• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Bank Konvensional dan Bank Syariah 1. Bank Konvensional 1.1 Pengertian Bank Konvensional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Bank Konvensional dan Bank Syariah 1. Bank Konvensional 1.1 Pengertian Bank Konvensional"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Bank Konvensional dan Bank Syariah 1. Bank Konvensional

1.1 Pengertian Bank Konvensional

Bank mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian bagi suatu negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai fungsi intermediasi atau perantara dalam sektor keungan untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana ke masyarakat yang membutuhkan.12 Menurut UU No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 Ayat 5 menyatakan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.

Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 Ayat 3 Menjelasan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

(2)

17 dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;

Kata bank dari kata banque dalam Bahasa perancis dan dari banco dalam Bahasa italia, yang berarti berarti peti atau lemari. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian dan lain-lain. Dalam Al-Qur’an istilah bank tidak disebutkan secara spesifik. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas seperti zakat, sadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai’ (jual beli), dayn (utang dagang), mall (harta) dan sebagainya yang mempunyai fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu kegiatan ekonomi.13

Bank merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peranan sangat penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara dan juga merupakan salah satu tolak ukur bagi suatu negara untuk pertumbuhan perekenomian negara tersebut.

1.2 Dasar Hukum

Dasar-dasar hukumnya sebagai berikut ;

(3)

18 a. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

b. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

1.3 Jenis Usaha Bank a) Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998 Pasal 1 Angka 3.

Sedangkan yang dimaksud dengan usaha perbankan secara konvensional adalah usaha perbankan memberi kredit kepada nasabah baik orang pribadi maupun badan usaha. Selain pemberian kredit, bidang usaha lain yang dapat dilakukan oleh bank umum dijabarkan dalam pasal 6 UU Perbankan sebagai berikut :

a. “Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”

b. “Memberikan kredit”

c. “Memberikan surat pengakuan hutang”

d. “Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya, yaitu;

(4)

19 1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama dan pada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud..

2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat penjamin pemerintah. 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

5. Obligasi.

6. Surat dagang jangka waktu sampai dengan 1 tahun”

e. “Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah”

f. “Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, wesel unjuk, cek atau sarana lainnya”

g. “Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga”

h. “Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga” i. “Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak”

j. “Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk berharga yang tidak tercatat di bursa efek”

(5)

20 k. “Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam bal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”

l. “Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat”.

m. “Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip madin keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah”

n. “Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang ini dan peraturan undang-undang yang berlaku”

Selainatugas tersebut, dalam perkembangannya usaha bank umum pun berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan bisnis. Untuk itu berbagai produk bank umumpun bermunculan seperti : penerbitan kartu kredit, Automatic Teller Machine (ATM), Internet

Banking sampai dengan jasa konsultasi perbankan.

b) BankaPerkreditanaRakyata

Seperti halnya bank umum, pengertian bank perkreditan rakyat dapat ditemui dalam “pasal 1 angka 4 UU No.10 Tahun 1998 Tentang

(6)

21 Perbankan sebagai berikut, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Adapun bidang usaha BPR dijabarkan dalam Pasal 13 UU Perbankan sebagai berikut :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

2. Memberikan kredit;

3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Jadi selain dari ada tidaknya fasilitas jasa lalu lintas pembayaran, bank perkreditan rakyat juga hanya diberi kewenangan untuk menerima deposito saja.

(7)

22

2. Bank Syariah

2.1 Pengertian Bank Syariah

Menurut UU Perbankan Syariah “Pasal 1 angka 7 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.

2.2 Dasar Hukum

Dasar-dasar hukumnya sebagai berikut ;

1) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

2) Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. 3) Fatwa DSN-MUI

2.3 Jenis Usaha Bank a) Bank Umum Syariah

Pengertian Bank Umum Syariah berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 8 ialah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha BUS menurut pasal 19 ayat 1 meliputi:14

(8)

23 a. “Menghimpun dana dalam bentk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

b. “Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

c. “Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

d. “Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

e. “Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

f. “Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

g. “Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”

h. “Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”

i. “Membeli,menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain seperti akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah, Kafalah , atau Hawalah

j. “Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia”

(9)

24 k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;

l. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah;

m. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;

n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah;

o. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan Akad wakalah; p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah;dan

q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) UnitaUsahaaSyariaha

Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.15

(10)

25 KegiatanausahaaUnit Usaha Syariah dijabarkan dalam pasal 19 Ayat (2), yakni :

a. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akadawadii’ahaatauaAkadalainayanga tidaka bertentangana dengan PrinsipaSyariah;

b. Menghimpuna danaa dalama bentuka Investasia berupaa Deposito, Tabungana ataua bentuka lainnyaa yanga dipersamakana dengana itu berdasarkana Akada mudharabaha ataua Akada laina yanga tidaka

bertentanganadenganaPrinsipaSyariah;

c. MenyalurkanaPembiayaana dan/atauabagiahasilaberdasarkana Akad mudharabaha Akada musyarakaha dan/atauaAkadalaina yanga tidak bertentanganadenganaPrinsipaSyariah;

d. MenyalurkanaPembiayaanaberdasarkana Akada murabahaha Akad salamaAkadaistihnaadan /atauaAkadalainayangatidakabertentangan denganaPrinsipaaSyariah;

e. MenyalurkanaPembiayaanaberdasarkanaAkada ”qardh” ataua Akad lainayangatidakabertentanganadenganaPrinsipaSyariah;

f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang berferak atau tidak bergerakakepadaaNasabahabrdasarkanaAkadaijarahadan/atauasewa beliadalamabentukaijaraha muntahiyaa bittamlika ataua Akada lain yangatidakabertentanganadenganaPrinsipaSyariah;

g. Melakukana pengambilalihana utanga berdasarkana Akada hawalah atauaAkadalainayangatidakabertentanganadenganaPrinsipaSyariah; h. Melakukanausahaakartuadebitaatauakartuapembiayaanaberdasarkan

PrinsipaSyariah;

i. Membelia menjualasurata berhargaapihaka ketigaa yanga diterbitkan atasadasaratransaksianyataaberdsarkanaPrinsipaSyariahaantaraalain sepertiaAkadaijarahamusyarakahamudarabahamurabahahakafalah atauahawalah;

j. Membeliasurata berhargaa dilakukan berdasarkana Prinsipa Syariah yangaditerbitkanaolehapemerintahadan/atauaBankaIndonesia;

(11)

26 k. Menerimaa pembayarana daria tagihana atasa surata berhargaa dan melakukana perhitungana dengana pihaka ketigaa ataua antara pihak ketigaaberdasarkanaPrinsipaSyariah;

l. Menyediakana tempata untuka menyimpana baranga dan/ataua surat berhargaaberdasarkanaPrinsipaSyariah;

m. Memndahkanauangabaikauntukakepntinganasendiriamaupunauntuk kepentinganaNasabahaberdasarkanaPrinsipaSyariah;

n. Memberikana fasilitasa “letteraofacredit”a dan/taua banka garansi berdasarkanaPrinsipaSyariah;

o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dibidang perbankan dan diabidangasosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal diatas, UUS dapat pula :

a. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;

b. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;

d. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

(12)

27 e. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;dan

f. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang Berdasarkan Prinsip Syariah.16

Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah dan/atau UUS.

c) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah telah mengatur secara khusus eksistensi bank syariah di Indonesia. Undang-Undang tersebut melengkapi dan menyempurnakan UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang belum spesifik sehingga perlu diatur khusus dalam Undang-Undang tersendiri. Menurut pasal 18 UUNo. 21 Tahun 2008, Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

(13)

28 Syariah. Sedangkan pasal 1 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum disebutkan pengertian dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran17.

Dasar-dasar hukum BPRS sebagai berikut ;

a. Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah b. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.03/POJK.03/2016 tentang Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah

Dalam Pasal 21 UU Perbankan Syariah menjelaskan tentang kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi :

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1. “Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah” dan

2. “Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah”

b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau Musyarakah; 2. Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Salam, atau Istishna;

3. Pembiayaan berdasarkan Akad Qardh;

4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Akad Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik; dan

17 Ahmad Ifham, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.3.

(14)

29 5. Pengambil alihan utang berdasarkan Akad Hawalah;

c. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad Wadi’ah atau investasi berdasarkan Akad Mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan

e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

3. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Perbedaan yang sangat mencolok antara bank kovensional dan bank syariah terdapat di selisihnya, bank konvensional dengan bunga dan bank syariah dengan bagi hasil. Bank syariah sangat mengedepankan prinsip bagi hasil ini untuk dapat mencapai hasil akhir yang memuaskan bagi mitra maupun bank syariah tersebut. Dan dalam pengawasan bank tersebut juga untuk bank konvensional langsung dari OJK sedangkan untuk bank syariah sendiri oleh Dewan Pengawas Syariah yang diatasnya terdapat DSN kemudian baru ke OJK.

Selain di selisihnya perbedaan kedua adalah Dewan Pengawasnya. Untuk bank konvensional pengawasannya ialah dewan komisaris sedangkan bank syariah oleh dewan pengawas syariah. Dikarenakan didalam Bank Syariah harus ada yang mengerti tentang prinsip-prinsip syariah yang menjadi pegangan untuk bank syariah.

(15)

30

4. Perbedaan BPR dan BPRS

BPR dalam menjalankan aktivitasnya berupa menghimpun dana di masyarakat, memberikan kredit deposito dan lain-lain. BPR tidak ada kegiatan yang namanya giro,dan kegiatan usaha dalam valuta asing. Sedangkan BPRS adalah bank pembiayaan rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. BPRS tidak mengenal bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil. . Perbedaan antara sistem bunga dan sistem bagi hasil dapat ditunjukkan oleh tabel 2.1 berikut :18

(16)

31

Tabel 2.1 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

Tidak tardapat risk and return sharing. Besarnya bunga ditentuken pada saat akad. Jadi, terdapat asumsi pemakaian dana pasti mendatangken keuntungan.

“Berdasarken risk and return sharing. Besarnya nisbah bagi hasil disepakati pada saat akad dibuat dengan berpedoman pada kemungkinan adanya resiko untung-rugi”

Besarnya bunga berdasarken persentase atas modal (pokok pinjaman). Besaran bunga biasanya lebih ditentuken berdasarkan tingkat bunga. pasar (market interest rate).

“Besaran nisbah bagi hasil berdasarkan persentase atas keun- tungan yang diperoleh. Besaran nisbah bagi hasil disepakati lebih didasarkan atas konstribusi masing-masing pihak, prospek perolehan keuntungan, dan tingkat resiko yang mungkin terjadi”.

Pembayaran bunga tetap sebagai mana dalam perjanjian, tidak terpengaruh pada hasil riil dari pemanfaatan dana.

Jumlah nominal bagi hasil akan berfluktuasi sesuai dengan

keuntungan riil dari pemanfaatan dana.

Eksistensi bunga diragukan oleh hampir semua agama samawi, para pemikir besar, bahkan ekonomi.

Eksistensinya berdasarken nilai-nilai keadilan yang bersumber dari syariah Islam.19

(17)

32

B. Tinjauanatentang Dewan Pengawas Syariah (DPS)a

1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.20 Dewan Pengawas Syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. DPS ini berkedudukan di bawah RUPS atau sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah.

Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Posisi DPS adalah wakil DSN dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa DSN di lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.

“Dalam dunia perbankan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional adalah kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga keuangan syariah tidak

(18)

33 menympang dari tuntutan syariat, maka pada setiap lembaga islam hanya diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak menguasai prinsip-prinsip muamalah islam”. Selain daripada itu di lembaga ini dibentuk DPS yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga keuangan dari sudut syariahnya.21

“Menurut UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah, setiap bank islam atau lembaga keuangan islam di Indonesia, Bank Umum Syariah (BUS) maupun UUS wajib membentuk DPS yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah”.22

2. Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah

Dasar-dasar hukumnya sebagai berikut ;

a. Surat Edaran OJK No. 13/SEOJK.03/2019 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

b. Peraturan OJK No.24/POJK.03/2018 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

c. Peraturan OJK No.03/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

21 Karnaen A. Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992) hal 2 22 Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2013 hal 156

(19)

34 Semua Peraturan diatas mewajibkan setiap Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).

Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :

a) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.

b) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

c) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

3. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah

Tugas dewan pengawas syariah harus sangat teliti, dikarenakan memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah dimana ruang interprestasinya sangtalah luas. DPS bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis syariah.23

Mengenaia tugas, awewenang, adan/ataua tanggungjawaba DPSa tersebut menuruta ketentuana pasala41 Peraturana OJK No.3/POJK.03/2016 tentang BankaPembiayaanaRakyataSyariah ;

23 Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2010) hal 293

(20)

35 1) DPSa bertugasa dana bertanggungjawaba memberikana nasihata dan saranakepadaaDireksiasertaamengawasiapenerapanaPrinsipa Syariah dalamapenghimpunanadana,apembiayaanadanakegiatana jasaa BPRS lainnya.

2) PelaksnaanatugasadanatanggungjawabaDPSa sebagimanaa dimaksud padaaayata(1),ameliputiaantaraalain:

a. mengawasiaprosesapengembanganaprodukabaruaBPRS;

b. memintaafatwaakepadaaDewanaSyariahaNasionalauntukaproduk baruaBPRSayangabelumaadaafatwanya;

c. melakukana tinjauanadan/ataua (review) secaraaberkalaaterhadap mekanismea penghimpunana danaa ataua penyalurana danaa serta pelayananajasaaBPRS;

d. memintaadataadanainformasiaterkaitadenganaaspekasyariahadari satuanakerjaadiaBPRSadalamarangkaapelaksananatugasnya.

3) Tugasadan/ atauatanggungjawabaDPSasebagaimanaadimaksudapada ayata(1) diatasamengacuapadaaketentuanayangamengaturamengenai pedomanapelaksanaanatugasaDPSayangaberlaku.

DPS juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter, misalnya dampak bunga terhadap investasi dan produksi. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedaken margin Murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena pengangkatan DPS bukan disadarken pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastiken ungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin sering terjadi.

Tugas utama DPS adalah memberi nasihat dan saran pada direksi serta mengawasi kegiatan terhadap kepatuhan syariah.24 Terkait dengan luas lingkup

(21)

36 pengawasan kepatuhan syariah, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPS harus mencakup 2 (dua) hal, yaitu pengawasan terhadap produk yang dikeluarkan dan pengawasan terhadap operasional bank syariah.

Hal yang sangat penting untuk dicermati mengenai pengawasan terhadap produk bank syariah khususnya dalam tahap setelah produk ditawarkan adalah bahwa walaupun DPS berwenang melakukan pengawasan dalam tahap ini, namun penindakan atas hasil yang ditemukan dari pengawasan tersebut bukan merupakan kewenangan DPS, melainkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pegawas dalam sektor jasa keuangan. Bila suatu produk ternyata tidak memenuhi prinsip syariah, maka OJK yang berwenang untuk menghentikan kegiatan produk tersebut.

DPS sebagai lembaga pengawas khususnya mengenai kepatuhan syariah harus memiliki anggota yang memiliki keahlian setidaknya dua bidang sekaligus, yaitu bidang fiqih mu’amalah serta bidang perbankan secara umum.

Agar DPS dalam menjalankan tugasnya dapat bekerja secara maksimal. DSN-MUI menetapkan syarat-syaratnya sebagai berikut :

a. Memiliki akhlakul karimah

b. Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan dibidang perbankan dan keuangan secara umum.

c. Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah.

(22)

37 d. Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan

surat atau sertifikat dari DSN.25

Pada prinsipnya seorang hanya dapat menjadi anggota DPS disatu perbankan syariah dan satu lembaga keuangan syariah lainnya. Tetapi mengingat keterbatasan jumlah tenaga yang dapat menjadi anggota DPS, seseorang dapat diangkat sebagai anggota DPS sebanyak-sebanyak pada dua perbankan syariah dan satu lembaga keuangan syariah lainnya. Dalam Pasal 39 Peraturan OJK No.3/POJK.03/2016 dijelaskan bahwa anggota DPS dapat merangkap jabatan di lembaga keuangan syariah lain.

Pengertian tentang dapat merangkap jabatan di lembaga keuangan syariah lainnya yaitu merangkap menjadi 3 di lembaga keuangan bank lainnya, dengan 2 di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (yang berbeda) dan 1 di non bank yaitu asuransi syariah, pegadaian syariah. Hanya saja tidak bisa merangkap jabatan di bank umum syariah.26

25 MUI, Keputusan DSN-MUI No.03/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Anggota DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah Bagian Ketiga: Syarat Anggota DPS.

26 Hasil wawancara dengan Bapak Drs.H.M.A Rasyid Hs. Umrie, MBA (DPS), pada tanggal 18 november 2019

(23)

38

4. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah

Untuk melihat bentuk keduduken dan pertanggung jawaban DPS sebagai otoritas pengawas pada bank syariah, perlu dilihat secara jelas posisi DPS dalam struktur Bank Syariah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Dari penelusuran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan tersebut, kedudukan DPS dijelaskan sebagai berikut :

1. KedudukanaDPSamenurutaPeraturanamengenaiaPerseroanaTerbatas.a Dalamaketentuana mengenaiaPerseroanaTerbatas,aDPSatidaka termasuk sebagaiaorganaperseroanamerupakanaunsurautamaayanga melaksanakan kegiatana perseroana terdiria daria 3 (tiga) unsur :aRUPS,aDireksia dan DewanaKomisaris27.aTugas dan pengawasana dilakukana oleha Dewan Komisaris, begitua jugaa dengana pemberiana nasihata padaa salah satu direksi.WalaupunaDPSabukanamerupakanaorganaperseroan, peraturan ini menegaskan, bahwa setiapaperseroan yang melakukan kegiatan Usahaaberdasarkanaprinsipasyari’ahawajibamemilikiaDPS.a

2. KedudukanaDPSamenurutaPeraturanaPerbankanaSyariaha

DalamaketntuanadasaramengenaiaperbankanasyariahaposisiaDPS dalam strukturaBankaSyariahaadalahatermasukadalamabentukakelmpoka pihak terafiliasia Pihaka terafiliasia sendiria terdiriaatasa3a(tiga)akategori, yaitu

(24)

39 unsurainternalabankaunsuradiapihakayangamemberikanajasaapadaabank sertaaunsurapihakalainayangamempengaruhiapengelolaanabank28.

SebagaiapihakaterafiliasiaDPSabukanamerupakanaunsurainternala bank, melainkanamasukadalamakategoriapihakayangamemberikana jasaa pada bankabersamaadenganapihakapemberiajasaalainasepertiaakuntan publik, penilaiamaupunakonsultanahokum.

Daria ketentuana ini,aterlihataperbedaana dengana ketentuana perseroan terbatas yangamenempatkan DPSadalamaposisiayanga samaadengan salahasatuaorganaperseroanayaituaDewanaKomisaris.aDalama Undang-undangainiaPerbankanaSyariah,aDewan Komisarisatermasukakategori unsurainternalainiabank, sedangkanaDPSamerupakanapihakaluasayang memberikanajasanyaapadaabank.aKeistimewaannyaayangadimilikiaDPS sebagaiapihakapemberiajasaainiaadalahabahwaakeberadaanaDPSasecara eksplisitaditegaskanawajibaadaadiadalamastrukturabankasyariahahalaini tidakadidapatiapadaapihakapemberiajasaalain.aBerdasarkanahalatersebut makaadapatadipahamiawalaupunaposisiaDPSainiahanyaamerupakanapembe riajasaadanatidakamasukadalamakategoriaunsurainternall bank, DPSamemilikiadasarahokumayangakuat.

(25)

40 3. KedudukanaDPSamenurutapraktekadiabankasyariaha

Secaraateknis,akedudukanaDPSadalamastukturabankasyariah diletakkan padaaposisiasejajarasatuatingkatadeganaDewanaKomisarisaPenempatan iniabertujuanaagaraDPS menjadialebihaberwibawaadanamempunyai kebebasanapandanganadalamamemberikanabimbinganadana pengaeahan kepadaasemuaadireksiadiabanka tersebut,a dalama perkara-perkaraayang berkaitanadenganaaplikasiaprodukaperbankanasyaria 29 .aPenempatan ini jugaabertujuanauntukamenjaminaefektifitasa dariasetiapa masukana atau nasehataolehaDPSapadaaRUPS.a

5. RuangaLingkupaTugasaDewanaPengawasaSyariaha

Ruang lingkup dalam tugas dewan pengawas syariah ialah memberi nasihat serta saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN. Jumlah anggota DPS berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.03/POJK.03/2016 adalah minimal 2 orang dan maksimal 3 orang.

29HeriaSunandar,aPeranadanaFungsiaDewanaPengawasaSyariaha(Shari’aaSupervisoryaBoard) dalamaPerbankanaSyariahadiaIndonesia.”(Hukum Islam, IV, 2 , Desember 2005)

(26)

41 Dewan pengawas syariah akan memberikan arahan dan perintahperintah kepada internal auditor untuk melaksanankan internal syariah riview, dan melaporkan hasil penilaian dan pengujiannya kepada dewan pengawas syariah. Dalam hal ini internal auditor berfungsi untuk menjebatani komunikasi antara DPS dan menajemen dalam melakukan control atas seluruh aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah.

C. Konsep Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

“Konsep pengawasan dapat diartiken sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanaken dengan instruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Pengawasan yang dijabarkan oleh Robert J. M Ockler berikut ini telah menjelaskan unsur-unsur esensial proses pengawasan yaitu suatu usaha sistematika untuk menetapkan standar pelaksanaan dan tujuan-tujuan perencanaan merancang sistem informasi, umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah diteteapkan sebelumnya”.

Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya “awas” sehingga pengawasan merupakan kegiatan mengawasi saja. Sarwoto memberikan definisi tentang pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan adalah kegiatan manajer

(27)

42 yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”.30

Secara bahasa, kata pengawasan dalam bahasa arab dapat diambil dari kata “muraaqabah”, “qiyaadah”, “qabidhah”, “taujih”, “siitharah”. Masing-masing kata secara bahasa mengandung arti pengawasan, tetapi ada yang mengandung tambahan makna pengendalian, perintah, pengarahan, penelitian, dan monitoring.

Kata yang lebih dekat maknanya kepada “pengawasan” dalam arti

supervision adalah “muraaqabah”.31

“Secara istilah, makna pengawasan dalam litelatur Islam terdapat dalam kata “hisbah” yang bermakna ihtisab yaitu meneliti, mentadbir, melihat, mencegah atau menahan seperti mencegah seseorang dari melakuken kemungkaran atau mendapat balasan seperti seseorang melakuken kebaikan untuk mendapat balasan dari Allah. Al- Hisbah secara etimologis berarti menghitung, berfikir, memberikan opini, pandangan dan lain-lain”.

Landasan Al-Hisbah terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 104; Dan “hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang- orang yang beruntung”. Pengawasen dalam pandangan

30 Sarwoto,aDasar-dasaraOrganisasiadanaManagement,aGhaliaaIndonesiaajakartaaHlm 93. 31Munawwir, A.W. (1984), Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah

(28)

43 Islam dilakuken untuk melurusken yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarken yang hak.

2. TujuanaPengawasana

Maksud dan tujuan pengawasen menurut Handayaningrat adalah :32 a. Untuk mencegah atau meperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian penyelenggaraan yang lain-lain yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan.

b. Agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Macam-Macam Pengawasan

A. Pengawasan dari dalam organisasi (Internal Control)

“Pengawasan dari dalam, berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan yang dibentuk dalam organisasi itu sendiri. Aparat/unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi. Aparat/unit pengawasan ini bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan oleh organisasi. Data kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil pengawasan ini dapat pula digunakan dalam nilai kebijaksannan pimpinan. Untuk itu kadang-kadang pimpinan

32 Sopi, 2013, Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Prestasi Kerja terhadap Motivasi Pegawai

(29)

44 perlu meninjau kembali kebijaksanaan/keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan. ”Sebaliknya pimpinan dapat pula melakukan tindakan-tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya internal control33

B. Pengawasan dari luar organisasi (external control)

“Pengawasan eksternal (external control) berarti pengawasan yang dilakuken oleh aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu adalah pengawasan yang bertindak atas nama atasan pimpinan organisasi itu, atau bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena permintaannya” misalnya pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara. Terhadap suatu departemen, aparat pengawasan ini bertindak atas nama pemerintah/presiden melalui menteri keuangan. Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, ialah pemeriksaan/pengawasan yang bertindak atas nama negara Republik Indonesia.

“Disamping aparat pengawasan yang dilakuken atas nama dari pimpinan organisasi tersebut, dapat pula pimpinan organisasi minta bantuan pihak

(30)

45 luar organisasinya. Permintaan bantuan pemeriksaan/pengawasan dari pihak luar organisasi, misalnya perusahaan konsultan, akuntan swasta, dan sebagainya.”

“Permintaan bantuan pemeriksaan/pengawasan dari pihak luar ini biasanya dilakukan pada suatu perusahaan dengan maksud-maksud tertentu, misalnya untuk mengetahui efisiensi kerjanya, untuk mengetahui jumlah keuntungan, untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar dan sebagainya.”34

C. Pengawasan preventif

“Arti dari pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum rencana itu dilaksanakan. Maksud dari pengawasan preventif ini adalah untuk mencegah terjadinya kekeliruan/kesalahan dalam pelaksanaan.”Dalam sistem pemeriksaan anggaran pengawasan preventif ini disebut preaudit. Adapun dalam pengawasan preventif ini dapat dilakukan hal-hal berikut :

1) Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem prosedur, hubungan dan tata kerjanya.

34 Ibid Hal 63

(31)

46 2) Membuat pedoman/manual sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah

ditetapkan.

3) Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. 4) Mengorganisasikan segala macam kegiatan, penempatan pegawai dan

pembagian pekerjaannya.

5) Menentukan sistem koordinasikan, pelaporan dan pemeriksaan

6) Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan.

D. Pengawasan represif

Arti dari pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. 35 “maksud diadakannya pengawasan represif ialah untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dalam sistem pemeriksaan anggaran, pengawasan represif ini disebut pos-audit”.

4. Metode Pengawasan

A. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah aparat pengawasan/pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, baik

(32)

47 dengan sistem inspektif, verifikatif, maupun dengan sistem investigatif. Metode ini dimaksudken agar segera dapat dilakuken tindaken perbaiken dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Sedankan sistem pengawasan langsung oleh atasannye disebut built in control.36

B. Pengawasan Tidak Langsung

“Pengawasan tidak langsung adalah apabila aparat pengawasan/pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui laporan-laporan yang masuk kepadanya. Laporan-laporan tersebut dapat berupa uraian kata-kata deetan angka-angka atau statisfik yang berisik gambaran atas hasil kemajuan yang telah tercapa sesuai dengan pengeluaran biaya/ anggaran yang telah direncanakan. Kelemahan dari pengawasan tidak langsung ini tidak dapat segera mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaannya, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih banyak.”

C. Pengawasan Formal

“Pengawasan formal adalah pengawasan yang secara formal dilakukan oleh unit/ aparat pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan

36 Maringan Masry Simbolon, Op.Cit 65

(33)

48 organisasinya atau atasan dari pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini biasanya telah ditentukan prosedur, hubungan dan tata kerjanya.”

D. Pengawasan Informal

Pengawasan informal adalah pengawasen yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentuken. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribadi) atau secara incognito. Hal ini dimaksudken untuk menghindarken kekakuan dalam hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan dan penyempurnaannya dari bawahannya. Untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh bawahannya yang tidak mungkin dipecahken sendiri, maka pimpinan dapat memberiken jalan keluar pemecahannya. Sebaliknya bawahan juga merasa bangga karena diberi kesempatan mengemukaken pendapatnya secara langsung terhadap pimpinannya. Jelasnya bahwa pengawasan informal mendekatkan hubungan pribadi yang bersifat informal. Hal ini sangat menguntungken terhadap pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan.

(34)

49 E. Pengawasan Administratif

“Pengawasan administratif adalah pengawasan yang meliputi bidang keuangan, kepegawaian, dan material. Pengawasan keuangan menyangkut tentang pos-pos anggaran (rencana anggaran), pelaksanaan anggaran yang meliputi kepengurusan administratif dan pengurusan bendaharawan.”Hal ini menyangkut prosedur penerimaan dan prosedur pengeluaran uang. Pengawasan kepegawaian menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan administratif kepegawaian serta menyangkut terhadap hak-hak mereka yang harus dipenuhi (gaji, kenaikan pangkat, dan fasilitas-fasilitas lain).37

D. Pengawasan pada BPRS 1. Komisaris

Sesuai dengan Pasal 29 Peraturan OJK No. 03/POJK.03/2016 tentang BPRS pengawasan komisaris terhadap BPRS sebagai berikut ;

1) Dewan komisaris melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi. 2) Pengawasan dan nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sedemikian rupa sehinga direksi dapat mengembangkan dam memitigasi risiko atas kegiatan bisnisnya.

37 Ibid hal 67

(35)

50 3) Dewan komisaris wajib mendorong direksi BPRS untuk memenuhi

prinsip-prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.

Keberadaan dewan komisaris di BPRS bukan hanya sebagai pelengkap struktur organisasi saja. Komisaris harus bisa bertindak independen dalam menjalankan fungsinya terutama terhadap kemungkinan adanya intervensi pemegang saham dalam operasional bank.

Selain itu, baik atau buruknya suatu operasional bank sangat bergantung kepada efektif atau tidaknya peran dewan komisaris dalam pengawasannya terhadap kinerja direksi. Dewan komisaris memiliki akses yang luas dalam memperoleh informasi tentang bank dan mempunyai waktu yang tidak terbatas dalam melakukan pengawasan.

2. Dewan Pengawas Syariah

Peraturan yang mengatur tentang pengawasan yang dilakukan DPS terhadap BPRS dimuat dalam peraturan OJK No.24/POJK.03/2018 tentang penerapan tata kelola bagi BPRS Pasal 44;

(1) Tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 yaitu memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan BPRS agar sesuai dengan prinsip syariah.

(36)

51 (2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) paling sedikit meliputi;

a. Mengevaluasi kebijakan dan standar prosedur operasional BPRS agar sesuai dengan prinsip syariah;

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru BPRS agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI;

c. Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru BPRS yang belum ada fatwanya;

d. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa BPRS; dan

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja di BPRS untuk pelaksanaan tugasnya.

(3) DPS wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan DPS setiap semester kepada OJK.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada OJK paling lambat 2 (dua) bulan stelah semester dimaksud berakhir.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan laporan hasil

(37)

52 pengawasan DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Surat Edaran OJK.

Selain peraturan OJK dalam mekanisme pengawasan juga diatur dalam Surat Edaran OJK No.13/SEOJK.03/2019 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPRS poin kedua huruf keempat tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah.

Dalam melakuken pengawasan terhadap kegiatan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b, DPS melakukan hal sebagai berikut :

a) Pemeriksaan di kantor BPRS paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan;

b) Analisis laporan yang disampaiken oleh dan/atau yang diminta dari Direksi, satuan kerja kepatuhan (SKP) atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan (PE Kepatuhan), dan/atau satuan kerja audit intern (SKAI) atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern (PEAI) untuk mengetahui kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa BPRS;

c) Penentuan : 1) sampel paling sedikit 3 (tiga) nasabah setiap semester untuk setiap produk, aktivitas, dan/atau akad penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa

BPRS termasuk penanganan pembiayaan yang direstrukturisasi; dan 2) kegiatan BPRS yang tidak termasuk dalam angka 1) yang diperiksa, dalam hal diperlukan;

(38)

53 d) “Pemeriksaan dokumen transaksi dari nasabah yang ditentukan sebagai sampel sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 1) untuk mengetahui pemenuhan prinsip syariah, paling sedikit mencakup pemenuhan syarat dan rukun dalam akad penghimpunan dana dan penyaluran dana antara BPRS dengan nasabah, antara lain terkait: 1) Kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang dalam

pembiayaan murabahah;

2) Kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha nasabah yang dibiayai sebagai dasar perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah;dan

3) Penetapan dan pembebanan ujrah (fee) kepada nasabah untuk produk pembiayaan qardh untuk meyakini bahwa penetapan ujrah tidak terkait dengan besar pembiayaan qardh

e) Pemeriksaan dokumen transaksi dari kegiatan lain BPRS sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 2) untuk mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah;

f) Dalam hal diperlukan, melakukan inspeksi, pengamatan, dan permintaan keterangan dan/atau konfirmasi kepada pegawai BPRS dan/atau nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan huruf e;

g) Meminta bukti dokumen kepala direksi BPRS mengenai perhitungan dan pencatatan pembayaran bonus atau bagi hasil kepada nasabah penghimpunan dana, pembayaran bagi hasil kepada bank lain, pencatatan pendapatan yang berasal dari pengenaan denda, penempatan pada bank konvensional dan pendapatan non halal lain, serta pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf;

h) Memberikan opini terkait pemenuhan Prinsip Syariah atas:

1) Kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, pelayanan jasa, dan kegiatan lain BPRS; dan

2) Perhitungan dan pencatatan pembayaran bonus atau bagi hasil kepada nasabah penghimpunan dana, pembayaran bagi hasil kepada bank lain, pencatatan pendapatan yang berasal dari pengenaan denda, penempatan pada bank konvensional, dan pendapatan

(39)

54 nonhalal lain, serta pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf;

i) “Pembahasan dengan Direksi, Dewan Komisaris, pegawai BPRS, dan/atau pihak lain yang diminta konfirmasi mengenai hasil temuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang hasilnya dituangkan dalam risalah rapat; dan”

j) “Dalam hal diperlukan, menjelaskan secara mendalam dan menyeluruh mengenai hasil pengawasan DPS kepada OJK termasuk dalam pertemuan akhir dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk membahas hasil pemeriksaan (exit meeting).

Referensi

Dokumen terkait

Munculnya area inti sebagai elemen lanskap yang memiliki nilai tertinggi dengan 23 spesies (stdev=3,75) secara umum menyatakan bahwa area inti merupakan wilayah

Dengan menambah spine phantom buatan sendiri yang merepresentasikan tulang belakang pasien maka intensitas sinar-X yang menembus obyek bisa ditangkap oleh detektor,

Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata epithelial atau Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata epithelial atau

Penyerapan Perbekalan yang Digunakan untuk Penangkapan Ikan Tahun 2015 - 2019.

Selain itu, para perajin tenun akar wangi, sangat bergantung pada kapasitas produksi akar wangi yang didatangkan dari Kabupaten REPRO INTERNET Kain tenun berbahan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa ada Perbedaan antara pelaksanaan sistem pengelolaan limbah medis padat di RSUD Raden Mattaher Jambi dengan

Alasan dilakukan penelitian ini yaitu Untuk mengetahui struktur modal, tingkat profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Pompa adalah suatu mesin / alat yang digunakan untuk menaikkan cairan dari permukaan yang rendah ke permukaan yang lebih tinggi atau memindahkan cairan dari