• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP KEPRIBADIAN MEREK SEPATU OLAHRAGA MEREK NIKE DAN ADIDAS. Indah D. Novrinta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP KEPRIBADIAN MEREK SEPATU OLAHRAGA MEREK NIKE DAN ADIDAS. Indah D. Novrinta"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP KEPRIBADIAN MEREK SEPATU OLAHRAGA MEREK NIKE DAN ADIDAS

Indah D. Novrinta

Pendahuluan

Olahraga semakin digemari oleh masyarakat Indonesia, hal ini dipengaruhi oleh program Car Free Day (CFD) dan menjamurnya fitness center. Aneka kegiatan dilakukan pada saat CFD, yaitu berlari (jogging), bersepeda, berjalan kaki santai, bermain skateboard, dan lainnya. CFD sebagai ajang arena untuk berolahraga murah bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Berbeda dengan fitness center yang identik dengan kaum kelas atas alias premium. Selain para pecinta olahraga, fitness center didatangi oleh kaum eksekutif muda yang ingin berolahraga namun tidak punya banyak waktu. Untuk menunjang aktivitas olahraga, diperlukan perlengkapan olahraga yaitu pakaian, sepatu, alat pengukur aktivitas olahraga, tas, pemutar musik dan lainnya.

Sepatu olahraga merupakan salah satu perlengkapan yang wajib dipakai, pemilihan sepatu olahraga yang tepat dapat menunjang kenyamanan saat beraktivitas olahraga dan menghindari cedera. Perkembangan model sepatu olahraga kini semakin inovatif. Terlihat perubahan pada industri sepatu olahraga yang menunjukkan kecenderungan ke arah lebih modis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pembeli sepatu olahraga menjadi lebih sadar mode dan menuntut produk yang lebih gaya (Duff, 1999). Gaya adalah tampilan visual, yang mencakup lini, siluet, dan detail yang memengaruhi persepsi konsumen terhadap merek (Frings, 2005). Sepatu olahraga di gerai-gerai retail perlengkapan olahraga kini lebih gaya, fleksibel, namun tetap mengedepankan sisi fungsional yang lebih beragam dan tetap nyaman, dibuktikan dengan muncul permintaan pasar untuk sepatu dengan jenis material yang memiliki fungsi pengaturan suhu sepatu, pengaturan kelembapan, sepatu yang ringan, atau bahkan tahan air.

Merek-merek sepatu olahraga yang populer di Indonesia di antaranya Nike, Adidas, Reebok, Puma, Umbro, Fila dan lainnya. Perubahan pasar yang dinamis dan semakin ketatnya

(2)

2 kompetisi global (Pandey, 2009) mengharuskan setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat merebut pangsa pasar. Perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar usahanya dapat bertahan dan memenangi persaingan, serta tujuan dari perusahaan tersebut tercapai (Luplyoadi, 2004). Berbagai merek sepatu ini dapat dipercaya, dapat diandalkan, mempertahankan standar kualitas tinggi, mengembangkan produk inovatif, memberikan pelanggan layanan luar bisa dan sangat responsif terhadap permintaan pelanggan. Banyak perusahaan mencoba untuk mendapatkan perhatian dari target konsumennya dengan menciptakan merek yang khas dari produk. Beberapa merek top terus mempertahankan posisi kepemimpinan dalam industrinya. Merek yang tangguh dapat bertahan dan memiliki kemampuan utama untuk mengatasi tantangan.

Merek-merek tersebut bukanlah sekedar nama yang ditujukan untuk membedakan produk satu dengan produk yang lainnya melainkan merefleksikan karakter dari masing-masing produk. Suatu merek dapat dikatakan memiliki kepribadian seperti halnya manusia, atau yang disebut sebagai kepribadian merek (brand personality). Kepribadian merek digambarkan sebagai merek yang terkait dengan karakteristik manusia dan dapat menjadi faktor yang berharga dalam meningkatkan ikatan antara merek dengan konsumennya, sama halnya dengan manusia yang yang saling terkait dan terikat dengan manusia lainnya. Karakter manusia ini dikaitkan dengan karakteristik merek disebut kepribadian merek (Aaker, 1997). Kepribadian adalah dimensi penting dari ekuitas merek, sama seperti kepribadian manusia, untuk membedakan dan bertahan (Aaker, 2013). Kepribadian merek dapat digunakan untuk mengetahui seberapa baik kampanye iklan tertentu dalam mengkomunikasikan dan mencerminkan kepribadian merek, atau seberapa baik konsep produk baru cocok dengan proporsi merek saat ini (Halonen, 2012).

Beberapa merek memiliki karisma (Gonzales, 2013). Namun tidak semua merek memiliki kepribadian atau setidaknya memiliki kepribadian yang khas. Kepribadian merek beperan penting sebagai diferensiasi (standing out from the crowd), membuat membuat merek menjadi lebih berdaya tarik bagi konsumen (McEnally dan de Chernatony, 1999), menjadi media ekspresi diri, melebihi manfaat fungsional merek, membangun loyalitas, konsumen lebih menyukai merek yang memiliki kesamaan dengan kepribadiannya (Aaker, 2013). Beberapa merek yang telah mendefinisikan kepribadian merek, Starbucks adalah outgoing, youthful, personable, and friendly, a refreshing escape, freshness, warmth, and comfort. Maskapai SWISS Airlines

(3)

3 mengembangkan kepribadian merek di seluruh touchpoints. Kepribadian untuk berhubungan dengan pelanggan, menunjukkan kepribadian di web, di call center, dan melalui setiap interaksi konsumen. Hal ini dijaga dan didefinisikan melalui kriteria seleksi karyawan, pelatihan, dan standar pelayanan. Kepribadian juga dipengaruhi oleh tim penjualan, interaksi eksekutif, dan desain lingkungan. Banyak merek menciptakan lingkungan yang unik untuk menyampaikan dan energi kepribadian konsumen.

Nike dan Adidas adalah dua merek sepatu olahraga yang populer dan saling bersaing ketat di industri sport apparel. Masing-masing merek melakukan berbagi startegi pemasaran untuk diferensiasi merek agar konsumen dapat menangkap perbedaan kepribadian merek di antara kedua merek tersebut. Kedua merek ini sama-sama mensponsori beberapa klub, atlit-atlit, bahkan suatu kompetisi, dan selalu berinovasi dalam desain sepatu. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Konsumen Terhadap Kepribadian Merek Sepatu Olahraga Merek Nike dan Adidas”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap kepribadian merek sepatu olahraga merek dan adidas.

Tinjauan Pustaka

Merek (Brand)

Menurut Kotler dan Keller (2013), merek merupakan lebih dari sekedar produk atau jasa, karena mempunyai sebuah dimensi menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut harus rasional dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari sebuah merek atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang mewakili sebuah merek. Berdasarkan definisi di atas, satu merek berfungsi untuk mengidentifikasikan penjual atau perusahaan yang menghasilkan produk tertentu yang membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang memiliki nilai yang berbeda pada setiap mereknya.

Menurut American Marketing Association (AMA dalam Kotler dan Keller 2013), merek sebagai sebuah nama, tanda, istilah, simbol, desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun sekelompok penjual

(4)

4 untuk membedakannya dari produk atau jasa pesaing lainnya. Aaker (2004) mendefinisikan merek sebagai sebuah janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai, manfaat, fitur dan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar dan harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjikan tersebut dapat memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai lebih dari janji tersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga citra dari suatu merek.

Durianto (dalam Putri, 2008) mengemukakan merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasi yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Sebenarnya merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuga trademark (merek dagang) yang mampu menciptkan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tentang merek, dapat disimpulkan bahwa merek merupakan suatu bentuk keunikan nilai tambah dari setiap produk agar memiliki perbedaan dari kompetitor sejenisnya. Kepribadian Merek (Brand Personality)

Perusahaan mengembangkan sebuah merek dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan kepribadian manusia. Kotler dan Keller (2013) mengemukakan bahwa merek juga mempunyai kepribadian, dan konsumen mendefinikan kepribadian merek sebagai bauran spesifik atas ciri-ciri bawaan manusia yang bisa dikatakan dimiliki oleh merek tertentu. Merek mengandung ikatan emosional dengan kosumennya. Untuk dapat membangun merek yang baik, para pemasar hendaknya mengerti dan memahami keunikan pada merek tersebut. Salah satu hal unik yang dimiliki oleh merek adalah kepribadian merek. Kepribadian menjadi semacam pembeda yang membuat diri konsumen unik dan mudah diingat orang lain. Untuk membedakan produk yang dihasilkan produk pesaing, perusahaan melakukan penambahan nilai-nilai personality pada merek. Jadi fungsi merek bukan sekedar gambaran tentang produk, merek merupakan wakil pribadi penggunanya, dan nilai suatu merek berubah dari instumental menjadi simbolik, yaitu dapat mengkespresikan pemakainya (Rangkuti, dalam Putri 2008). Sama halnya dengan manusia, merek telah dianggap sebagai sesuatu yang memiliki kepribadian.

(5)

5 Merek-merek tersebut bukanlah sekedar nama yang ditujukan untuk membedakan produk satu dengan produk yang lainnya melainkan merefleksikan karakter dari masing-masing produk. Suatu merek dapat dikatakan memiliki kepribadian seperti halnya manusia, atau yang disebut sebagai kepribadian merek (brand personality). Kepribadian merek digambarkan sebagai merek yang terkait dengan karakteristik manusia dan dapat menjadi faktor yang berharga dalam meningkatkan ikatan antara merek dengan konsumennya, sama halnya dengan manusia yang yang saling terkait dan terikat dengan manusia lainnya. Karakter manusia ini dikaitkan dengan karakteristik merek disebut kepribadian merek (Aaker, 1997).

Pemasar mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek (McEnally dan de Chernatony, 1999). Kepribadian merek yang dipilih adalah yang mampu menyelaraskan nilai emosional merek dan gaya hidup konsumen sasaran. Pemberian karakteristik personal pada merek bisa membuat merek bersangkutan lebih berdaya tarik bagi konsumen, terutama keinginan untuk berafiliasi dengan merek-merek tersebut yang dinilai memiliki kepribadian yang didambakan. Dengan demikian, kepribadian konsumen dan merek mulai menyatu dan nilai merek berkembang menjadi ekspresi diri (self-expression).

Beberapa merek memiliki karisma (Gonzales, 2013). Merek menunjukkan "persona" yang jauh melampaui manfaat fungsional merek. Merek mampu menciptakan lebih mendalam dan dimensi untuk merek, yang menghubungkan dengan pelanggan. Misalnya Harley-Davidson dan Starbucks, merek ini telah mengembangkan “kepribadian” sebagai kunci strategi kompetitif diferensisasi untuk membangun loyalitas. Namun, tidak semua merek memiliki kepribadian, atau setidaknya memiliki kepribadian yang khas. Merek memiliki keuntungan yang signifikan dalam hal standing out form the crowd, memiliki pesan dan mendukung hubungan dengan pelanggan (Aaker, 2013). Pada banyak kasus, alasan beberapa merek lebih disukai konsumen karena merek tersebut memiliki citra yang dapat diidentifikasi oleh citra diri konsumen.Selain itu, dari berbagai penelitian, terungkap bahwa pelayanan adalah hal utama yang diinginkan oleh konsumen.

Kepribadian merek dilihat sebagai segi identitas merek yang mewakili ciri-ciri kepribadian manusia yang dapat dikaitkan dengan merek. Aspek lain dari identitasi merek termasuk inner values merek, gaya perilaku atau perbuatan, refleksi tipe konsumen, dan material

(6)

6 yang membedakannya seperti kemasan (Azoulay & Kapferer 2003 dalam Pandey, 2009). Kepribadian merek sebagai suara dibalik nilai merek, brand positioning, dan atribut fungsional merek. Kepribadian berkomunikasi dan memproyeksikan melalui sifat-sifat manusia. Hal ini dipahami dan diinterpretasikan oleh pelanggan dan ada dalam pikiran pelanggan (Gonzalez, 2013). Kepribadian merek menurut Kotler (2006) adalah campuran antara karakter individu yang kemungkinan diterapkan pada sebuah merek. Menurut Tjiptono (dalam Putri, 2008), kepribadian merek merupakan sekumpulan karakteristik manusiawi yang diasosiasikan terhadap suatu merek. Durianto (dalam Putri, 2008) menyatakan bahwa kepribadian merek menghubungkan ikatan emosi dengan merek itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek dan customer relationship.

Dimensi Kepribadian Merek

Sebuah dimensi tentang kepribadian merek dianggap sebagai salah satu tolok ukur tentang dimensi kepribadian yang sering digunakan peneliti untuk mengukur kepribadian yaitu The Big Five. The Big Five adalah skala five-factor inventory (NEO-FFI) yang dikembangkan oleh Costa dan McCraken (dalam Wardana, 2011), terdapat lima dimensi dasar kepribadian. Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang didasari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Big Five terdiri dari lima tipe atau faktor, yaitu Neuroticism (mengukur penyesuaian dan kestabilan emosi), Extraversion (mengukur kuantitas dan intensitas interaksi intrapersonal), Openess to New Experience (mengukur keinginan untuk mencari dan menghargai pengalaman baru), Agreeableness mengukur kualitas orientasi interpersonal seseorang), dan Conscientiousness (mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan).

Aaker (1997) menyebutkan ada 5 (lima) dimensi yang dapat dijadikan skala pengukuran kepribadian merek yang merupakan kerangka untuk menjelaskan dan mengukur kepribadian dari merek inti dalam lima dimensi yang terdiri dari sincerity (ketulusan), excitement (kegembiraan), competence (kemampuan), sophistication (kecanggihan) dan ruggedness (ketangguhan). Tiga dari lima dimensi kepribadian merek dapat dihubungkan dengan tiga dimensi “The Big Five” dari kepribadian manusia. Agreebleness dan sincerity sama-sama mencakup konsep kehangatan dan

(7)

7 penerimaan; extroversion dan excitement sama-sama didefinisikan sebagai konsep kemampuan sosial, energi dan aktivitas; serta conscientiousness dan competence mencakup konsep tanggung jawab, dapat diandalkan, serta keamanan. Di sisi lain, dimensi sophistication dan ruggedness berbeda dari dimensi kepribadian manusia yang tercakup dalam The Big Five (Briggs dalam Aaker, 1997). Pola tersebut menunjukkan bahwa dimensi kepribadian merek memengaruhi konsumen dengan cara dan untuk alasan yang berbeda. Dimensi sincerity, excitement dan competence menggambarkan sifat-sifat yang telah ada di dalam kepribadian manusia, sedangkan dimensi sophistication dan ruggedness mewakili dimensi dimensi yang diinginkan oleh manusia, tetapi tidak diperlukan untuk dimiliki.

Dimensi sincerity menurut Aaker (1997), mendeskripsikan ketulusan suatu merek. Contohnya adalah The Body Shop yang diasosiasikan dengan ketulusan dalam setiap produk yang dibuatnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator down-to-earth, honest, wholesome, dan cheerful. Down-to-earth menggambarkan karakter yang bersahaja dan mudah bersosialisasi dengan lingkungannya. Honest menggambarkan kepribadian yang jujur. Merek yang jujur adalah merek yang dapat menepati apa yang dijanjikan dan tranparan informasi kepada konsumennya. Dove dipersepsikan konsumen sebagai merek yang jujur (Pandey, 2009), karena promosi produk mengenai lembut dan kandungan pH yang netral dapat dirasakan konsumen setelah menggunakan Dove. Wholesome dapat diartikan sebagai sesuatu yang bermanfaat. Manusia yang merasakan manfaat dari suatu hal akan merasa beruntung karena telah mendapatkan manfaat tersebut. Cheerful menggambarkan kepribadian yang selalu senang, ceria dan tidak pemurung.

Dimensi excitement menunjukkan kepribadian yang menyenangkan atau bagaimana sebuah merek dapat memberikan kesenangan kepada konsumen. Contoh merek yang diasosiasikan dengan kepribadian excitement adalah permainan merek Wii, yang memliki keunikan dan kekinian dari produknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator daring, spirited, imaginative dan up-to-date. Daring berkaitan dengan bagaimana suatu merek dapat menantang adrenalin konsumennya. Spirited menggambarkan kepribadian yang selalu bersemangat. Dove dipersepsikan konsumen sebagai merek yang bersemangat (Pandey, 2009), faktor yang memengaruhi persepsi ini adalah bentuk produk, kemasan dan warnanya. Imaginative menunjukkan suatu merek itu dapat membuat konsumennya berfikir kreatif.

(8)

8 Sedangkan up-to-date adalah merek yang selalu berinovasi dalam mengikuti perkembangan zaman.

Dimensi competence menggambarkan kompetensi yang dimiliki suatu merek. Ini menunjukkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh merek tertentu. Contohnya adalah pada merek Garuda Indonesia, Toyota, Honda yang diasosiasikan dengan pribadi yang dapat diandalkan dan sukses. Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan indikator reliable, intelligent dan successful. Reliable menunjukkan suatu merek dapat diandalkan. Intelligent menunjukan kecerdasan atau kecanggihan dari sebuah produk. Successful menunjukkan kepribadian yang sukses, unggul dan dapat bersaing melawan pesaingnya.

Dimensi sophistication merupakan pembentuk pengalaman yang memuaskan. Contoh merek dengan kepribadian sopshitication adalah Mercedes-Benz yang diasosiasikan dengan kemewahan. Indikator yang digunakan dalam penelitian adalah upper-class dan charming. Upper-class menunjukkan kepribadian yang berkelas tinggi. Merek dengan kepribadian upper-class dapat meningkatkan status sosial pemakainya. Charming mengacu kepada daya tarik yang dimiliki oleh suatu merek.

Dimensi ruggedness menggambarkan kepribadian yang keras. Contohnya adalah merek mobil Jeep yang dikaitkan dengan pribadi yang maskulin dan tangguh. Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi ini adalah outdoorsy dan tough. Outodoorsy mengacu pada fleksibilitas suatu merek dapat digunakan di segala kondisi. Though menunjukkan kekuatan suatu merek diantara pesaingnya.

Metode Penelitian

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer diperoleh langsung dari sumbernya dengan menggunakan kuesioner kepada sejumlah responden untuk memperoleh informasi mengenai persepsi konsumen terhadap kepribadian merek Nike dan Adidas. Peneliti menentukan merek Nike dan Adidas karena sebagai produk sepatu Nike dan Adidas memiliki sisi emosional, bukan hanya fungsional sepatu saja. Selain itu merek Nike dan Adidas merupakan merek dengan peringkat dua teratas dalam survey Top Brand Index. Instrumen pengumpulan data

(9)

9 primer pada penelitian ini adalah kuesioner yang menggunakan skala Likert. Data yang diperoleh dari responden melalui penyebaran kuesioner, kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS, kemudian akan disimpulkan dalam bentuk tabel, persentase dan grafik.

Uji kualitas data pada penelitian ini menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS versi 17 untuk pengolahan datanya dan analisa yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis faktor untuk mereduksi faktor indikator dimensi kepribadian merek dan uji beda One-Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan kepribadian merek di antara Nike dan Adidas.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui perbedaan persepsi kepribadian merek sepatu olahraga merek Nike dan Adidas. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, dari 75 butir pernyataan pada kuesioner pretest, hanya 49 butir pernyataan yang valid, nilai Rotated Component Matrixa lebih besar dari 0,30. Pernyataan yang tidak valid dieliminasi dari kuesioner. Untuk melihat perbedaan antara Adidas dan Nike berdasarkan masing-masing dimensi, digunakan uji ANOVA. Uji ANOVA dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi SPSS dengan otuput hasil di Tabel 1.

Hipotesis pada uji ANOVA adalah sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike H1: Terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike

Dasar pengambilan keputusan (penelitian ini menggunakan alpha 0,1 atau 10 persen) Jika Sig. < 0,1 maka tolak H0 atau terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike.

Jika Sig. . ≥ 0,1 maka terima H0 atau tidak terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike. Berdasarkan tabel output SPSS di atas diketahui bahwa nilai signifikansi (Sig.) untuk masing-masing dimensi penelitian pada uji ANOVA adalah sebagai berikut:

- Sincerity : 0,637 (Tidak terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike) - Excitement : 0,488 (Tidak terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike) - Competence : 0,485 (Tidak terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike)

(10)

10 - Sophistication : 0,057 (Terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike)

- Ruggedness : 0,056 (Terdapat perbedaan antara Adidas dan Nike)

Dapat disimpulkan bahwa konsumen Adidas dan Nike memiliki kepribadian yang sama dari sisi Sincerity, Excitement dan Competence, sedangkan dari sisi Sophistication dan Ruggedness terdapat perbedaan antara konsumen Adidas dan Nike. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa untuk Sophistication Adidas memiliki rata-rata lebih tinggi dari Nike dimana rata-rata Adidas = 3,6228 dan Nike = 3,3799. Sedangkan untuk Ruggedness Adidas juga memiliki rata-rata lebih tinggi dari Nike, dimana rata-rata-rata-rata Adidas = 3,6200 dan Nike = 3,318. Untuk dimensi lain (Sincerity, Excitement, dan Competence) meskipun dari Tabel 2 terlihat memilik perbedaan rata-rata, tetapi secara statistik dismpulkan perbedaan tersebut tidak signifikan yang dibuktikan dari uji ANOVA sebelumnya.

Tabel 1. Hasil Uji ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

sincerity Between Groups .144 1 .144 .224 .637

Within Groups 63.076 98 .644

Total 63.220 99

excitement Between Groups .410 1 .410 .485 .488

Within Groups 82.800 98 .845

Total 83.210 99

competence Between Groups .271 1 .271 .491 .485

Within Groups 54.134 98 .552

(11)

11 Lanjutan Tabel 1. Hasil Uji ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

sophistication Between Groups 1.475 1 1.475 3.719 .057

Within Groups 38.867 98 .397

Total 40.342 99

ruggedness Between Groups 2.288 1 2.288 3.732 .056

Within Groups 60.068 98 .613

Total 62.355 99

Tabel 2. Hasil Uji Mean

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound sincerity Adidas 50 3.452000 .7045740 .0996418 3.251762 3.652238 1.5000 4.5000 Nike 50 3.376000 .8892923 .1257649 3.123266 3.628734 1.0000 4.7000 Total 100 3.414000 .7991182 .0799118 3.255438 3.572562 1.0000 4.7000 excitement Adidas 50 3.688000 .8457915 .1196130 3.447629 3.928371 1.0000 5.0000 Nike 50 3.816000 .9871336 .1396018 3.535460 4.096540 1.0000 5.0000 Total 100 3.752000 .9167884 .0916788 3.570089 3.933911 1.0000 5.0000 competence Adidas 50 3.298880 .5620248 .0794823 3.139154 3.458606 2.1050 4.5260 Nike 50 3.194760 .8882074 .1256115 2.942334 3.447186 1.1050 4.7370 Total 100 3.246820 .7413164 .0741316 3.099727 3.393913 1.1050 4.7370 sophistication Adidas 50 3.622840 .5029627 .0711297 3.479900 3.765780 1.8570 4.7140 Nike 50 3.379940 .7350033 .1039452 3.171054 3.588826 1.0000 4.7140 Total 100 3.501390 .6383523 .0638352 3.374727 3.628053 1.0000 4.7140

(12)

12 Lanjutan Tabel 2 Hasil Uji Mean

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound ruggedness Adidas 50 3.620000 .6776121 .0958288 3.427425 3.812575 1.5000 5.0000 Nike 50 3.317500 .8756230 .1238318 3.068651 3.566349 1.0000 4.7500 Total 100 3.468750 .7936329 .0793633 3.311276 3.626224 1.0000 5.0000 Penutup

Berdasarkan hasil analisis data, terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap kepribadian merek sepatu olahraga merek Nike dan Adidas. Kepribadian merek berperan penting sebagai diferensiasi, membuat merek menjadi lebih berdaya tarik bagi konsumen. Kepribadian merek Adidas dipersepsikan konsumen sebagai merek yang sophisticated (kelas atas dan canggih/modern). Kepribadian sophisticated menonjol pada sepatu Adidas disebabkan oleh faktor persepsi konsumen saat menggunakan sepatu menjadi individu yang memiliki status sosial tinggi, persepsi konsumen saat menggunakan sepatu menjadi individu sejahtera, persepsi konsumen saat menggunakan sepatu menjadi individu menyenangkan dan persepsi konsumen saat menggunakan sepatu menjadi individu tidak membosankan. Karakteristik produk merupakan faktor penentu utama dalam pembentukan kepribadian merek. Bahkan kepribadian merek, dapat ditentukan berdasarkan kelas produk dimana sebuah merek berada. Kepribadian ini mungkin dibentuk oleh produk Adidas yang memiliki fitur canggih pada setiap produknya, misalnya tipe Nitrocharge, sepatu bola penahan energi terbaru yang dirancang untuk generasi pesepakbola masa kini. Produk sepatu tipe Predator dibuat dari bahan super ringan dengan karet 3D yang mampu mengontrol bola dengan sempurna dan dikembangkan secara independen untuk memberikan manfaat maksimal. Adidas berada pada peringkat pertama selama empat tahun berturut-turut sebagai Top Brand juga membentuk kepribadian Adidas sebagai produk kelas atas. Merek dengan kepribadian sophisticated dapat meningkatkan status sosial pemakainya.

(13)

13 Persepsi kepribadian Adidas berikutnya adalah ruggedness. Adidas dipersepsikan konsumen sebagai kepribadian yang macho, tidak feminim, menikmati kebebasan, tangguh, kuat, tidak loyo dan tidak mudah dikalahkan. Kepribadian ini mungkin dibentuk dari produknya yang berkualitas baik dan awet dipakai. Slogannya yaitu impossible is nothing juga dapat membentuk kepribadian Adidas. Adidas ingin menyampaikan pesan kepada konsumennya bahwa seseorang harus berjuang lebih tangguh dan mengalahkan batasan diri untuk mencapai impiannya. Slogan ini diperkuat dengan pemilihan atltet berprestasi sebagai brand ambassador Aiddas, misalnya David Beckham, Lionel Messi dan Derrick Rose.

Konsumen Adidas dan Nike memiliki persepsi kepribadian yang sama terhadap dimensi sincerity, excitement dan competence. Memang tidak semua merek memiliki kepribadian atau setidaknya memiliki kepribadian yang khas. Kepribadian merek beperan penting sebagai diferensiasi (standing out from the crowd), membuat membuat merek menjadi lebih berdaya tarik bagi konsumen (McEnally dan de Chernatony, 1999), menjadi media ekspresi diri, melebihi manfaat fungsional merek, membangun loyalitas, konsumen lebih menyukai merek yang memiliki kesamaan dengan kepribadiannya (Aaker, 2013). Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi praktisi pemasaran agar dapat mengetahui dan memahami kepribadian merek dari sudut pandang konsumen sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi evaluasi dalam strategi pemasaran dimasa mendatang, terutama untuk kategori produk yang serupa. Pemahaman tentang kepribadian merek akan membantu memperkuat kepribadian merek produk atau jasa sehingga menjadi merek yang unik dan konsumen dapat lebih mudah mengenali merek tersebut. Pemahaman terhadap kepribadian merek merupakan salah satu syarat untuk menjalin hubungan antara merek dan konsumen. Pada kenyataannya, konsumen cenderung mengembangkan hubungan sejati dengan merek yang memiliki karakteristik sama dengan seseorang. Dengan tercipta ikatan emosional yang tinggi, pelanggan tidak akan mudah berganti merek karena pelanggan menjadi loyal terhadap merek tersebut.

(14)

14 DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. (1991). Managing Brand Equity, New York: The Free Press _____________. (1996). Building Strong Brands, New York: The Free Press

_____________. (2009). Beyond Functional Benefits, Marketing New, Vol. 30, 23-24

Aaker, Jennifer. (1997). Dimensions of Brand Personality. Journal of Marketing Research, Vol. 34, 347-356

_____________. (1999). The malleable self: the role of self-expression in persuasion. Journal of Marketing Research, Vol. 36, 45-57

Aaker, Jennifer, Susan Fournier, dan S. Adam Brasel. (2004). When Good Brands Do Bad. Journal of Consumer Research, Vol. 31, 1-16

Bauer, H.H., Mäder R., dan Keller T. (2000). An investigation of the brand personality scale assessment of validity and implications with regard to brand policy in European cultural domains, Academy of Marketing Science, Hong-Kong

Duff, M. (1999). Niche Marketing in Fashion in Women’s Sportswear. DSN Retailing Today Frings, G. S. (2005) Fashion: From Concept to Consumer. 8th Ed, New Jersey: Pearson/Prentice

Hall

Halonen, Elina. (2012). Mirror, mirror on the wall, which brand is like me most of all?. International Journal of Market Research, Vol. 55 Issue 1

Interbrands Annual Report. (2009). Best Global Brands (Online) (http://www.interbrand.com), (diakses 15 September 2013)

Kotler, Philip. dan Keller, Kevin Lane. (2013). Manajemen Pemasaran, edisi 13, Jakarta: Erlangga

(15)

15 Lupiyoadi, Rambat. (2004). Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Pratek, Jakarta: PT Salemba

Empat

Pandey, Anuja. (2009). Understanding Consumer Perception of Brand Personality. (Online). IUP Journal Of Brand Management, Vol. 6, 26-50. Business Source Complete, EBSCOhost (diakses 15 September 2013)

Puma. (2009). About Company, (Online), (http://www.puma.com/about), diakses 15 September 2013)

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji ANOVA
Tabel 2. Hasil Uji Mean

Referensi

Dokumen terkait

Ini adalah use case yang wajib dilakukan terlebih dahulu sebelum pengguna dapat menggunakan aplikasi ini untuk berkomunikasi dengan dokter atau ibu hamil

3) Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain

Penerimaan dana dari mitra kerja baik dari kerjasama penelitian/pengabdian masyarakat, penerimaan sewa, layanan laboratorium dan penerimaan lainnya yang sah harus

b. Hipotesis kedua menyatakan bahwa faktor keluarga ber- pengaruh signifikan terhadap prestasi akademik maha- siswa FITK. Dengan demikian hipotesis penelitian

Secara spesi fi k objek penelitian penulis adalah berkenaan dengan sistem pelacakan penggunaan software berlisensi yang dipakai PT Pupuk Kujang serta Help Desk System dalam

Pada uji tingkat penerimaan tekstur rolade tempe dapat disimpulkan bahwa nilai skala numerik warna yang paling disukai adalah 3,96 (Suka) pada perlakuan A5

Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Return

Penentuan banyaknya faktor dengan cara ini memiliki kelemahan, khususnya pada ukuran sampel yang besar misalnya diatas 200 responden, banyak faktor yang menunjukkan uji signifikan,