondisi lingkungan yang berbeda. Seperti genus Phacus yang hidup diperairan bersih sedangkan genus

Chaetoceros merupakan genus

fitoplankton yang hidup di laut yang kadar salinitasnya tinggi.

Frekuensi relatif tertinggi terdapat pada genus Gomphonema, Gyrosigma,

Navicula, Pinnularia, Gleucocistys dan Spirulina yang berkisar 10,01 ind/liter.

Tingginya frekuensi relatif pada beberapa genus ini diduga berkaitan dengan kondisi faktor fisika kimia lingkungan perairan yang mendukung pertumbuhan fitoplankton dan dari beberapa genus diatas ada yang mampu bertahan pada kondisi perairan buruk atau tercemar seperti pada genus Navicula. Untuk frekuensi relatif terendah terdapat pada genus Chaetoceros, Cymbella, Frustulia,

Meloisira, Hapalosiphon, dan Phacus.

Menurut Odum (1998), bahwa komposisi fitoplankton tidak selalu merata pada setiap lokasi dalam ekosistem, sering ditemukan beberapa jenis dari fitoplankton yang mendominasi. Hal ini dikarenakan keberadaan fitoplankton tergantung pada kondisi lingkungan yang menunjang hidupnya.

Berdasarkan analisis indeks diversitas fitoplankton pada Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, indeks diversitas berkisar 1,5704 sampai 2,3483. Nilai indeks diversitas (H’) tertinggi dijumpai pada stasiun III yaitu 2,3483. Indeks diversitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 1,5704. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa derajat kualitas air pada stasiun pengamatan adalah sedang. Menurut Suin (2002) keanekaragaman Shannon-Wiener jika nilai lebih besar dari 3 termasuk kriteria kualitas air bersih, 1-3 termasuk kriteria kualitas air sedang, dan jika lebih kecil dari 1 merupakan kualitas air berat. Adanya perbedaan nilai indeks diversitas yang bervariasi pada perairan disebabkan oleh faktor fisika kimia air serta ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda pada tiap individu serta kemampuan dari masing-masing jenis fitoplankton untuk beradaptasi dengan lingkungan (Yazwar, 2008 dalam Rashidy, 2013).

(7)

Tabel 4. Indeks Similaritas Indeks Similaritas Sorensen Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun I - - - Sasiun II 78,58 - - Stasiun III 78,58 84,61 -

Pada Tabel 4 dapat dilihat data indeks Similaritas Sorensen (ISS) fitoplankton di Muara Sungai Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai berkisar antara 78,58 - 84,61. Indeks similaritas yang paling tinggi yaitu 84,61 pada stasiun II dan III. Sedangkan yang terendah yaitu 78,58 pada stasiun I dan II. Berdasarkan pengelompokan tersebut diketahui bahwa fitoplankton antara stasiun II dengan stasiun III kondisi habitat serta strukturnya bisa dikatakan sama atau mirip.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpualan bahwa : 1. Fitoplankton yang didapatkan pada

penelitian ini yaitu 18 genus (12 famili, 5 ordo, 4 kelas). Kerapatan total tetinggi terdapat pada stasiun I yaitu 23,45 ind/liter. Kerapatan total terendah terdapat pada stasiun III yaitu 6,47 ind/liter. Genus yang

mendominasi setiap stasiun adalah

genus Navicula dari kelas

Bacillaryophyceae. Untuk indeks Diversitas (H’) tertinggi berada pada stasiun III yaitu 2,3483, stasiun II 2,0542 dan terendah pada stasiun I yaitu 1,5704. Kisaran ini termasuk dalam kriteria air tercemar ringan. 2. Kondisi fisika kimia perairan Muara

Sungai Sikabaluan kecamatan Siberut Utara Kabupaten kepulauan Mentawai berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan fitoplankton.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, T. 1980. Kehidupan Dalam Setetes Air dan Beberapa Parasit Pada Manusia. Bandung : ITB. Efendi, Y. 2008. Biologi Laut. Padang :

UBH.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.

Iswandi. 2012. Ekologi Dan Ilmu Lingkungan. Padang : UNP Press. Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk

Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press : Jakarta. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara.

Djambatan, Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.

Odum, Eugene P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(8)

Prescott, G .W. 1975. Algae of Western Great Lake Area. W. M. C. Brown. Co. Publisher. Dubuque. Iowa.

Rashidy, E. A, Magdalena, L, Muhtadin,A, S. 2013. Komposisi Dan kelimpahan Fitoplankton Di Perairan Pantai Tekolabbua,

Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi

Sulawesi Selatan. Jurnal Alam

dan Lingkungan. Jurusan Biologi

FMIPA Universitas Hasanuddin. Romimohtarto, dan S. Juwana. 2009.

Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Sachlan, M. 1974. Planktonologi. Cierspondensi Cours Center, Jakarta..

Suin, N. M. dan R. Syafinah. 2006. Ekologi. Padang : Universitas Andalas.

Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Padang : Universitas Andalas. Tjitrosoepomo, G. 1986. Taksonomi

Tumbuhan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Wulandari, Dewi. 2009. Keterkaiatan Antara Fitoplankton Dengan Parameter Kimia Di Estuari Sungai Brantas (Porong) Jawa

Timur. Skripsi. Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 2 Komposisi Fitoplankton Di Muara Sungai Sikabalauan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan  Mentawai
Tabel 4. Indeks Similaritas   Indeks  Similaritas  Sorensen  Stasiun I  Stasiun II  Stasiun III  Stasiun I  -  -  -  Sasiun II  78,58  -  -  Stasiun III  78,58  84,61  -

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian stimulasi berhubungan dengan nilai perkembangan, pada kategori stimulasi tinggi tidak dijumpai anak dengan kategori perkembangan yang lambat sehingga diperlukan

Capaian target dan realisasi kinerja Tahun 2019 Kecamatan Kalipucang NO TUJUAN INDIKATOR TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR SASARAN SATUAN TARGET TAHUN 2018 REALISASI

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Model Regresi Cox

Selain mendekatkan kantor pemerintah kecamatan tujuan dari pemekaran kecamatan adalah untuk lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat, efektif, dan

Banyak hal yang diatur dalam konstitusi mengenai HAM, salah satunya dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) dan 29 ayat (2) UUD 1945 memberikan kebebasan kepada warga negara untuk

Hasil perhitungan dengan menggunakan model regresi penuh ( Full Model Regression ) diperoleh dengan nilai koefisien regresi beberapa karakteristik perilaku

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran bagi peneliti lain tentang good corporate governance yang diterapkan perusahaan berpengaruh terhadap