• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN KETAHANAN JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (QPM) TERHADAP HAMA KUMBANG BUBUK JAGUNG (Sitophilius zeamais )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN KETAHANAN JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (QPM) TERHADAP HAMA KUMBANG BUBUK JAGUNG (Sitophilius zeamais )"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

363

PENGUJIAN KETAHANAN JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (QPM)

TERHADAP HAMA KUMBANG BUBUK JAGUNG (Sitophilius zeamais )

S. Mas’ud, A. Tenrirawe, Masmawati dan Yasin H.G Balai Penelitian Tanaman Serealia

Abstrak. Kumbang bubuk jagung (Sitophilus zeamais) merupakan hama utama jagung dalam penyimpanan dan dilaporkan terdapat pada gudang penyimpanan.

S. zeamais termasuk dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae, yang merupakan hama gudang utama pada komoditi sereal, yang dapat menyebabkan kehilangan hasil 30% hingga 80%. Kehilangan hasil tersebut disebabkan karena larva makan dan hidup didalam biji selama satu siklus hidupnya. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan jagung QPM yang tahan terhadap hama kumbang bubuk S. zeamais. Lima puluh galur yang diuji ketahanannya dan diulang tiga kali dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Hasil dari lima puluh galur uji memperlihatkan bahwa ada sembilan diantaranya menunjukkan ketahanan yang tinggi adalah MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1, MSQ.K1(S2)C1.33-1, Srikandi Kuning. Ketahanan tersebut terlihat pada jumlah projeni F1 yang dihasilkan, kerusakan biji, dan kehilangan bobot biji jagung, Jumlah projeni F1 galur tersebut 1.5 ekor, kerusakan biji berkisar 3.5%-6% dan kehilangan bobot biji berkisar 0.42%-0.82% .

Kata Kunci : Quality protein maize (QPM), Progeni

PENDAHULUAN

Pemanfaatan jagung di Indonesia mencakup makanan pokok sebagian penduduk dan bahan baku industri pakan ternak, sampai kepada bahan baku berbagai industri makanan jadi. Permintaan jagung untuk industry pakan dan makanan olahan ini meningkat pesat sehingga mengharuskan import yang mencaqapai 1 juta ton.

Mencermati laju permintaan kebutuhan tersebut, banyak pemulia jagung mulai menaruh perhatian terhadap kandungan nutrisi jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) sebagai Lembaga Penelitian Nasional yang mendapat mandat mengembangkan tanaman serealia, mulai mengembangkan jagung yang bermutu protein tinggi (Quality Protein Maize = QPM) dengan mendatangkan galur-galur pembentuk jagung QPM dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jagung Internasional (CIMMYT) di Meksico. Saat ini telah dilepas dua varietas QPM yakni Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Perakitan varietas-varietas baru QPM tetap dilanjutkan (Kasim et al. 2003).

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein pada jagung QPM dipengaruhi oleh adanya gen Opaqua Two (O-2) yang berfungsi merangsang pembentukan asam-asam amino esensial terutama lisin dan triptophan, sehingga dapat meningkatkan mutu protein jagung QPM menjadi dua kali lipat dibanding dengan kandungan protein jagung biasa (CIMMYT 2000; Villeges et al. 1992). Namun demikian jagung QPM juga memiliki kelemahan berupa kurangnya ketebalan/kepadatan biji sehingga lebih rentan terhadap serangan serangga (Santos et al. 2002).

Ada 13 spesies serangga, 10 dari ordo Coleoptera dan tiga dari ordo Lepidoptera, yang hidup dan beradaptasi baik pada biji yang disimpan dalam gudang (Granados 2000). Sitophilus zeamais termasuk dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae, yang merupakan hama gudang utama pada komoditi sereal (Dobie et al. 1984). Kehilangan

(2)

364

hasil yang diakibatkan oleh S. zeamais di penyimpanan di berbagai negara bervariasi. Di Meksiko dilaporkan bahwa kehilangan hasil jagung setelah disimpan selama 6 bulan dapat mencapai 30 % (Bergvinson 2002). Penyimpanan selama enam bulan di Maros, Sulawesi Selatan menunjukkan kerusakan biji dapat mencapai 85% dengan penyusutan bobot 17% (Tandiabang 1998).

Mengingat kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama bubuk jagung (S. zeamais) cukup besar, maka perlu dipersiapkan teknologi pengendaliannya. Salah

satu strategi pengendalian bubuk jagung adalah menciptakan varietas jagung yang tahan, dengan serangkaian kegiatan yang panjang, dan dimulai dari seleksi galur-galur yang mempunyai genetik yang tahan. Sifat resistensi yang mungkin ada pada jagung terhadap hama bubuk jagung. Painter (1951) mengemukakan 3 mekanisme resistensi tanaman terhadap serangga yaitu nonpreferensi, antibiosis dan toleran. Kogan dan Ortman (1978) dalam Panda dan Gurdev (1995) menggantikan istilah nonpreferensi menjadi antixenosis karena menurut mereka nonpreferensi merupakan reaksi serangga dan bukan karakter tanaman.

Dalam kegiatan pengujian/seleksi ketahanan di laboratorium, dua hal yang perlu diperhatikan adalah indikator yang menunjukkan ketahanan varietas terhadap serangan hama gudang dan faktor-faktor internal dalam biji yang mempengaruhi ketahanan varietas tersebut (fisik dan kimia). Indikator ketahanan varietas dapat dilihat dari besarnya indeks kerentanan, persentase kerusakan biji, dan persentase kehilangan bobot biji. Sedang faktor-faktor internal yang mempengaruhinya adalah kandungan nutrisi dan kandungan komponen kimia lain biji. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengujian

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Balitsereal, Maros dari bulan Juli sampai November 2007.

Perbanyakan Bubuk jagung

Identifikasi spesies bubuk jagung dilakukan pada awal penelitian berdasarkan karakteristik alat kelamin serangga jantan (aedeagus) dan alat kelamin serangga betina („Y’ shape) (Gambar 1) (Tenrirawe et,al 2004). Penentuan jenis kelamin bubuk jagung didasarkan karakteristik rostrumnya (Hidayat et al. 1996; Reddy 1951, Dobie et al, 1984) (Gambar 2).

(3)

365

Gambar 1 Alat kelamin jantan (aedeagus) dan betina („Y’ shape) S. zeamais

Gambar 2 Penentuan jenis kelamin bubuk jagung berdasarkan rostrum

Sekitar 250 ekor imago S. zeamais dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan serangga yang berisi dua liter jagung, dan dibiarkan selama seminggu agar serangga bertelur. Selanjutnya seluruh imago tersebut dikeluarkan dan biji-biji jagung dibiarkan hingga telur yang diletakkan berkembang menjadi imago. Imago yang muncul dalam waktu yang bersamaan (berumur seragam) digunakan dalam pengujian (Gambar 3)

(4)

366

Gambar 3. Wadah pemeliharaan serangga uji

Persiapan Varietas/Galur Uji

Lima puluh varietas/galur jagung yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Varietas/galur QPM tertera pada Tabel 1. Biji jagung tersebut disimpan dalam freezer pada suhu –10 0C selama 7 hari untuk mematikan serangga yang mungkin sudah menginfestasi dari lapangan.

Tabel 1. Materi Genetik QPM jagung dievaluasi ketahanannya terhadap hama bubuk jagung 1 MSQ.K1CO.3-1-1xMR14Q 26 MSQ.K1(S2)C1.12-1 2 MSQ.K1 CO. 8-1-1xMR14Q 27 MSQ.K1(S2)C1.13-1 3 MSQ.K1 CO. 15-2-1xMR14Q 28 MSQ.K1(S2)C1.14-1 4 MSQ.K1 CO. MR14Q 29 MSQ.K1(S2)C1.15-1 5 MSQ.K1 CO. 14-4-2-1xMR14Q 30 MSQ.K1(S2)C1.16-1 6 MSQ.K1 CO. 22-1-1xMR14Q 31 MSQ.K1(S2)C1.18-1 7 MSQ.K1 CO.24- 3-1-1xMR14Q 32 MSQ.K1(S2)C1.19-1 8 MSQ.K1 CO. 6-1-4xMR14Q 33 MSQ.K1(S2)C1.20-2 9 MSQ.K1 CO. 61-1-1xMR14Q 34 MSQ.K1(S2)C1.21-2 10 MSQ.K1 CO. 153-1-1xMR14Q 35 MSQ.K1(S2)C1.22-1 11 CML161 X CML165 36 MSQ.K1(S2)C1.23-1 12 CML141 X CML151 37 MSQ.K1(S2)C1.24-1 13 Srikandi Kuning 1 38 MSQ.K1(S2)C1.26-1 14 Srikandi Putih 1 39 MSQ.K1(S2)C1.27-1 15 Bima 1 40 MSQ.K1(S2)C1.28-1 16 Bisi 2 41 MSQ.K1(S2)C1.29-1 Siklus C1 42 MSQ.K1(S2)C1.30-1 17 MSQ.K1(S2)C1.1-1 43 MSQ.K1(S2)C1.31-2 18 MSQ.K1(S2)C1.2-1 44 MSQ.K1(S2)C1.32-1 19 MSQ.K1(S2)C1.3-1 45 MSQ.K1(S2)C1.33-1 20 MSQ.K1(S2)C1.4-1 46 MSQ.K1(S2)C1.34-1 21 MSQ.K1(S2)C1.5-1 47 MSQ.K1(S2)C1.35-1 22 MSQ.K1(S2)C1.6-1 48 MSQ.K1(S2)C1.36-2 23 MSQ.K1(S2)C1.7-1 49 MSQ.K1(S2)C1.37-1 24 MSQ.K1(S2)C1.8-1 50 MSQ.K1(S2)C1.45-1 25 MSQ.K1(S2)C1.11-1

(5)

367

Pengujian Ketahanan Varietas/Galur

Penentuan Indeks Kerentanan

Dari setiap varietas/galur jagung diambil 75 g biji jagung, dibagi dalam tiga ulangan masing-masing 25 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah serangga. Ke dalam setiap wadah kemudian diinfestasikan dengn imago S. zeamais berumur 7 hari, dengan jumlah 5 betina dan 5 jantan (Gambar 4).

Gambar 4. Wadah pengujian beberapa varietas/galur jagung terhadap S. zeamais Projeni F1 S. Zeamais

Pengamatan jumlah projeni baru S. zeamais dimulai pada saat imago S. zeamais muncul pertama kali, dan pengamatan berikutnya dilakukan setiap 2 hari. Untuk mencegah terjadinya infestasi generasi kedua, semua imago yang muncul dikeluarkan dari wadah. Pengamatan terus dilakukan sampai tidak ada lagi imago yang muncul. Kerusakan Biji

Setelah imago bubuk jagung muncul seluruhnya dari biji perlakuan, jumlah biji rusak dihitung. Kerusakan biji diduga dengan metode hitung Bergvinson (2002) yaitu:

Biji rusak

Kerusakan biji = --- x 100% Total biji

Kehilangan Bobot Biji

Setelah semua imago bubuk jagung muncul, jumlah dan berat masing-masing biji utuh dan rusak diamati. Kehilangan bobot biji untuk setiap varietas/galur diduga dengan metode “hitung dan timbang” (Adam dan Schulten 1978), yaitu dengan persamaan:

(Und) – (Dnu)

Kehilangan bobot biji = --- x 100% U(Nd + Nu)

Dimana :

U : Berat biji utuh Nu : Jumlah biji utuh D : Berat biji rusak Nd : Jumlah biji rusak

(6)

368

HASIL DAN PEMBAHASAN

Projeni F1

Jumlah projeni baru F1 S. zeamais dari 50 varietas/galur yang diuji bervariasi dari 1.5 ekor {MSQ.K1(S2)C1.5-1} sampai 51,5 ekor {MSQ.K1(S2)C1.2-1}( Tabel 1). Ada sembilan varietas/galur yang memperlihatkan ketahanan rendah berdasarkan jumlah projeni F1, persentase kerusakan biji, dan kehilangan bobot biji yaitu: Srikandi Kuning, MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.24-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1,MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1, MSQ.K1(S2)C1.33-1,

(7)

369

Tabel 2. Rata-rata populasi F1, persentase kerusakan, persentase kehilangan bobot biji

galur/varietas jagung QPM, Lab, 2007.

No Varietas/galur QPM

Variabel Pengamatan Populasi F1 Kerusakan biji

(%)

Kehilangan bobot biji (%)

1 MSQ.K1CO.3-1-1xMR14Q 17,0 c-f 76 a-f 7,90 efg

2 MSQ.K1 CO. 8-1-1xMR14Q 12,0 c-f 74 a-f 5,95 fg 3 MSQ.K1 CO.15-2-1xMR14Q 15,5 c-f 78 a-e 5,76 fg 4 MSQ.K1 CO. MR14Q 18,5 c-f 34 f-j 6,50 fg 5 MSQ.K1 CO.14-4-2-1xMR14Q 15,0 c-f 68 a-f 3,64 fg 6 MSQ.K1 CO. 22-1-1xMR14Q 35,5 bcd 94 abc 14,64 d-g 7 MSQ.K1 CO.24- 3-1-1xMR14Q 22,0 c-f 86 a-d 15,86 d-g 8 MSQ.K1 CO. 6-1-4xMR14Q 18,5 c-f 74 a-f 13,54 d-g

9 MSQ.K1 CO. 61-1-1xMR14Q 13,5 c-f 64 a-f 8,11 efg

10 MSQ.K1 CO. 153-1-1xMR14Q 22,0 c-f 82 a-d 5,56 fg

11 CML161 X CML165 14,0 c-f 78 a-e 7,73 efg

12 CML141 X CML151 20,0 c-f 52 c-h 2,84 g

13 Srikandi Kuning 1,5 f 3,5j 0,81 g

14 Srikandi Putih 35,5 bcd 86 a-d 22,18 d-g

15 Bima 1 5,5 ef 30.0 f-j 4,52 fg 16 Bisi 2 3,0 ef 12 hij 0,98 g Siklus C1 17 MSQ.K1(S2)C1.1-1 22,5 c-f 99,96 a 86,2 a 18 MSQ.K1(S2)C1.2-1 51,5 b 99,96 a 76,17 ab 19 MSQ.K1(S2)C1.3-1 22,0 c-f 84 a-d 18,17 d-g 20 MSQ.K1(S2)C1.4-1 11,0 def 46 d-i 4,80 fg 21 MSQ.K1(S2)C1.5-1 1,5 f 3,5 j 0,80g 22 MSQ.K1(S2)C1.6-1 18,0 c-f 80,5 a-d 7,08 fg 23 MSQ.K1(S2)C1.7-1 1,5 f 3,5 j 0,43 g 24 MSQ.K1(S2)C1.8-1 18,5 c-f 74 a-f 17,46 d-g 25 MSQ.K1(S2)C1.11-1 27,5 b-f 72 a-f 9,23 efg 26 MSQ.K1(S2)C1.12-1 22,5 c-f 74 a-f 6,54 fg 27 MSQ.K1(S2)C1.13-1 14,0 c-f 54 b-g 7,34 fg 28 MSQ.K1(S2)C1.14-1 38,5 bc 34 f-j 12,72 d-g 29 MSQ.K1(S2)C1.15-1 19,0 c-f 78 a-e 10,13 d-g 30 MSQ.K1(S2)C1.16-1 19,5 c-f 46 d-i 2,34 g 31 MSQ.K1(S2)C1.18-1 129,0 a 99,96a 81,89 ab 32 MSQ.K1(S2)C1.19-1 32,5 bcd 95,98ab 43,67 cd 33 MSQ.K1(S2)C1.20-2 37,5 bcd 89,98abc 42,25 cde 34 MSQ.K1(S2)C1.21-2 28,5 b-e 83,98 a-d 38,94 c-f 35 MSQ.K1(S2)C1.22-1 12,5 c-f 36,5 e-j 7,23 fg 36 MSQ.K1(S2)C1.23-1 1,5 f 3,5 j 0,42 g 37 MSQ.K1(S2)C1.24-1 1,5 f 3,5 j 0,48 g 38 MSQ.K1(S2)C1.26-1 1,5 f 6,0 ij 0,72 g 39 MSQ.K1(S2)C1.27-1 36,5 bcd 99,96 a 78,69 ab 40 MSQ.K1(S2)C1.28-1 1,5 f 3,5 j 0,59 g 41 MSQ.K1(S2)C1.29-1 15,0 c-f 62,0 a-f 2,30 g 42 MSQ.K1(S2)C1.30-1 3,5 ef 8,5 ij 0,42 g 43 MSQ.K1(S2)C1.31-2 21,5 c-f 97,98 a 50,83 bc 44 MSQ.K1(S2)C1.32-1 1,5 f 3,5 j 0,60 g 45 MSQ.K1(S2)C1.33-1 1,5 f 3,5 j 0,82 g 46 MSQ.K1(S2)C1.34-1 12,5 c-f 52,0 c-h 2,71 g 47 MSQ.K1(S2)C1.35-1 1,5 f 3,5 j 0,52 g 48 MSQ.K1(S2)C1.36-2 17,0 c-f 64,0 a-f 4,73 fg 49 MSQ.K1(S2)C1.37-1 2,5 ef 14,0 g-j 1,42 g 50 MSQ.K1(S2)C1.45-1 27,5 b-f 62,0 a-f 12,49 d-g CV(%) 57,8 31,7 99,2

(8)

370

Jumlah projeni F1 pada varietas/galur tersebut rendah namun tidak berbeda nyata dengan pembanding varietas Srikandikuning dan Bima 1. Jumlah projeni baru F1 yang terjadi pada galur lainnya nyata lebih tinggi dibanding dengan varietas pembanding Srikandikuning dan Bima 1. (Gambar 6).

Kerusakan biji

Pada Tabel 2 terlihat bahwa ada sembilan varietas/ galur yang menunjukkan persentase kerusakan biji relatif rendah yaitu Srikandi Kuning, MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.24-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1, MSQ.K1(S2)C1.33-1, masing-masing kerusakan bijinya sebesar 3,5% Persentase kerusakan biji tertinggi berturut-turut ditemukan pada varietas/galur MSQ.K1(S2)C1.18-1 (99.98%), MSQ.K1(S2)C1.2-1 (99.96%), MSQ.K1(S2)C1.20-2 (89,98%), Srikandi Putih 1 (86 %), MSQ.K1 CO. 6-1-4xMR14Q (74%), MSQ.K1(S2)C1.45-1 (62,8%), MSQ.K1(S2)C1.4-1 (46%),

Rendahnya persentase kerusakan biji pada galur tersebut disebabkan jumlah projeni baru (F1), dan juga sangat dipengaruhi kelunakan biji dan komposisi kimia biji. Tingkat kerusakan biji pada varietas/galur Srikandi Kuning, MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.24-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1, MSQ.K1(S2)C1.33-1 masing-masing 3,5%, lebih rendah dan ini berhubungan dengan populasi projeni baru yang muncul (F1). Populasi projeni baru (F1) pada varietas/galur Srikandi Kuning, MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.24-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1, MSQ.K1(S2)C1.33-1) masing-masing 1,5 ekor lebih rendah dibanding dengan galur lainnya sehingga mengakibatkan persentase kerusakan biji juga lebih rendah. Persentase kerusakan biji berkorelasi positif dengan projeni baru yang dihasilkan (Gambar 5). Tenrirawe (2004) melaporkan bahwa rendah kerusakan biji sangat dipengaruhi oleh julah projeni F1 yang dihasilkan dan juga sangat dipengaruhi oleh kandungan asan fenolit biji. Lebih lanjut Painter (1951) melaporkan bahwa biji yang terlampau keras merupakan faktor-faktor penghambat terhadap perkembangan populasi serangga. Kossou et al. (1993) melaporkan bahwa varietas lokal yang secara konsisten menunjukkan jumlah projeni F1 yang signifikan lebih kecil dari pada varietas yang disilangkan dengan biji yang lunak.

Gambar 5. Korelasi antara projeni F1 dan kerusakan biji oleh S. zeamais pada 11 varietas/galur QPM

(9)

371

Kehilangan Bobot Biji.

Gambar 8 menunjukkan kehilangan bobot biji yang disebabkan oleh S. zeamais dari semua varietas/galur jagung yang diuji. Kehilangan bobot biji terendah terjadi pada galur MSQ.K1(S2)C1.7-1 (0.43 %), MSQ.K1(S2)C1.23-1(0.42%) dan tertinggi pada MSQ.K1(S2)C1.18-1 (81,89 %). Kehilangan bobot biji akibat serangan S. zeamais mencerminkan kepekaan galur. Dengan demikian MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1 relatif tahan karena kehilangan bobot biji yang diakibatkan oleh S. zeamais rendah dan berbeda nyata dengan beberapa galur lainnya (Tabel 2).

Rendahnya kehilangan bobot pada MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1 disebabkan projeni baru F1 yang muncul pada galur tersebut lebih sedikit dibanding dengan galur lainnya. Kepekaan suatu varietas/galur terhadap serangan S. zeamais dipengaruhi oleh tingginya populasi F1 yang dihasilkan. Makin tinggi populasi F1 maka proses metabolisme jagung itu sendiri maupun metabolisme serangga meningkat. Peningkatan metabolisme tersebut mengakibatkan terjadinya perombakan karbohidrat jagung, sehingga penyusutan yang terjadi makin bertambah besar, dan kehilangan bobot biji berkorelasi positif dengan jumlah projeni baru (F1) (Gambar 6).

Herlina (1984) menunjukkan bahwa padat populasi S. zeamais sebesar 3961,62 per 1000 gram beras dapat menyebabkan kehilangan berat sebesar 6,33 gram, dan pada populasi 2479,38 menyebabkan kehilangan bobot sebesar 4,47 gram. Adentuji (1988) melaporkan bahwa jumlah serangga dewasa F1 merupakan akibat dari antibiosis dan berkorelasi dengan jumlah telur yang diletakkan oleh S. zeamais, yang tergantung pada ketidaksukaan untuk melakukan oviposisi.

Kehilangan bobot biji juga dipengaruhi oleh kandungan protein total biji. Semakin rendah total protein dalam biji jagung semakin rendah kehilangan bobot yang diakibatkan oleh S. zeamais, demikian pula sebaliknya semakin tinggi total proteinnya semakin besar kehilangan bobot biji. Menurut Painter (1951) tanaman memiliki sifat-sifat buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan serangga karena adanya kandungan nutrisi pada tanaman tersebut yang tidak sesuai untuk perkembangan serangga.

Gambar 6. Korelasi antara projeni F1 dan kehilangan bobot biji oleh S. zeamais pada 11varietas/galur QPM

(10)

372

KESIMPULAN

Dari lima puluh varietas/galur jagung QPM yang diuji ketahanannya terhadap serangan S. zeamais, Sembilan diantaranya menunjukkan ketahanan yang tinggi adalah MSQ.K1(S2)C1.5-1, MSQ.K1(S2)C1.7-1, MSQ.K1(S2)C1.23-1, MSQ.K1(S2)C1.24-1, MSQ.K1(S2)C1.26-1, MSQ.K1(S2)C1.28-1, MSQ.K1(S2)C1.32-1,MSQ.K1(S2)C1.33-1, Srikandi Kuning. Ketahanan tersebut terkait dengan rendahnya pada jumlah projeni F1 yang dihasilkan, kerusakan biji, dan kehilangan bobot biji jagungberkisar 0.42%-0.43% DAFTAR PUSTAKA

Adentuji JF. 1988. A Study of the resistance of some sorgum seed cultivars to Sitophilus orizae (L.) (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Stored Products Research 24:67-71.

Bergvinson D. 2002. Post Harvest Training Manual. Major Insect Pest Maize in Stored. CIMMYT, Mexico.

BPS. 2000. Statistika Indonesia.

Dobie P, Haines CP, Hodges RJ, Prevet PF, Rees DP. 1984. Insects and Arachnids of Tropical Stored Products: Their Biologi and Idntification. (A Training Manual).

Granados G. 2000. Maize insect. Dalam: Paliwal RL, Granados G, Lafitte HR, Violic AD, editor. Tropical Maize Improvement and Production. FAO Plant Production and Protection 20:89.

Herlina E. 1984. Pengaruh Butir Patah Terhadap Populasi Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera:Curculionidae) [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB . 39p.

Hidayat P, Ffrench-Constant R, Phillips TW. 1996. Molecular and Morphological Characters Discriminate Sitophilus oryzae and S. zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae) and Confirm Reproductive Isolation. Ann. Entomol. Soc. Am. 89(5):645-652

Kasim F, Yasin HG, Azrai, Koesnang. 2003. Pemuliaan jagung bermutu tinggi. Laporan hasil penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian.

Kossou DC, Mareck JH, Bosque-Perez NA. 1993. Comparison of improved and local maize varieties in the Republic of Benin with emphasis on susceptibility to Sitophilus zeamais Motschulsky. Jurnal of Strored Products Research 29:333-343.

Panda N, Gurdev SK. 1995. Host Plant Resistance to Insect. CAB. INTERNATIONAL in association with International Rice Research Institute. Philippines.

Painter RH. 1951. Insects Resistance in Crops Plants. The University Press of Kansas Lawrence and London.

Reddy DB. 1951. Determination of sex in rice and granary weevils (Coleoptera: Curculionidae. Journal of Economic Entomologi 37:435-439

Santos JP, Guimaraes PEO, Waquil JM. 2002. Resistance to Maize Weevil in Quality Protein Maize Lines and Comercial Corn Hybrids. Ministry of Agriculture. EMBRAPA/National Corn and Sorgum Research Centre.

Tandiabang J. 1998. Kehilangan hasil jagung oleh kumbang bubuk Sitophilus zeamais pada berbagai umur simpan dan wadah penyimpanan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit . Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tenrirawe. A, J. Tandiabang. 2009. The effect of phenolic acid of several quality protein maizelines (QPM) on the resistance to maize weevil, Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae). Proceeding on Workshop International Maize

Villegas E. Vasal SK, and Bjarnason M. 1992. Quality Protein Maize. What is it and how was it developped. Dalam Mertz editor. Quality Protein Maize. The American Society of Cereal Chemist, St Paul MN.

Gambar

Gambar 1  Alat kelamin jantan (aedeagus) dan betina („Y’ shape)  S.   zeamais
Tabel  1.    Materi  Genetik  QPM  jagung  dievaluasi  ketahanannya  terhadap  hama  bubuk  jagung  1  MSQ.K1CO.3-1-1xMR14Q  26  MSQ.K1(S2)C1.12-1  2  MSQ.K1 CO
Gambar 4.  Wadah pengujian beberapa varietas/galur jagung terhadap S. zeamais  Projeni F1 S
Gambar  5.    Korelasi  antara  projeni  F1  dan  kerusakan  biji  oleh  S.  zeamais    pada  11                    varietas/galur QPM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan organisasi serikat buruh ini diikuti pula oleh surat kabar dari kelompok organisasi, dan sastra sebagai alat untuk menyampaikan pesan (propaganda)

Institut Alan Guttmacher (2003) menyebutkan kira-kira 60% remaja di dunia mengalami kehamilan yang tidak diharapkan dan keterlibatan remaja dalam perilaku seksual

Beberapa hasil penting yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa untuk mendapatkan informasi yang diperlukan mahasiswa lebih suka mengguna- kan media

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Pengentasan Kemiskinan di Kota Medan (Metode Ekonometrik), maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Hasil Belajar Peserta Didik pada Siklus Dua Di siklus kedua, hasil ulangan harian yang diperoleh peserta didik juga belum dapat memenuhi ketuntasan secara klasikal, karena

Kadar pengangguran merupakan peratusan atau kadar tenaga buruh yang tidak menjalankan kegiatan ekonomi yang produktif pada tahun tertentu berbanding tahun sebelumnya..

Oleh itu, jika diambil kira tarikh kewujudan sekolah Melayu pada tahun 1914, maka dalam jangka masa lima ke enam tahun dari tarikh tersebut, atau kira-kira sekitar tahun 1918

Sesuai dengan pernyataan Nurika (2000) dalam penelitian ekstrak pewarna angkak, bahwa semakin tinggi konsentasi dekstrin yang digunakan sampai konsentrasi 5,5 % mampu