• Tidak ada hasil yang ditemukan

l. Anggota Panitia Khusus 41 dari 50 Anggota Pansus 2. Pemerintah Menteri Kehakiman beserta Staf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "l. Anggota Panitia Khusus 41 dari 50 Anggota Pansus 2. Pemerintah Menteri Kehakiman beserta Staf"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

RISALAH RAPAT

PROSES PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

HAK ASASI MANUSIA DAN KOMISI NASIONAL HAM

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Si fat Hari, tanggal Pukul Tern pat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Ac a r a Had i r FRAKSI ABRI : 1998-1999 IV 3 Rapat Kerja Terbuka Senin, 5 Juli 1999

09.30 sampai dengan 16.00 WIB.

Ruang Rapat Pansus Lantai 3 Kamar 307 Drs. DP. Datuk Labuan

Subijanto Sudardjo, S.H.

Pembahasan Persandingan DIM. l . Anggota Panitia Khusus

41 dari 50 Anggota Pansus 2. Pemerintah

Menteri Kehakiman beserta Staf

l. F.X. Ferry Tinggogoy 3. 4. 5. 6. 7. 8.

H. Hendi Tjaswadi, S.H., S.E., M.B.A., C.N, M. Hum. Drs. Ign. Koes Sujudono, S.H.

Tjahjono HS. Sri Hardjendro

Christina M. Rantetana, S.K.M, M.P.H. Uddy Rusdilie, S.H.

(2)

FRAKSI KARYA PEMBANGUNAN : 1. Drs. DP. Datuk Labuan

2. Drs. H. Zamhaarir. A. R 3. DR. Bachtiar Aly, M.A. 4. Ir. Suwatri DT. Bandarao Sati 5. Drs. H. Noviarman Kailani 6. Drs. Ferry Mursyidan Baldan 7. Drs. Norman Soni Sontani 8. Walujo, S.H.

9. Dra. Tri Prihatini Endang Kusumastuti, M.Sc. I 0. Ir. Gatot Murdji

, 11. Drs. Tjarda Muchtar

12. Dra. Ny. Hj. Oelfah AS. Harmanto 13. Drs. Yasril Ananta Baharuddin I 4. Drs. Abdullah Mokoginta

15. Dra. Ny. Hermani Hurustiati Subiyanto

16. Dra. Ny. Hj. Gunariah RM Kartasasmita, Phd. 17. Tisnawati Karna, S.H.

18. Ny. Hj. Lydia Arlini Rianzi Julidar 19. Drs. Yusuthadi, HS.

20. Prof. H.A. Masyhur Effendi, S.H., MS. 2 1 . Otto Daryono

22. Ferdinand Potu Dotulong Lengkey 23. H.M. Laode Djeni Hasmar, S.Sos. 24. Jozef Pieter Yos3eano Waas

FRAKSI PERSATUAN PEMBANGUNAN : 1. Drs. H. Hadimulyo, M.Sc

2. Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin 3. H. Fatchurrachman, H.M.

4. Drs. Ghazali Abbas Adan 5. Hj. Machfudhoh Aly Ubaid

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA : I. YB. Wiyanjono, S.H.

(3)

PEMERINTAH:

1. Prof. DR. Muladi, S.H. 2. Dr. Natabaya, SH. 3. Ny. Lies Sugondo 4. Rudy Rizky 5. M. Fachruddien 6. Chairul Iman 7. Beserta jajarannya.

KETUA RAPAT (DRS. D.P. DATUK LABUAN) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera buat kita semua.

Yang terhormat Saudara Menteri Kehakiman beserta jajarannya pada pagi hari ini, yang terhormat Saudara-saudara Anggota Panitia Khusus serta hadirin yang berbahagia.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan bimbingan kepada kita sekalian yang memungkinkan kita untuk dapat melanjutkan Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan Komnas HAM dan mudah-mudahan akan berjalan dengan lancar sampai dengan pembicaraan Tingkat IV di Sidang Paripuma DPR yang direncanakan tanggal 29 Juli 1999 Insya Allah.

Menurut laporan dari sekretariat pada saat ini daftar hadir telah ditanda tangani sekitar 26 Anggota dari 50 Anggota Panitia Khusus dan lengkap dari 4 Fraksi, maka sesuai ketentuan Tata Tertib ijinkanlah kami membuka Rapat Kerja ini dengan ucapan Bismilah hirohman nirrohim. rapat saya buka dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

Saudara Menteri dan hadirin yang kami hormati, sesuai acara yang kita sepakati bersama acara pada hari ini adalah sebagai berikut :

l. Pernbukaan.

4.

Pengantar Musyawarah Fraksi.

Tanggapan Pemerintah atas Pengantar Musyawarah. Pembahasan Persandingan Daftar Inventarisasi Masalah.

(4)

Sebelum kami memberikan kesempatan kepada Fraksi-fraksi untuk menyampaikan Pengantar Musyawarah Fraksi, kami ingin mengingatkan mengenai jadual acara Pembahasan Rancangan Undang-Undang ini.

Yang pertama, Rapat Kerja untuk membahas seluruh materi Daftar lnventarisasi Masalah yang berjumlah lebih kurang 400 butir, baik yang usulannya tetap, perubahan redaksional, maupun penambahan materi baru, diperlukan waktu selama 5 hari yakni tangal 5 sampai dengan tangal 9 Juli 1999.

Yang kedua, Rapat Panitia Kerja, Rapat Tim Kecil. Rapat Tim Perumus dan Rapat Tim Sinkronisasi, diperlukan waktu selama lebih kurang 9 hari, dari tanggal 12 sampai dengan tanggal 22 Juli 1999.

Selanjutnya Laporan Panitia Kerja kepada Panitia Khusus, direncanakan lnsya Allah tanggal 26 Juli 1999.

Hal lain adalah mengenai mekanisme kerja Panitia Khusus ini seperti pada pembahasan yang telah kita lakukan selama ini, pada butir yang Fraksi-fraksi mengusulkan tetap, langsung kita sahkan sedangkan butir Daftar Inventarisasi Masalah yang dapat usulan-usulan dibahas 2 kali putaran, didahului dengan masing-masing fraksi menyampaikan secara 'Singkat usulannya. Putaran pertama masing-masing Fraksi dan Pemerintah memberikan tanggapan dan dihasilkan pada putaran kedua, setiap fraksi maksimal 2 orang juru bicara, setelah 2 kali putaran, Pimpinan akan mengarnbil keputusan apabila substansi sudah dapat dan tinggal perumusan, diserahkan kepada Tim Perumus apabila substansi belum sepakat diserahkan kepada Panitia Kerja dan kalau memang substansinya sangat prinsip dibahas di Forum Lobi.

Mengenai masalah yang menyangkut tata urutan bab. pasal atau sistematika, kita serahkan pada Tim Sinkronisasi.

Saudara Menteri dan Anggota pansus yang kami hormati, sebagaimana telah kita ketahui bersama Buku Persandingan Daftar Inventarisasi Masalah telah kita terima pada tanggal 25 Juni 1999 sehingga cukup waktu bagi Fraksi untuk mempelajarinya atau mungkin terdapat ralat atau koreksi. saya kira yang terdapat ralat atau koreksi agar disampaikan secara tertulis kepada sekretariat untuk diperbanyak dan disampaikan pada para Anggota Panitia Khusus dan Pemerintah, dan pada saat pembahasan materi yang bersangkutan, korcksi atau ralat tersebut dijelaskan oleh Fraksinya.

Dernikianlah hal-hal yang perlu kami sampaikan dan mari kita dengarkan Pengantar Musyawarah Fraksi-fraksi yang disampaikan dengan

(5)

. urutan sebagai berikut : 1. Dari Fraksi ABRI

2. Dari Fraksi Karya Pembangunan.

3. Dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia. 4. Dari Fraksi Persatuan Pembangunan.

Untuk menyingkat waktu, kalau kita bisa teruskan. kami persilakan kepada FABRI untuk menyampaikan Pengantar Musyawarah, kami persilakan.

FABRI (DRS. IGN. KOES SUJUDONO, S.H.) : Yang terhormat Saudara Ketua Rapat.

Yang terhormat Bapak Menteri Kehakiman selaku wakil Pemerintah beserta jajarannya, para peserta rapat dan hadirin yang kami hormati.

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita sekalian.

Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita sekalian dalam keadaan selamat dan sehat wal afiat dapat mengikuti Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang HAM dan Komnas HAM. pada hari ini.

Kepada Saudara Ketua rapat kami sampaikan ucapan terima kasih atas pemberian kesempatan kepada kami untuk menyampaikan Pengantar Musyawarah ini.

Setelah mencermati Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan Komnas HAM, mendengarkan dan memperhatikan Keterangan Pemerintah, Pemandangan Umum Fraksi-fraksi dan Jawaban Pemerintah terhadap Pemanoangan Umum Fraksi-fraksi serta TAP MPR khususnya yang berkaitan dengan HAM, perkenankanlah dalam rnengawali Pembicaran Tingkat III ini. Fraksi ABRI menyampaikan Pengantar Musyawarah dengan maksud sebagai penjelasan tambahan atas Pemandangan Umum Fraksi ABRI dan merespon aspirasi yang berkernbang.

Saudara Ketua Rapat dan hadirin yang kami hormati.

Di negara kesatuan Republik Indonesia. hak asasi tidak berdiri sendiri, tetapi berdampingan dengan kewajiban yaitu kewajiban orang/perorang terhadap orang lain, terhadap keluarganya. terhadap lingkungannya. terdapat masyarakat. terhadap bangsanya dan negaranya.

(6)

Sesuai pandangan hidup bangsa Indonesia (Pancasila), tuntutan keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antara hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan perlu diperhatikan. Selanjutnya perlu dihayati, bahwa HAM merupakan tugas kewajiban Negara dan bukan kewajiban Komnas HAM. Karena bukan setiap pelanggaran HAM otomatis merupakan pelanggaran hukum, tetapi Pemerintah dan aparaturnya yang tidak melindungi hukum setiap warganya akan terjadi pelanggaran HAM.

Fraksi ABRI dapat memahami substansi jawaban pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-Undang tersebut, yang secara substansial pada umumnya masih sejalan dengan pandangan dan pokok-pokok pikiran Fraksi ABRI. Pada kesempatan ini Fraksi ABRI menyoroti beberapa substansi materi yang sepatutnya menjadi perhatian dan perlu kita cermati bersama sehingga dapat dicapai kesamaan visi dan persepsi dalam mengakomodasikan tuntutan masyarakat mengenai penegakan HAM dan keberadaan Komnas HAM.

Pertama : Bidang HAM

1. Substansi dari pasal demi pasal tentang Hak Asasi Manusia, dari berbagai instrumen yang sudah maupun yang belum diratifikasi namun cukup baik untuk dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang ini. Namun demikian ada beberapa pasal yang pencantumannya tidak lengkap sehingga menyebabkan kontradiksi dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Padahal pada instrumen aslinya ketentuan tersebut justru sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

2. Ada substansi yang tidak. terdapat dalam instrumen manapun yang sudah ada, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah substansi ini merupakan hak-hak · dan kebebasan-kebebasan dasar ataukah merupakan derivative dari padanya, sehingga perlu pengkajian sesuai rnakna Hak Asasi Manusia yang mendasar/kodrati.

3. Dalam pasal-pasal mengenai penghapusan semua diskriminasi terhadap wanita pemuatan substansinya berlebih sehingga justru muncul diskriminasi terhadap pria. Rumusan pasal-pasal tersebut seharusnya berhenti pada persamaan persyaratan antara pria dan. wanita.

4. Pasal-pasal mengenai kewajiban asasi manusia jumlahnya hanya tiga pasal. sangat sedikit apabila dibapdingkan dengan pasal-pasal mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang berjumlah 58

(7)

pasal. Oleh karena itu perlu peningkatan dan penyempurnaan pasal-pasal mengenai kewajiban asasi manusia berdasarkan instrumen yang ada sehingga ada keseimbangan.

Kedua : Bidang Komnas HAM

Berdasarkan rumusan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang ini maka Lembaga (Komnas HAM) akan menjadi suatu lembaga sangat superior karena memiliki hak dan kewenangan yang sama dari berbagai lembaga termasuk lembaga tinggi negara. Bila kita cermati makna-maknanya ada kecenderungan keluar dari sistem negara yang berjalan, ini dapat kita lihat antara lain :

I. 3. 4. 5. 6. 7.

Komnas HAM memiliki badan penasehat yang memberi ·nasehat baik diminta maupun tidak dan bersifat tidak mengikat, layaknya hubungan antara Presiden dan DPA. Wadah ini anggotanya hanya terdiri dari para mantan anggota Komnas HAM.

Keanggotaan Komnas HAM dipilih oleh anggota-anggota Komnas HAM sendiri. Keanggotaan dan mekanisme yang demikian tidak terdapat dalam lembaga lain.

Meskipun menggunakan biaya atas tanggungan negara untuk operasionalnya. Komnas HAM tidak bertanggungjawab kepada siapapun atau lembaga apapun kecuali memberi laporan perkernbangan kondisi HAM kepada DPR.

Komnas HAM dapat rnenganulir ketentuan Undang Undang seperti dalam ha! penambahan jumlah sub komisi dan masa daluwarsa. Komnas HAM dapat rnelakukan intervensi ke pengadilan: suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga lain.

Kornnas HAM memiliki hak soebpoena sebagaimana yang dimiliki oleh DPR dan DPRD berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun

1999.

Kebera<laan Lembaga Komnas HAM dalam Rancangan Undang-Undang ini. menampilkan kondisi yang duplikatif (ovelapping), bahkan dalcml bebernpa hal tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta tugas lembaga yang sudah ada dan berlaku.

Dari uraian tersebut di atas Fraksi ABRI mencermati pentingnya penegakan HAM oleh Pemerintah berdasar ketentuan-ketentuan yang sudah ada. Selanjutnya Raricangan Undang-Undang HAM lebih dipertajam ~an diutamakan sebagaimana sumber hukum yang ada yaitu UUD 1945 dan berbagai peraturan internasional yang telah diratifikasL

(8)

Dan lembaganya cukup substansinya dan dilanjutkan dengan Peraturan 1Pemerintah sesuai makna tugas pokoknya sebagaimana tercantum dalam

/ / Tap No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Demikianlah substansi yang perlu kita cermati bersama, pada kesempatan ini Fraksi ABRI menyampaikan harapan semoga tugas Panitia Khusus dan pembahasannya dapat dilaksanakan dengan baik dan secara demokratis serta berakhir dengan menghasilkan Rancangan Undang-Undang HAM dan Komnas HAM sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mengakhiri Pengantar Musyawarah ini Fraksi ABRI menyatakan kesiapannya memasuki Pembicaraan Tingkat III yaitu Pembahasan atas Rancangan Undang-Undang HAM dan Komnas HAM bersama-sama Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, dan Fraksi Persatuan Pembangunan serta Pemerintah, juga berharap kiranya jadwal yang telah disepakati dapat digunakan secara efektif.

Fraksi ABRI mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kebersamaannya serta secara rinci saran dan pendapat Fraksi ABRI telah dituangkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuk, bimbingan, kekuatan serta kesehatan lahir dan batin kepada kita sekalian demi kelancaran tugas konstitusional ini. Amin.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT :

Terirna kasih pada juru bicara FABRI, selanjutnya kami persilakan pada juru bicara FKP.

FKP (PROF. H.A. MASYHUR EFFENDI, S.H., M.S) : Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang terhormat Saudara Pimpinan Sidang.

Yang terhormat Saudara Menteri Kehakiman selaku Wakil Pemerintah.

Yang terhorrnat Saudara Anggota Panitia Khusus dan para hadirin yang rnulia ..

Mengawali penyarnpaian Pengantar Musyawarah hari ini. marilah kita menundukan kepala, seraya menyampaikan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, karunia dan kesehatan yang kita

(9)

terima selarna ini, sehingga pada hari ini, kita dapat berkurnpul. berrnusyawarah rnembahas Rancangan Undang-Undang HAM dan Kornn as HAM yang memang ditunggu oleh seluruh anggota masyarakat. Dalam kesernpatan ini, tepat rasanya kalau kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah atas perhatian dan kepeduliannya. Menyikapi aspirasi yang berkembang di masyarakat, berkaitan dengan rnasalah HAM yang semakin rnenggejala di tanah air kita.

Hadirin yang kami hormati.

Pada hari ini, kita akan memulai kembali serangkaian persidangan membahas Rancangan Undang-Undang HAM dan Komnas HAM, yang kita rasa belum tentu sempurna dan memuaskan semua pihak, oleh karena itu rnarilah kita secara jernih, pembahasannya tepat waktu, sesuai dengan jadwal.

Kami harap ha! tersebut akan dapat dicapai, karena dalam membahas Rancangan Undang-Undang ini, landasan dan semangat kita sama, tidak saja demi penghormatan dan mengedepankan Hak Asasi Manusia, yang Iebih penting lagi, bagaimana kita menjadikan "human rights" kita menjadi "legal rights" kita.

Kami menyadari bahwa kita telah memiliki berbagai instrument hukum yang memuat dan berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Dimulai dari dasar negara kita, Pancasila, UUD 1945, dan ketentuan perundang-undangan lainnya, termasuk kovenant, konvensi PBB yang telah kita ratifikasi.

Karena itu, adanya Undang-Undang HAM dan Komnas HAM ini nantinya penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia semakin kuat dan kokoh.

Di samping itu, diharapkan pula di bawah Pancasila dan UUD 1945, Undang-undang HAM dan Komnas HAM ini akan merupakan "umbrella regulation" dari berbagai hukum positif aplikatif lainnya yang ada.

Dengan demikian Undang-undang ini menjadi undang-undang pokok dengan konsekwensi yuridis. bahwa semua ketentuan hukum yang berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia dan penjabarannya hams sesuai dengan keinginan, cita-cita, semangat dan harapan serta tafsiran formal dari ketentuan Undang-undang ini.

(10)

Hal ini rnenuntut kepada sernua aparat, pejabat dan para pe1ianggung jawab penyelenggara negara tidak saja rnemahami hakekat dan makna HAM. juga menjadi kelompok yang sernakin arif menghayati posisi dan perannya selaku pengayom dan pelindung rakyat. Karena itu tindakan dan keputusan publik yang diarnbil nantinya tidak akan bertentangan dengan tujuan undang-undang ini.

Di samping itu, warga masyarakat pun akan sernakin menyadari akan hak asasinya, sekaligus rnengetahui batas/rarnbu-rarnbu ketentuan hukum yang hams ditaati bersarna. Karena pada hakekatnya penegakan Hak Asasi Manusia sarna dengan penegakan hukurn.

Hadirin yang kami hormati.

Kami rnenyadari bahwa masalah hak asasi tatarannya lebih banyak bernuansa politik dan ekonorni dalarn arti luas. sehingga dalam pelaksanaannya terutama dalam rnasyarakat yang sernakin modern, keras dan kompetitif, adanya pengaturan hukurn di bidang HAM yang lebih akomodatif dan komprehensif sangat diperlukan, Konsekwensi lebih Ian jut masalah HAM bukan semata-rnata rnasalah politik, tetapi menjadi masalah hukum.

Karena itu adanya seperangkat undang-undang ini, tidak saja akan membantu mempercepat proses "mematangkan" ide/cita-cita negara demokratik dengan tingkat kesejahteraan lahir batin yang cukup, tetapi juga negara hukum dengan supremasi hukum yang kita dambakan akan

terwujud pula.

Dengan demikian, kelahiran Undang-undang HAM dan Komnas HAM ini, kondisi, kualitas dan kesadaran anggota masyarakat akim Hak Asasi Manusia semakin baik dan tinggi, sehingga sebagaimana harapan PBB "spiritual need dan biological need" akan terpenuhi serta martabat kemanusiaan pada umumnya akan mendapat penghargaan yang baik dan benar pula.

Dari penjelasan tersebut di atas Fraksi Karya Pembangunan berpendapat bahwa :

l. Materi Rancangan Undang-Undang HAM dan Komnas HAM cukup mengakomodasikan kondisi dan budaya nasionaL sehingga ketentuan dan dokumen HAM internasional lewat Rancangan Undang-Undang ini diupayakan diselaraskan dan disesuaikan dengan kondisi nasional. Dengan demikian, faham partikularistik relatif kita pertahankan bersama.

(11)

2. Sesuai dengan sifat undang-undang ini sebagai umbrella regulation (payung berbagai peraturan yang ada), sejauh mana Undang-undang HAM dan Komnas HAM ini diposisikan sebagai undang-undang pokok. Walaupun demikian, pasal-pasal dalam tindang-undang ini yang cukup jelas, tetap dapat dipakai sebagai landasan dan dasar bagi warga masyarakat, di samping rnernang beberapa pasal memerlukan aturan pelaksanaan lebih lanjut.

3. Dari keinginan karni pada poin 2 di atas, kami masih rnengharap antara Rancangan Undang HAM dan Rancangan Undang-Undang Komnas HAM dapat dipisah. Pernisahan tersebut menjadi penting, karena pada prinsipnya kedua Rancangan Undang-Undang tersebut berbeda, walau Pernerintah beranggapan demi efisiensi dapat digabung.

4. Lebih jauh harapan kita semua, bahwa Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia ini akan menjadi buku pintar dan buku saku yang dibawa dan dikantongi oleh seluruh warga negara (baik aparat, pejabat rnaupun warga negara yang lain).

5. Beberapa materi dalam Rancangan Undang-Undang tersebut perlu mendapat pernbahasan dan penyesuaian dengan beberapa prinsip dan kaidah hukum yang berlaku, sehingga akan tercipta sinkronisasi antar peraturan perundangan yang ada.

Hadirin yang terhormat.

Sebagai akhir Pengantar Musyawarah ini, karni berharap bangsa Indonesia kedepan yang telah rnemiliki Undang-undang HAM yang relatif lengkap. tidak lagi HAM merupakan rintihan sebagai sindiran Tom J Farrer "human rights more than a whimper", tetapi benar-benar HAM ada dan berlaku dalam kehidupan berrnasyarakat.

Dengan demikian dalam kondisi apapun di manapun Hak Asasi Manusia akan jaya. Lagi-lagi meminjam pendapat tokoh ahli hukurn humaniter internasional, Y-Pictet yang mengatakan pada saat darnai hak asasi hams ditegakan, demi against abuses of law and vissiccitude of life (menepis menyalahgunakan hukurn oleh penguasa dan pengakhiran penderitaan dalam kehidupan). Sedangkan dalam perang, HAM-pun hams ditegakkan demi rneniadakan kekejarnan perang (the evil of war). Kalau demikian halnya maka arnanat TAP MPR RI Nornor XVII/ MPR/1998 tentang HAM akan "rnemburni" karena kita telah berhasil mengorbitkan HAM ke dalarn hukum positif.

(12)

Last but not least, ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan bahwa Daftar Inventarisasi Masalah yang sudah ditangan Bapak/Ibu secara jujur harus kami kemukakan ada beberapa kesalahan. Kesalahan tersebut ada yang berupa kesalahan ketik, kesalahan redaksi maupun kesalahan prinsip. Karena itu lewat musyawarah bersama. kesalahan-kesalahan tersebut akan direvisi dan disampaikan oleh Bapak/lbu Fraksi kami.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya, Amin ya Rohal Alamin.

Atas perhatian Bapak, Ibu dan para hadirin, kami haturkan terima kasih.

Wabilahi taufiq wal hidayah, Wassalainu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih juru bicara dari FKP.

Selanjutnya kami persilakan juru bicara dari FPDI. Kami persilakan.

FPDI (Y.B. WIYANJONO, S.H.) : Yang terhormat Pimpinan Pansus;

Yang terhormat Menteri Kehakiman beserta Staf;

Para Anggota Pansus dan segenap hadirin yang saya hormati. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita sekalian.

Puji syukur kami tujukan kepada Tuhan yang masih berkenan memberikan berkah dan karunia kesehatan dan keselamatan, sehingga kita dapat menghadiri rapat komisi hari ini.

Terima kasih kepada Pimpinan Panitia Khusus yang memberikan waktu kepada FPDI untuk memberikan Pengantar Musyawarah mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Dalam Pengantar Musyawarah ini, kami hanya menyampaikan 2 (dua) hat saja :

I. Mencermati keterangan Pemerintah kemudian Pandangan Umum Fraksi-fraksi dan Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum

(13)

Fraksi-fraksi, baik di Tingkat I maupun Tingkat II. Pada awal Pembahasan Tingkat II ini kami sampaikan, bahwa sampai saat kami menyusun Daftar Inventarisasi Masalah ada keraguan pada FPDI. karena sebagian besar muatan pada Undang-undang ini telah menjadi Ketetapan MPR maupun menjadi Undang-undang karena ratifikasi yang tel ah di lakukan oleh Dewan atas konvensi-konvensi internasional.

Yang betul-betul baru dalam muatan Rancangan Undang-Undang ini adalah mengenai Komnas HAM sesuai perintah TAP MPR Nomor XVII Pasal 4, yaitu pelaksanaan, penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang Hak Asasi Manusia dilakukan oleh suatu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dengan undang-undang. Di samping itu masih ada lagi, yaitu muatan materi dari konvensi yang belum diratifikasi, kan ini masih perlu kita kaji dan kita cermati lebih lanjut.

Keraguan kami, tepatkah kita mengatur lagi hal-hal yang telah diatur atau ditetapkan lebih dalam TAP maupun oleh undang undang. Narnun demikian karni juga menemukan suatu ketentuan yang berkaitan dan dibentuknya undang-undang ini, yaitu pada Pasal 44 naskah HAM sebagai larnpiran TAP XVII Tahun 1998. Di mana rnemerintahkan, bahwa untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara hukum yang dernokratis, rnaka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Masih bergulat dalam pemikiran kami, tepatkah undang-undang ini disebut sebagi peraturan pelaksanaan dari Hak Asasi Manusia itu sendiri. Kiranya Pemerintah dapat memberikan argumentasi yang mempermantap dan menghapus keraguan kami tersebut.

2. Dengan terhapusnya keraguan kami, maka mengenai penyempumaan Rancangan Undang-Undang ini, baik karena penambahan substansi, penyernpumaan sistematika, maupun penyempumaan redaksional FPDI siap sebagaimana tercerrnin dalam Daftar Inventarisasi Masai ah.

Demikian Saudara Pimpinan Pengantar Musyawarah dari FPDI, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

KETUA RAPAT :

(14)

Dan karni lanjutkan kepada FPP. Kami persilakan.

FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) : Assalarnu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang terhormat Pimpinan Pansus;

Yang terhormat Saudara Menteri Kehakiman beserta jajarannya; Para Anggota Pansus dan segenap hadirin yang berbahagia.

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. sang pencipta dan penguasa alarn semesta serta isinya, karena pada hari ini Senin, 5 Juli 1999 kita semua yang berkumpul di sini akan memulai Pembicaraan Tingkat III Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional hak Asasi Manusia. Kita berharap semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir batin kepada kita semua dalam melaksanakan dan menuntaskan tugas-tugas konstitusional ini.

Sidang Panitia Khusus yang terhormat.

Sidang Istimewa MPR RI pada bulan November 1998 telah mengamanatkan kepada kita semua untuk melaksanakan penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam bentuk Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998. Dalam kaitan ini kami amat menghargai upaya Pemerintah yang telah mengajukan Rancangan Undang-Undang ini. Dan setelah rnempelajari secara seksama Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini, ada beberapa catatan kami perlu mendapat perhatian kita bersama, yaitu antara lain : I. Mengenai judul dari Rancangan Undang-Undang ini, kami mengusulkan agar kalimat "Komisi Nasional Hak Asasi Manusia" pada judul dapat dihilangkan atau dihapuskan saja, sehingga judul Rancangan Undang-Undang ini adalah "Rancangan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia".

Menyangkut pemahaman konseptual mengenai hak asasi manusia. Bila diamati sekilas, nampak bahwa Rancangan Undang-Undang ini mengadopsi pandangan "natural right", yaitu bahwa Hak Asasi Manusia itu sesuatu yang rnelekat dan tidak dapat dicabut oleh rnanusia, maksud kami tidak dapat dicabut dari manusia. Namun pengabdosian pandangan ini tidak secara konsisten diterapkan, karena

(15)

dicampur baurkan dengan konsep hak-hak warga negara, yaitu "citi-zen right". Sebagaimana yang nampak pada ketentuan mengenai kewajiban asasi manusia dalam Pasal 67 dan Pasal 68.

Ketentuan mengenai kewajiban asasi manusia ini, lebih merupakan kewajiban warga negara ketimbang suatu hak yang m_elekat pada diri manusia. Oleh karena itu ketentuan mengenai kewajiban asasi manusia tersebut kami usulkan dihapus dari Rancangan Undang-Undang ini.

Sesungguhnya hak-hak itu ada bukan karena pemberian negara, tapi hak-hak itu ada dan langsung melekat pada dirinya, semata-mata karena ia manusia yang hams dijaga harkat, martabat dan derajatnya. 3. Menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.

Pengertian tentang pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (6) Rancangan Undang-Undang ini, hanya terbatas pada tindakan, yaitu "by action", sehingga kelalaian atau pembiaran "by omission" tidak tercakup sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Pengertian tersebut juga terbatas pada pelanggaran yang diakibatkan oleh tindakan diskriminatif dan penyiksaan yang dilakukan oleh perseorangan atau kelompok. Ada pengertian tersebut tidak ditemukan pelanggaran dalam kategori human rights gross violation yang biasanya dilakukan oleh aparat negara, baik dalam tindakan "by action" maupun kelalaian atau pembiaran "by omission".Ada unsur penting dalam pelanggaran hak asasi manusia diabaikan di sini, yakni Rancangan Undang-Undang ini seakan-akan memberikan immunity kepada negara. Oleh karena itu rumusan pengertian tersebut kami usulkan dapat disempurnakan.

4. Menyangkut hak Wanita.

Kami berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah perangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan, dan merupakan anugrah Tuhan yang wajib dihormati, wajib dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang. Hal ini telah amat jelas tercantum dalam Pasal 1 ayat ( 1) Rancangan Undang-Undang ini, sehingga tidak ada pembedaan atau pengkhususan antara hak asasi laki-laki dan hak asasi perempuan. Rumusan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 ayat ( 1) adalah sesuatu yang tidak perlu dan bahkan justru berkesan diskriminatif.

(16)

Bagi kami adanya hak-hak khusus yang melekat pada diri perempuan, hanya semata-mata disebabkan oleh keberadaan fungsi reproduksinya. Atas dasar itu kami usulkan agar Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 ayat ( 1) dapat dihapus.

5. Menyangkut tugas dan tanggung jawab Pemerintah.

Rumusan tugas dan tanggung jawab Pemerintah yang ada pada Pasal 70 sampai dengan Pasal 94 Rancangan Undang-Undang ini, tampak keluar dari konteks yang hendak diaturnya, yaitu melebarkan tugas dan tanggung jawab umum Pemerintah, tetapi memandang rumusan tersebut berisi pengulangan-pengulangan yang tidak perlu dan kurang terfokus. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah seharusnya dirumuskan terbatas pada menjamin dan menegakkan sesuatu yang sudah diatur di dalam Rancangan Undang-Undang, bukannya melebar menegakkan sesuatu yang sudah diatur undang-undang sektoral lain.

Sesungguhnya sebagaimana diatur dalam semua instrumen hak asasi manusia internasional, tugas dan tanggung jawab untuk memajukan dan menegakkan hak asasi manusia dibebankan ke pundak negara yang dikenal dengan doktrin "state obligation". Karena itu mengingat substansi yang dimaksud dari ketentuan mengenai ha! ini termuat dalam Pasal 69 ayat (2), maka kami usulkan agar seluruh isi Bab V Pasal 70 sampai dengan Pasal 94 dapat dihapus.

6. Menyangkut pembatasan dan larangan.

Kami berpendapat bahwa rumusan Pasal 95 RUU ini membuat hak-hak yang sudah dijamin oleh Rancangan Undang-Undang ini kehilangan maknanya. Karena ketentuan pasal tersebut berlaku untuk semua jenis hak bukan terbatas ada jenis hak tertentu. Ketentuan pasal tersebut sekaligus bertentangan dengan asas "non debatable", Piagam Hak Asasi Manusia yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Ketetapan MPR Rl/XVIl/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia telah menjamin, bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Atas dasar itu kami mengusulkan agar Pasal 95 RUU ini dapat dihapus.

(17)

7. Menyangkut peran dan tugas Komnas HAM.

Kami rnencermati bahwa Rancangan Undang-Undang ini tidak memberikan ternpat terhadap jenis pelanggaran hak asasi manusia yang hams menjadi prioritas Komnas HAM. Nampaknya semua jenis pelanggaran hak asasi manusia menjadi yurisdiksi Komnas.

mulai dari pembunuhan hingga pada sengketa perdata.

Komnas HAM dengan dernikian tidak ubahnya atau tidak banyak bedanya dengan kantor hukum, karena itu hams dimmuskan dengan jelas jenis-jenis pelanggaran hak asasi manusia. apa saja yang masuk dalam yurisdiksi Komnas HAM. Kami mengusulkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang hams masuk dalam yurisdiksi Komnas HAM terdiri dari :

1. human rights gross violation; 2. genocide;

3. diskriminasi rasial;

4. pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pembatasan terhadap yurisdiksi ini penting dalam kaitannya dengan peran yang akan dilakukan oleh Komnas HAM, sehingga peran mediator sebagaimana diatur dalam Pasal 123 Rancangan Undang-Undang ini atau bertindak sebagai pihak yang menyelesaikan sengketa tidak diperlukan. Bagaimana mungkin dalam kasus genocide misalnya itu bisa dimediasikan.

Selanjutnya juga kami mengusulkan agar apa yang tel ah diatur dalam Pasal 111 mengenai tugas dan kewenangan Komnas HAM, perlu diperluas dengan melakukan penyidikan khusus terhadap tindak-tanduk aparat keamanan dan Kepolisian.

8. Menyangkut penetapan keanggotaan Komnas HAM.

Untuk menjadi independensi dan inpaksialitas keanggotaan Komnas HAM, maka pemilihan dan pengangkatan keanggotaan haruslah pula diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini.

Publik hams diberi akses untuk mengetahui proses ini rnelalui mekanisrne publik ini. Mekanisme publik stright ini sangat penting untuk menghindari terpilihnya tokoh-tokoh yang pernah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau terlibat dalam korupsi. Selain penting untuk menjaga komposisi keanggotaan Komnas HAM. senantiasa mencerminkan pluralitas dalam masyarakat yang mengacu kepada prinsip-prinsip Paris.

(18)

Oleh karena itu, kami usulkan agar pengangkatan anggota Komnas HAM yang dikukuhkan oleh Presiden sebagai Kepala Negara. hams bcrdasarkan usulan dari DPR RI.

9. Menyangkut prosedur pengaduan.

Prosedur dan syarat-syarat pengaduan, janganlah dibuat dapat menghilangkan akses orang, kelompok orang atau organisasi-organisasi masyarakat, misalnya dengan mensyaratkan alat bukti yang cukup sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 117. Hal ini akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk membuat pengaduan selain itu bukan pencarian alat bukti yang cukup dan jelas menjadi tugas Komnas HAM melalui penyelidikan dan penyidikan khusus yang dilakukannya.

Dalam kaitannya dengan pengaduan ini, Pasal 118 Rancangan Undang-Undang ini dijelaskan bahwa pemeriksaan tidak dilakukan atau dihentikan apabila pengaduan diajukan dengan itikad buruk atau ditujukan untuk menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat. Bagaimana kita bisa mengukur suatu pengaduan itu bermotifkan itikad buruk, bertujuan untuk menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat. Selanjutnya kami tidak melihat alasan yang cukup kuat pada ketentuan yang menyatakan, bahwa pemeriksaan tidak dilakukan atas dihentikan bila perbuatan yang diadukan telah terjadi melampaui waktu 5 tahun sejak pengaduan tersebut.

Sidang Dewan yang terhonnat.

Kami mengharapkan pembahasan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang ini kerja sama yang tulus seluruh Fraksi serta Pemerintah untuk bersama-sama merumuskannya yang terbaik buat bangsa ini.

Demikianlah pengantar musyawarah FPP dalam memasuki rapat ke1j a Pansus Rancangan Undang-Undang ini, semoga segala amal upaya kita mendapat ridho Allah SWT.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT :

Terima kasih kepada juru bicara FPP.

Dengan telah disampaikannya pengantar musyawarah dari FPP, maka keempat Fraksi telah menyampaikan pengantar musyawarahnya. Yang intinya keempat Fraksi siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang ini. untuk menghasilkan suatu produk hukum yang baik, dalam rangka menegakkan hukum khususnya yang berhubungan dengan hak asasi manusia.

(19)

Selanjutnya kami persilakan kepada Saudara Menteri Kehakiman untuk mernberikan tanggapan Pernerintah terhadap pengantar musyawarah Fraksi-fraksi tersebut.

Kami persilakan.

PEMERINTAH (MENTERI KEHAKIMANIPROF. DR. MULADI, S.H.) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Saudara Ketua dan para Anggota DPR RI yang saya hormati. Pertama kali kami mengajak anda sekalian untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang karena rahmat nikmat dan karunia-Nya, bisa kembali berkumpul pada Senin, 5 Juli 1999 untuk membahas dalam Raker Pansus tentang Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini.

Mencermati berbagai pandangan yang dikemukakan pagi hari ini, kami ingin rnenyampaikan beberapa hal untuk memberikan jawaban langsung atau tidak langsung ataupun menambah pendapat-pendapat Pemerintah yang kami kemukakan sebelurnnya.

Hadirin sekalian yang terhormat;

Di dalam Pasal 8 dari Rancangan Undang-Undang ini, dinyatakan bahwa (saya baca dulu supaya lengkap).

Pasal 8

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang telah diterima oleh Republik Indonesia yang menyangkut HAM diakui oleh Undang-Undang ini sebagai sumber hukum.

Di konstitusi Filipina bahkan ha! semacam ini dicantumkan di dalarn UUD "the principal of international disfacto of the law the land", dinyatakan dalam konstitusi Filipina. Untuk itulah apa kita bicarakan pada pagi hari ini dan beberapa waktu yang akan datang dalarn rangka penyelesaian Undang-Undang ini, kami menganggap bahwa di samping pandangan-pandangan yang didasarkan hukum positif. Kami juga mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional dan prinsip-prinsip hukum internasional itu tidak hanya yang telah diratifikasi, tetapi juga kita melakukan langkah-langkah antisipatif dan proaktif untuk mendapatkan sumber-sumber perumusan di dalam Rancangan Undang-Undang ini.

(20)

Kami berikan contoh misalnya saja hubungan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 44, Tap MPR Nomor XVII yang tadi juga dipertanyakan. Bahwa di dalam Pasal 2 ditegaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR ditugaskan untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak betentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Jadi perintah ratifikasi ini sudah mengandung suatu pesan, bahwa kita hams berpandangan antisipatif dan proaktif dan bisa dikaitkan pula dengan "the national plan of action" yang disusun oleh Deplu. Yang secara sistematik sudah memprogramkan berbagai ha! tentang Hak Asasi Manusia, termasuk langkah-langkah sistematis di dalam melakukan ratifikasi di dalam konvensi-konvensi international tentang Hak Asasi Manusia.

Kemudian pelaksanaan penyuluhan pengkajian, pemantauan. penelitian dan mediasi dalam Pasal 4, tentang Hak Asasi Manusia dilakukan oleh suatu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang. Jadi memang secara implisit Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini diperintahkan oleh TAP MPR itu untuk ditetapkan dengan Undang-undang. Namun demikian perlu diketahui juga, bahwa Rancangan Undang-Undang ini juga mengatur tentang Hak Asasi Manusia, karena itu di~aitkan dengan Pasal 5, yaitu bahwa di sini ditegaskan oleh Pasal 5, Keberadaan piagam tentang Hak Asasi Manusia dan sehubungan dengan ini ada suatu yang kami rasakan adanya suatu kiat antara suatu piagam dengan operasionalisasinya melalui penegakannya melalui Komnas HAM. Saya kira piagam hams dilapori dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat proaktif sebagaimana saya katakan tadi. Untuk itu kami mengacu pada pasal yaitu Pasal 44, "Bahwa untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan".

Pasal 44 ini tidak hanya menyebabkan terbentuknya Komnas HAM, juga menyatakan bahwa pelaksanaan HAM dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi pendapat secara yuridis sehingga Pemerintah di samping menyampaikan Undang Undang tentang Komnas HAM juga tentang peraturan tentang HAM. Walaupun secara praktis ada juga pertimbangan bahwa bagaimana membentuk suatu Komnas HAM itu pada dasarnya suatu lembaga yang ditugasi untuk mempertahankan norma-norma tentang HAM yang kita promosikan melalui TAP MPR itu. Untuk mengisi gap antara piagarn dengan operasionalisasinya mempertahankannya melalui Komnas HAM.

(21)

Bapak-bapak, Ibu-ibu sekalian yang terhorrnat, Saudara Pimpinan,

Masalah-masalah yang berkaitan ini HAM memang suatu ha! yang di samping menyangkut hukum intemasional, juga menyangkut pandangan yang rnenyangkut tata nilai. Kita sadar bahwa ada perbenturan antara yang disebut sebagai pandangan-pandangan universal dengan apa yang disebut prinsip "Cultural Relativisme" atau Relative semi Kultural.

Untuk itulah kita sekalipun dengan pandangan yang maju. selalu 1nenyadari pentingnya filter di dalam melakukan pengaturan-pengaturan ini.

Filter untuk masuknya pandangan universal tentang HAM itu melalui 2 koridor, Pertama, adalah dalam proses ratifikasi.

Dalam proses ratifikasi sering kita melakukan "reservasi", seperti yang dilakukan waktu menyangkut '"forture" juga ratifikasi tentang "Racial Discrimination" pada masa lalu. Walaupun juga ada yang tanpa reservasi seperti masa\ah menyangkut hak wanita misalnya. Jadi masalah ratifikasi ini menjadi sangat penting karena itu suatu filter utama, seberapa jauh kita dapat mengadopsi secara total suatu yurisprudensi internasional. Filter kedua, "program legislasi", seperti sekarang ini, bagaimana kita membahas HAM sekaligus meninjau konvensi-konvensi intemasional. Sarnpai sejauh rnana yang belum kita adopsi ini kita filter melalui program legislasi seperti ini. Dan kita sadar betul ada suatu perbenturan yang disebut sebagai "traditional conflic" antara "Asian values dan western values" tentang masalah HAM. Ada buku yang barn terbit di Singapura tentang "Asian Values" ini, bahwa sering masyarakat-masyarakat Asia itu dikritik dengan alasan mempertahankan "Asian Values" justru menyampingkan hak sipil dan hak politik.

Dalam arti mementingkan pandangan ekonomi, sosial dan budaya, katakanlah itu yang diutamakan. Sehingga hak politik dan sipil dikesampingkan. Itu kritik barat terhadap Asian values, sebaliknya masyarakat Asia juga mengkritik barat bahwa mereka bekas-bekas penjajah tetapi selalu yang ditonjolkan hak sipil dan politik yang pada waktu lalu banyak dilanggar oleh mereka.

Jadi perbenturan masalah ini saya kira rnengharuskan kita untuk melakukan "compromise" antara kedua kubu tadi supaya kita · tidak mendapatkan kritik di masa yang akan datang dengan dasar yang disebut "ldiological development". Dengan mementingkan kepentingan ekonomi

(22)

dengan mdanggar hak-hak politik dan sipil.

Seperti sebenarnya yang dilakukan dijaman Orde Baru pada masa yang lalu. Jadi pandangan Pemerintah adalah berdasarkan aspirasi dalarn TAP MPR dan perkembangan sosial yang sangat cepat pada akhir-akhir ini. Kita ingin menjadikan HAM itu sebagai "hard law" bukan hanya "soft law". Menjadi hard law, sesuatu yang dapat di enforce bukan hanya sebagai simbol di dalam kenegaraan semata-mata, seperti TAP MPR Nomor II Tahun 1978 lalu.

Jadi dari Soft law menjadi hard law saya kira konsekuensi bila kita ingin rnelakukan promosi dan perlindungan HAM secara sebaik-baiknya.

Walaupun demikian substansinya kita bisa diskusikan dalam sidang DPR ini. ltu saya kira yang tercermin dalam komitmen terhadap TAP MPR Nomor XVII. Khusus mengenai pandangan-pandangan yang disampaikan tadi, ada beberapa hal yang ingin saya tanggapi.

Pertama, masalah kewajiban asasi, kami tidak akan menanggapi semua. karena nanti akan muncul di sidang-sidang selanjutnya, kewajiban asasi memang seolah-olah di situ sesuatu yang sangat terbatas dibanding hak asasi. Tapi sebenarnya kalau kita berbicara tentang kewajiban asasi atau obligation ini atau responbility katakanlah. Setiap hak asasi itu sebetulnya infight kewajiban asasi. Setiap pasal yang rnenyangkut hak asasi otomatis di situ akan tercakup kewajiban asasi. Kalau kita mempunyai hak berarti kita hams menghormati kewajiban hak tersebut yang dipunyai orang lain. Sehingga perumusan tentang kewajiban asasi adalah hal-hal yang kita anggap perlu penegasan kembali yang merupakan generalisasi dari hal-hal yang ada pada dasarnya.

Tetapi sekali saya katakan bicara hak asasi bahwa secara infight adanya kewajiban asasi pada hak itu, jadi tidak ada batasnya mengenai masalah ini, kemudian mengenai lembaga komnas HAM yang superior ini rnemang sebenarnya kalau kita kaji. saya sendiri bekas Komnas HAM selama 5 tahun adalah institusionalisasi dari pengalaman yang ada di Komnas HAM sendiri.

Sampai saat ini sebenarnya sudah terjadi, adanya badan penasehat, adanya sistem pemilihan yang mengadopsi internal dan sebagainya, kernudian pertanggungjawaban ini memang suatu masalah yang dibicarakan nantinya.

Tapi bagaimana pun juga pandangan-pandangan yang komprehensip dalam ruang sidang ini dapat didiskusikan. Kemudian masalah intervensi

(23)

ke pengadilan saya kira perlu dikaji lebih lanjut dalam karena yang dimaksud di sini adalah itervensi apabila ada gejala telah terjadi "Mis-carried justice", terjadi suatu hal yang tidak adil. Sesuatu yang injustice dalam pemeriksaan dalam pengadilan itu. Saya kira bukan hanya Komnas HAM, semua bisa komplen kalau terjadi pelanggaran HAM yang mengakibatkan "delay of justice", sesuatu yang sifatnya injustice dan penyimpangan-penyimpangan dari standar yang berlaku di dalam proses · peradilan. Ini yang saya kira yang dimaksud intervensi, tidak termasuk intervensi yang melanggar "independen justiceserry", yang dimaksudkan bukan demikian. Tapi kalau terjadi sesuatu hal ada skandal dipengadilan yang menimbulkan suasana injustice atau "Miscarried of justice", ini sesuatu hal yang sangat penting, kemudian yang berkaitan dengan masalah kewenangan Komnas HAM itu, saya kira itu konsekuensi dari kewenangan yang rnenyangkut tidak sampai penyidikan, jadi kita membantu kalau ada gejala terjadi sesuatu yang harus diteruskan ke pengadilan, kita teruskan kepada lembaga yang berwenang. Tapi kewajiban ini pun sudah dia lakukan Komnas HAM; walaupun belurn mendapat suatu "legal Recognition" atau pengakuan yuridis. Justru ini yang mau kita rnantapkan, supaya ada recognition. Apa yang dilakukan Komnas HAM rnerupakan bagian dari penyelidikan mernbantu aparat penegak hukum yang ada.

Kemudian menyangkut rnasalah pertanyaan FKP, sebab saya catat tadi, mengenai Asasi values. Kemudian mengenai masalah dipisahkan masalah Komnas HAM dan HAM itu saya itu sangat relatif ya, karena bagaimana kita dapat membentuk suatu lembaga yang menegakkan HAM kalau norma-normanya tidak diatur lebih <lulu.

Norma-norma piagarn terlalu tinggi kitajabarkan kembali pendekatan antisipatif kita. memasukan konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan sebagainya pada masa yang akan datang kita ratifikasi sehingga keberadaan Undang-Undang tentang Komnas HAM tidak bisa terlepas dari masalah-masalah yang menyangkut HAM itu sendiri.

J adi kesatuan antara norma dan prosedur untuk mempertahankan norma tersebut. dari FPDI saya kira sudah saya jawab.

Masalah-masalah yang menyangkut pe!'Jghapusan pasal saya kira dibicarakan secant mendalam, karena setiap pasal itu saksi secarn keseluruhan dari perundang-undangan itu.

Jadi. kita hams melihatnya secara sistematik seberapa jauh pasal itu perlu dipertahankan. mana yang perlu dihapuskan. saya kira dalarn diskusi

(24)

nanti Pemerintah akan menjawab masalah ini lebih dalam kemudian mengenai jenis pelanggaran HAM. tentang superioritasi kami juga minta pemahaman bahwa yang disebut HAM itu universal dan indisiplinable. jadi kita tidak bisa memisah-misahkan mana yang penting, mana yang tidak. memang ada HAM yang absolut dan HAM yang relatif.

Yang absolut tidak bisa disimpangi dalam kondisi apapun juga. sedangkan HAM relatif bisa ada yang disebut "Limitaserry dan Limita-tion" bisa terjadi.

Tetapi dalam masalah pemahaman, mempertahankan. promosi saya kira sifat universal dan indisiplinable dari HAM itu saya kira tidak bisa sampaikan begitu saja dengan skala prioritas. Memang ada "gross fairism" kualitas dari pelanggarannya. HAM saya kira sesuatu yang dipahami konprehensip, universal dan indisiplinable.

Kemudian mengenai Mediasi delocksaid, saya kira kita semua sadar bahwa mediasi dan hidy art itu sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mungkin kita mendamaikan suatu tindak pidana. kalau katakanlah itu bukan suatu delik tetapi menyangkut sepanjang administrasi. perdata. menyangkut perburuhan memang mediasi ini yang bisa yang dilakukan Komnas HAM masa lalu dan hasilnya tidak kalah proses deliktifikasi.

Kemudian masalah preriari 5 tahun dan sebagainya dapat kita diskusikan dalam diskusi-diskusi dalam waktu yang datang. Kemudian ada satu hal tadi, yang menyangkut hak-hak wanita yang katakanlah dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang ini hanya sebagian konvensi The elimination of crime of discrimination give woman yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan sering dilanggar masyarakat Indonesia berdasarkan kebiasaan adat atau alasan agamis yang kadang-kadang hams didiskusikan lebih lanjut.

Ini saya katakan Asian values tadi, padahal kita telah meratifikasi konvensi atau itu dan tidak mengadakan reservasi mengenai penerapan hak-hak wanita itu, maka kemungkinan besar Indonesia dapat dituntut di pengadilan atau forum intemasional. Apabila pelanggaran-pelanggaran hak wanita seperti itu diatur tegas dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan Indonesia.

Sebagaimana menjadi kewajiban setiap negara yang pemah meratifikasi perjanjian-perjanjian intemasional.

Adanya "observer protocol" kita belum meratifikasi terhadap konvensi ini juga akan lebih memungkinkan hal itu.

(25)

Saya kira demikian Saudara Ketua. dan Bapak-Ibu sekalian yang terhormat.

Wassalamu'alaikum Warhmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT :

Terima kasih dari Pihak Pemerintah. Saudara Menteri,

Anggota pansus yang kami hormati.

Setelah Pemerintah memberi tanggapan terhadap pengantar musyawarah Fraksi-fraksi sesuai acara kita kan masuk dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah, oleh karena sebelum ada dari Bapak Ibu sekalian kami menawarkan Bapak Ibu sekalian · sebelum masuk pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah kita break atau istirahat selama 15 menit atau ingin ada yang disampaikan, silakan.

FPDI (Y.B. WIYANJONO, S.H.): Terima kasih Ketua.

Sebetulnya kalau tidak diberikan interupsi tadi. Saudara Ketua dan rapat yang kami hormati,

Hari ini mohon maaf sekali, bahwa FPDI seharusnya ada dua anggota tapi yang satu ada tugas di luar negeri dan kami tinggal sendiri. Sehingga dengan saat yang sama. Di komisi I barn awal pernbahasan Tingkat III dengan Menlu dengan Rancangan Undang-Undang Hubungan Luar Negeri.

Oleh karena itu perkenankan karni untuk rnohon. diri dari rapat ini sebentar untuk berbicara di Komisi I lebih dulu. sehingga nanti kalau ini break 15 menit dan kami belum kernbali karni persilakan untuk meneruskan. FPDI tidak akan menghambat dan kami mengikuti saja apa yang sudah dibahas. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih dari FPDI.

Apa ada usulan tentang tawaran kami tadi atau istirahat <lulu. dari FABRI?. dari FKP?

(26)

FKP (PROF. ff.A. MASYHUR EFFENDI, S.H., M.S.): lstirahat.

KETUA RAPAT : FPP?

FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Baik, Pihak pemerintah kami merasa bahwa kita hams istirahat, rapat ini kita skors 15 menit.

KETUA RAPAT:

Kita istirahat, kita skors 15 menit. Rapat kami skors. (RAPAT DISKORS)

KETUA RAPAT :

Baik Bapak lbu sekalian,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. (SKORS DICABUT)

Saudara Menteri, dan

Anggota Panitia Khusus yang kami honnati

Setelah kita skors dalam rangka melemaskan pikiran kita sebelum masuk dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah. Sesuai kebiasaan kita, Daftar lnventarisasi Masalah kita bahas sesuai dengan urutan I sampai sekian nomor, kira-kira 400 nomor. Oleh karena itu kita urut nomor I.

Bapak-bapak dan lbu sekalian,

Di hadapan kita sudah ada Daftar Inventarisasi Masalah persandingan. oleh karena itu kita buka halaman pertama di mana Daftar Inventarisasi Masalah Nomor I dalam naskah Rancangan Undang-Undang tentang Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun, mengenai judul. Disetiap fraksi ada usu! perubahan, kecuali FABRI. Oleh karena

itu kita mulai dari FKP untuk menyampaikan usu! perubahan. Kami persilakan.

(27)

.FKP (PROF. H.A. MASYHUR EFFENDI, S.H., M.S.) :

Jadi setelah mencermati naskah Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah dengan memperhatikan beberapa pikiran yang muncul dari Fraksi tentang JuduL kami mengusulkan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Asasi Manusia sama. kemu,dian tentang satu sama dan sampai pada pertimbangan Pak, jadi kita menyesuaikan dengan bunyi sebagaimana kami sebutkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah ini Pak.

KETUA RAPAT : Terima kasih pada FKP. Fraksi ABRI tetap. Kami persilakan FPP.

FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Jadi menyangkut judul Rancangan Undang-Undang ini kami mengusulkan penghapusan kalimat "Komisi Nasional HAM". sesungguhnya yang mendasari ini adalah penyederhanaan, dengan Judul Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, itu menurut Fraksi kami sudah cukup dapat dipahami kita semua tanpa hams dicantumkan Komnas HAM-nya.

Meskipun muatan-muatan atau isi dalam pasal-pasal itu mengatur hal-hal yang menyangkut Komnas HAM, selain penyederhanaan juga mengacu kepada Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998 itu yang memang berbunyi Hak Asasi Manusia saja tanpa diikuti dengan Komnas HAM.

Derriikian.

KETUA RAPAT

Terima kasih kepada FPP.

Dari FPDI sesuai dengan himbauan dari kawan kita untuk meninggalkan rapat ini sebentar belum kami bisa bacakan di sini, usu! perubahan kata Komisi Nasional HAM dihapus setelah perubahan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Nomor Tahun tentang. Sebelum kami sarnpaikan kepada pihak Pemerintah, karena FABRI tetap apa ada yang ingin disampaikan.

FABRI (DRS. ING. KOES SUJUDONO S.H.) : Tcrima kasih.

(28)

FABRI berpendapat bahwa dalam judul undang-undang ini akan mencerminkan variabel-variabel yang akan dibahas, sedang variabel di sini HAM dan Komnas HAM. Namun FABRI, seandainya disederhanakan sesuai dengan TAP MPR tapi substansi dari Komnas HAM itu hams termuat. Minimal substansinya.

Terima kasih. KETUA RAPAT :

Baik, terima kasih dari FABRI.

)

Tetap yang dimaksud setelah kita melakukan pertemuan ini, artinya bisa sebelum disampaikan pendapat Pemerintah, FKP, FPP dan FPDI dan penjelasan dari FABRI bisa menerima perubahan ini dengan catatan substansi dari Komnas HAM tetap.

Kami silakan dulu pada pihak yang menulis. PEMERINTAH :

Terima kasih Saudara Ketua.

Sebelum :i:nemutuskan, terutama dari rekan FKP, FPP dan PDI kami mohon dipertimbangkan betul-betul, terutarna dalam penyebutan Komnas HAM itu secara eksplisit ya ditetapkan dalam Tap MPR Nomor XVII, disebutkan itu Undang-Undang Komnas HAM. Jadi sebetulnya yang sangat menonjol itu Komnas HAM, sedang masalah HAM itu sendiri secara implisit. Saya katakan bukan tidak penting, karena kalau kita berbicara mengenai HAM itu tidak bisa melepaskan dari konstitusi UUD 1945 dan Tap MPR Nomor XVII yakni tentang pengaturan yang tadi disebutkan dalam Pasal 44 dari Tap MPR Nomor XVII. Jadi saya kira dua-duanya ini penting untuk ditonjolkan, karena suatu Tap MPR yang lain adalah juga Tap MPR bahkan UUD 1945 menyebutkan demikian. Jadi penghapusan itu akan mengurangi makna-makna yang ada di dalarnnya. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih dari Pemerintah. Kami silakan dari FKP.

FKP (NY. HJ. LYDIA ARLINI RIANZI JULIDAR) : Terima kasih Pimpinan.

Menurut kami. ingin tetap pada pendirian semula bahwa mengenai judul tentang Komnas HAM itu alasan yang Bapak sampaikan mengenai

(29)

Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998 itu tadi memang secara eksplisit di dalam pasal disebutkan, tetapi di dalam Tap itu sendiri memang tidak disebutkan. Tentunya mengacu dari hal tersebut itu kita dapat juga menggunakan acuan tetap menggunakan Judul HAM, tetapi di dalam bisa dimasukkan pasal substansi tentang Komnas HAM. Hal ini juga menjadi alasan kami karena di dalam pelaksanaan selanjutnya, walaupun Komnas HAM ini dasar hukumn1ra Keppres lalu selayaknya dasar hukumnya undang-undang, tetapi fidak menutup kemungkinan bahwa suatu lembaga atau badan itu dapat/berupa badan lain yang nantiya akan menjadi pelaksanaan dari HAM if.u sendiri. Jadi oleh karena itu kami tetap di dalam pengajuan kam:i semula undang-undang ini tetap mempunyai judul tentang HAM sf'~hingga mudah-mudahan dapat diterima.

Terima kasih.

FKP (PROF. H.A. MASYHUR EFFENDI, S.H., M.S.) Tambahan sedikit.

Di samping yang disampaikan rekan kami, apa mungkin ada kiat membuat Rancangan Undang-Undang baru tentang Komnas HAM yang kalau kami melihat masa bakti kami sampai akhir September setelah I 7 Agustus sarnpai akhir September bisa membuat Rancangan Undang-Undang tentang Komnas HAM, sehingga nanti antara Undang-Undang-Undang-Undang HAM dan Komnas HAM relatif bareng keluarnya sebagaimana yang diharapkan oleh Pemerintah.

Terima kasih. KETUA RAPAT

Ada tambahan silakan demi sempurnanya, FKP (WALUJO, S.H.) :

Kalau di dalam Rancangan Undang-Undang ini tidak dicantumkan Komnas HAM bukan berarti dalam Rancangan Undang-Undang tm tidak akan diatur keberadaan Komnas HAM. oleh karena itu Fraksi kami menganggap kalau itu untuk sekedar cantolan, bisa itu pada bab yang lain. katakanlah bahwa untuk menangani ini dilakukan oleh Komnas HAM yang akan ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, karena kalau melihat dalam Rancangan Undang-Undang ini sangat rinci sekali sub-sub daripada komisi ini, saya khawatir kalau dalam undang-undang ini diatur secara rinci andaikata suatu saat berkembang atau berkurang sangat sulit, oleh karena itu di situ mungkin sekedar cantolan dan beberapa ha! yang penting. untuk selanjutnya mungkin bisa diatur dengan Peraturan

(30)

Pemerintah ataupun mungkin Keppres, Dengan demikian mudah-mudahan bisa diterima alasan kami.

Kemudian di samping itu dalam rancangan ini pada Pasal 125 ayat ( l) huruf b, di sana kemungkinan akan memberikan rekomendasi . Komnas HAM ini kepada pengadilan HAM, jadi kemungkinan tidak hanya Komnas HAM saja ada lembaga lain, oleh karena itu FKP juga mungkin akan menambahkan satu lembaga lain yaitu pengadilan HAM. Jadi tentunya ini pengadilan yang tidak berkait dengan peradilan-peradilan yang lain, saya kira itu, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih dari FKP, kami persilakan dari FPP. FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Nampaknya k!,!!i semua sepakat bahwa aturan atau ketentuan yang berkaitan dengan Komnas HAM itu tetap diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini, jadi yang kita persoalkan adalah judul dari Rancangan Undang-Undang ini. Sebagai analogi atau perbandingan katakanlah, apakah lazim perundang-undangan kita yang menyantumkan nama institusi atau kelembagaan dalam judul perundang-undangan.

Saya mencoba mengambil contoh misalkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, atau Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, atau undang-undang lain yang di mana dalam undang-undang itu juga diatur banyak hal menyangkut institusi dalam Perlindungan Konsumen itu diatur tentang Badan Perlindungan Konsumen, dalam Haji diatur tentang Badan Penyelenggara Urusan Haji. Jadi kelembagaan institusi itu diatur dalam undang-undang itu tapi tidak kemudian muncul dalam judul, oleh karenanya HAM ini kami melihatnya seperti itu, bukan berarti tidak muncul dalam judul lalu kemudian menghapus hal-hal atau ketentuan yang berkaitan dengan Komnas HAM, tetap diatur hanya memang itu tidak muncul dalam judul sehingga judul itu bisa kita sederhanakan. Demikian.

KETUA RAPAT :_

Ada tambahan dari FABRI. Silakan.

FABRI (UDDY RUSDILIE, S.H.) :

Saya sependapat dengan Fraksi yang lain, jadi judulnya memang Hak Asasi Manusia tetapi kita tidak menghilangkan substansi Kornnas

(31)

HAM itu sendiri, jadi tetap ada, kalau memang dicantumkan justru malah apa yang seperti tadi Bapak Menteri utarakan bahwa ini kelihatannya akan menonjolkan Komnas HAM-nya, coba kita HAM tapi di dalamnya memang ada Komnas HAM, jadi kitajuga tidak menghilangkan, jadi itu tetap Pak Menteri ada, bahwa Komnas HAM-nya ada tetap tapi judulnya kita tetap HAM dengan tidak menghilangkan substansi Komnas HAM.

Demikian.

KETUA RAPAT

Terima kasih.

Kami persilakan pada pihak Pemerintah.

PEMERINTAH:

Kita membuka kemungkinan untuk negosiasi masalah ini, hanya saya ingin mengingatkan kembali yang namanya sejarah, pada tahun 1993 itu ada Keppres Nomor 50 Tahun 1993 Pembentukan Komnas HAM, waktu itu diperdebatkan oleh masyarakat, kenapa Komnas HAM dengan Keppres, itu berarti tidak independent sehingga desakan lima tahun ini Keppres supaya diperkokoh, bahkan di Philipina dan beberapa negara lain di dalam konstitusi disebutkan Philipina itu konstitusi sehingga ini mempunyai makna tersendiri dan di dalarn TAP MPR sekali lagi, Bapak-bapak sebagai Anggota DPR saya kira betul-betul faharn rnasalah ini bahwa mernutuskan dalarn Pasal 4 Komisi Nasional HAM yang ditetapkan dengan undang-undang. Jadi ini perintah dari MPR yang secara eksplisit disebutkan keberadaan suatu Kornnas HAM yang ditetapkan dengan undang-undang atas dasar sejarah tadi.

Jad~ itu pandangan Pemerintah itu mengacu kepada hirarki

perundang-undangan berupa TAP MPR itu hams kita respon dengan sesuatu yang legalistik, tapi kalau sernua Fraksi di sini rnemutuskan demikian silakan tapi saya hanya rnengingatkan hati-hatilah dalarn merespon TAP MPR ini, terima kasih,

KETUA RAPAT:

Bapak lbu sekalian, demikian tanggapan kedua oleh pihak Pemerintah, tadi Fraksi-fraksi kalau kita amati bersarna bahwa dalam judul sesuai dengan yang diusulkan oleh karena itu tapi ada pencantolan dalam beberapa bab atau pasal tentang masalah Komnas HAM, itu setelah ditanggapi oleh Pemerintah kalau rnernang dernikian kita bisa menerima ini tapi tolong kita cermati kembali dalarn hal ini apakah kita tidak menamhah putaran tapi apakah sebelum kita rnasuk lanjutkan pada

(32)

Daftar Inventarisasi Masalah yang lain, apakah masih ada Bapak sekalian untuk memberikan tanggapan, sebelum kita masuk pada sistem yang lain.

FKP (PROF. H.A. MASYHUR EFFENDI, S.H. M.S) : Pertanyaan kepada Pemerintah.

Apakah usulan kami misalnya dalam tempo satu setengah bulan yang akan datang kita membahas Rancangan Undang-Undang Komnas HAM sendiri, terima kasih.

PEMERINTAH :

Saya pesimistik dengan masalah ini, karena beban DPR sudah sangat beratnya dan sampai saat ini di Sekneg masih menumpuk antrian yang supaya dikirim yang masih kami tahan, jadi kalau ini keluar seperti itu kembali itu saya khawatir akan justru kontra produktif, jadi saya kira ini tetap jadi satu saja apapun namanya. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Masih ada yang lain, Fraksi lain.

Baik, Bapak-bapak sekalian kalau demikian halnya seperti tanggapan terakhir oleh pihak Pemerintah apakah ini bisa kita over ke Panitia Kerja ini, bagaimana FKP.

FKP (NJ. HJ. LYDIA ARLINI RIANZI JULIDAR): FKP setuju untuk di-Panja-kan.

KETUA RAPAT : Dari FABRI.

FABRI (UDDY RUSDILIE, S.H.) : Setuju di-Panja-kan.

KETUA RAPAT : FPP

FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN): Setuju.

KETUA RAPAT :

FPDI pasti setuju. dari Pemerintah.

Bapak dan Ibu sekalian, Daftar Inventarisasi Masalah Nomor 2 sesuai dengan catatan dari Sekretariat bahwa ada satu kolom di sini, Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa itu menjadi nomor I a.

(33)

HAM itu sendiri, jadi tetap ada, kalau memang dicantumkan justru malah apa yang seperti tadi Bapak Menteri utarakan bahwa ini kelihatannya akan menonjolkan Komnas HAM-nya, coba kita HAM tapi di dalamnya memang ada Komnas HAM, jadi kita juga tidak menghilangkan, jadi itu tetap Pak Menteri ada, bahwa Komnas HAM-nya ada tetap tapi judulnya kita tetap HAM dengan tidak menghilangkan substansi Komnas HAM.·

Dernikian.

KETUA RAPAT : Terima kasih.

Kami persilakan pada pihak Pemerintah. PEMERINTAH:

Kita membuka kemungkinan untuk negosiasi masalah ini, hanya saya ingin mengingatkan kembali yang namanya sejarah, pada tahun 1993 itu ada Keppres Nomor 50 Tahun 1993 Pembentukan Komnas HAM, waktu itu diperdebatkan oleh masyarakat, kenapa Komnas HAM dengan Keppres, itu berarti tidak independent sehingga desakan lima tahun ini Keppres supaya diperkokoh, bahkan di Philipina dan beberapa negara lain di dalam konstitusi disebutkan Philipina itu konstitusi sehingga ini mempunyai makna tersendiri dan di dalam TAP MPR sekali lagi, Bapak-bapak sebagai Anggota DPR saya kira betul-betul faham masalah ini bahwa memutuskan dalam Pasal 4 Komisi Nasional HAM yang ditetapkan dengan undang-undang. Jadi ini perintah dari MPR yang secara eksplisit disebutkan keberadaan suatu Komnas HAM yang ditetapkan dengan undang-undang atas dasar sejarah tadi.

Jadi itu pandangan Pemerintah itu mengacu kepada hirarki perundang-undangan berupa TAP MPR itu harus kita respon dengan sesuatu yang legalistik, tapi kalau semua Fraksi di sini memutuskan demikian silakan tapi saya hanya mengingatkan hati-hatilah dalam merespon TAP MPR ini, terima kasih,

KETUA RAPAT :

Bapak Ibu sekalian, demikian tanggapan kedua oleh pihak Pemerintah, tadi Fraksi-fraksi kalau kita amati bersama bahwa dalam judul sesuai dengan yang diusulkan oleh karena itu tapi ada pencantolan dalam beberapa bab atau pasal tentang masalah Komnas HAM. itu setelah ditanggapi oleh Pemerintah kalau memang demikian kita bisa menerima ini tapi tolong kita cermati kembali dalam hal ini apakah kita tidak menamhah putaran tapi apakah sebelum kita masuk lanjutkan pada

(34)

Baik Saudara sekalian, sebelurn kita masuk kepada himbauan kami bahwa supaya penomoran Daftar Inventarisasi Masalah tidak berubah kalau ini ada satu kolom yang nyernpil di sini oleh karena itu ini kita namakan kolom 1 a, jadi kolom yang lain tetap 2, 3, dan selanjutnya. Untuk itu sebelum berlanjut saya putuskan bahwa Daftar Inventarisasi Masalah nomor 1 kita Panja-kan.

Bapak-bapak sekalian dalam 1 a ini, Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia semua Fraksi tetap dan saya rasa dipihak pemerintah juga demikian dan kita akan masuk kepada Daftar Inventarisasi Masalah Nornor 2, di sini ada usul perubahan dari FPP yaitu ditambah menjadi butir a barn, oleh karena itu kami persilakan kepada FPP untuk memberikan penjelasan.

FPP (DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN):

Dalam konsideran menimbang ini, terdapat 4 butir a, b, c, d, namun ... dari keempatnya kami belum melihat justru suatu yang sangat penting dan mendasar yang menjelaskan tentang hakekat manusia itu sendiri, jadi Rancangan Undang-Undang kita ini mengatur tentang HAM tapi tidak menjelaskan yang menjadi dasar pertimbangan sesungguhnya apa hakekat manusia itu, oleh karenanya kami mengusulkan sebelum 4 butir yang menjadi dasar pertimbangan ini ada satu butir lagi yang itu men-cakup 3 hal.

Pertama bahwa manusia itu hakekatnya adalah ciptaan Tuhan yang dia mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta ini, jadi itu tugas yang diemban oleh manusia, dia memiliki kewajiban atau tugas mengelola, memelihara alam semesta, tugas itu dalam kaitannya untuk

mencipta~an kesejahteraan bagi seluruh segenap alam, karena itu maka dia memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya semata-mata guna untuk meningkatkan derajat, martabat dan harkatnya, jadi inilah yang menurut Fraksi kami menjadi dasar pertimbangan utama, karena kita bicara tentang HAM, jadi hakekat manusia itu sendiri perlu kita jadikan dasar pertimbangan. Demikian.

KETUA RAPAT Terima kasih.

Demikian penjelasan dari FPP tentang Daftar Inventarisasi Masalah nomor 2, dari Fraksi lain ada yang menanggapi, kami persilakan dari FKP.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Bobot dan Frekuensi Pemutaran Telur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas Itik Lokal.. Humidity in The Avian Nest And Egg Water Loss

1) Lounder, satu unit masing-masing dapur yang berfungsi sebagai tempat aliran aluminium cair yang dituang dari furnace. Pouring ini berfungsi sebagai tempat dituangnya

' ~ ... Sebagai flesh back kami ingin menyampaikan bahv1a sesuai dengan jadwal .yang telah kita sepakati bersama dalam Pansus yang lalu , kepada Fraksi-fraksi

Pada tahap ini, dilakukan simulasi dengan memasukkan perhitungan level dan komponen yang sesuai pada simulator agar level frekuensi dan level minimum jaringan

Pemilihan jenis ikan merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya perikanan.Proses penentuan jenis ikan ini dapat dilakukan

Marilah kita sesuai Agenda yang pertama dan kedua tadi , menginjak agenda yang pertama yaitu pendapat Fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan terhadap RUU usul

Secara garis besar, penyebab LKPD provinsi, kabupaten dan kota tidak memperoleh opini WTP pada tahun 2011 (sesuai dengan hasil pemeriksaan pada tahun 2012) antara lain: 1) asset

Pada kesempatan yang baik ini dan berbahagia ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI, Menteri