• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAKIM (ANTARA SURGA DAN NERAKA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAKIM (ANTARA SURGA DAN NERAKA)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

HAKIM (ANTARA SURGA DAN NERAKA)

“Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya dan jangan merugikan seseorang (Unicuique Suum Tribuere,

Neminem Laedere)”

Oleh Hj. ST.Zubaidah,S.Ag., S.H. (Hakim Pengadilan Agama Rantau)

Profesi sang pengadil (hakim) adalah profesi yang mulia, bahkan dalam agama pun dijelaskan ayat-ayat tentang profesi hakim. Hakim juga dikategorikan sebagai profesi yang paling beruntung, karena memiliki kekusaan yang menentukan nasib seseorang, sehingga tidak heran hakim disebut sebagai wakil tuhan di muka bumi.

Seorang hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara, sudah barang tentu sebelum mengambil keputusan, hakim akan mempertimbangkan secara benar dan adil sehingga putusan yang nantinya akan diambil oleh hakim tersebut didasarkan pada nilai-nilai keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta berusaha dengan semaksimal mungkin untuk tidak mencederai perasaan keadilan masyarakat.

Adapun titik kulminasi dari sikap hakim dalam penguasaan hukum itu adalah mahkota hakim yaitu tertuang pada putusan hakim yang benar, jujur, adil, mumpuni dan sempurna. Untuk menguji hal tersebut paling tidak ada empat parameter dasar pertanyaan (The Four Way Test) yaitu ;

1. Sudah benarkah putusan tersebut.

2. Sudah jujurkah dalam mengambil putusan tersebut. 3. Sudah adilkah putusan tersebut.

4. Bermanfaatkah putusan tersebut.

Di Indonesia jika kita melihat ketentuan normatif Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka kita akan menemukan pasal-pasal yang terkait dengan profesi hakim. Dalam Undang-undang tersebut juga

(2)

2

menyatakan bahwa seorang hakim harus mampu menjaga kemandirian peradilan, yaitu bebas dari intervensi pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis.

Selain itu pada pasal 5 ayat 1 Undang-undang tersebut juga telah menyebutkan secara tegas bahwa dalam hal memeriksa, mengadili dan memutus perkara, hakim tidak hanya dituntut sebagai “corong Undang-undang” melainkan hakim harus sebagai “corong keadilan” yang senantiasa mampu menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga tugas hakim untuk mengadili perkara tersebut lebih berdimensi untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Dalam menegakkan hukum dan keadilan ini berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 menyatakan bahwa peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Konsekuensi logis dari aspek ini yaitu :

1. Seorang hakim dalam memutus suatu perkara tidak hanya bersandar pada ketentuan normatif atau undang-undang saja, tetapi juga harus sesuai dengan hati nuraninya yang berlandasakan ketuhanan.

2. Seorang hakim dalam memutus perkara selain harus bersandar pada norma-norma tertulis, harus juga bertitik tolak pada norma-norma hukum yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, sehingga putusan tersebut sesuai dan sejalan dengan perasaan keadilan masyarakat.

3. Seorang hakim harus bisa dan mampu mempertanggung jawabkan putusannya kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

4. Seorang hakim adalah sebagai penegak keadilan yang merupakan kebutuhan pokok batiniah/rohani setiap orang dan merupakan perekat hubungan sosial dalam bermasyarakat dan bernegara.

Oleh karena itu hakim dalam fungsinya tersebut oleh konstitusi didudukkan sebagai salah satu tiang negara bersama-sama dengan eksekutif dan legislatif. Tegaknya keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai-nilai kemanusiaan menjadi syarat bagi tegaknya martabat bangsa dan negara, sehubungan dengan itu

(3)

3

maka hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan memang dituntut menjadi figur yang elit agar bisa menegakkan keadilan sehingga keberadaanya mampu memberikan manfaat bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Peran seorang hakim disini sangat esensial dan sangat vital sifatnya, karena harus melengkapi ketentuan hukum tertulis atau perundang-undangan dengan cara melalui pembentukan hukum (Rechtvorming), penemuan hukum (Rechtvinding) dan penciptaan hukum (Rechtscepping). Dengan kata lain hakim melalui yurisprudensi juga mempunyai fungsi sebagai pembuat hukum baru (creation of new law). Bagi seorang hakim dikenal terminologi “Judgement Call” artinya suatu putusan yang dibuat oleh seseorang dengan menggunakan pengetahuan dan pendapatnya, sehingga seorang hakim itu harus mampu menentukan sikap dari beberapa alternatif pertimbangan hukum yang ada dalam pikirannya. Hal seperti ini dalam Islam dikenal dengan metode ijtihad yaitu ijtihad untuk menyimpulkan hukum dari sumbernya (Ijtihad Istinbathi) dan ijtihad dalam hukumnya (Iijtihad Tathbiqi).

Di tangan hakimlah nasib manusia yang berperkara, oleh karena itu seorang hakim harus bersungguh sungguh mencari kebenaran agar dapat menghukum seseorang dengan seadil-adilnya, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Annisa ayat 58 yang artinya : “dan apabila kamu menghukum antara

manusia, supaya kamu menghukum dengan seadil-adilnya”.

Profesi hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan. Mulia karena bertujuan mencapai ketenteraman dan perdamaian dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ini akan berhadapan dengan orang-orang yang tidak puas dengan putusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika menetapkan suatu putusan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Jabatan tersebut membutuhkan persyaratan-persyaratan baik fisik maupun non fisik. Disamping iu ada kode etik yang harus mendapat perhatian dan penghayatan serius oleh para hakim yang meliputi dua aspek yaitu aspek moral dan aspek intelektual. Kedua aspek ini lebih-lebih aspek moral masih menjadi persoalan di hampir setiap pengadilan pada masa sekarang. Oleh karena itu profesi hakim mendapat perhatian serius, tidak hanya dalam hukum positif, dalam hukum Islam pun mendapat

(4)

4

perhatian khusus melalui ayat-ayat al quran dan hadits yang membahas tentang profesi hakim antara lain :

1. Q.S. Al Maidah ayat 49 yang artinya “ Dan hendaklan engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka “

2. Q.S. Annisa ayat 58 yang artinya : “ Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil “

Demikian pula banyak sekali hadits-hadits nabi yang menerangkan tentang profesi yang mulia ini, antara lain hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda : barangsiapa diangkat sebagai hakim, ia telah disembelih dengan pisau (Riwayat Ahmad dan empat imam yaitu Abu daud, Ibnu majah, Tirmiji dan Nasai)

Hadits tersebut mengingatkan siapa pun yang menjadi hakim, bahwa tugasnya itu adalah amanat yang sangat berat, apabila ia mampu memikulnya dengan benar, maka ia akan selamat, tetapi bila ia tidak mampu, bahkan ia mempermainkan hukum itu dengan semena-mena dan tidak memutuskan dengan benar, maka ia telah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam neraka.

Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah telah menjelaskan kepada kita ada tiga macam hakim, pertama hakim yang mengetahui dan memahami kebenaran dan memutuskan berdasarkan kebenaran itu, yang kedua hakim yang mengetahui dan memahami kebenaran tetapi ia tidak memutuskan dengan benar dan yang ketiga adalah hakim yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan dengan ketidak tahuannya dan tidak mengetahui kebenaran, dua golongan yang terakhir ini termasuk golongan neraka.

Maksud hadits nabi tersebut tidak bisa dipahami secara kuantitatif tetapi secara kualitatif, yaitu bukan berarti dari tiga orang hakim dua diantaranya masuk neraka melainkan ada dua penyebab hakim masuk neraka yaitu ketika ia mengetahui kebenaran tetapi memutus perkara menyimpang dari kebenaran dan kedua adalah hakim yang memutus perkara atas dasar kebodohan dan ketidak tahuan. Sebagai kompensasi atas beratnya beban hakim yang memutus perkara dan

(5)

5

memberikan keadilan maka dalam salah satu hadits disebutkan bahwa apabila hakim telah melakukan ijtihad dan ternyata ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua ganjaran pahala, dan apabila berijtihad dan ijtihadnya ternyata salah atau keliru maka ia memperoleh satu ganjaran pahala.

Hakim sebagai sang pengadil di dunia ini adalah manusia biasa yang telah dianugerahkan Allah SWT akal pikiran, hati nurani dan hawa nafsu. Allah telah memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikiran dan hati nuraninya untuk melawan hawa nafsu, sehingga seorang hakim harus mampu melawan hawa nafsunya untuk tidak melakukan hal-hal yang melawan hukum dunia dan hukum Tuhan. Namun jika sekarang masih kita temukan hakim yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, hal tersebut dikarenakan mereka tidak mampu melawan hawa nafsu negatif yang mereka miliki.

Disinilah ada dua pilihan yaitu surga atau neraka, ketika sang pengadil tersebut mampu melawan hawa nafsunya untuk kemudian bisa memeriksa, memutus dan mengadili perkara secara professional, adil dan bijaksana, maka ia telah menjatuhkan pilihannya kepada surga. Demikian juga sebaliknya jika sang pengadil malah mengikuti hawa nafsunya yang kemudian memeriksa, memutus dan mengadili secara tidak professional, tebang pilih, pandang bulu, tidak adil dan bijaksana, maka ia telah menjatuhkan pilihannya kepada neraka. Persoalannya adalah mana yang akan dipilih sang pengadil, semuanya tergantung pada diri sang pengadil sendiri, karena kehidupan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan, LIFE IS A CHOICE.

Karena ini merupakan pilihan mana yang akan diambil, maka hakim itu sendiri sebagai pemegang kuncinya untuk kebaikan dirinya sendiri, agar dapat menjadi manusia mulia di dunia dan di akhirat kelak, sehingga dengan mengutip istilah 3M Aa’ Gym bahwa untuk menjadi pribadi yang mulia harus ada 3 M, M yang pertama adalah Mulailah dari diri sendiri, M yang kedua adalah Mulailah dari yang kecil-kecil, dan M yang ketiga adalah Mulailah dari sekarang. LET’S DO IT TOGETHER.

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan sebagai petunjuk keindahan sebuah kesenian ataupun bagian dalam peradapan dan kebudayaan telah lama dikenal, bahkan dari setiap penjuru dunia memiliki tulisan-tulisan

Para Pihak harus m enjamin perlindungan yang mencukupi dan efis ien atas hak kekayaan intelektual yang dihasilkan dar i Pengaturan ini, sesua i dengan hukum dan

“Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia.” (Q.S. Ada yang disebabkan

Uraian diatas menunjukkan bahwa dengan mempelajari filsafat, arah pemikiran seseorang, khususnya pendidik yang dalam hal ini lebih difokuskan kepada pendidik

bahwa untuk pembentukan tim pelaksana pelayanan publik serta penetapan visi, misi, motto dan maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) perlu

A.i Kaca lembaran dengan proses tarik (sheef glass) adalah kaca tidak berwarna atau. berwarna yang dihasilkan dengan proses tarik, kemudian dipotong-potong menjadi

Luas Wilayah Kerja untuk Eksplorasi yang dapat diberikan untuk satu IUP Panas Bumi tidak boleh melebihi 200.000 (dua ratus ribu) hektar.Badan Usaha wajib